TANBIIH

الحَمـْدُ للهِ المُــوَفَّـقِ للِعُـلاَ حَمـْدً يُوَافـــِي بِرَّهُ المُتَـــكَامِــلا وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّـهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَي النَّبِيِّ المُصْطَفَىَ وَالآلِ مَــــعْ صَـــحْــبٍ وَتُبَّـاعٍ وِل إنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا تَقْوَى الإلهِ مَدَارُ كُلِّ سَعَادَةٍ وَتِبَاعُ أَهْوَى رَأْسُ شَرِّ حَبَائِلاَ إن أخوف ما أخاف على أمتي اتباع الهوى وطول الأمل إنَّ الطَّرِيقَ شَرِيعَةٌُ وَطَرِيقَةٌ وَحَقِيقَةُ فَاسْمَعْ لَهَا مَا مُثِّلا فَشَرِيعَةٌ كَسَفِينَة وَطَرِيقَةٌ كَالبَحْرِ ثُمَّ حَقِيقَةٌ دُرٌّ غَلاَ فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ وَطَرِِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ وَحَقِيقَةُ لَوُصُولُهِ لِلمَقْصِدِ وَمُشَاهَدٌ نُورُ التّجَلِّي بِانجَلاَ مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

hiasan

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI

Selasa, 20 April 2021

POLEMIK MASALAH HUKUM ROKOK

 Para ulama’ berbeda pendapat dalam hukum rokok, tetapi setelah merenung dan menyadari bahwa Islam adalah agama yang bersih dari segala kotoran zahir maupun batin, dan islam adalah agama yang hanya mengajak kepada yang lebih baik, ternyata ia juga adalah agama yang mudah dan jauh dari berbagai kesulitan dan tasyaddud, al-Qur’an dan Sunnah adalah pegangan satu-satunya, dari itu mengapa bersusah payah? dan mengapa menyusahkan orang? Allah swt. berfirman : “Allah sama sekali tidak pernah berkehendak memberimu kesulitan walau sedikit”. Rasulullah saw. bersabda : “Yang halal sudah nyata dan yang harampun telah nyata”.

Para pembaca yang budiman, di dalam syari’at Islam yang benar, mudah dan suci, merokok ternyata hukumnya tidak haram, mengapa?

Allah swt. dan Rasul-Nya saw. tidak pernah menegaskan bahwa tembakau atau rokok itu haram.

Hukum asal setiap sesuatu adalah halal kecuali ada nash yang dengan tegas mengharamkan.

Sesuatu yang haram bukanlah yang memudlaratkan, dan sesuatu yang halal bukanlah yang memiliki banyak manfaat, akan tetapi yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau bermanfaat, dan yang halal adalah yang dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau memudlaratkan.

Tidak setiap yang memudlaratkan itu haram, yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya baik itu memudlaratkan atau tidak. Cabe, daging kambing, gula, asap mobil, dll. juga memudlaratkan tapi tidak haram, mengapa justru rokok saja yang haram padahal masih banyak yang lain yang juga memudlaratkan?

Segala jenis ikan di dalam laut hukum memakannya halal sebagaimana yang diterangkan dalam hadits. Padahal banyak jenis ikan yang memudlaratkan di dalam laut tersebut, tetapi tetap halal walau memudlaratkan. Kalau kita mengharamkannya maka kita telah mentaqyid hadits yang berbunyi “Yang suci airnya dan yang halal bangkainya”.

Kita boleh saja melarang atau meninggalkan tapi kata-kata haram tidak boleh terucapkan karena Allah berfirman: “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” [Qs. Al-An’am : 57]. Kita boleh mengatakan: Jangan merokok karena ia memudlaratkan, tapi tidak boleh kita mengatakan : Merokok itu haram, sebagaimana kita mengatakan kepada anak-anak kita: Jangan makan coklat karena ia merusak gigi, dan kita tidak pernah mengatakan: Makan coklat itu haram. Kita mungkin mengatakan: Memakan permen yang diberi sambel dapat menyebabkan penyakit influenza, namun tidak boleh kita mengatakan: Makan permen yang dicampur sambel itu haram.

Kalau rokok dikatakan bagian dari khaba’its maka bawang juga termasuk khaba’its, mengapa rokok saja yang diharamkan sementara bawang hanya sekedar makruh (itupun kalau akan memasuki masjid)?

Rokok adalah termasuk Mimma ammat bihil-balwa pada zaman ini.

Hadits “La dlarara wala dlirar” masih umum, dan bahaya-bahaya rokok tidak mutlak dan tidak pasti, kemudian ia bergantung pada daya tahan dan kekuatan tubuh masing-masing.

Boros adalah menggunakan sesuatu tanpa membutuhkannya, dari itu jika seseorang merokok dalam keadaan membutuhkannya maka ia tidaklah pemboros karena rokok ternyata kebutuhan sehari-harinya juga.

Rokok adalah bagian dari makanan atau minuman sebab ia dikonsumsi melalui mulut, maka ia halal selama tidak berlebihan, Allah berfirman, “Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan” dan Allah telah menyebutkan makanan-makanan dan minuman-minuman yang haram seperti arak, babi, dll. dan ternyata Allah tidak menyebut rokok di antaranya.

Realita menunjukkan bahwa rokok ternyata memberi banyak manfaat terutama dalam menghasilkan uang, di pulau Lombok misalnya, hanya tembakaulah yang membuat para penduduknya dapat makan, jika rokok diharamkan maka mayoritas penduduk Lombok tidak tahan hidup. Allah berfirman: “Katakanlah hai Muhammad: Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal. Katakanlah: Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu tentang ini atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?”

Terdapat banyak cara untuk mengurangi dan mencegah bahaya-bahaya rokok.

Qiyas kepada khamr tidak benar karena rokok tidak memabukkan dan tidak menghilangkan akal, justru seringnya melancarkan daya berfikir. Dan yang paling penting adalah haramnya khamr karena ada nash, dan tidak haramnya rokok karena tidak ada nash. Kemudian qiyas tidak boleh digunakan dengan sembarangan.

Rokok tidak ada hubungannya sama sekali dengan ayat “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” karena ayat tersebut membicarakan hal lain.

Adapun ayat “Dan janganlah kamu membunuh dirimu” maksudnya adalah bunuh diri, maka adakah orang yang sengaja membunuh dirinya dengan menghisap rokok? kalaupun ada jenis rokok yang sengaja dibuat untuk bunuh diri maka tetap yang haram bukan rokoknya akan tetapi yang haram adalah bunuh dirinya. Sebagaimana seseorang membunuh dirinya dengan pisau, maka yang haram bukan menggunakan pisaunya tetapi bunuh dirinya.

Mengharamkan yang bukan haram adalah termasuk dosa besar maka diharapkan untuk berhati-hati, Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta : Ini halal dan ini haram, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidakah beruntung”.

Banyak ulama’ dan auliya’ yang juga perokok bahkan perokok berat, apakah kita menyamakan mereka dengan para bajingan yang minum arak di pinggir jalan? Allah berfirman: “Apakah patut Kami jadikan orang-orang islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa? Mengapa kamu berbuat demikian? bagaimanakah kamu mengambil keputusan?”, Allah juga berfirman: “Apakah orang yang beriman itu sama seperti orang yang fasik? Sesungguhnya mereka tidak sama”, Allah juga berfirman: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”.

Banyak ulama’ yang tidak mengharamkan rokok seperti : Syekh Syehristani, Syekh Yasin al-Fadani, Syekh al-Sistani, Syekh Muhammad al-Salami, Syekh al-Dajawi, Syekh Alawi al-Saqqaf, Syekh Muhammad bin Isma’il, Syekh al-Ziadi, Syekh Mur’i al-Hanbali, Syekh Abbas al-Maliki, Syekh Izzuddin al-Qasysyar, Syekh Umar al-Mahresi, Syekh Muhammad Alawi al-Maliki, Syekh Hasan al-Syennawi, Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi, Syekh Abdul-Ghani al-Nabulsi ra., Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani ra., Maulana Syekh Mukhtar ra., dll.

Dalam kitab Muntakhabat al-Tawarikh Lidimasyq, Syekh Muhammad Adib al-Hishni mengutip ungkapan seorang wali besar dan ulama’ ternama serta tokoh sufi terkemuka asal Syiria, yaitu Sidi Abdul-Ghani al-Nabulsi ra. (wafat tahun 1143 H.) yang berbunyi sebagai berikut :

دخان التبغ هام به البرايا # فطيب العود سفل وهو علو

مرارته حلاوة ذائقيه # ألا فاعجب لمر وهو حلو

Asap rokok menggoda selera;

Pun semerbak kasturi tertandingi.

Pahitnya, manis terasa,

Aneh, pahit kok manis rasanya.

Dalam buku yang sama menceritakan: Syekh Sunan Efendi yang lebih dikenal dengan sebutan Allati Barmaq, seorang mufti dan pakar fiqh bermazhab hanafi yang sempat meraih julukan Syaikhul-Islam pada zamannya, pernah membaca karya tulis Sidi Abdul-Ghani al-Nabulsi ra. tentang kebolehan merokok, yang berjudul: al-Ishlah bainal-Ikhwan fi Ibahat Syurb al-Dukhan, Syekh Allati Barmaq saat itu mengharamkan rokok, oleh karena itu ia sangat kontra dengan isi buku tersebut yang kemudian terjadilah adu argumen antara Syekh Allati Barmaq dengan Sidi al-Nabulsi yang akhirnya Syekh Allati Barmaq mengakui kebenaran Sidi al-Nabulsi lantas minta maaf, lalu dengan tegas mengatakan bahwa yang mengharamkan rokok adalah jahil, tolol, zindiq dan tak ubahnya dengan binatang hina. Sebab ternyata pada rokok terdapat rahasia Allah yang menyirati banyak khasiat dan manfaat. Aroma dan rasanya pun amat lezat. Ungkapan tersebut berbunyi sebagai berikut :

جهول منكر الدخان أحمق # عديم الذوق بالحيوان ملحق

مليح ما به شيء حرام # ومن أبدى الخلاف فقد تزندق

ألا يا أيها الصوفي ميلا # إلى الدخان علك أن توفق

ولولا أن في الدخان سرا # لما فاحت روائحه وعبق

ففي الدخان سر الله يبدو # وشاهده المحقق التي برمق

Sungguh tolol, yang tak peka asap rokok

Bak hewan yang tak punya cita rasa.

Tak patut diharamkan,

Hanya kaum zindiq lah yang merekayasa.

Wahai para pecandu sufi,

Kenapa tak kau rengkuh rokok saja.

Andai tak ada rahasia,

Baunya pun tak kan lezat terasa.

Padanya; rahasia Sang Kuasa,

Ahli hakekat, Allati Barmaq sebagai saksinya.

Dalam kitab Jawahirul-Bihar fi Fadla’ilinnabiyyil-Mukhtar oleh Syekh Yusuf al-Nabhani, menyatakan sebagai berikut :

من جواهر العارف النابلسي قوله رضي الله عنه في رحلته الحجازية المذكورة : جاء إلى مجلسنا السيد عبد القادر أفندي على عادته، وكان يقرأ علينا في مختصر صحيح البخاري في أواخره فقرأ الحديث الذي أخرجه البخاري : عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ” من رآني في المنام فسيراني في اليقظة ولا يتمثل الشيطان بي ” فتكلمنا على هذا الحديث بما تيسر وذكرنا رسالة الشيخ السيوطي التي سماها إنارة الحلك في إمكان رؤية النبي والملك، وذكرنا بعض قصص وآثار فأخبرنا السيد عبد القادر المذكور بأن هذه الرسالة عنده وجاء بها إلينا بعد ذلك في ضمن مجموع . ثم جرت معه مذاكرة في شرب الدخان فأخبرنا عن الشيخ أحمد بن منصور العقربي عن شيخنا الشريف أحمد بن عبد العزيز المغربي أنه كان يجتمع بالنبي صلى الله عليه وسلم مراراً عدة وأنه مرض مرضاً شديداً فسأل النبي صلى الله عليه وسلم عن شرب الدخان فسكت النبي صلى الله عليه وسلم ولم يرد له الجواب، ثم أمره باستعماله .

Artinya: Syekh Abdul-Ghani al-Nabulsi Ra. menceritakan sebuah perjalanannya menimba ilmu di tanah Hijaz : “Syekh Abdul-Qadir Efandi seperti biasa, hadir bersama kami untuk membacakan ringkasan Sahih Bukhari. Lantas, ia membaca hadits yang berbunyi; Dari Saidina Abi Hurairah dari Nabi saw. beliau bersabda; “Siapa yang bertemu aku pada saat mimpi; pasti akan bertemu denganku dalam keadaan terjaga, dan tak mungkin setan menyerupaiku” . Kami berdiskusi tentang hadits ini seraya mengutip karya Imam Suyuthi yang berjudul Inaratul-Halak fi Imkan Ru’yat al-Nabi wal-Malak. Syekh Abdul-Qadir Efandi menyebutkan bahwa ia memiliki karya tersebut sah secara silsilah dan akan disampaikan kepada kita (para santrinya). Selanjutnya kami berdiskusi tentang hukum merokok, lalu ia meriwayatkan: “Ada sebuah kisah dari Syekh Ahmad bin Manshur al-Aqrabi, dari Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi, ia menyatakan bahwa ia sering bertemu dengan Nabi saw. (dalam tidur maupun jaga). Suatu ketika ia jatuh sakit dan menemui beliau, kemudian menanya tentang hukum merokok, Nabi pun diam tak menjawab. Kemudian beliau malah menyuruhnya untuk merokok” !!!

وكان لأهل المدينة فيه غاية الإعتقاد وكان من أكابر الأولياء ومن محققي العلماء الأعلام رحمه الله تعالى .

Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi (yang senantiasa menjumpai Rasul dan sempat menanya beliau tentang rokok dan ternyata mendapat perintah untuk menghisapnya) adalah seorang pemuka kenamaan dan tokoh kepercayaan pada masanya. Seorang ulama’ berjasa besar bahkan waliyullah papan atas.

Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn ‘Umar Ba’alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin (hal.260) yang sepotong teksnya sebagai berikut:

لم يرد في التنباك حديث عنه ولا أثر عن أحد من السلف، ……. والذي يظهر أنه إن عرض له ما يحرمه بالنسبة لمن يضره في عقله أو بدنه فحرام، كما يحرم العسل على المحرور والطين لمن يضره، وقد يعرض له ما يبيحه بل يصيره مسنوناً، كما إذا استعمل للتداوي بقول ثقة أو تجربة نفسه بأنه دواء للعلة التي شرب لها، كالتداوي بالنجاسة غير صرف الخمر، وحيث خلا عن تلك العوارض فهو مكروه، إذ الخلاف القوي في الحرمة يفيد الكراهة

Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para shahabat Nabi SAW. … Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat difahami makruh hukumnya.

Senada dengan sepotong paparan di atas, apa yang telah diuraikan oleh Mahmud Syaltut di dalam Al-Fatawa (hal.383-384) dengan sepenggal teks sebagai berikut:

إن التبغ ….. فحكم بعضهم بحله نظرا إلى أنه ليس مسكرا ولا من شأنه أن يسكر ونظرا إلى أنه ليس ضارا لكل من يتناوله, والأصل في مثله أن يكون حلالا ولكن تطرأ فيه الحرمة بالنسبة فقط لمن يضره ويتأثر به. …. وحكم بعض أخر بحرمته أوكراهته نظرا إلى ما عرف عنه من أنه يحدث ضعفا فى صحة شاربه يفقده شهوة الطعام ويعرض أجهزته الحيوية أو أكثرها للخلل والإضطراب.

Tentang tembakau … sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwasanya tembakau tidaklah memabukkan, dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, disamping itu juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengkonsumsi. …Pada dasarnya semisal tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama’ lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil.

Demikian pula apa yang telah dijelaskan oleh Prof Dr Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh (Cet. III, Jilid 6, hal. 166-167) dengan sepotong teks, sebagai berikut:

القهوة والدخان: سئل صاحب العباب الشافعي عن القهوة، فأجاب: للوسائل حكم المقاصد فإن قصدت للإعانة على قربة كانت قربة أو مباح فمباحة أو مكروه فمكروهة أو حرام فمحرمة وأيده بعض الحنابلة على هذا التفضيل. وقال الشيخ مرعي بن يوسف الحنبلي صاحب غاية المنتهى: ويتجه حل شرب الدخان والقهوة والأولى لكل ذي مروءة تركهما

Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-‘Ubab dari madzhab Asy-Syafi’i ditanya mengenai kopi, lalu ia menjawab: (Kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannnya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram. Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama’ dari madzhab Hanbaliy terkait penetapan tingkatan hukum ini. Syaikh Mar’i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan : Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.

Menghisap tembakau atau merokok pernah dibuat pertentangan seru antara Syeikhul Islam Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani Radhiyallahu ‘Anhu dan Syeikh Hasballah. Keduanya saling adu dalil, hujjah dan argumentasi yang masing-masing menguatkan pendapatnya sendiri. Ini terjadi pada tahun 1877 M. Mengisap rokok adalah haram, paling tidak makruh. Demikian pendapat yang dipertahankan Syeikh Hasballah, guru besar Masjid Al-Haram. Sebaliknya, Syeikhul Islam Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani keturunan Sulthon Aulia Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani QS, seorang Mufti Haramain mazhab Syafi’i yang segan meninggalkan pipa rokoknya, mempertahankan kehalalan mengisap tembakau beliau seorang Waliullah yang masyhur yang dijuluki al-Imam al-Ajal(Imam pada waktunya), Bahrul Akmal(Lautan Kesempurnaan), Faridu ‘Ashrihi wa Aawaanihi (Ketunggalan masa dan waktunya), Syeikhul-Ilm wa Haamilu liwaaihi (Syeikh Ilmu dan Pembawa benderanya) Hafidzu Haditsin Nabi – Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam – wa Kawakibu Sama-ihi (Penghafal Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Bintang-bintang langitnya), Ka’batul Muriidin wa Murabbis Saalikiin (Tumpuan para murid dan Pendidik para salik).

Sayyid Ahmad Zaini Dahlan mengemukakan dalil dan alasan balik terhadap pendapat Hasballah, bahwa kalau orang muslim yang sopan mengisap tembakau dikatakan haram atau makruh, sedangkan mereka membiasakan minum rokok menjadi fasik hukumnya dan tidak sah menjadi saksi dalam perkawinan menurut hukum syara’. Kalau ini benar, maka pernikahan yang dilangsungkan beberapa tahun yang lalu menjadi tidak sah. Sebab, prosesi pernikahan tersebut dilakukan dengan saksi oleh orang yang minum rokok.

Di antara ulama-ulama Nusantara yang pernah berguru kepada Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani Radhiyallahu ‘Anhu ini ialah: Syeikh Nawawi Banten, Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Shuhaimi, Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathoni menurut satu riwayat, Kiyai Muhammad Saleh Darat, Syeikh Ahmad Khatib bin Abdul Latif bin Abdullah al-Minankabawi, Sayyid Utsman Betawi, Tuan Guru Hussin Kedah Al-Banjari, Syeikh Ahmad Yunus Lingga,, Sayyid Abdullah az-Zawawi, Mufti Syafiiyyah, Mekah, Datuk Hj Ahmad Ulama Brunei, Tok Wan Din, nama yang sebenar ialah Syeikh Wan Muhammad Zainal Abidin al-Fathoni, Syeikh Abdul Qadir al Fathoni (Tok Bendang Daya II), Syeikh Abdul Hamid Kudus, Syeikh Muhammad Khalil Bangkalan Madura, Syeikh Utsman bin Abdullah al-Minankabawi, Imam, Khatib dan Kadi Kuala Lumpur yang pertama, Syeikh Arsyad Thawil al-Bantani, Syeikh Muhammad al-Fathoni bin Syeikh ‘Abdul Qadir bin ‘Abdur Rahman bin ‘Utsman al-Fathoni Tuan Kisa-i’ Minankabawi [atau namanya Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh. Beliau inilah yang melahirkan dua orang tokoh besar di dunia Melayu. Yang seorang ialah anak beliau sendiri, Dr. Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah. Dan yang seorang lagi ialah cucu beliau, Syeikh Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)], Sayyid Abdur Rahman al-Aidrus (Tok Ku Paloh), Syeikh Utsman Sarawak, Syeikh Abdul Wahab Rokan dan masih banyak lagi.

Syeikh Ahmad Khatib al-minangkabawi, ulama asal Minangkabau yang hampir selama hidupnya tinggal di Makkah dan meninggal di sana, menjelaskan bahwa merokok hukumnya haram, karena dampak negatifnya yaitu merusak kesehatan pemakainya. Dalam fatwanya, beliau juga memaparkan pendapat ulama lain tentang rokok, yaitu:

  1. Haram, bagi orang yang baginya merokok dapat merusakkannya.
  2. Perlu (wajib), bagi orang yang jika tidak merokok justru membuat mudhorot.
  3. Makruh, bagi orang yang belum terbiasa.
  4. Sunnah, bagi orang yang bila merokok mendatangkan manfaat.
  5. Halal, bagi orang yang sudah terbiasa merokok tidak mendatangkan kerusakan dan tidak hendak menghentikan nikmatnya.

Abdul Ghani An-Nabilisiy berpendapat sama dengan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Ia malah menghalalkan tembakau dan membantah dalil yang mengharamkan tembakau.

Seorang Wali besar Al-Arif Billah Syeikh Ihsan Jampes Kediri, ulama bertaraf internasional yang kitabnya jadi rujukan di Timur Tengah dan Mesir, pernah menulis masalah perbedaan pendapat rokok dengan amat bagus sekali – beliau sendiri adalah perokok. Apakah orang seperti Syeikh Ihsan Jampes yang menulis kitab tasawuf yang bermutu tinggi pada usia 33 thn itu dadanya tidak ditembusi cahaya Allah hanya karena asap rokok?

  1. Abdul Hamid Pasuruan – beliau adalah Waliullah yang masyhur dihormati oleh sesepuh mursyid tarekat mu’tabarah, tidak anti rokok dan tidak pernah mengharamkan rokok. Apakah kyai sekaliber Mbah Hamid ini shalatnya tidak diterima oleh Allah hanya karena merokok?
  2. As’ad Syamsul Arifin adalah seorang Waliullah di zamannya, yg juga merokok. apakah beliau ini akan masuk neraka hanya karena berpendapat merokok tidak haram?

Siapapun tentu mengetahui kemasyhuran KH. Khamim Jazuli ( Gus Miek ) dan pasti tahu Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy-Syekh Muhammad Zaini Abd. Ghani ( Tuan Guru Ijai al-aidrus martapura Kalimantan Selatan ) dikenal sebagai seorang Wali Mursyid yg masyhur yang di kunjungi para alim ulama Habaib dari belahan dunia, juga merokok.

Boleh saja membuat peraturan-peraturan tertentu demi terjaganya kesehatan seperti membuat lokasi-lokasi khusus bagi para perokok, atau yang lainnya asalkan tidak mengharamkannya, itu saja, sekali lagi yang penting kita tidak mengharamkan yang halal sebab itu adalah dosa besar.

 Selanjutnya… terserah anda… 

Allah berfirman : “Katakanlah: Sesungguhnya kebenaran itu telah datang dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin percaya, hendaklah ia percaya, dan barang siapa yang ingin ingkar biarlah ia ingkar. wallahu a'lam

Kamis, 23 Mei 2019

MAQOLAH CHUBBI FII SIRRIL QOLBI




الحبّ كالحرب فمن السّهل أن تشعلها ولكن من الصّعب أن تخمدها

Alhubbu kal harbi, minas sahli an tus’ilaha, walaakin minas sha’bi an tukhmidaha

Cinta itu laksana sebuah perang, amat mudah mengobarkannya, namun amat sulit untuk memadamkannya.

عِندمّا نُحبْ تَرتبِط مشآعِرُنّا بِ [[الخَوف]] ، نَخافُ الفقدْ .. نَخافُ الفُرآق ؛ وَ نخافُ [[النَصِيب]] أكثَر

Indama nuhibbu tartabitu masyairina bil khouf, nakhoful faqda, nakhoful firoq, wa nakhofu an Nashib aktsar.

Ketika kita mencintai, perasaan kita akan merasakan ketakutan; takut kehilangan, takut perpisahan dan takut berbagi.

لو أن الحب كلمات تكتب ,, لانتهت أقلامي ,, لكن الحب ,أرواح توهب

Laukaanal hubbu kalimat tuktabu lantahat aqlamii… walakinal hubbu riihun tahub.

 Kalaulah cinta itu kata yang harus ditulis, niscaya penaku sudah habis. Tapi untunglah cinta itu adalah udara yang terus berhembus.

ليس الحب أن نبقى دائما بجانب من نحب ولكن الحب أن نبقى في قلب من نحب

Laisal hubbu a’n nabqo daaiman bi jaanibi man nuhibbu, wa laakinnal hubbu an nabqo fii qolbi man nuhib.

 Cinta bukan berarti kita selalu berada  di sisi orang yang kita cintai… Tapi cinta itu adalah tatkala kita berada dalam hati orang yang kita cintai.

لو عرف الحب مقدار حبي لك لتمنى الحب أن يكون حبيبتي

“lau arofal hubbu miqdaaro hubbii laka… latamannal hubbu an yakuuna habibati

Kalau saja Cinta tahu besarnya cintaku padamu, niscaya Sang Cinta akan berharap untuk menjadi kekasihku”

ما أصعب أن تحب شخصا بجنون أنت تعرف انك له لن تكون

Maa ash’ab an tuhibbu syakhson bi junuun wa anta ta´rifu annaki lahu lan takun.

Betapa susahnya tatkala engkau mencintai seseorang yang engkau sendiri tahu ia tidak akan pernah jadi milikmu.

ظننت قلبي قوي ما يهزه غيابك .. طلع مثل الورق يرجف من بعادک

Dzonantu qolbi qowiyyun ma yahuzzuu ghiyabaki, thola’a mitslu warokun yarjuffu min biaadika.

 Aku kira hatiku sudah kuat untuk menahan guncangan atas kepergianmu. Tapi nyatanya hati ini seperti daun kering tatkala jauh darimu.

 لو جمعت أيام عمري من فرح <][> ما تساوي لحظة من وقتي معك

Lau jama’tu ayyaama umri min farohin… maa tusaawii lahdzotan min wakti ma’aki.

 Kalaulah aku kumpulkan saat-saat gembira dalam hidupku, semuanya tidak akan dapat menyamai indahnya waktu yang aku habiskan denganmu.

للحب رائحة لا تشم بالأنوف . . . و لكن تحس بالقلوب

Lilhubbi ra’ihah la tusyammu bil unuuf, walakin tuhassu bil quluub.

Cinta itu mempunyai bau harum yang tak tercium oleh hidung, namun bisa dirasakan oleh hati.

عندما افتقدتك لن أبحث عنك بعيدا <[]> بل سأنظر إلى أعماق قلبي حيث تكون دائما

Indama iftaqodtuka lan abhatsu a’nka ba’iidan … bal saandzuru ilaa a’maqi qolbi haitsu takuunu daaiman.

Saat aku kehilanganmu, maka aku tidak akan jauh-jauh mencarimu. Tapi cukuplah aku mencarimu di dalam lubuk hatiku yang engkau selalu berada di sana.

الحب كلمة من حرفين عجز كثير من الناس تفسيرها.حب الحاء = حيره الباء = بلاء

Al Hubbu kalimatun min harfain, ajiza katsirun minan naas tafsiruha. “Hubbun” haa’: hairoh Baa’: bala’.

 Al Hubbu (cinta) merupakan sebuah kata yang terdiri dari dua kata dan sedikit orang yang bisa menafsirkannya. Ha’= Hairoh (kebingungan) Ba’: Balaa’ (ujian).

يحلم الرجل بأمرأة كاملة و تحلم المرأة برجل كامل و لا يعلمون أن الله خلقهم ليكملا بعضهم البعض

Yahlumur rojulu bi imroatin kaamilatin, wa tahlumul maratu birojulin kaamilin. Wa laa ya’lamuuna annalloha kholaqohum liyukmilaa ba’dhohum al ba’dho

Seorang laki-laki selalu mengidam-idamkan seorang wanita yang sempurana dan wanita pun begitu selalu mengidam-idamkan laki-laki sempurna. Padahal mereka tidak faham bahwa Alloh menciptakan mereka untuk saling melengkapi satu sama lain.

لا يهم كم يبقى لي من  عمر <[]> المهم أن العمر كله أبقى معك

Laa adri kam yabqo lie minal umri…al muhim, annal umro kulluhu abqo ma’aka

 Aku tidak tahu sisa umurku, tapi yang penting aku bersamamu sepanjang umur.

الحب الحقيقي يكون بين الطرفين ويصحبه الصدق والامانه ما عادا ذلك فيكون خيال

Al Hubbul haqiiqii yakunu baina thorfaini wa yushohibuhus shidqu wal amanah. wa maa ada dzalika fa yakuna khoyal.

 Cinta itu melibatkan dua belah pihak dan disertai kejujuran dan amanah. Jika tidak, maka cinta hanyalah hayalan.

الشخص المهم في حياتك, ليس الشخص الذي تشعر بوجوده  و لكنه الشخص الذي تشعر بغيابه

“Syakhsun muhimm fii hayaatika laisasy syakhsul ladzi tasyuru biwujudihi. Walaakinnahu as syakhsul ladzi tasyuru bi ghiyabihi.”

 Sosok penting dalam kehidupanmu bakanlah sosok yang dapat kamu rasakan keberadaannya. Namun sosok penting dalam hidupmu adalah sosok yang kamu dapat rasakan kepergiannya.

ثلاث من كن فيه و جد حلاوة الإيمان: و ذكر منها أن يحب المرء لا يحبه إلا لله

Tsalatsun man kaana fiehi wajada halawatal imaan. wa dzakaro minha ….”an yuhibak mar’u laa yuhibbuhu illaa lillahi.

 Tiga hal yang apabila terkumpul dalam diri seseorang maka ia akan mendapatkan manisnya iman  [salahsatunya] mencintai seseorang semata-mata karena [mencari ridho] Alloh [Al Hadits]

لو أن الحب كلمات تكتب ,, لانتهت أقلامي ,, لكن الحب ,أرواح توهب
Laukaanal hubbu kalimat tuktabu lantahat aqlamii <][> walakinal hubbu riehun tahub.

Kalaulah cinta itu kata yang harus ditulis, niscaya penaku sudah habis. Tapi untunglah cinta itu adalah udara yang terus berhembus.

أخاف عليك من أي حزن يسرق ابتسامتك

Akhofu alaika min ayyi huznin yasriku ibtisaamataka.

 Aku selalu menghawatirkanmu dari setiap kesedihan yang akan mencuri senyummu.

من يحبك لن يتركك و لو كنت شوكا بين يديه

“Man yuhibbuka lan yatrukuka walau kunta syaukan baina yadaihi”

 Orang yang benar-benar mencintaimu tidak akan pernah meninggalkanmu sekalipun engkau menjadi duri yang menghadang di hadapannya”

سأظل احبك و إن طال انتظاري )( فإن لم تكن قدري فقد كنت إختياري

Sa adhzillu uhibbuka wa in thoola intidhzor () fa in lam takun qodri faqod kunta ikhtiyaari.

 Aku akan selalu mencintaimu walaupun penantian itu begitu lama, jika engkau memang bukan taqdirku, maka aku bahagia telah memilihmu.

الحب الحقيقي يكون بين الطرفين ويصحبه الصدق والامانه ما عادا ذلك فيكون خيال

Al Hubbul haqiiqii yakunu baina thorfaini wa yushohibuhus shidqu wal amanah. wa maa ada dzalika fa yakuna khoyal.

 Cinta itu melibatkan dua belah pihak dan disertai kejujuran dan amanah. Jika tidak, maka cinta hanyalah khayalan.

 العيون تنسى من رأت و لكن القلوب لا تنسى من أحبت

Al uyuun tansa man taro, walaakinna al qolbu laa tansa man tuhibb

 Mata akan lupa siapa yang ia lihat. Akan tetapi hati tidak akan lupa siapa yang ia cinta.

لا أريد سوى أن أكون شيئا جميلا في حياتك يرسم على شفتيك الإبتسامة كلما خطرت على بالك

“laa uriidu siwa an akuuna Syaian jamiilan fii hayatika yarsumu a’laa syafataika al ibtisamah kullamaa khotortu alaa baalika”

 Aku tidak ingin kecuali menjadi sesuatu yang indah dalam hidupmu yang dapat melukiskan senyum di atas kedua bibirmu tatkala engkau mengingatku.

لا تختار زوجتك بعينيك بل اخترها بأذنيك

La takhtar zawjataka bi ainaika, bal ikhtarha bi udzunaika

 Jangan kau pilih pasangan hidupmu dengan kedua matamu, namun pilihlah dengan kedua telingamu. (Maksudnya dalam memilih calon pasangan hidup, tidak cukup dengan melihat keelokannya saja, tetapi perlu juga menanyakan tentangnya kepada orang lain yang mengetahui kesehariannya).

إذا لم يزدك البعد حبا فأنت لم تحب حقا

idza lam yazidkal bu’du hubban, fa anta lam tuhib haqqon.

 Jika jarak (yang jauh) tidak menambah rasa cintamu, berarti engkau memang belum mencintainya.

عندما تحب شخصا بلا سبب كن متيقنا بأن لا ألف سبب قادر على نزعه من قلبك

“I’ndamaa tuhibbu syakhson bilaa sabab, kun mutayaqqinan bi annaa laa alfa sabab qodirun ala naz’ihi min qolbika

Tatkala engkau mencintai seseorang tanpa sebab, saat itu pula yakinlah bahwa seribu sebab sekalipun tidak akan bisa mencabutnya dari hatimu.

لا أريد شيئا من الدنيا فأنا أشعر انني أخذت نصيبي من الفرح حين أحببتك

Laa uriidu syaian minad dunnya, fa anaa asyuru annanie akhotztu nashibii minal farahi hiina uhibbuki.

 Aku tidak mau sesuatu dari dunia ini, karena aku sudah merasa mengambil semua jatah kebahagiaanku saat aku mencintaimu.

والله اعلم بالصواب

Kamis, 17 Januari 2013

JANGANLAH MENYAKITI SESAMAMU

Syekh 'Abdul Wahab Sya'rani [rahimahulloh] dalam kitab "minahussaniyyah" menyajikan beberapa wasiat dari Syekh Ibrahim Al-Matbuly [rahimahulloh], diantarnya waspadalah dari perbuatan menyakiti orang lain.

Menyakiti orang lain termasuk diantara racun hati yang mematikan. Seseorang bisa terhalang musyahadahnya kepada Allah, sebab dua hal; makanan yang tidak halal dan menyakiti orang lain.
Pedoman orang menuju jalan Allah ada tujuh;
1. Berpegang teguh pada kitab Allah.
2. Mengikuti sunnah Rasul
3. Makan makanan yang halal.
4. Menjauhi perbuatan maksiat.
5. Bertaubat dari segala kesalahan.
6. Melaksanakan segala kewajiban.
7. Menghindarkan diri dari menyakiti orang lain.

Tidak menyakiti orang lain ada dua macam :
tidak menyakiti orang lain dalam bentuk lahir, seperti melukai, memukul, membunuh;
tidak menyakiti orang lain dalam bentuk batin, seperti su-udhon (buruk sangka), mencaci. Ini adalah racun yang mamatikan yang tidak banyak diketahui manusia.
Ali Al-Khowash mewasiatkan, "Jangan sampai seseorang terjerumus dalam pelanggaran hak sesama manusia, apalagi terhadap para kekasih (wali) Allah. Sesungguhnya, daging aulia adalah racun. Hati-hatilah, jangan menganggap remeh persoalan menggunjing ini, walau orang yang kamu gunjingkan tidak mendengar. Allah yang akan menolong dan membela mereka".

Rabu, 14 November 2012

RINDU ,JINAK HATI DAN RIDHO SEORANG SUFI

Segala puji bagi الله yang membersihkan hati para wali-Nya dari berpaling kepada keelokan dunia dan kekayaannya. Kemudian Ia megikhlaskan hati mereka untuk berhenti di atas permadani kemuliaan-Nya. Kemudian Ia menjadi penerang bagi mereka dengan asma dan sifat-Nya sehingga menjadi cemerlang dengan nur ma’rifah-Nya. Kemudian Ia menyingkapkan bagi mereka dari keagungan-Nya sehingga terbakar dengan api kasih sayang-Nya. Kemudian Ia terhijab/terdinding dari padanya dengan hakikat keagungan-Nya sehingga hati para wali itu heran dalam lapangan luas keagunagan dan kebesaran-Nya.


Maka setiap kali hati para wali itu tergerak untuk memperhatikan hakikat keagungan niscaya akan diliputi kedahsyatan oleh berlumurannya debu pada akal dan mata hatinya. Dan setiap kali hati para wali itu berkeinginan berpaling dalam keadaan putus asa niscaya datang panggilan dari khemah keelokan :”Sabar hai yang berputus asa dari mencapai Al-Haq disebabkan kebodohan dan ketergesaannya”. Maka teruslah hati para wali itu diantara menolak dan menerima, menahan dan sampai, tenggelam di dalam lautan ma’rifah dan terbakar dengan api kasih sayang-Nya.


Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, penutup para nabi-nabi dengan sempurna kenabiannya. Dan kepada keluarga dan sahabatnya, penghulu manusia dan imam-imamnya, panglima kebenaran dan yang menggenggamkannya. Anugerahilah dengan kesejahteraan yang banyak. Amma ba’d :


Sesungguhnya kasih sayang / mencintai الله adalah tujuan yang paling jauh dari maqam-maqam yang ingin dicapai dan ketinggian yang tertinggi dari derajat-derajat. Tidak ada sesuatu sesudah memperoleh kasih sayang, suatu maqampun lagi, selain berupa buah dari buah-buahnya dan ikutan dari pengikut-pengikutnya seperti maqam rindu, jinak hati, rida dan isfat-sifat lain yang searah dengan itu. Dan tidak ada satu maqampun sebelum maqam kasih sayang itu selain hanya lah merupakan pendahulu dari pendahulu-pendahulu maqam kasih sayang sperti sabar, taubat, zuhud dan lain-lain.


Maqam-maqam lain jikalau sukar adanya maka tidaklah kosong hati dari kemungkinannya. Adapaun mencintai الله Ta’ala, maka sulitlah keimanan dengan mencintai itu sehingga sebagian ulama memungkiri kemungkinannya dan mengatakan tidak ada makna baginya selain rajin mengerjakan ta’at kepada الله Ta’ala. Adapun hakikat kasih sayang/ mencintai maka itu mustahil, selain bersama sejenis dan simisal.


Manakala mereka memungkiri kasih sayang niscaya mereka memungkiri akan adanya kejinakan hati, kerinduan dan kelezatan munajah dan lain-lain yang harus bagi kasiah-sayang dan mengikutinya. Dan tidak boleh tidak daripada menyingkap tutup dalam persoalan ini. Kami akan menyebutkan dalam kitab ini penjelasan dalil-dalil syara’ mengenai kasih sayang, kemudian menjelaskan hakikatnya dan sebab-sebabnya, kemudian penjelasan bahwa tidak ada yang berhak dicintai selain الله Ta’ala, kemudian penjelasan bahwa kelezatan yang terbesar adalah kelezatan memandang wajah الله تعالى, kemudian penjelasan tentang sebab kelebihan kelezatan memandang akhirat atas ma’rifah di dunia, kemudian penjelasan sebab-sebab yang menguatkan kecintaan kepada الله تعالى, kemudian penjelasan sebab-sebab berlebih kurangnya manusia tentang kecintaan, kemudian penjelasan sebab tentang singkatnya pemahaman dari hal ma’rifah kepadan الله تعالى, kemudian penjelasan makan rindu, kemudian penjelasan kecintaan الله تعالى kepada hamba-Nya, kemudian pembicaraan mengenai tanda-tanda kecintaan hamba kepada الله تعالى, kemudian penjelasan makna kejinakan hati , kemudian penjelasan mengenai makna ridha dan penjelasan keutamaannya, kemudian penjelasan hakikat ridha, kemudian penjelasan bahwa do’a dan kebencian kepada perbuatan-perbuatan maksiyat itu tiada berlawanan, demikian pula lari dari perbuatan maksiyat , kemudian penjelasan tentang cerita-cerita dan ucapan-ucapan yang bercerai berai bagi orang-orang yang mencintai-Nya, Inilah penjelasan dari kitab ini,


PENJELASAN DALIL-DALIL SYARA’ TENTANG KECINTAAN HAMBA KEPADA الله تعالى.


Ketahuilah bahwa umat itu sepakat bahwa mencintai الله تعالى dan Rasul-Nya SAW itu wajib. Dan bagaimana diwajibkan apa yang tidak ada wujudnya ? Bagaimana ditafsirkan kecintaan dengan ta’at dan ta’at itu mengikuti kecintaan dan buahnya.?


Maka tidak boleh tidak didahulukan penjelasan tentang kecintaan itu, kemudian manusia itu akan menta’ati siapa yang dicintainya.


Ditunjukkan kepada adanya kecintaan kepada الله تعالى oleh firman-Nya :


يحبهم و يحبوانه

IA MENCINTAI MEREKA DAN MEREKA MENCINTAI-NYA (Al-Maidah 54).

Maka Nabi SAW bersabda, استعد للبلاء yang artinya : Bersedialah untuk menghadapi cobaan.


Diriwayatkan dari sahabat Umar RA yang mengatakan “Nabi SAW memandang kepada Mash’ab bin Umair dengan menghadap kepadanya, dan pada Mush’ab itu ada kulit Kabsy yang telah dibuatnya seperti ikat pinggang. Nabi SAW lalu bersabda, :


انظروا الى هذاالرجل الذى نورالله قلبه لقد رأيته بين ابويه يغذوانه بأطيب الطعام والشراب فدعاه حب الله ورسوله الى ما ترون.

“Lihatkah kepada lelaki ini yang telah dicurahkan nur /cahaya oleh الله ke dalam hatinya. Aku telah melihatnya diantara ibu bapaknya yang memberikannya makanan dan minuman yang lebih baik, maka ia dipanggil oleh kecintaan kepada الله dan Rasul-Nya kepada apa yang kamu melihatnya”.


Pada hadits yang masyhur disebutkan bahwa Nabi Ibrahim AS mengatakan kepada Malakul Maut ketika datang kepadanya untuk mengambil nyawanya, “Adakah engkau melihat Yang Dicintai (الله) mematikan yang mencintai-Nya ?”


Maka الله تعالى menurunkan wahyu kepada Nabi Ibrahim AS, “Adakah engkau melihat Yang Mencintai itu tidak suka bertemu dengan yang dicintai-Nya ?”.


Maka Nabi Ibrahim AS berkata, “Hai Malakul Maut, sekarang ambilah nyawa itu “.


Keadaan ini tidak akan diperoleh kecuali hamba الله yang mencintai-Nya dengan seluruh hatinya. Oleh karena itu apabila ia mengetahui bahwa mati itu adalah sebab pertemuan (dengan الله SWT), niscaya tergeraklah hatinya kepada-nya. Dan tidak ada baginya yang dicintai selain daripada-Nya sehingga ia berpaling dari yang lain.


Nabi kita SAW membaca di dalam doanya :


اللهم ارزقنى حبك وحب من احبك وحب مايقربنى الى حبك

واجعل حبك أحب الى من الماء البارد


Yaa Allah anugerahilah aku mencintai Engkau dan mencintai orang yang mencintai Engkau, dan anugerahilah aku kecintaan kepada apa saja yang dapat mendekatkan aku kepada mencintai Engkau, dan jadikanlah kecintaan kepada Engkau sebagai sesuatu yang paling aku cintai daripada (kecintaan kepada) air yang dingin.


Seorang arab pedesaan datang kepada Nabi SAW seraya bertanya, “Wahai رسول الله , kapan kiyamat datang ?”

Nabi SAW menjawab, “Apa yang telah engkau perisapkan bagi kiyamat itu ?”

Orang arab itu menjawab, “Tiada aku sediakan untuk kiyamat itu dengan banyaknya shalat dan puasa, hanya saja aku mencintai الله dan Rasul-Nya”.

Lalu رسول الله SAW bersabda,

المرءمع من احبه

“Orang itu akan dikumpulkan bersama orang-orang yang ia cintai”.


Sahabat Anas RA berkata, ‘Tidaklah aku melihat kaum muslimin yang bergembira dengan sesuatu sesudah Islam, sebagai mana bergembiranya mereka dengan hadits ini”.


Abu Bakar As-Shidiq berkata, “Barang siapa yang merasakan kemurnian kecintaan kepada الله SWT, niscaya yang demikian ini akan menyibukkannya daripada mencari harta dunia dan meliarkan hatinya dari semua manusia”.


Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Barang siapa mengenal Tuhannya niscaya ia akan mencintai-Nya. Dan barang siapa mengenal dunia niscaya ia akan zuhud kepadanya. Orang mukmin itu tidak bermain-main sehingga ia menjadi lalai. Maka apabila ia bertafakur niscaya gundahlah hatinya”.


Abu Sulaiman Ad-Daraani berkata, “Sesungguhnya dari makhluk الله itu ada makhluk yang tidak disibukkan mereka oleh surga dan apa yang ada di dalamnya dari bermacam-macam nikmat. Maka bagaimana mereka menjadi sibuk dengan dunia ?”


Diriwayatkan bahwa Nabi Isa AS melewati tiga orang yang telah kurus badannya dan berubah warna wajahnya. Lalu ia bertanya kepada ketiga orang itu, “Apakah yang menyebabkan kamu seperti apa yang aku lihat ini ?”

Mereka menjawab, “Takut dari neraka?”

Nabi Isa AS berkata, “Menjadi hak atas الله bahwa Ia meng-amankan orang-orang yang takut”.


Kemudian nabi Isa AS melewati dari yang tiga tadi kepada tiga orang yang lain, tiba-tiba dijumpainya mereka lebih kurus dan lebih berubah warna wajahnya. Maka ia bertanya, “apa yang menyebabkan kamu kepada apa yang aku lihat ini ?”

Mereka menjawab, “rindu kepada surga”.

Nabi Isa AS lalu menjawab, “Menjadi hak atas الله dengan memberikan kepadamu apa yang kamu harapkan”.


Kemudian nabi Isa AS berlalu dari ketiga orang tadi dan bertemu dengan tiga orang yang lain. Tiba-tiba dijumpainya mereka itu lebih kurus dan berubah warna mukanya. Seakan-akan pada wajah mereka nampak nur (cahaya) . lalu Nabi Isa AS bertanya, “Apa yang menyebabkan kamu seperti apa yang aku lihat ini ?”.

Mereka menjawab, “Kami mencintai الله Azza wa Jalla”

Nabi Isa AS lalu berakta, “kamu orang muqarrabiin. kamu orang muqarrabiin. kamu orang muqarrabiin (orang yang dekat dengan الله SWT).


Abdul Wahid bin Zaid berkata, “Aku berlalu pada orang yang berdiri di dekat salju (es di musim dingin). Lalu aku bertanya, “Apakah engkau tidak merasa dingin ?”

Orang itu menjawab, “Barang siapa yang disibukkan dengan kecintaan kepada الله niscaya ia tidak merasa dingin”.


Dari Sirri As-Saqathi RA mengatakan, “Segala umat pada hari kiyamat dipanggil dengan nabi-nabinya. Maka dikatakan, “Hai umat Musa, hai umat Isa, hai umat Muhammad”. Yang tidak mencintai الله تعالى mereka dipanggil, “Hai wali-wali الله !. Marilah kepada الله Yang Maha Suci. Hampirlah hati mereka itu tercabut karena gembiranya”.


Harrm bin Hayyan berkata, “ Orang Mukmin apabila mengenal Tuhannya Azza wa Jalla niscaya mencintai-Nya”. Apabila mencintai-Nya niscaya menghadap kepada-Nya. Apabila mendapat kelezatan ketika mengahdap kepadanya, niscaya ia tidak memandang kepada dunia dengan mata nafsu syahwat. Dan tidak memandang akhirat dengan mata lesu. Kemanisan menghadap itu menyusahkannya di dunia dan menyenangkannya di akhirat”.


Yahya bin Muadz berkata, “kema’afan-Nya menghabiskan dosa, maka bagaimana Keridhaan-Nya ? Keridhaan-Nya menghabiskan angan-angan maka bagaimana kecintaan-Nya ? kecintaan-Nya mendahsyatkan akal, maka bagaimana kasih sayang-Nya ? kasih sayang-Nya melupakan yang kurang dari itu maka bagaimana kelemah lembutan-Nya ?”.


Terdapat pada sebagaian kitab-kitab yang diturunkan kepada para rasul AS, “Hai hamba-Ku, hak engkau bagi engkau itu mencintai, maka demi hak-Ku kepada engkau adalah engkau mencintai Aku”.


Yahya bin Muadz berkata, “Seberat biji sawi dari kecintaan itu lebih aku sukai dari beribadah 70 tahun tanpa kecintaan”.

Yahya bin Muadz kembali berkata, “Wahai Tuhanku, bahwasanya aku menetap di halaman Engkau, sibuk dengan pujian yang kecil kepada Engkau. Engkau bawa aku kepada Engkau, Engkau pakaikan aku dengan pakaian ma’rifah kepada Engkau. Engkau mungkinkan aku dengan kelemah lembutan Engkau. Engkau pindahkan aku dalam segala hal. Engkau bolak-balikkan aku dalam segala amal perbuatan dengan tertutup, tobat, zuhud, rindu, ridha dan kecintaan. Engkau berikan aku minuman dari kolam Engkau, Engkau biarkan aku dalam kebun Engkau yang mengikuti perintah Engkau yang tergantung oleh kasih sayang dengan firman Engkau dan bagi apa yang telah keluarlah kumisku dan telah tampaklah keberuntunganku. Maka bagaimana aku berpaling pada hari ini dari Engkau dalam keadaan besar dan telah Engkau sediakan ini dari Engkau dalam keadaan kecil ? Maka bagiku, tiada tinggal lagi di keliling Engkau, gerakan yang tersembunyi. Dan dengan tunduk kepada Engkau, tiada tinggal lagi suara yang tiada terang. Karena itu aku mencintai. Setiap yang mencintai itu tergantung dengan kasih sayang kepada kecintaannya dan terpaling dari yang bukan kecintaannya.

Telah datang hadits-hadits dan atsar-atsar mengenai kecintaan kepada الله تعالى yang tidak masuk dalam hinggaan orang yang menghinggakan, dan yang demikian itu adalah hal yang jelas. Sedangkan yang kabur adalah pada memastikan maknanya. Maka hendaklah kita menggunakan tenaga pada yang demikian

Selasa, 06 November 2012

DIALOG SUFISME

                                                                      

1. Sufisme dan Islam (Muhammad Ali al-Mishri)

2. Pemahaman secara Mendalam 


Jawaban-jawaban pertanyaan ini ditujukan untuk Sufi  dalam Islam

1. SUFISME DAN ISLAM

Pertanyaan 1: Apakah dasar-dasar Sufisme ?

Jawaban: Dasar utama Sufisme adalah keyakinan; keyakinan Islami (Iman) dengan enam dasar, yaitu: adanya Allah; Allah Yang Esa, adanya para Malaikat, para Rasul, Hari Pembalasan, Takdir.

Pertanyaan 2: Bagaimana dasar-dasar tersebut dipahami, karena tidak satu pun merupakan subyek pembuktian umum oleh mayoritas masyarakat?

Jawaban: Semuanya dicatat di dalam pikiran dan dialami dalam "hati".

Pertanyaan 3: Apakah penyelesaian Sufisme?

Jawaban: Persepsi yang melampaui suatu pernyataan di dalam "hati".

Pertanyaan 4: Apa perbedaan antara yang Berubah dan orang-orang lain?

Jawaban: Pemahaman yang Berubah adalah sesuatu yang lain dari apa yang biasa disebut pengetahuan oleh orang lain.

Pertanyaan 5: Apa pengetahuan masyarakat biasa?

Jawaban: Adalah suatu peniruan; belajar melalui latihan dari para instruktur; dianggap yang sejati padahal tidak.

Pertanyaan 6: Bagaimana keyakinan sejati dikembangkan?

Jawaban: Dengan mendatangi, melalui beberapa praktek, Jalan yang hanya satu dari tujuhpuluh dua Jalan yang mungkin terbuka untuk manusia. Bisa saja terjadi, setelah mengikuti jalan imitasi, muncul satu yang sejati, tetapi ini sulit.

Pertanyaan 7: Apa bentuk religi lahiriah yang diikuti orang yang Berubah?

Jawaban: Mayoritas mengikuti peribadatan Islam dan masyarakat Tradisi, serta petunjuk-petunjuk ritualnya dimapankan oleh Syeikh Maturidi dari Samarkand. Mereka yang mengikuti kegiatan Islam dalam Empat Madzhab Utama, umumnya disebut Masyarakat Keselamatan (Muslim).

Pertanyaan 8: Saat ia menanyakan madzhabnya, Bayazid al-Bisthami mengatakan, "Aku dari madzhab Allah." Apa artinya ini?

Jawaban: Semua pengakuan di atas (rukun Iman) dianggap sebagai Madzhab Allah.

Pertanyaan 9: Kaum Sufi menunjuk dirinya sebagai fenomena, pemikiran, binatang dan sayur-sayuran. Mengapa?

Jawaban: Nabi bersabda, bahwa pada Hari Pembalasan manusia dibangkitkan dalam bentuk binatang, sesuai perbuatan mereka sebelumnya. Bentuknya muncul menjadi binatang atau bentuk lain yang menyerupai secara internal, daripada bentuk kemanusiaannya. Dalam tidurnya, manusia melihat dirinya sebagai manusia; Bagaimanapun, ia mungkin melihat dirinya sendiri, sesuai dengan tendensi dominannya, sebagai seekor domba, kera, atau babi. Kesalahpahaman terhadap hal-hal tersebut menimbulkan kepercayaan bahwa kehidupan manusia berlalu menuju kebinatangan (transmigrasi), secara harfiah ditafsirkan oleh orang-orang yang tidak tahu tanpa kedalaman perspektif

Pertanyaan 10: Kaum Sufi menggunakan simbol-simbol dan menganjurkan gagasan-gagasan yang bertentangan dengan persyaratan-persyaratan sosial yang sudah mapan, dan asing untuk suatu susunan pernyataan pemikiran yang secara umum digunakan untuk sesuatu yang lebih tinggi. Mereka berbicara tentang kekasih, gelas anggur dan sebagainya. Bagaimana hal ini dapat dipahami?

Jawaban: Bagi kaum Sufi, agama seperti yang dipahami orang biasa adalah suatu yang mentah, eksternal. Simbol-simbol mereka menunjukkan keadaan tertentu. Mereka berhak menggunakan simbol "Allah" untuk sesuatu yang sama sekali tidak diketahui siapa pun, terpisah dari ilusi yang disebabkan oleh emosi.

Pertanyaan 11: Bagaimana al-Qur'an dapat menjadi alis sang kekasih (hal yang utama)?

Jawaban: Bagaimana al-Qur'an menjadi tanda yang dibuat dari karbon dan getah di atas secarik kertas, dengan menggunakan kayu dari rawa?

Pertanyaan 12: Para Darwis mengatakan bahwa mereka melihat Tuhan. Bagaimana mungkin?

Jawaban: Itu bukan kebenaran secara harfiah; namun merupakan perlambang suatu keadaan tertentu.

Pertanyaan 13: Tidak dapatkah suatu individu dilihat melalui lahiriahnya atau manifestasinya?

Jawaban: Bukan suatu individu; hanya eksternal dan manifestasinya yang terlihat. Ketika engkau melihat seseorang menghampiri dirimu, mungkin engkau berkata, "Aku bertemu Zaid"; tetapi engkau hanya dapat melihat apa yang dapat engkau lihat dari lahiriah dan superficial Zaid.

Pertanyaan 14: Menurut keyakinan ummat Muslim, merupakan penghinaan terhadap Tuhan karena kaum darwis mengatakan, "Kami tidak takut Neraka, atau mendambakan Surga."

Jawaban: Mereka tidak bermaksud demikian. Maksud mereka, bahwa ketakutan dan dambaan bukan jalan di mana manusia harus dilatih.

Pertanyaan 15: Engkau sebutkan bahwa tidak ada kontradiksi antara perilaku eksternal atau keyakinan dan persepsi batiniah kaum Sufi. Bila demikian, mengapa kaum Sufi bersikeras terhadap hal-hal tertentu dari orang lain?

Jawaban: Penyelubungan tersebut bukannya menentang tingkah laku yang baik, tetapi menentang pemahaman biasa. Sebagian besar sarjana yang diunggulkan tidak dapat memahami apa yang tidak ia alami, oleh karena itu tersembunyi darinya.

Pertanyaan 16: Jika seseorang hanya mengetahui keyakinan religius dan bukan ilmu khusus kaum Sufi, akankah keagamaannya tersebut kurang dari kaum Sufi?

Jawaban: Tidak, keyakinannya akan menjadi keyakinan religius paling sempurna, tidak dapat menjadi sesuatu yang lebih rendah daripada keyakinan seorang Sufi.

Pertanyaan 17: Apa perbedaan antara Nabi, orang suci dan mereka yang mempunyai pengetahuan tinggi serta penyelam besar?

Jawaban: Jika mereka mempunyai keyakinan religius, maka keyakinan mereka semua sama. Perbedaan mereka terletak pada pengetahuan mereka, bukan perasaan mereka. Seorang raja sama dengan warganya yang memiliki dua mata, hidung dan mulut. Ia berbeda dalam karakter dan fungsi.

(Muhammad Ali al-Mishri)

2. PEMAHAMAN SECARA MENDALAM

Pertanyaan 1: Untuk berapa lama Sufisme hidup?

Jawaban: Sufisme selalu hidup. Hal itu dipraktekkan secara sangat luas dan beragam; kulit luar dari perbedaan tersebut, kurangnya informasi telah menyesatkan kedalam pemikiran bahwa mereka secara esensial berbeda.

Pertanyaan 2: Apakah Sufisme merupakan makna bagian dalam dari Islam, atau apakah hal itu merupakan aplikasi yang lebih luas?

Jawaban: Sufisme adalah pengetahuan dengan jalan mana manusia dapat menyadari dirinya sendiri dan mencapai keabadian. Kaum Sufi dapat mengajar dengan (menggunakan) suatu kendaraan (sarana), apa pun namanya. Kendaraan religius, sepanjang sejarah telah digunakan dengan bermacam nama.

Pertanyaan 3: Mengapa seharusnya seseorang mempelajari Sufisme?

Jawaban: Karena dia diciptakan untuk mempelajarinya; itulah langkah berikutnya.

Pertanyaan 4: Namun banyak orang percaya bahwa ajaran-ajaran yang bukan disebut Sufisme merupakan langkah mereka yang berikutnya.

Jawaban: Ini adalah disebabkan oleh kepelikan ummat manusia yang memiliki dua bentuk pemahaman: Pemahaman lebih Tinggi dan Pemahaman yang Kurang. Pemahaman lebih Tinggi adalah apabila seseorang ingin mengerti tetapi sebagai gantinya mengembangkan hanya suatu keyakinan bahwa jalan tertentu adalah benar. Pemahaman yang Kurang merupakan bayangan dari Pemahaman lebih Tinggi. Seperti halnya bayangan, hal itu adalah suatu penyimpangan dari kenyataan, mempertahankan hanya sebagian dari yang asli.

Pertanyaan 5: Apakah kenyataan bahwa kaum Sufi yang telah terkenal seperti itu dan tokoh-tokoh yang dihargai (mulia) tidak menarik orang untuk mempelajarinya?

Jawaban: Kaum Sufi yang telah dikenal secara umum hanyalah suatu jumlah kecil dari keseluruhan kaum Sufi; mereka yang tidak dapat tinggal diluar keulungan (keadaan terkemuka). Daya tarik kepada seorang tokoh yang sangat dihargai oleh seorang murid yang potensial, merupakan suatu bagian dari Pemahaman yang Kurang. Selanjutnya dia mungkin mengetahui lebih baik.

Pertanyaan 6: Adakah konflik antara kaum Sufi dan metode-metode pemikiran lain?

Jawaban: Tidak akan terjadi, karena Sufisme mengujudkan atau menambahkan semua metode-metode pemikiran; masing-masing memiliki kegunaannya.

Pertanyaan 7: Apakah Sufisme terbatas pada suatu bahasa tertentu, komunitas tertentu, atau periode sejarah tertentu?

Jawaban: Permukaan yang nyata (jelas) dari Sufisme pada suatu waktu, tempat atau komunitas mungkin sering beragam, karena Sufisme harus menghadirkan dirinya sendiri dalam suatu bentuk yang akan bisa dimengerti suatu masyarakat.

Pertanyaan 8: Inikah sebabnya ada guru-guru Sufi dengan demikian banyak sistem yang berbeda dan yang terkenal dalam begitu banyak negara yang berbeda-beda?

Jawaban: Tidak ada alasan lain.

Pertanyaan 9: Namun orang suka melakukan perjalanan untuk mengunjungi guru-guru di negeri lain, yang bahasanya pun bahkan mereka tidak mengerti.

Jawaban: Tindakan-tindakan serupa itu, kecuali kalau dikerjakan di bawah instruksi-instruksi khusus untuk tujuan tertentu, dapat berguna hanya dalam Pemahaman yang Kurang.

Pertanyaan 10: Adakah suatu perbedaan antara apa yang ingin ditemukan oleh seorang laki-laki dan perempuan, dan apakah dia memang membutuhkan untuk menemukan, untuk kehidupan batiniahnya?

Jawaban: Ya, hampir tanpa kecuali. Itulah fungsi (manfaat) seorang guru untuk menyusun pelaksanaan yang benar dari jawaban untuk kebutuhan tersebut, bukan keinginan. Keinginan adalah milik lingkungan orang-orang dari Pemahaman yang Kurang.

Pertanyaan 11: Apakah pembagian Anda atas Pemahaman ke dalam Pemahaman lebih Tinggi dan Pemahaman yang Kurang, lazim untuk semua Sufi?

Jawaban: Tidak ada yang meletakkan kata-kata lazim untuk semua Sufi.

Pertanyaan 12: Apakah yang lazim untuk semua bentuk dari Sufisme?

Jawaban: Keberadaan guru, kapasitas murid, kepelikan (sifat aneh) individu, interaksi antara anggota komunitas, Kenyataan (yang sesungguhnya) dibalik bentuk-bentuk.

Pertanyaan 13: Mengapa beberapa guru Sufi mengajukan murid-murid ke dalam macam-macam Aliran (Tarekat) yang berbeda?

Jawaban: Karena Aliran-aliran tersebut mewakili ajaran yang sungguh-sungguh ada, yang dibangun menghadapi orang-orang berkait dengan kepribadian individu. Orang-orang berbeda antara yang satu dengan lainnya.

Pertanyaan 14: Tetapi mengumpulkan informasi mengenai kaum Sufi dan ajaran-ajaran mereka tidak dapat lain kecuali merupakan suatu kegiatan memulai usaha yang baik, membimbing kepada pengetahuan?

Jawaban: Ini merupakan suatu pertanyaan dari (kalangan) Pemahaman yang Kurang. Informasi mengenai kegiatan dari satu kelompok Sufi mungkin saja berbahaya secara potensial bagi orang lainnya.

Pertanyaan 15: Mengapa ada juga beberapa indikasi dari aliran Ahmad Yasavi dari Turki dan Ibnu al-Arabi dari Andalusia?

Jawaban: Karena, di dalam (kalangan) Pemahaman lebih Tinggi, bengkel kerja dibongkar setelah kerja diselesaikan

Selasa, 30 Oktober 2012

ULAMA PEWARIS NABI


                                                                Allah SWT berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kamu”. (QS. al-Baqoroh 143)

Firman Allah: شهداء على الناس sebagai saksi untuk manusia, maksudnya; Rasulullah Muhammad SAW dan sebagian umatnya akan menjadi saksi di akherat kelak untuk manusia, juga untuk para Nabi terdahulu dan umatnya. Hal tersebut dinyatakan oleh sebuah hadits shahih riwayat Imam Bukhori RA dari Abi Said al-Khudri RA Rasulullah SAW bersabda:

“قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (يُدَّعى نُوْحٌ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُوْلُ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ يَا رَبِّ فَيَقُوْلُ هَلْ بَلَّغْتَ فَيَقُوْلُ نَعَمْ فَيُقَالُ ِلأُمَّتِهِ هَلْ بَلَّغَكُمْ فَيَقُوْلُوْنَ مَا أَتَانَا مِنْ نَذِيْرٍ فَيَقُوْلُ مَنْ يَشْهَدُ لَكَ فَيَقُوْلُ مُحَمَّدٌ وَأُمَّتُهُ فَيَشْهَدُوْنَ أَنَّهُ قَدْ بَِلَّغَ وَيَكُوْنُ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا فَذَالِكَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ وَكَذَالِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُوْنُوْا شُهَدَاءَ عَلى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا…).

“Nabi Nuh AS dipanggil menghadap dan Allah swt. bertanya: “Adakah sudah engkau sampaikan?”, Beliau menjawab: “Benar”. Maka Allah swt. bertanya kepada umatnya: “Apakah sudah sampai kepadamu?”, mereka menjawab: “Tidak ada satu peringatanpun yang datang”. Allah Ta’ala bertanya lagi: “Apakah engkau mempunyai saksi ?”, maka mereka menjawab: “Muhammad dan umatnya”. Kemudian Nabi SAW dan umatnya bersaksi bahwa sesungguhnya Nabi Nuh AS sudah menyampaikan. Dan jadilah Rasul menyaksikan kepada kalian.

Yang demikian itu adalah sebagaimana firman Allah SWT:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

Ini merupakan peristiwa ghaib yang dipublikasikan Allah SWT melalui al-Qur’an al-Karim, sebagai persaksian akan keutamaan umat Muhammad SAW dibanding umat Nabi terdahulu. “Keutamaan” yang dipancarkan melalui “keutamaan seorang Nabi yang Utama” sehingga umatnya menjadi “umat yang utama” pula.

Barangkali umat Muhammad SAW sendiri tidak pernah menyadari, bahwa fungsi kekholifahannya meliputi hak menjadi saksi bagi umat terdahulu bahkan Nabi mereka. Kalau yang demikian itu bukan Rasulullah SAW yang mengabarkan, tentu tidak ada orang yang mempercayainya. Namun ketika yang mengabarkan berita ghaib itu sebuah hadits shoheh, maka barangsiapa tidak percaya berarti tidak percaya kepada Allah SWT.

Kalau ada pertanyaan: “Bagaimana logikanya umat Muhammad SAW dapat menjadi saksi bagi umat sebelumnya, padahal sedikitpun mereka tidak pernah melihat kehidupan umat tersebut? Bukankah orang yang akan menjadi saksi harus melihat perbuatan yang akan disaksikan itu dengan mata kepala?”. Jawabnya: “Yang demikian itu menunjukkan apa yang disampaikan Allah SWT dengan wahyu-Nya (al-Qur’an) sungguh benar adanya. Karena hanya melalui al-Qur’an dan hadits, umat Muhammad SAW dapat mengetahui sejarah umat terdahulu tersebut.

Manakala Ulama pewaris Nabi akhir zaman itu benar-benar menguasai ilmu pengetahuan yang dikandung al-Qur’an dan sunnah Nabi, maka siapapun dapat menjadi saksi bagi umat sebelumnya”. Ini berarti, apabila Umat akhir zaman ini ingin mendapatkan kedudukan yang mulia itu, terlebih dahulu harus melengkapi diri dengan ilmu pengetahuan yang luas. Allah SWT telah menyatakan dengan firman-Nya:

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Allah bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga bersaksi yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Ali Imran 18)

Tugas risalah yang diemban Rasulullah Muhammad SAW, di samping sebagai saksi sekaligus juga sebagai pemimpin dan pembimbing serta pengatur urusan para saksi, baik urusan lahir maupun batin, jasmani maupun ruhani, urusan dunia maupun akherat. Baginda Nabi SAW melatih dan mentarbiyah jiwa mereka agar menjadi umat pilihan yang siap menjadi pemimpin umat menuju hidayah Allah SWT, bahkan bersama-sama dalam satu perjalanan untuk menggapai keridlaan Allah SWT. Demikian itu secara simple tercakup dalam istilah “Rahmatan Lil ‘Aalamiin”, yaitu memancarkan rahmat Allah SWT kepada seluruh alam semesta.

Tugas risalah Nabi itu bagaikan air hujan yang diturunkan dari langit, maka tanah yang gersang menjadi subur, benih-benih yang berserakan menjadi hidup lalu tumbuh menjadi tanaman. Selanjutnya buahnya dapat dipetik dan dimakan setiap saat, lalu menjadi sumber penghidupan yang menghidupkan kehidupan seluruh makhluk yang ada di atasnya.

Baginda Nabi Muhammad SAW di samping sebagai Rasul, juga menjadi saksi bagi umatnya. Ketika Rasul Muhammad SAW wafat, tugas kenabian itu tidak diserahkan kembali kepada Allah SWT seperti yang pernah terjadi kepada Nabi Isa AS, melainkan diwariskan kepada hamba pilihan dari umat-umatnya. Itulah Ulama’ Allah sebagai pewaris dan penerus perjuangan Beliau sampai hari kiamat. Ini adalah salah satu dan yang paling utama dari sekian keutamaan yang diberikan Allah kepada umat Nabi Muhammad SAW.

Tongkat estafet kepewarisan itu bukan untuk menyampaikan “risalah dan nubuwah”, akan tetapi untuk menyampaikan “Walayah”, yang sekaligus juga agar menjadi saksi bagi manusia pada zamannya. Karena sejak wafatnya Rasulullah SAW, Nubuwah dan Risalah itu telah terputus. Jadi, bukan untuk menjadi Nabi-Nya akan tetapi menjadi Wali-Nya. Allah SWT berfirman:

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami. (QS. Faathir 32)

Oleh karena itu, manusia harus mengenal manusia, mencari keutamaan (fadhol) Allah SWT yang tersimpan di dalam diri manusia, itulah “mutiara manusia” yang tersimpan dalam jiwa manusia, mutiara rahasia tersebut dinyatakan Allah dengan firman-Nya; “Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur”. (QS. al- Mu’min 61)

Sebagai kholifah Allah di muka bumi, di dalam dirinya ada sesuatu yang dirahasiakan untuk manusia, bahkan kepada dirinya sendiri, padahal yang dirahasiakan itu seringkali menjadi “sumber inayah dan hidayah” bagi orang lain. Ada kalanya rahmat Ilahiyat yang dirahasiakan di balik mutiara rahasia itu, ternyata merupakan pintu surga yang diidam-idamkan oleh orang-orang yang ada di lingkungannya.

Ketika seorang murid berusaha menggali “mutiara rahasia” itu dengan pelaksanaan tawasul secara ruhaniah kepada guru Mursyidnya, sambung-menyambung (rabith) sampai kepada maha guru yang mulia, Rasulullah Muhammad SAW untuk wushul/LING kepada Allah Ta’ala, dan ketika ternyata murid itu berhasil mendapatkannya, maka saat itu baru mengetahui bahwa mutiara itu di akherat kelak ternyata menjadi faktor penyelamat bagi hidupnya. Itulah “syafa’at Nabi” yang diwariskan kepada ahlinya, barangsiapa tidak mengusakannya di dunia, tentunya dengan berusaha mencintai Rasulullah Muhammad SAW melebihi cinta kepada dirinya sendiri, maka di akherat kelak tidak akan mendapat bagian apa-apa dari “mutiara utama” itu.

Rabu, 24 Oktober 2012

TRADISI " SESAJEN " DALAM RITUAL KEAGAMAAN DAN MASYARAKAT

                                                  

1. Haram, jika tujuannya untuk mendekatkan diri (taqarrub ) pada jin,



2. Boleh, jika hanya bertujuan bersedekah untuk mendekatkan diri pada Alloh (taqarrub ilallah), selama tidak dilakukan dengan menyia-akan harta benda.



Catatan : Sebenarnya sekedar bersedekah dengan niat mendekatkan diri pada Allah tidak pantas dilakukan di tempat-tempat tadi, agar orang-orang awam tidak meyakini bahwa penghuni tempat-tempat tersebut memang dapat mendatangkan malapetaka kalau tidak diberikan sesajen, atau keyakinan-keyakinan lain yang bertentangan dengan syariat.



مسألة -ث : العادة المطردة فى بعض البلاد لدفع شر الجن من وضع طعام أو نحوه فى الأبيار أو الزرع وقت حصاده وفى كل مكان يظن أنه مأوى الجن وكذلك إيقاد السرج فى محل ادخار نحو الأرز الى سبعة أيام من يوم الإدخار ونحو ذلك كل ذلك حرام حيث قصد به التقرب إلى الجن بل إن قصد التعظيم والعبادة له كان ذلك كفرا-والعياذ بالله- قياسا على الذبح للأصنام المنصوص فى كتبهم.

وأما مجرد التصدق بنية التقرب إلى الله ليدفع شر ذلك الجن فجائز ما لم يكن فيه إضاعة مال مثل الإيقاظ المذكور انفا, فإن ذلك ليس هو التصدق المحمود شرعا كما صرحوا أن الإيقاد أمام مصلى التراويح وفوق جبل أحد بدعة.

قلت : حتى إن مجرد التصدق بنية التقرب إلى الله لا ينبغى فعله فى خصوص تلك الأماكن لئلا يوهم العوام ما لا يجوز إعتقاده.



“Tradisi yang sudah mengakar di sebagian masyarakat yang menyajikan makanan dan semacamnya kemudian diletakkan di dekat sumur atau tanaman yang hendak dipanen dan ditempat-tempat lain yang dianggap tempatnya jin, serta tradisi lain seperti menyalakan beberapa lampu di tempat penyimpanan padi selama tujuh hari yang dimulai dari hari pertama menyimpan padi tersebut, begitu pula tradisi-tradisi lain seperti dua contoh di atas itu hukumnya haram jika memang bertujuan mendekatkan diri kepada jin. Bahkan bisa menyebabkan kekafiran ( murtad ) jika disertai tujuan pemuliaan dan wujud pengabdian. Keputusan hukum ini diqiyaskan dengan hukum penyembelihan hewan yang dipersembahkan untuk berhala yang disebutkan oleh fuqaha dalam kitab-kitab mereka.

Adapun jika sekedar bersedekah dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah untuk menghindarkan diri dari kejahatan yang dilakukan oleh jin tersebut maka diperbolehkan selama tidak dengan cara menyia-nyiakan harta benda, seperti tradisi menyalakan lampu yang baru saja disebutkan. Karena hal tersebut tidak termasuk dalam sedekah yang terpuji dalam pandangan syari'at, Sebagaimana ulama menjelaskan bahwa menyalakan lampu di depan tempat shalat tarawih dan di atas gunung arafah itu dikategorikan bid'ah.

Saya berkata : Bahkan sekedar bersedekah dengan niat mendekatkan diri pada Allah pun tidak pantas dilakukan di tempat-tempat ditempat-tempat tersebut, agar orang awam tidak salah faham,lalu meyakini hal yang tidak seharusnya diyakini .” (Bulghatut Thullab hlm. 90/91)

SUFII (Ahlu Suffah) ADALAH PETARUNG SETIA ROSULULLAH SAW YANG BIJAK DAN TANPA PAMRIH

                                                         

Banyak yang menyebut bahwasanya Ahl al-Suffah adalah generasi sufi pertama dalam Islam. Istilah ‘sufi’ sendiri ada yang berpendapat berasal dari kata Ahl al-Suffah. Al-suffah adalah bangku yang dijadikan alas tidur mereka dengan berbantal pelana.

Mereka adalah sekelompok sahabat yang mendiami bilik-bilik yang disediakan Rasulullah SAW di sekitar Masjid Nabawi. Seluruh waktu mereka dipergunakan sebanyak-banyaknya untuk hal-hal yang bermanfaat dan seluas-luasnya untuk memahami ajaran Islam. Keperluan dan kebutuhan hidup sehari-hari mereka diambil dari dana bantuan kaum Muslimin sesuai kemampuan masing-masing.

Ahl al-Suffah bukanlah sekelompok umat yang istimewa atau diistimewakan, mereka juga bekerja, berperang, bahkan diantara mereka adalah panglima perang dan periwayat hadis. Sikap yang menonjol pada Sahabat dan Ahl al-Suffah adalah zuhud. Zuhud atau al-zuhd secara harfiah bermakna keadaan meninggalkan kehidupan dunia yang bersifat materi dan menekuni hal-hal yang bersifat rohani.

Tapi jangan disalah tafsirkan, perilaku yang meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi, misalnya tidak peduli terhadap keluarga, pekerjaan dan lain sebagainya, bukan merupakan bagian dari zuhud.

Walaupun menjauhi kesenangan duniawi dan memilih hidup sederhana, mereka berbahagia bersama Rasululah SAW, berjihad mendampingi Rasululah SAW, bersikap zuhud dan qana’ah dalam menghadapi hidup. Mereka merasa lebih bahagia bila berada di sisi Rasululah SAW, menimba ilmu dari setiap wahyu yang diterima Rasululah SAW, dengan ikhlas dan penuh kegembiraan.

Dalam khalwah, mereka pergunakan untuk shalat, membaca Al-Qur’an, mengkaji ayat demi ayat secara bersama dan memusatkan diri untuk berdzikir. Sebagian mereka belajar menulis. ‘Ubadah ibn al-Samit merupakan salah seorang yang sering mengajar mereka menulis dan membaca. Bahkan salah seorang dari mereka ada yang terkenal karena pengetahuan dan hafalannya tentang hadis-hadis Nabi, seperti Abu Hurayrah yang meriwayatkan banyak hadis Nabi SAW.

Petarung Ulung

Selain menjadi orang-orang yang mengkhususkan diri untuk mempelajari dan mengembangkan ajaran Islam, Ahl as-Suffah juga merupakan pasukan yang mumpuni yang sewaktu-waktu siap dikirim ke medan perang menghadapi orang-orang kafir. Mereka terkenal sebagai pasukan yang sangat berani.

Ketika pertempuran dan perang berkecamuk dengan silih berganti mereka memimpin pasukan menjadi laskar Islam yang tangguh. Di kala damai mereka sering mendapat tugas dari Rasululah SAW sebagai duta umat ke negeri-negeri yang ditaklukkan pasukan Islam dan sekaligus menjadi da’i yang menyampaikan dakwah dan mengajarkan Islam di sana.

Sebagian mereka yang syahid di Badar, antara lain; Safwan ibn Bayda, Zayd ibn Khattab, Kharim ibn Fatik al-Asadi, Khubayh ibn Yasaf, Salim ibn Umair, dan Haritsah ibn Nu’man al-Ansari.

Yang syahid di Uhud; Hanzhalah al-Ghazil. Syahid dalam Perang Hudaibiyah; Jurhad ibn Khuwa’ad dan Abu Suraybah al-Ghifari. Syahid di Khaibar; Tariq ibn Amr. Syahid di Tabuk; Abd Allah Dzu al-Bijadam. Syahid di Yamamah; Salim dan Zayd ibn al-Khattab. Dengan demikian, mereka menghabiskan malam hari untuk ibadah dan siang hari untuk berperang.

Jumlah mereka bervariasi dari waktu ke waktu. Mereka bertambah saat delegasi berdatangan ke Madinah. Penghuni permanen kira-kira 70 orang, tetapi jumlah mereka bertambah setiap saat. Suatu ketika Sa’ad ibn Ubadah menjamu sekitar 80 orang.

Abu Nu’aim adalah ulama pertama yang membuat daftar nama-nama mereka di kalangan Ahl al-Suffah. Ia mengutip dari sumber-sumber terdahulu tanpa menyebut referensinya. Barangkali dari buku Abu Abd al-Rahman al-Sulami (wafat 412 H) yang menulis tentang Ahl as-Suffah. Diantara sahabat yang termasuk ke dalam golongan Ahl as-Suffah yang ditulis Abu Nu’aim, ditambah lagi dengan nama-nama yang disebut dalam sumber-sumber lain ada 55 orang.

Salah satu Ahl al-Suffah yang tertulis sebagai Mursyid dalam silsilah Tarekat Naqsyabandiyah adalah Sayyidina Salman al-Farisi RA. Beliau inisiator strategi pertahanan dalam ‘Perang Parit’ yang belum pernah dikenal sebelumnya di Jazirah Arab. Sayyidina Salman al-Farisi RA mendapat ilmu yang menjadi amalan para sufi ini berasal dari Sayyidina Abu Bakar al-Siddiq, yang mendapat langsung dari Nabi Muhammad SAW, seperti diterangkan Nabi sendiri:

“Tidak ada sesuatu pun yang dicurahkan Allah ke dalam dadaku, melainkan aku mencurahkan kembali ke dalam dada Abu Bakar.”


hadits Qudsi berikut ini yang diriwayatkan Bukhori dari Abu Hurairah :

 وَمَا تَقَرَّبَ اِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْئٍ أحَبَّ اِلَيَّ مِمَّا افْتَرَطْتُ عَلَيْهِ,
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ أِلَيَّ بِالنّـَوَافِلِ حَتَّى اُحِبَّهُ فَاِذَا أحْبَبْتهُ كُنْتُ سَمْـعَهُ الَّذِي يَسمَعُ بِهِ
وَبَصَرَهُ اَلَّذِي يُبْصِرُبِهِ, وَيَدَهُ اَلَّتِي يَبْـطِشُ بِهَا وَرِجْلـَهُ اَلَّتِي يَمْشِي بِهَا
وَاِنْ سَألَنِي لاُعْطَيْنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَـاذَنِي لاُعِيْذَنَّهُ. (رواه البخاري)

"HambaKu yang mendekatkan diri kepadaku dengan sesuatu yang lebih Ku sukai daripada yang telah Kuwajibkan kepadanya, dan selagi hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan nawafil (amalan-amalan atau sholat sunnah) sehingga Aku mencintainya, maka jika Aku telah mencintainya. Akulah yang menjadi pendengarannya dan dengan itu ia mendengar, Akulah yang menjadi penglihatannya dan dengan itu ia melihat, dan Aku yang menjadi tangannya dengan itu ia memukul (musuh), dan Aku juga menjadi kakinya dan dengan itu ia berjalan. Bila ia mohon kepadaKu itu pasti Kuberi dan bila ia mohon perlindungan kepadaKu ia pasti Ku lindungi”.

PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI

JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...

KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN











AlkisAnnabila