MENENGOK SEJARAH LAMA YANG DI RIWAYATKAN OLEH SYECH
ABDUL KARIM AL JILLIY ..... DENGAN BAHASA SARYANIYAH ...
di sesebutkan pada masa itu injil bisa di pahami dengan berbagai bahasa & pemahaman
yang pertama injil sering di ucapkan dengan menyebut nama bapak , dengan menyebut nama ibu
dengan menuebut nama anak laki-laki (ibnu) penyebutan ini di ganti dalam al-qur'an dengan sebutan BISMILLAHIRROHMAANIRROHIIM .... di ambil dari perkataan Ulama' yang ahli di bidang tata bahasa bahwasanya penyebutan bapak,ibu & anak laki-laki itu di ruju'kan pada RUHI ALQUDDUS , MARYAM DAN 'ISA as ... dan para 'Alim billah bersepakat menyatakan
INNALLOHA TSALAATSU TSALAASAH WALAM YA'LAMUU ANNAL MUROODA BIL ABBI HUWA ISMU AL-DZATI WAL UMMU KUNHU AL-DZAATI AL-MU;BIRU 'ANHAA BIMAA HIYATIL KHAQOOIQI WA BIL IBNI AL-KITAABI .. WAHUWAL WUJUUDU AL-MUTHLAQI LI'ANNAHU FAR'UN WANATIIJATUN 'AN MAAHIYATIL KUNHI ...
yang artinya :
sesungguhnya alloh itu terdiri dari 3 sebutan sehingga para kaum tidak memahami tentang pernyataan ketiganya ( bapa,ibu,anak) padahal yang di kehendaki tentang penyebutan ABI (bapak) itu adanya DZAT wajibul wujud , dan penyebutan UMMI (ibu) itu yang di kehendaki adalah ADANYA dzat yang di ibaratkan penisbatan tentang beberapa haqiqat (kenyataan) (KUNHI DZAT) sedang penyebutan IBNU itu yang di maksud adalah AL-KITAB , adapun yang di maksud dengan penyebutan AL-KITAB itu adalah wujud muthlaq (NUR AHMAD) , sedang yang di maksud dengan wujud muthlaq adalah cabang & buahnya dari kenyataannya DZAT .... dalam bahasa BANI ISRAEL di sebutkan
Syalom Aleikhem Be Shem Hammashiah,
Sebagai latar belakangnya adalah Tauhid Bani Israil, yang diawali dengan kalimat yang berbunyi: "Syema’ Yss-ra’el, YHWH Elohenu, YHWH Ehad" (Dengarlah, hai Israel, TUHAN itu Ilah kita, TUHAN itu Esa – Sefer Ha Debarim/Ulangan 6:4). Orang Yahudi hanya percaya kepada YHWH (baca: ‘ha-Shem’, Sang Nama), Ia adalah satu-satunya Elohim (Ilah, ‘sembahan’).
Secara harfiah, dalam bahasa Arab: "Ar Rabb, huwa al-Ilah" (Ar Rabb/TUHAN, Dialah Al-Ilah). Kata Al-Ilah menjadi Allah (The God, ‘Ilah yang benar’). Mengenai penggunaan kata Allah di lingkungan Arab kuno, yang tidak dapat di baca batasanNYA dalam Al-Kitab Al-Muqaddas : "Allah adalah sebutan bagi Ilah yang menciptakan segala yang ada" (Allah, hadza ism al-Ilah khalaqa jami’al kainat). "Al" pada kata "Allah" dalam bahasa Arab , yang menunjukkan kekhususanNya (cf. Ibrani: "ha-Elohim", Aram : "d’Allaha", Inggris : ‘The God’). Karena itu, ungkapan "Laa Ilaha illa l-lah" secara etimologis, bila direkonstruksi dari bahasa Ibrani: "Ein Elohim ella ha-Elohim", atau dari bahasa Arami: "Lait Allaha ella d’Allaha" (cf. 1 Kor 8:4, Peshitta). Ayat Korintus tersebut dalam Alkitab bahasa Arab-pun tertulis : "Laa Ilaha illa l-lah" ("Tidak ada Ilah selain Allah").
Sebagai latar belakangnya adalah Tauhid Bani Israil, yang diawali dengan kalimat yang berbunyi: "Syema’ Yss-ra’el, YHWH Elohenu, YHWH Ehad" (Dengarlah, hai Israel, TUHAN itu Ilah kita, TUHAN itu Esa – Sefer Ha Debarim/Ulangan 6:4). Orang Yahudi hanya percaya kepada YHWH (baca: ‘ha-Shem’, Sang Nama), Ia adalah satu-satunya Elohim (Ilah, ‘sembahan’).
Secara harfiah, dalam bahasa Arab: "Ar Rabb, huwa al-Ilah" (Ar Rabb/TUHAN, Dialah Al-Ilah). Kata Al-Ilah menjadi Allah (The God, ‘Ilah yang benar’). Mengenai penggunaan kata Allah di lingkungan Arab kuno, yang tidak dapat di baca batasanNYA dalam Al-Kitab Al-Muqaddas : "Allah adalah sebutan bagi Ilah yang menciptakan segala yang ada" (Allah, hadza ism al-Ilah khalaqa jami’al kainat). "Al" pada kata "Allah" dalam bahasa Arab , yang menunjukkan kekhususanNya (cf. Ibrani: "ha-Elohim", Aram : "d’Allaha", Inggris : ‘The God’). Karena itu, ungkapan "Laa Ilaha illa l-lah" secara etimologis, bila direkonstruksi dari bahasa Ibrani: "Ein Elohim ella ha-Elohim", atau dari bahasa Arami: "Lait Allaha ella d’Allaha" (cf. 1 Kor 8:4, Peshitta). Ayat Korintus tersebut dalam Alkitab bahasa Arab-pun tertulis : "Laa Ilaha illa l-lah" ("Tidak ada Ilah selain Allah").
"wa lam Tamarra lahdhatan min zamaani kaanati Ald zat al Ilaahiyyati bidzunni Al-Aql, fal Aqlu fil Laahi laysa juz’un minhu, lianallooha laa yutajaaza "
(‘Tidak pernah ada sekejap-pun dalam suatu waktu, dimana Dzat Ilahi itu ada tanpa ‘Aql atau pikiranNya, karena itu ‘Aql atau pikiranNya tersebut berada dalam Allah tanpa pemisahan denganNya, sebab Allah itu tidak terbagi-bagi’). Karena itu secara logis pula, "Pikiran Ilahi itu selalu berdiam dalam Dzat Ilahi secara azaliy atau tanpa permulaan" ("Al ‘Aqal al-Ilahiy al-kaainu fi AL-Dzaati al-Ilaahiya mundzu ‘azaliy").
Sementara perdebatan-perdebatan ummat islam pada umumnya mengenai salah persepsi tentang tauhid Kalimatullah yang mementaskan pertanyaan makhluq (ciptaan) atau ghiyar al-Makhluq (bukan ciptaan) dalam pandangan kaum, yang mengatakan: ‘ada suatu waktu tertentu dimana Kalimatullah ISA belum ada’
menurut pandangan filsafat Yunani menyatakan tentang adanya Demiurgos (semacam the intermediary being, "makhluk pengantar") yang bukan Allah dan bukan manusia, dengan demikian dianggap membahayakan Tauhid. padahal pendangan seperti itu hanyalah wasangkanya aqal tentang pemahaman akan haqiqat diri ... dalam al-furqon di jelaskan
WA'INDAHU UMMU AL-KITAABI
adapun ketetapan Ummu al-kitab itu berada disisiku
" nabi Isa Al-masih itu sebagai Firman Allah telah lahir sebelum segala zaman dari Bapa tanpa seorang ibu, dan dalam nuzulNya sebagai Manusia ia lahir dari ibu tanpa seorang bapa". kenyataan yang menekankan bahwa kelahiran Putra (Kalimatu al-ilah) dari IBU (Kunhu Dzat al-ilah ) dari Bapa (Wujudu al-mahdli / murninya al-ilah) adalah kelahiran dalam lingkaran keabadian, mengatasi aspek ruang dan waktu, bahwa tidak semua kenyataan itu di awali oleh sebab & musabab ,,, sebab Allah memang "tidak beranak dan tidak pula diperanakkan & maha segala-galanya"
" nabi Isa Al-masih itu sebagai Firman Allah telah lahir sebelum segala zaman dari Bapa tanpa seorang ibu, dan dalam nuzulNya sebagai Manusia ia lahir dari ibu tanpa seorang bapa". kenyataan yang menekankan bahwa kelahiran Putra (Kalimatu al-ilah) dari IBU (Kunhu Dzat al-ilah ) dari Bapa (Wujudu al-mahdli / murninya al-ilah) adalah kelahiran dalam lingkaran keabadian, mengatasi aspek ruang dan waktu, bahwa tidak semua kenyataan itu di awali oleh sebab & musabab ,,, sebab Allah memang "tidak beranak dan tidak pula diperanakkan & maha segala-galanya"
sedang ajaran Nabi isa as selalu menekankan kearah tauhid rububiyah
seperti yang di isyarahkan nabi isa dalam perkataannya :
MAA QULTU LAHUM ILLA MAA AMARTANII
ya alloh ,aku tidak pernah mengatakan pada ummatku
kecualai apa yg engkau perintahkan kepadaku
pada perkataan yang lain nabi isa mengatakan :
ANI'BUDULLOOH ROBBII WAROBBUKUM
aku memerintahkan kepada ummatku untuk menyembah tuhanku dan tuhanmu (umatnya) semua
sedangkan gelar Kalimulloh bagi Nabi Isa as sama sekali tidak berkonotasi fisik atau biologis! serta tidak
berkonotasi serupa dengan makna
"Lam Yalid wa Lam Yuulad"
dalam Al-Qur’an; prinsip ini dikenal dalam ungkapan bahasa Arruumi: "La min tsivyana de Basra, wla min tsivyana de gabra" ("bukan lahir dari daging dan bukan pula lahir dari darah").
pemahaman nabi ISA as sebenarnya tidakklah menyempitkan akan pemahaman dzahirnya kitab INJIL
akan tetapi malah meluaskan pandangan tentang pemahaman untuk memper jelas isi yang tertulis .
supaya para kaumnya nabi ISA as tidak salah dalam pemahaman bahwasanya nabi ISA as itu adalah tuhan beserta IBU & BAPA ....
ADAPUN KESIMPULANNYA
dengan pernyataan seperti ini nabi ISA as terlepas dari prasangka pengakuan ....
Di nuqil Dari kitab:
INSAN AL-KAAMIL FI BAABI BAYANI AL-INJIL ..
By : ALKIS