Para ulama’ berbeda pendapat dalam hukum rokok, tetapi setelah merenung dan menyadari bahwa Islam adalah agama yang bersih dari segala kotoran zahir maupun batin, dan islam adalah agama yang hanya mengajak kepada yang lebih baik, ternyata ia juga adalah agama yang mudah dan jauh dari berbagai kesulitan dan tasyaddud, al-Qur’an dan Sunnah adalah pegangan satu-satunya, dari itu mengapa bersusah payah? dan mengapa menyusahkan orang? Allah swt. berfirman : “Allah sama sekali tidak pernah berkehendak memberimu kesulitan walau sedikit”. Rasulullah saw. bersabda : “Yang halal sudah nyata dan yang harampun telah nyata”.
Para pembaca yang budiman, di dalam syari’at Islam yang benar, mudah dan suci, merokok ternyata hukumnya tidak haram, mengapa?
Allah swt. dan Rasul-Nya saw. tidak pernah menegaskan bahwa tembakau atau rokok itu haram.
Hukum asal setiap sesuatu adalah halal kecuali ada nash yang dengan tegas mengharamkan.
Sesuatu yang haram bukanlah yang memudlaratkan, dan sesuatu yang halal bukanlah yang memiliki banyak manfaat, akan tetapi yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau bermanfaat, dan yang halal adalah yang dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau memudlaratkan.
Tidak setiap yang memudlaratkan itu haram, yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya baik itu memudlaratkan atau tidak. Cabe, daging kambing, gula, asap mobil, dll. juga memudlaratkan tapi tidak haram, mengapa justru rokok saja yang haram padahal masih banyak yang lain yang juga memudlaratkan?
Segala jenis ikan di dalam laut hukum memakannya halal sebagaimana yang diterangkan dalam hadits. Padahal banyak jenis ikan yang memudlaratkan di dalam laut tersebut, tetapi tetap halal walau memudlaratkan. Kalau kita mengharamkannya maka kita telah mentaqyid hadits yang berbunyi “Yang suci airnya dan yang halal bangkainya”.
Kita boleh saja melarang atau meninggalkan tapi kata-kata haram tidak boleh terucapkan karena Allah berfirman: “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” [Qs. Al-An’am : 57]. Kita boleh mengatakan: Jangan merokok karena ia memudlaratkan, tapi tidak boleh kita mengatakan : Merokok itu haram, sebagaimana kita mengatakan kepada anak-anak kita: Jangan makan coklat karena ia merusak gigi, dan kita tidak pernah mengatakan: Makan coklat itu haram. Kita mungkin mengatakan: Memakan permen yang diberi sambel dapat menyebabkan penyakit influenza, namun tidak boleh kita mengatakan: Makan permen yang dicampur sambel itu haram.
Kalau rokok dikatakan bagian dari khaba’its maka bawang juga termasuk khaba’its, mengapa rokok saja yang diharamkan sementara bawang hanya sekedar makruh (itupun kalau akan memasuki masjid)?
Rokok adalah termasuk Mimma ammat bihil-balwa pada zaman ini.
Hadits “La dlarara wala dlirar” masih umum, dan bahaya-bahaya rokok tidak mutlak dan tidak pasti, kemudian ia bergantung pada daya tahan dan kekuatan tubuh masing-masing.
Boros adalah menggunakan sesuatu tanpa membutuhkannya, dari itu jika seseorang merokok dalam keadaan membutuhkannya maka ia tidaklah pemboros karena rokok ternyata kebutuhan sehari-harinya juga.
Rokok adalah bagian dari makanan atau minuman sebab ia dikonsumsi melalui mulut, maka ia halal selama tidak berlebihan, Allah berfirman, “Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan” dan Allah telah menyebutkan makanan-makanan dan minuman-minuman yang haram seperti arak, babi, dll. dan ternyata Allah tidak menyebut rokok di antaranya.
Realita menunjukkan bahwa rokok ternyata memberi banyak manfaat terutama dalam menghasilkan uang, di pulau Lombok misalnya, hanya tembakaulah yang membuat para penduduknya dapat makan, jika rokok diharamkan maka mayoritas penduduk Lombok tidak tahan hidup. Allah berfirman: “Katakanlah hai Muhammad: Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal. Katakanlah: Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu tentang ini atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?”
Terdapat banyak cara untuk mengurangi dan mencegah bahaya-bahaya rokok.
Qiyas kepada khamr tidak benar karena rokok tidak memabukkan dan tidak menghilangkan akal, justru seringnya melancarkan daya berfikir. Dan yang paling penting adalah haramnya khamr karena ada nash, dan tidak haramnya rokok karena tidak ada nash. Kemudian qiyas tidak boleh digunakan dengan sembarangan.
Rokok tidak ada hubungannya sama sekali dengan ayat “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” karena ayat tersebut membicarakan hal lain.
Adapun ayat “Dan janganlah kamu membunuh dirimu” maksudnya adalah bunuh diri, maka adakah orang yang sengaja membunuh dirinya dengan menghisap rokok? kalaupun ada jenis rokok yang sengaja dibuat untuk bunuh diri maka tetap yang haram bukan rokoknya akan tetapi yang haram adalah bunuh dirinya. Sebagaimana seseorang membunuh dirinya dengan pisau, maka yang haram bukan menggunakan pisaunya tetapi bunuh dirinya.
Mengharamkan yang bukan haram adalah termasuk dosa besar maka diharapkan untuk berhati-hati, Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta : Ini halal dan ini haram, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidakah beruntung”.
Banyak ulama’ dan auliya’ yang juga perokok bahkan perokok berat, apakah kita menyamakan mereka dengan para bajingan yang minum arak di pinggir jalan? Allah berfirman: “Apakah patut Kami jadikan orang-orang islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa? Mengapa kamu berbuat demikian? bagaimanakah kamu mengambil keputusan?”, Allah juga berfirman: “Apakah orang yang beriman itu sama seperti orang yang fasik? Sesungguhnya mereka tidak sama”, Allah juga berfirman: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”.
Banyak ulama’ yang tidak mengharamkan rokok seperti : Syekh Syehristani, Syekh Yasin al-Fadani, Syekh al-Sistani, Syekh Muhammad al-Salami, Syekh al-Dajawi, Syekh Alawi al-Saqqaf, Syekh Muhammad bin Isma’il, Syekh al-Ziadi, Syekh Mur’i al-Hanbali, Syekh Abbas al-Maliki, Syekh Izzuddin al-Qasysyar, Syekh Umar al-Mahresi, Syekh Muhammad Alawi al-Maliki, Syekh Hasan al-Syennawi, Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi, Syekh Abdul-Ghani al-Nabulsi ra., Syekh Muhammad Utsman Abduh al-Burhani ra., Maulana Syekh Mukhtar ra., dll.
Dalam kitab Muntakhabat al-Tawarikh Lidimasyq, Syekh Muhammad Adib al-Hishni mengutip ungkapan seorang wali besar dan ulama’ ternama serta tokoh sufi terkemuka asal Syiria, yaitu Sidi Abdul-Ghani al-Nabulsi ra. (wafat tahun 1143 H.) yang berbunyi sebagai berikut :
دخان التبغ هام به البرايا # فطيب العود سفل وهو علو
مرارته حلاوة ذائقيه # ألا فاعجب لمر وهو حلو
Asap rokok menggoda selera;
Pun semerbak kasturi tertandingi.
Pahitnya, manis terasa,
Aneh, pahit kok manis rasanya.
Dalam buku yang sama menceritakan: Syekh Sunan Efendi yang lebih dikenal dengan sebutan Allati Barmaq, seorang mufti dan pakar fiqh bermazhab hanafi yang sempat meraih julukan Syaikhul-Islam pada zamannya, pernah membaca karya tulis Sidi Abdul-Ghani al-Nabulsi ra. tentang kebolehan merokok, yang berjudul: al-Ishlah bainal-Ikhwan fi Ibahat Syurb al-Dukhan, Syekh Allati Barmaq saat itu mengharamkan rokok, oleh karena itu ia sangat kontra dengan isi buku tersebut yang kemudian terjadilah adu argumen antara Syekh Allati Barmaq dengan Sidi al-Nabulsi yang akhirnya Syekh Allati Barmaq mengakui kebenaran Sidi al-Nabulsi lantas minta maaf, lalu dengan tegas mengatakan bahwa yang mengharamkan rokok adalah jahil, tolol, zindiq dan tak ubahnya dengan binatang hina. Sebab ternyata pada rokok terdapat rahasia Allah yang menyirati banyak khasiat dan manfaat. Aroma dan rasanya pun amat lezat. Ungkapan tersebut berbunyi sebagai berikut :
جهول منكر الدخان أحمق # عديم الذوق بالحيوان ملحق
مليح ما به شيء حرام # ومن أبدى الخلاف فقد تزندق
ألا يا أيها الصوفي ميلا # إلى الدخان علك أن توفق
ولولا أن في الدخان سرا # لما فاحت روائحه وعبق
ففي الدخان سر الله يبدو # وشاهده المحقق التي برمق
Sungguh tolol, yang tak peka asap rokok
Bak hewan yang tak punya cita rasa.
Tak patut diharamkan,
Hanya kaum zindiq lah yang merekayasa.
Wahai para pecandu sufi,
Kenapa tak kau rengkuh rokok saja.
Andai tak ada rahasia,
Baunya pun tak kan lezat terasa.
Padanya; rahasia Sang Kuasa,
Ahli hakekat, Allati Barmaq sebagai saksinya.
Dalam kitab Jawahirul-Bihar fi Fadla’ilinnabiyyil-Mukhtar oleh Syekh Yusuf al-Nabhani, menyatakan sebagai berikut :
من جواهر العارف النابلسي قوله رضي الله عنه في رحلته الحجازية المذكورة : جاء إلى مجلسنا السيد عبد القادر أفندي على عادته، وكان يقرأ علينا في مختصر صحيح البخاري في أواخره فقرأ الحديث الذي أخرجه البخاري : عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ” من رآني في المنام فسيراني في اليقظة ولا يتمثل الشيطان بي ” فتكلمنا على هذا الحديث بما تيسر وذكرنا رسالة الشيخ السيوطي التي سماها إنارة الحلك في إمكان رؤية النبي والملك، وذكرنا بعض قصص وآثار فأخبرنا السيد عبد القادر المذكور بأن هذه الرسالة عنده وجاء بها إلينا بعد ذلك في ضمن مجموع . ثم جرت معه مذاكرة في شرب الدخان فأخبرنا عن الشيخ أحمد بن منصور العقربي عن شيخنا الشريف أحمد بن عبد العزيز المغربي أنه كان يجتمع بالنبي صلى الله عليه وسلم مراراً عدة وأنه مرض مرضاً شديداً فسأل النبي صلى الله عليه وسلم عن شرب الدخان فسكت النبي صلى الله عليه وسلم ولم يرد له الجواب، ثم أمره باستعماله .
Artinya: Syekh Abdul-Ghani al-Nabulsi Ra. menceritakan sebuah perjalanannya menimba ilmu di tanah Hijaz : “Syekh Abdul-Qadir Efandi seperti biasa, hadir bersama kami untuk membacakan ringkasan Sahih Bukhari. Lantas, ia membaca hadits yang berbunyi; Dari Saidina Abi Hurairah dari Nabi saw. beliau bersabda; “Siapa yang bertemu aku pada saat mimpi; pasti akan bertemu denganku dalam keadaan terjaga, dan tak mungkin setan menyerupaiku” . Kami berdiskusi tentang hadits ini seraya mengutip karya Imam Suyuthi yang berjudul Inaratul-Halak fi Imkan Ru’yat al-Nabi wal-Malak. Syekh Abdul-Qadir Efandi menyebutkan bahwa ia memiliki karya tersebut sah secara silsilah dan akan disampaikan kepada kita (para santrinya). Selanjutnya kami berdiskusi tentang hukum merokok, lalu ia meriwayatkan: “Ada sebuah kisah dari Syekh Ahmad bin Manshur al-Aqrabi, dari Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi, ia menyatakan bahwa ia sering bertemu dengan Nabi saw. (dalam tidur maupun jaga). Suatu ketika ia jatuh sakit dan menemui beliau, kemudian menanya tentang hukum merokok, Nabi pun diam tak menjawab. Kemudian beliau malah menyuruhnya untuk merokok” !!!
وكان لأهل المدينة فيه غاية الإعتقاد وكان من أكابر الأولياء ومن محققي العلماء الأعلام رحمه الله تعالى .
Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi (yang senantiasa menjumpai Rasul dan sempat menanya beliau tentang rokok dan ternyata mendapat perintah untuk menghisapnya) adalah seorang pemuka kenamaan dan tokoh kepercayaan pada masanya. Seorang ulama’ berjasa besar bahkan waliyullah papan atas.
Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn ‘Umar Ba’alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin (hal.260) yang sepotong teksnya sebagai berikut:
لم يرد في التنباك حديث عنه ولا أثر عن أحد من السلف، ……. والذي يظهر أنه إن عرض له ما يحرمه بالنسبة لمن يضره في عقله أو بدنه فحرام، كما يحرم العسل على المحرور والطين لمن يضره، وقد يعرض له ما يبيحه بل يصيره مسنوناً، كما إذا استعمل للتداوي بقول ثقة أو تجربة نفسه بأنه دواء للعلة التي شرب لها، كالتداوي بالنجاسة غير صرف الخمر، وحيث خلا عن تلك العوارض فهو مكروه، إذ الخلاف القوي في الحرمة يفيد الكراهة
Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para shahabat Nabi SAW. … Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat difahami makruh hukumnya.
Senada dengan sepotong paparan di atas, apa yang telah diuraikan oleh Mahmud Syaltut di dalam Al-Fatawa (hal.383-384) dengan sepenggal teks sebagai berikut:
إن التبغ ….. فحكم بعضهم بحله نظرا إلى أنه ليس مسكرا ولا من شأنه أن يسكر ونظرا إلى أنه ليس ضارا لكل من يتناوله, والأصل في مثله أن يكون حلالا ولكن تطرأ فيه الحرمة بالنسبة فقط لمن يضره ويتأثر به. …. وحكم بعض أخر بحرمته أوكراهته نظرا إلى ما عرف عنه من أنه يحدث ضعفا فى صحة شاربه يفقده شهوة الطعام ويعرض أجهزته الحيوية أو أكثرها للخلل والإضطراب.
Tentang tembakau … sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwasanya tembakau tidaklah memabukkan, dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, disamping itu juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengkonsumsi. …Pada dasarnya semisal tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama’ lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil.
Demikian pula apa yang telah dijelaskan oleh Prof Dr Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh (Cet. III, Jilid 6, hal. 166-167) dengan sepotong teks, sebagai berikut:
القهوة والدخان: سئل صاحب العباب الشافعي عن القهوة، فأجاب: للوسائل حكم المقاصد فإن قصدت للإعانة على قربة كانت قربة أو مباح فمباحة أو مكروه فمكروهة أو حرام فمحرمة وأيده بعض الحنابلة على هذا التفضيل. وقال الشيخ مرعي بن يوسف الحنبلي صاحب غاية المنتهى: ويتجه حل شرب الدخان والقهوة والأولى لكل ذي مروءة تركهما
Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-‘Ubab dari madzhab Asy-Syafi’i ditanya mengenai kopi, lalu ia menjawab: (Kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannnya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram. Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama’ dari madzhab Hanbaliy terkait penetapan tingkatan hukum ini. Syaikh Mar’i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan : Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.
Menghisap tembakau atau merokok pernah dibuat pertentangan seru antara Syeikhul Islam Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani Radhiyallahu ‘Anhu dan Syeikh Hasballah. Keduanya saling adu dalil, hujjah dan argumentasi yang masing-masing menguatkan pendapatnya sendiri. Ini terjadi pada tahun 1877 M. Mengisap rokok adalah haram, paling tidak makruh. Demikian pendapat yang dipertahankan Syeikh Hasballah, guru besar Masjid Al-Haram. Sebaliknya, Syeikhul Islam Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani keturunan Sulthon Aulia Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani QS, seorang Mufti Haramain mazhab Syafi’i yang segan meninggalkan pipa rokoknya, mempertahankan kehalalan mengisap tembakau beliau seorang Waliullah yang masyhur yang dijuluki al-Imam al-Ajal(Imam pada waktunya), Bahrul Akmal(Lautan Kesempurnaan), Faridu ‘Ashrihi wa Aawaanihi (Ketunggalan masa dan waktunya), Syeikhul-Ilm wa Haamilu liwaaihi (Syeikh Ilmu dan Pembawa benderanya) Hafidzu Haditsin Nabi – Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam – wa Kawakibu Sama-ihi (Penghafal Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Bintang-bintang langitnya), Ka’batul Muriidin wa Murabbis Saalikiin (Tumpuan para murid dan Pendidik para salik).
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan mengemukakan dalil dan alasan balik terhadap pendapat Hasballah, bahwa kalau orang muslim yang sopan mengisap tembakau dikatakan haram atau makruh, sedangkan mereka membiasakan minum rokok menjadi fasik hukumnya dan tidak sah menjadi saksi dalam perkawinan menurut hukum syara’. Kalau ini benar, maka pernikahan yang dilangsungkan beberapa tahun yang lalu menjadi tidak sah. Sebab, prosesi pernikahan tersebut dilakukan dengan saksi oleh orang yang minum rokok.
Di antara ulama-ulama Nusantara yang pernah berguru kepada Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Hasani Radhiyallahu ‘Anhu ini ialah: Syeikh Nawawi Banten, Syeikh Muhammad bin Abdullah as-Shuhaimi, Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathoni menurut satu riwayat, Kiyai Muhammad Saleh Darat, Syeikh Ahmad Khatib bin Abdul Latif bin Abdullah al-Minankabawi, Sayyid Utsman Betawi, Tuan Guru Hussin Kedah Al-Banjari, Syeikh Ahmad Yunus Lingga,, Sayyid Abdullah az-Zawawi, Mufti Syafiiyyah, Mekah, Datuk Hj Ahmad Ulama Brunei, Tok Wan Din, nama yang sebenar ialah Syeikh Wan Muhammad Zainal Abidin al-Fathoni, Syeikh Abdul Qadir al Fathoni (Tok Bendang Daya II), Syeikh Abdul Hamid Kudus, Syeikh Muhammad Khalil Bangkalan Madura, Syeikh Utsman bin Abdullah al-Minankabawi, Imam, Khatib dan Kadi Kuala Lumpur yang pertama, Syeikh Arsyad Thawil al-Bantani, Syeikh Muhammad al-Fathoni bin Syeikh ‘Abdul Qadir bin ‘Abdur Rahman bin ‘Utsman al-Fathoni Tuan Kisa-i’ Minankabawi [atau namanya Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh. Beliau inilah yang melahirkan dua orang tokoh besar di dunia Melayu. Yang seorang ialah anak beliau sendiri, Dr. Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah. Dan yang seorang lagi ialah cucu beliau, Syeikh Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)], Sayyid Abdur Rahman al-Aidrus (Tok Ku Paloh), Syeikh Utsman Sarawak, Syeikh Abdul Wahab Rokan dan masih banyak lagi.
Syeikh Ahmad Khatib al-minangkabawi, ulama asal Minangkabau yang hampir selama hidupnya tinggal di Makkah dan meninggal di sana, menjelaskan bahwa merokok hukumnya haram, karena dampak negatifnya yaitu merusak kesehatan pemakainya. Dalam fatwanya, beliau juga memaparkan pendapat ulama lain tentang rokok, yaitu:
- Haram, bagi orang yang baginya merokok dapat merusakkannya.
- Perlu (wajib), bagi orang yang jika tidak merokok justru membuat mudhorot.
- Makruh, bagi orang yang belum terbiasa.
- Sunnah, bagi orang yang bila merokok mendatangkan manfaat.
- Halal, bagi orang yang sudah terbiasa merokok tidak mendatangkan kerusakan dan tidak hendak menghentikan nikmatnya.
Abdul Ghani An-Nabilisiy berpendapat sama dengan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Ia malah menghalalkan tembakau dan membantah dalil yang mengharamkan tembakau.
Seorang Wali besar Al-Arif Billah Syeikh Ihsan Jampes Kediri, ulama bertaraf internasional yang kitabnya jadi rujukan di Timur Tengah dan Mesir, pernah menulis masalah perbedaan pendapat rokok dengan amat bagus sekali – beliau sendiri adalah perokok. Apakah orang seperti Syeikh Ihsan Jampes yang menulis kitab tasawuf yang bermutu tinggi pada usia 33 thn itu dadanya tidak ditembusi cahaya Allah hanya karena asap rokok?
- Abdul Hamid Pasuruan – beliau adalah Waliullah yang masyhur dihormati oleh sesepuh mursyid tarekat mu’tabarah, tidak anti rokok dan tidak pernah mengharamkan rokok. Apakah kyai sekaliber Mbah Hamid ini shalatnya tidak diterima oleh Allah hanya karena merokok?
- As’ad Syamsul Arifin adalah seorang Waliullah di zamannya, yg juga merokok. apakah beliau ini akan masuk neraka hanya karena berpendapat merokok tidak haram?
Siapapun tentu mengetahui kemasyhuran KH. Khamim Jazuli ( Gus Miek ) dan pasti tahu Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy-Syekh Muhammad Zaini Abd. Ghani ( Tuan Guru Ijai al-aidrus martapura Kalimantan Selatan ) dikenal sebagai seorang Wali Mursyid yg masyhur yang di kunjungi para alim ulama Habaib dari belahan dunia, juga merokok.
Boleh saja membuat peraturan-peraturan tertentu demi terjaganya kesehatan seperti membuat lokasi-lokasi khusus bagi para perokok, atau yang lainnya asalkan tidak mengharamkannya, itu saja, sekali lagi yang penting kita tidak mengharamkan yang halal sebab itu adalah dosa besar.
Selanjutnya… terserah anda…
Allah berfirman : “Katakanlah: Sesungguhnya kebenaran itu telah datang dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin percaya, hendaklah ia percaya, dan barang siapa yang ingin ingkar biarlah ia ingkar. wallahu a'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar