TANBIIH

الحَمـْدُ للهِ المُــوَفَّـقِ للِعُـلاَ حَمـْدً يُوَافـــِي بِرَّهُ المُتَـــكَامِــلا وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّـهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَي النَّبِيِّ المُصْطَفَىَ وَالآلِ مَــــعْ صَـــحْــبٍ وَتُبَّـاعٍ وِل إنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا تَقْوَى الإلهِ مَدَارُ كُلِّ سَعَادَةٍ وَتِبَاعُ أَهْوَى رَأْسُ شَرِّ حَبَائِلاَ إن أخوف ما أخاف على أمتي اتباع الهوى وطول الأمل إنَّ الطَّرِيقَ شَرِيعَةٌُ وَطَرِيقَةٌ وَحَقِيقَةُ فَاسْمَعْ لَهَا مَا مُثِّلا فَشَرِيعَةٌ كَسَفِينَة وَطَرِيقَةٌ كَالبَحْرِ ثُمَّ حَقِيقَةٌ دُرٌّ غَلاَ فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ وَطَرِِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ وَحَقِيقَةُ لَوُصُولُهِ لِلمَقْصِدِ وَمُشَاهَدٌ نُورُ التّجَلِّي بِانجَلاَ مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

hiasan

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI

Senin, 16 April 2012

PENGERTIAN TAFSIR FALSAFY ..LANJUTAN


1. Pengertian Tafsir Falsafi
 adalah upaya penafsiran Al Qur’an dikaitkan
dengan persoalan-persoalan filsafat.
[1]
Tafsir falsafi, yaitu tafsir yang didominasi oleh teori-
teori filsafat sebagai paradigmanya. Ada juga yang mendefisnisikan tafsir falsafi sebagai
 penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Hal ini berarti
 bahwa ayat-ayat Al Qur’an dapat ditafsirkan dengan menggunakan filsafat. Karena ayat Al
Qur’an bisa berkaitan dengan persoalan-persoalan filsafat atau ditafsiri dengan menggunakan
teori-teori filsafat.
Tafsîr al-Falâsifah
, yakni menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an berdasarkan pemikiran atau
 pandangan falsafi, seperti tafsir 
bi al-ra`y
. Dalam hal ini ayat lebih berfungsi sebagai
 justifikasi pemikiran yang ditulis, bukan pemikiran yang menjustifikasi ayat
.
[2]
seperti tafsir 
yang dilakukan al-Farabi, ibn Sina, dan ikhwan al-Shafa. Menurut Dhahabi, tafsir mereka ini
di tolak dan di anggap merusak agama dari dalam padahal sebenarnya tidak . seorang MUKMIN harus bisa  menyembunyikan dengan keindahan bahasa karena dalam pengkajian al-qur'an sangatlah tidak mungkin MUKMIN itu mengungkapkan HAQIQAT RASA ..... yang telah di kecapinya 
.[3]
Al Qur’an adalah sumber ajaran dan pedoman hidup umat Islam yang pertama, kitab suci
ini menempati posisi sentral dalam segala hal yaitu dalam pengembangan dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan keislaman. Pemahaman ayat-ayat Al Qur’an melalui penafsiran
mempunyai peranan yang sangat besar bagi maju mundurnya peradaban umat Islam. Di
dalam menafsirkan Al Qur’an terdapat beberapa metode yang dipergunakan sehingga
membawa hasil yang berbeda-beda pula, sesuai dengan sudut pandang dan latar belakang
 penafsir masing-masing. Sehingga timbullah berbagai corak penafsiran seperti tafsir shufi,
ilmi, adabi, fiqhi dan falsafi dan lain-lain yang tentunya juga akan menimbulkan pembahasan
yang luas serta pro-kontra dari zaman ke zaman.
Penafsiran terhadap Al Qur’an telah tumbuh dan berkembang sejak masa awal Islam.
Sejalan dengan kebutuhan umat Islam untuk mengetahui seluruh segi kandungan Al Qur’an
serta intensitas perhatian para ulama terhadap tafsir, maka tafsir Al Qur’an pun terus
 berkembang, baik pada masa ulama salaf maupun khalaf bahkan hingga sekarang. Pada
tahapan-tahapan perkembangannya tersebut, muncullah karakteristik yang berbeda-beda baik 
dalam metode maupun corak penafsirannya.
Sejarah telah mencatat perkembangan tafsir yang begitu pesat, seiring dengan kebutuhan,
dan kemampuan manusia dalam menginterpretasikan ayat-ayat Tuhan. Setiap karya tafsir 
yang lahir pasti memiliki sisi positif dan negatif, demikian juga tafsir falsafi yang cenderung
membangun proposisi universal hanya berdasarkan logika dan karena peran logika begitu
mendominasi, maka metode ini kurangmemperhatikan aspek historisitas kitab suci. Namun
 begitu, tetap ada sisi positifnya yaitu kemampuannya membangun abstraksi dan proposisi
makna-makna latent (tersembunyi) yang diangkat dari teks kitab suci untuk dikomunikasikan
lebih luas lagi kepada masyarakat dunia tanpa hambatan budaya dan bahasa.
[4]
Dari pemahaman tersebut tidak tidak terlalu berlebihan kiranya kalau kita mengharapkan
nantinya terwujudnya tafsir falsafi ideal, sebuah konsep tafir falsafi yang kontemporer yang
tidak hanya berlandaskan interpretasi pada kekuatan logika tetapi juga memberikan perhatian
 pada realitas sejarah yang mengiringinya. Sebab pada prinsipnya teks Al Qur’an tidak lepas
dari struktur historis dan konteks sosiokultural di mana ia diturunkan. Dengan demikian, akan
lahir tarfir-tafsir filosofis yang logis dan proporsional, tidak spekulatif dan diberlebih-lebihan.
Dan mungkin harapan tersebut tidak terlalu berlebihan karena di samping memang kita belum
menemukan tafsir yang secara utuh menggunakan pendekatan filosofis, kalaupun ada itu
hanya pemahaman beberapa ayat yang bisa kita temukan dalam buku-buku mereka.
Corak penafsiran ini akan sangat bermanfaat nantinya untuk membuka khazanah keislaman
kita, sehingga kita nantinya akan mampu mengetahui maksud dari ayat tersebut dari berbagai
aspek, terutama aspek filsafat. Metode berfikir yang digunakan filsafat yang bebas, radikal
dan berada dalam dataran makna tentunya akan memperoleh hasil penafsiran yang lebih valid

walaupun keberannya masih tetap relatif.
 Namun kombinasi hasil penafsiran tersebut dengan aspek sosio-historis tentunya akan
semakin menyempurnakan eksistensinya. Sehingga produk tafsir ini jelas akan lebih memikat
dan kredibel dari pada tafsir lain.

2. Sejarah Munculnya Tafsir Falsafi
Pada saat ilmu-ilmu agama dan science mengalami kemajuan, kebudayaan-
kebudayaan Islam berkembang di wilayah kekuasaan Islam dan gerakan penerjemahan buku-
 buku asing ke dalam bahasa Arab digalakkan pada masa khalifah Abbasiyah, sedangkan di
antara buku-buku yang diterjemahkan itu adalah buku-buku karangan para Filosof seperti
Aristoteles dan Plato, maka dalam menyikapi hal ini ulama Islam terbagi kepada dua
golongan, sebagai berikut:
1.

Golongan pertama menolak ilmu-ilmu yang bersumber dari buku-buku karangan para filosof 
tersebut. Mereka tidak mau menerimanya, oleh karena itu mereka memahami ada diantara
yang bertentangan dengan aqidah dan agama. Bangkitlah mereka dengan menolak buku-buku
itu dan menyerang paham-paham yang dikemukakan di dalamnya, membatalkan argumen-
argumennya,mengharamkannya untuk dibaca dan menjauhkannya dari kaum muslimin.
[5]
Di antara yang bersikap keras dalam menyerang para filosof dan filsafat
adalah
 Hujjah al-Islam al-Imam
Abu Hamid Al-Ghazaly. Oleh karena itu ia mengarang
kitab
al-Isyarat 
dan kitab-kitab lain untuk menolak paham mereka, Ibnu Sina dan Ibn Rusyd.
Demikian pula Imam al-Fakhr Al-Razy di dalam kitab tafsirnya mengemukakan paham
mereka dan kemudian membatalkan teori-teori filsafat mereka, karena bernilai bertentangan
dengan agama dan al-Qur’an.
2.

Sebagian ulam Islam yang lain, justru mengagumi filsafat. Mereka menekuni dan dapat
menerima sepanjang tidak bertentangan dengan dengan norma-norma (dasar) Islam, berusaha
memadukan antara filsafat dan agama dan menghilangkan pertentangan yang terjadi di antara
keduanya.
[6]
Golongan ini hendak menafisrkan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan teori-teori filsafat
mereka semata, akan tetapi mereka gagal, oleh karena tidaklah mungkin
nash
al-Qur’an
mengandung teori-teori mereka dan sama sekali tidak mendukungnya.
DR. Muhammad Husain Al-Dzahabi, menanggapi sikap golongan ini, berkata “Kami tidak 
 pernah mendengar ada seseorang dari para filosof yang mengagung-agungkan filasafat, yang
mengarang satu kitab tafsir Al-Qur’an yang lengkap. Yang kami temukandari mereka tidak 
lebih hanya sebagian dari pemahaman-pemahaman mereka terhadap al-Qur’an yang
 berpencar-pencar dikemukakan dalam buku-buku filsafat karangan mereka.
[7]
Dari golongan yang pertama lahirlah kitab
Mafatih AL-Ghayb,
karangan Al-Fakhr Al-Razy
(W. 606 H)


NB: kesimpulannya 
sebagai seorang mukmin hendaklah bisa berfikir panjang tentang sebuah kajian yang masih perlu pembuktian jangan asal menerima apa yang cocok dengan aqal semata karena aqal takkan mampu mencapai perasaan (qolb sanubari) sedang al-qur'an & al-hadis itu petunjuk alloh serta rosululloh SAW sebagai bekal kita untuk menkaji setiap rahasia yang termaktub di dalam nya . salam rahayu semuanya ...

METODE FALSAFY DALAM PANDANGAN ISLAM


Sejarah tentang Tafsir Falsafy

Pada saat ilmu-ilmu agama dan sain mengalami kemajuan, kebudayaan-kebudayaan Islam berkembang
kepada gerakan penerjemahan buku-buku yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Hal ini pula yang
membawa Islam kepada pengenalan terhadap filsafat terutama dari buku-buku karangan Aristoteles dan
Plato. Filsafat dianggap sebagai hal baru yang dapat mengeksplor pemikiran mereka dan oleh karena
mereka sangat gandrung akan model pemikiran semacam ini, maka dari sinilah mengapa sebagian
orang Islam menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan filsafat atau yang disebut dengan
tafsir falsafi.
Yang dimaksud dengan tafsir falsafi dalam tafsir al-Mizan fi tafsir al-Qur’an adalah bagaimana para
filosof membawa pikiran-pikiran filsafat dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an. Diantara tokohnya
adalah
Al-Farabi,

Ibnu-Shina
. Sedang
Thaba’ Thaba’i
sendiri memasukkan pembahasan filsafat
sebagai tambahan dalam menerangkan suatu ayat atau menolak teori filsafat yang bertentangan
dengan al-Qur’an. Ia menggunakan pembahasan filsafat hanya pada sebagian ayat saja.
1
Menyikapi hal ini, ulama’ Islam terbagi kepada dua golongan sebagai berikut:
Golongan pertama
yang menolak filsafat
, atau ilmu-ilmu yang bersumber dari buku-buku
karangan filosof tersebut. Mereka tidak mau menerimanya, oleh karena mereka memahami
diantaranya ada yang bertentangan dengan aqidah dan agama. Bangkitlah mereka yang
menolak buku-buku itu dan menyerang faham-faham yang dikemukakan didalamnya,
membatalkan argumen-argumennya, mengharamkannya untuk dibaca dan menjauhkannya dari
kaum muslimin. Diantara yang bersikap keras dalam menyerang para filosof dan filsafat
adalah
Hujjah al-Islam al- Imam Abu Hamid al-Ghazaly 
. Karena itu ia mengarang sebuah
kitab
al- Irsyad 
dan kitab-kitab lain untuk menolak paham mereka. Begitu juga
Fakhrur Rozi 
di
dalam kitab tafsirnya beliau membeberkan ide-ide filsafat yang dipandang bertentangan dengan
agama. Dan akhirnya dengan tegas ia menolak filsfat berdasar dalil yang beliau anggap
memadai
.
2
Kelompok kedua, adalah

kelompok yang menerima filsafat
dan mengaguminya. Meskipun
sebenarnya ada pertentangan yang nampak jelas anatara filsafat dan agama. Namun mereka
berpendapat bahwa hal itu masih memungkinkan untuk dilakukan kompromi antara al-Qur’an dengan
filsafat dengan menghilangkan pertentangan yang terjadi diantara keduanya. Dalam mengkompromikan
kedua hal tersebut, dilakukan dengan dua cara
3
, yaitu:
Cara pertama, mereka melakukan ta’wil terhadap nash-nash al-Qur’an sesuai dengan
pandangan filosof. Yakni mereka menundukkan nash-nash Al-Qur’an pada pandangan-
pandangan filsafat. Sehingga keduanya nampak seiring sejalan.


Cara kedua, adalah mereka menjelaskan nash-nash al-Qur’an dengan pandangan
pandangan teori filsafat. Mereka menempatkan pandangan para filosof sebagai bagian
primer yang mereka ikuti, dan menempatkan al-Qur’an sebagai bagian sekunder yang
mengikuti filsafat. Yakni filsafat melampaui Al-Qur’an. Cara ini lebih berbahaya dari
cara yang pertama.
Beberapa contoh penafsiran falsafi :
Al-Farabi (257-339)
Ikhwanushofa
Ibnu Shina
Tafsir falsafi dalam pandangan Islam
2.1. Al-Qur’an mengajak untuk berfilsafat.
Arab, suatu tempat dimana Al-Qur’an diturunkan sebelum datangnya Islam tidak mengenal
pemikiran filsafat. Malah mereka tidak mengenal kata-kata filsafat itu, karena filsafat bukanlah kata-
kata arab sendiri, tetapi dari Yunani. Ilmu ini mereka kenal sesudah orang-orang Islam menerjemahkan
buku-buku filsafat Yunani kedalam bahasa Arab.
Doktor Jamil Saliba dalam bukunya Tarikh al-Falsafah al- ‘Arabiyah mengatakan bahwa Arab Jahiliah
telah memiliki pengetahuan falak, ilmu alam, ilmu kedokteran experimental yang bercampur aduk
dengan ilmu magik dan azimat, serta dongeng tentang jin dan syaitan, mereka pintar berpuisi dan
prosa, dan syair-syair suhud yang mengandung unsur akhlak dan kejiwaan; tetapi semua ini tidak
tersusun dalam satu aliran filsafat yang sempurna dan sistematis. Pemikiran filsafat belumlah mereka
miliki kecuali setelah datangnya Islam.
4
Bangsa Arab yang cara berfikirnya sangat fanatik kepada leluhur mereka, maka Islam datang
memerdekakan ratio (akal) mereka dari belenggu yang mengikatnya dan membebaskan dari
 pengaruh taklid yang memperbudaknya. Akal itu dipersilahkan untuk memberikan keputusan
dengan ilmu dan kebenarannya sendiri, disamping harus tunduk hanya kepada Allah Yang
Maha Esa semata dan patuh kepada peraturan syariat agama-Nya. Islam tidak merintangi
dinamika akal, dan tidak membatasi kemajuan berfikirnya yang terus meningkat.
Dengan kemajuan berfikir itu, Qur’an mengajak dan mendorong untuk berfikir dan
menyelidiki serta membahas segala hal yang wujud. Dengan demikian akal akan sampai
kepada pembuktian adanya pencipta dan sekalian ciptaan-Nya. Dan ini adalah merupakan inti
dari pembahasan pemikiran falsafi
.
5

Banyak kandungan ayat-ayat al-Qur’an yang mendorong akal
untuk berfikir falsafi, seperti Firman Allah Ta’ala :
 “
Maka ambillah pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan (pikiran)” Al- Hasyr 
(59:2)
Ia pun telah berfirman ;
 “
Bahwasannya dalam kejadian langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal.
” 
Dan, banyak lagi ayat-ayat lain yang berhubungan dengan masalah-masalah Allah, alam, dan
manusia maupun persoalan-persoalan ratio, atau akal dan etika, masalah-masalah yang merupakan
tema dasar dari pengkajian filosof-filosof dari masa ke masa sepanjang sejarah pemikiran filsafat. Maka
pengkajian yang mendalam antara orang-orang Islam tentang ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan
dengan Allah, Alam dan manusia, membawa mereka kepada mendalami masalah filsafat, dalam artian
dengan datangnya Islam maka al-Qur’an meletakkan fundasi dasar untruk berfikir falsafi bagi orang-
orang Arab khususnya dan bagi orang-orang Islam umumnya.

Ayat-ayat mutasyabihat baik dulu hingga kini dan untuk selamanya merupakan pendorong untuk berfikir
dan mengajak manusia menggunakan akalnya, atau dengan kata lain membantu manusia dalam meniti
 jalan filosofis.
Bersambung .....................................




DILAALAH AL-IMAAN MENURUT PANDANGAN Ilmu Thariqat para Sufi yang ahli Ma'rifat Billah

Ilmu Thariqot disini adalah ilmu yang memastikan arah hatinurani agar supaya
diam dan geraknya, ucapan dan tingkah lakunya, hati itu selalu hadir di hadapan
Dzat Allah. Jadi bukannya ucapan wirid Allah...sekian ribu kali atau Laa ilaaha
illallah ...sekian ribu kali dllsb. Sebab ilmu thariqat di wilayah penempuh
jalan Sufi Islam yang sesungguh-sungguhnya adalah ilmu ingatnya hatinurani
kepada musamma-Nya Allah (Asma Rahasia Tuhan) yang baru dapat dimengerti orang
kalau digurukan kepada Guru Mursyid yang haq dan sah mengajari ilmu hakekat
untuk ma'rifat kepada Allah.

Dalam kitabnya ahli ma’rifat billah yaitu kitab Bayanu Haqiqatin, dinyatakan
bahwa :

1]. Barang siapa menyembah asma dengan tidak beserta makna, maka benar-benar
KAFIR orang itu. Artinya yang diketahuinya hanya kepada Asma Allah, padahal Asma
Allah ini adalah nama-Nya Dzat Yang Wajib WujudNya. Nama tidak bisa apa-apa,
Yang menciptakan jagad raya seisinya dan Yang memberi manfaat dan mudhorot
adalah Yang “Empunya” Asma Allah yaitu Dzat Yang Wajib WujudNya. Tanyakanlah
kepada ahlinya tentang Dzat Yang Wajib WujudNya (QS.21:7, QS.16:43), Tuhan yang
menyatakan DiriNya dengan Asma Allah (QS.20:14) tersimpan dalam makna rahasia
dhomir “Huwa” Allah Yang Ahad (QS. Al Ikhlash).

2]. Dan barangsiapa menyembah makna dengan tidak beserta asma, maka benar-benar
MUNAFIK orang itu. Artinya dengan secara mendetail ia mampu dengan akalnya
membahas tentang adanya Tuhan, sifat Kesempurnaan-Nya, Malaikat-Nya, para
Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, dllsb dengan berbagai ilmu filsafat, ilmu kalam,
dll. Ia hanya puas disitu. Hakekat Tuhan yang mestinya harus di ingat dalam
hatinuraninya, sama sekali tidak tersentuh akal pikirnya. Bagaimana ihsan,
bagaimana dgn ayat ttg ulul-albab, ihsan, dan maksud QS. al-Hijr ayat 99, dan
ayat-ayat dalam al-Qur’an yang menegaskan ttg dzikr ?.

3]. Barang siapa menyembah asma beserta makna, maka sama dengan MUSYRIK
(menyekutukan Tuhan) orang itu. Artinya ia hanya mengawinkan kedua penjelasan
tsb diatas, maka aku dirinyalah yang tampil dengan kepuasan ilmunya ini,
sehingga merasa dirinya telah cukup dan mampu, karena membanggai kemampuan akal
pikirnya.

4]. Dan barangsiapa menyembah makna dengan ilmu hakekat untuk mencapai
ma’rifat, maka inilah MUKMIN YANG HAQ. Artinya orang tersebut berguru secara
benar kepada ahli yang berkewajiban, hak dan sah menunjuki ilmu hakekat untuk
ma’rifat kepada Allah, sehingga inilah mukmin yang haq. Mengetahui maknanya
berarti akan sebagai alat tafakurnya kepada kekuasaan dan kesempurnaan Allah.
Dan ilmu hakekat sebagai jalan, supaya dalam hati dan rasa selalu dapat
murroqobah (mengintai-intai dg sekasama) Dzat Allah.

5]. Kemudian siapa yang meninggalkan asma dan makna, itulah orang yang telah
ma’rifat billah (ma’rifatun min kulli ma’rifatin). Artinya mereka telah
benar-benar ma’rifat kepada Allah. Sebab orang yang ma’rifat dgn yakin dan telah
 sampai ke hadhirat Allah, penglihatan hatinya tidak ragu (wa’bud rabbaka hattaA ya’tiyakal yaqin), tetapi ia tidak akan dapat mengatakan seperti apa Dzat Allah
itu. Sebab orang yang ma’rifat itu berarti fana’dzat. “mati ikhtiar” namanya,
dzat dirinya nafi, tiada, atas Fadhal dan Rahmat Allah yang menariknya masuk
dalam alam ma’rifat kepada Allah.

6]. Al Ma’rifatu kullul ma’rifati. Artinya atas Fadhal dan RahmatNya Allah,
dadanya terbuka, harinurani roh dan sirr(rasa)nya terbuka. Mengetahui bahwa “Ma
kana fi ‘alamil kabiri kamitsli ma kana fi ‘alamishshoghiri”. Rekaman apapun
baik bangsa dunia dan jagad raya beserta isinya maupun rekaman bangsa akherat
dengan berbagai alam keajaiban Tuhannya, semua ada didalam dadanya orang yang
telah benar-benar ma’rifat kepada Allah . Tetapi ia sadar, bahwa selain Allah
itu semua adalah makhluk yang akhirnya akan sirna. “Kullu syai’in haalikun illa
wajhahu (QS.Al Qashash 88).

Jangankan begitu, sudah ma’rifat billah saja kok
masih merasa ma’rifat …. Ini masih keliru, masih musyrik.

Sebab masih ada dua,yaitu yang ma’rifat dan yang di ma’rifati.
Supaya sempurna dan tidak musyrik
lagi, maka yang ma’rifat itu masuk kedalam yang di ma’rifati. Sehingga benarlah
wujud itu hanyalah Tuhan Allah SWT. AdaNya Dia tak tampak wujud oleh
penglihatan mata hati, karena terdinding oleh yang mestinya
tiada atau fana’, yaitu ujud jiwaraganya sendiri dan dunia seisinya (maujud).

Itulah sebabnya untuk menafikan yang mestinya tiada atau fana’, harus secara
benar dengan sungguh2 dan ikhlas ber jihadunnafsi (sbg jihadul akbar) mengikuti
petunjuk dan bimbingan Guru yang ahli yang berkewajiban, hak dan sah menunjuki
ilmu hakekat untuk ma’rifat kepada Allah. Di wilayah penempuh jalan Sufi Islam
disebut Guru Mursyid yang hak dan sah.

Kemudian para ahli m’rifat mengatakan bahwa :

“Siapa yang menyembah kepada Allah setelah mengetahui ilmunya menyembah, maka
Allah akan memberitahukan kepadanya hal yang mestinya harus diketahui. Allah
akan menempatkan orang tersebut kepada tempat yang belum pernah ditempati,
tetapi orang takkan bisa mengetahui tentang ilmunya menyembah yang haq, kecuali
setelah mengetahui jatidirinya sendiri, sebab “Man ‘arofa nafsahu faqod ‘arifa
Robbahu”.

Demikian sekilas tentang ilmu thariqat dalam wilayah Sufi Islam untuk ma’rifat
kepada Allah SWT.

KONSEP PANDANGAN TAUHID AL-ILAHIYAH

                                                                       



Setelah manusia melewati  tahapan tashdiq dan masuk kepada tingkatan keimanan, maka kelazimannya dia akan mengakui keESAan Al-Ilah. Karena pada tingkatan tashdiq, manusia sudah memiliki pengetahuan sempurna terhadap bagian-bagian proposisi HIDAYAH MUTAAWILAH & HIDAYAH MUTAWAASITHOH... IMAN 'ILMU AL-YAQIN & IMAN 'AINU AL-YAQIN .........

Keyaqinan akan keberadaan wajib al-wujud merupakan argumentasi terhadap keesaannya. Pembuktian akan keberadaan wajib al-wujud  yaitu Allah swt. ( dalam istilah agama ) adalah pembuktian akan keberadaan Dzat yang maha sempurna dan tidak terbatas. Dan kelaziman dari ketidak terbatasanNya adalah keesaanNya. Dalam salah satu hadistnya : “mengetahuinNYA berarti mengesakanNYA”
Dalam pandangan Ali ra. yang dimaksud dengan ESA  dan satunya Tuhan bukanlah satu dalam bilangan sehingga Dia terpisah dari yang lain dengan batasan, akan tetapi artinya tidak ada sekutu bagiNYA dan Alloh adalah wujud yang bashit dan tidak tersusun dari bagian seperti dalam ucapannya : “Satu akan tetapi bukan dengan bilangan....

ALLOH merupakan wujud yang mutlak serta maha tidak terbatas, oleh karenanya kekuatan akal dengan konsep-konsep dzihn-nya setiap kali hendak memberikan sifat ( dengan konsep-konsep ) tidak akan bisa mensifati Alloh dengan sempurna dan mensifati Alloh dengan apa yang seharusnya. Karena setiap konsep dari satu sifat berbeda dengan konsep dari sifat lain ( terlepas dari misdaq ), maka kelazimannya adalah keterbatasan mahluk
Artinya kalau kita memberikan sifat kepadaNYA berarti kita telah membandingkan ( satu sifat dengan yang lain atau antara Dzat dengan sifat ). 
Ketika kita telah membandingkan / merasa wujud mahluk ini ada berarti kita menduakanNYA, ketika kita menduakanNYA berarti kita men-tajziah, ketika kita men-tajziah berarti kita tidak mengenalNYA dan seterusnya seperti yang uraikan dalam kajian Lainnya 

Wujud Al-Ilah  yang maha tidak terbatas tidak mungkin bisa diletakkan dalam satu wadah, baik wadah berupa suatu wujud atau dicakup dalam wadah berupa konsep kulli yang dihasilkan dari perbuatan akal. Oleh karenanya golongan yang meyakini adanya hulul pada dzat Ilah , mereka telah membatasi ALLOH  dalam satu wujud makhluk tertentu. ... padahal pemahaman HULLUL itu adalah panggilan AL ILAHI pada mahluk yang di pilihNYA ,,,,,,,, 

Seperti keyakinan bahwa Isa as. atau Ali ra. adalah wadah bagi wujud Tuhan, sangat jelas bahwa pandangan seperti itu sudah menyimpang dari Tauhid dan bertetangan dengan akal serta teks-teks agama seperti ucapan Ali ra. : “ barang siapa yang berkata bahwa Al-Ilah ada pada sesuatu maka ia telah menyatukanNya dengan sesutau itu, dan barang siapa yang menyatakan bahwa Alloh diatas ( diluar ) dari sesuatu itu berarti ia telah memisahkan Alloh dari sesuatu itu “.
Wujud yang maha tidak terbatas, tidak berawal & berakhir  wujud yang dzohir dan bathin yg memiliki wahdat ithlaqi memiliki dua kekhususan; 

pertama
ainiah wujudi : hadir secara wujud dengan semua makhluk sebagai tajalli isim-Nya 
 Kedua :
fauqiah wujudi :

karena wujudnya yang tidak terbatas tidak mungkin bisa dibatasi hanya pada makhluk yang terbatas ( hulul ).
Artinya wujud mutlak ini selian hadir di dalam wujud makhluk juga berada di luar wujud makhluk, sebab kalau tidak maka wujudNYA akan terbatas.

Seperti yang diutarakan oleh Imam Husein bin Ali as. ketika menafsirkan ayat “ Allah al-shamad “ maknanya adalah “ laa jaufa lahu “ atau wujudNya tidak memiliki kekosongan artinya tidak ada bagianpun dari wujud ini yang kosong dariNYA. Hal ini juga dijelaskan dalam khutbah selanjutnya :

“ bersama segala sesuatu akan tetapi tidak dengan muqaranah dan bukan segala sesuatu akan tetapi tidak jawal dan terpisah dariNYA jika ada sesuatu yang terpisah maka itu adalah pengakuan yang sesat .

Kesimpulannya bahwa filsafat yang bersenjatakan akal dengan segala kekuatannya tidak akan bisa memahami Alloh dengan apa adaNYA ( ikhathah /meliputi).
Begitu pula kekuatan amal manusia yang terbatas, karena sering tidak menyadari MAI;IYAH (kebersamaaNYA) pada setiap sesuatu yang ada, AL-ABDU tidak akan sampai pada shuhud dan hudzur pada kedalaman sifat dari wujud yang maha Agung ini... karena mahluk tidak pernah terpisah DariNYA,

Pengetahuan manusia tentang Al-ILAH  selalu di iringi dengan pengakuan / merasa & lalai akan ketidak mampuan dan kelemahan pada sandaran AQAL-nya .

Pada kutbah lain Ali ra. berkata : “kekuatan fikr manusia tidak sampai kepada sifatNYA, dan hati tidak akan bisa meraih kedalamNYA tanpa panggilanNYA sendiri ... penjelasan INI makna dari penafian sifat BASYARIAH mahluk,
Menafikan asma,af'al,sifat & dzatnya Mahluk menetapkan asma,af'al,sifat & dzatNYA sendiri semuanya takkan mungkin terpisah dari MAUSUFNYA jika sesuatu yang terpisah dari mausuf maka batallah TAJALLI NYA .

Penafsiran ini dikuatkan oleh kalimat sesudahnya : “dengan kesaksian bahwa setiap sifat bukanlah mausuf dan setiap mausuf bukanlah sifat namun keduanya tak pernah terpisah & bertemu fiinnadzori al-aqli “

atau kalimat sebelumnya dari khutbah ini : : “Dzat yang sifatnya tidak memiliki batasan yang membatasinya”
KETIADAAN DIRI INI 
ADALAH WAJIB HUKUMNYA KARENA HAKIKAT MAHLUK ADALA ADAMUN MAHDLUN (murni tidak ada / hudust) JADI TAUHIDKAN FILLAH BILLAH LILLAH MA'ALLOH AGAR SELAMAT DUNIA & AKHIRAT .... 
SALAM RAHAYU SELALU 

By: ALKISANNABILA

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI: LETAK PENYIMPANGAN AQIDAH DARI 72 ALIRAN ISLAM

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI: LETAK PENYIMPANGAN AQIDAH DARI 72 ALIRAN ISLAM

LETAK PENYIMPANGAN AQIDAH DARI 72 ALIRAN ISLAM



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ , حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلاَنِيَةً لَكَانَ فىِ أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ , وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً , وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فىِ النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ ياَرَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي -



Artinya :

Rasulullah SAW bersabda – Niscaya akan datang kepada ummatku suatu perbuatan yang dilakukan juga kaum Israil, nyaris laksana langkah sepasang sandal, sehingga jika salah seorang kaum Israil berzina dengan ibunya dengan terang-terangan maka hal itu juga akan terjadi di ummatku. Sesungguhnya kaum Israil akan bercerai-berai menjadi 72 aliran, dan ummatku pecah menjadi 73 aliran, semua masuk neraka kecuali satu, Sahabat bertanya, siapa yang satu itu wahai Rasulullah ? Beliau menajwab, ialah mereka yang berpegang teguh pada aqidah yang sama dengan aku dan sahabatku. – (HR. Al-Hakim)



Hadits ini salah satu mukjizat Rasulullah SAW, beliau mengetahui peristiwa yang akan terjadi.



Al-Imam Al-Amadiy berkata ; Kaum Muslimin pada saat Nabi SAW wafat berada dalam satu aqidah dan satu thoriqot (jalan), sayang diantara mereka ada yang munafik, menyembunyikan kufur dan menampakkan Islam.



وَاعْلَمْ أَنَّ أُصُوْلَ أَهْلِ البِدَعِ كَمَا نُقِلَ فيِ المَوَاقِفِ ثَماَنِيَّةٌ ؛

Ketahuilah bahwa sumber ahli bid’ah (faham sesat) itu ada 8 sekte, tertuang dalam kitab Al-Mawaqif ;



المُعْتَزِلَةُ ؛ القاَئِلُوْنَ بِأَنَّ العِباَدَ خاَلِقُوْا أَعْماَلَهُمْ وَبِنَفْيِ الرُؤْيَةِ وَبِوُجُوْبِ الثَّوَابِ وَالعِقاَبِ وَهُمْ عِشْرُوْنَ فِرْقَةً

1. Kaum Mu’tazilah ; Beraqidah bahwa manusia itu menciptakan perbuatannya sendiri, tidak menyerta-kan perbuatan Allah SWT dan beraqidah bahwa Allah wajib memberi pahala dan wajib menjatuhkan siksa. Mereka terpecah 20 aliran.



وَالشَّيْعَةُ ؛ المُفْرِطُوْنَ فيِ مَحَبَّةِ عَلِي كَرَّمَ اللهُ وَجْهَهُ وَهُمْ إِثْنَتاَنِ وَعِشْرُوْنَ فِرْقَةً

2. Kaum Syi’ah ; Beraqidah menyimpang dalam menyukai baginda Ali. Mereka terpecah 22 aliran.



وَالخَوَارِجُ المُفْرِطَةُ المُكَفِّرَةُ لَهُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَمَنْ أَذْنَبَ كَبِيْرَةً وَهُمْ عِشْرُوْنَ فِرْقَةً

3. Kaum Khowarij ; Beraqidah menyimpang, meng-kufurkan baginda Ali dan mengkufurkan orang yang berbuat dosa besar. Mereka terpecah 20 aliran.



وَالنَّجاَرِيَّةُ المُوَافِقَةُ ِلأَهْلِ السُّنَّةِ فيِ خَلْقِ الأَفْعاَلِ وَالمُعْتَزِلَةُ فيِ نَفْيِ الصِّفاَتِ وَحُدُوْثِ الكَلاَمِ وَهُمْ ثَلاَثُ فُرُقٍ

4. Kaum Najariyyah ; Beraqidah mirip Ahli Sunnah Wal-Jama’ah dalam penciptaan perbuatan, namun mereka menghilangkan sifat Allah dan menyatakan bahwa firman Allah itu baharu. Mereka 3 aliran



وَالجَبَرِيَّةُ ؛ القاَئِلَةُ بِسَلْبِ الإِخْتِياَرِ عَنِ العِباَدِ فِرْقَةٌ وَاحِدَةٌ

5. Kaum Jabariyyah ; Beraqidah bahwa manusia tidak memiliki ikhtiar. Mereka 1 aliran.



وَالمُشَبِّهَةُ الَّذِيْنَ يُشَبِّهُوْنَ الحَقَّ بِالخَلْقِ فيِ الجِسْمِيَّةِ وَهُمْ خَمْسُ فُرُقٍ

6. Kaum Musyabbihah ; Beraqidah menyerupakan Allah dengan makhluk secara materil. Mereka 5 aliran.



وَالحُلُوْلِيَّةُ فِرْقَةٌ أَيْضاً يَقُوْلُوْنَ بِآُلُهِيَّةِ الأَئِمَّةِ العقلية البشرية

7. Kaum Hululiyyah ; Beraqidah mensejajarkan diri atau pimpinan mereka dengan Tuhannya, mereka 1 aliran secara aqal kemanusiaan ........ tanpa bertauhid HAQ



Wal-hasil, 20+22+20+3+1+5+1= 72 aliran, semua masuk neraka kecuali satu yaitu ke-8 mereka beraqidah sesuai ajaran Rasulullah SAW, Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in, aqidah Ahli Sunnah Wal-Jama’ah. kamudian kelompok ini terpimpin oleh Abu Mansur Al-Maturidiy dan Abu Hasan Al-‘As’ariy, maksudnya sebagai pelopor penyusunan buku-buku dalam mempelajari aqidah Ahli Sunnah Wal Jama’ah.



100 MACAM DOSA BESAR DIANTARA 467 MACAM DOSA BESAR




                                           
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ



الكَبِيْرَةُ الأُولىَ ؛ الشِّرْكُ الأَكْبَرُ

Dosa Besar Pertama ; Syirik Besar. menyekutukan Allah SWT



الكَبِيْرَةُ الثَّانِيَةُ ؛ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ وَهُوَ الرِّيَاءُ

Dosa Besar Kedua ; Syirik Kecil, yaitu Riya, ibadah bukan karena Allah.



الكَبِيْرَةُ الثَّالِثَةُ الغَضَبُ بِالبَاطِلِ وَالحِقْدُ وَالحَسَدُ

Dosa besar ketiga ; Marah yang batil, Dendam dan Dengki.



الكَبِيْرَةُ الرَّابِعَةُ ؛ الكِبْرُ وَالعُجْبُ وَالخُيَلاَءُ

Dosa besar keempat ; Takabur, Ujub dan Membesar-besarkan diri.



الكَبِيْرَةُ الخَامِسَةُ ؛ الغِشُّ

Dosa besar kelima ; Menipu.



الكَبِيْرَةُ السَّادِسَةُ ؛ النِّفَاقُ

Dosa besar keenam ; Munafiq.



الكَبِيْرَةُ السَّابِعَةُ ؛ البَغْيُ

Dosa besar ketujuh ; Berbuat jahat.



الكَبِيْرَةُ الثَّامِنَةُ ؛ الإِعْرَاضُ عَنْ الخَلْقِ اسْتِكْبَارًا وَاحْتِقَارًا لَهُمْ

Dosa besar kedelapan ; Berpaling atau menjuhkan diri dari Makhluk karena kesombongan dan menghinakan mereka.



الكَبِيْرَةُ التَّاسِعَةُ ؛ الخَوْضُ فِيْمَا لاَ يَعْنِي

Dosa besar kesembilan ; Tenggelam pada sesuatu yang tidak bermanfaat, seperti tenggelam dalam permainan.



الكَبِيْرَةُ العَاشِرَةُ ؛ الطَّمَعُ

Dosa besar kesepuluh ; Thoma, Rakus.



الكَبِيْرَةُ الحَادِيَةُ عَشْرَةَ ؛ خَوْفُ الفَقْرِ

Dosa besar kesebelas ; Takut akan kefakiran, takut jatuh miskin atau melarat.



الكَبِيْرَةُ الثَّانِيَةُ عَشْرَةَ ؛ سَخَطُ المَقْدُورِ

Dosa besar kedua belas ; Membenci sesuatu yang telah ditaqdirkan Allah SWT.



الكَبِيْرَةُ الثَّالِثَةُ عَشْرَةَ ؛ النَّظَرُ إِلىَ الأَغْنِياَءِ وَتَعْظِيْمُهُمْ لِغِنَاهُمْ

Dosa besar ketiga belas ; Memandang orang kaya dan mengagungkan mereka karena kekayaannya.



الكَبِيْرَةُ الرَّابِعَةُ عَشْرَةَ ؛ الإِسْتِهْزَاءُ بِالفُقَرَاءِ لِفَقْرِهِمْ

Dosa besar keempat belas ; Merendahkan orang fakir karena kefakirannya.



الكَبِيْرَةُ الخَامِسَةُ عَشْرَةَ ؛ الحِرْصُ

Dosa besar kelima belas ; Sibuk mencari dunia sehingga lupa ibadah.



الكَبِيْرَةُ السَّادِسَةُ عَشْرَةَ ؛ التَّنَافُسُ فيِ الدُّنْياَ وَالمُبَاهَاةُ بِهاَ

Dosa besar keenam belas ; Berlebihan dalam dunia dan bermewah-mewahan.



الكَبِيْرَةُ السَّابِعَةُ عَشْرَةَ ؛ التَّزَيُّنُ لِلْمَخْلُوقِيْنَ بِمَا يَحْرُمُ التَّزَيُّنُ بِهِ

Dosa besar ketujuh belas ; Berhias karena ingin dihormati oleh sesama makhluk dengan sesuatu yang diharamkan.



الكَبِيْرَةُ الثَّامِنَةُ عَشْرَةَ ؛ المُدَاهَنَةُ

Dosa besar kedelapan belas ; Takut untuk menegakkkan kebenaran.



الكَبِيْرَةُ التَّاسِعَةُ عَشْرَةَ ؛ حُبُّ المَدْحِ بِمَا لاَ يَفْعَلُهُ

Dosa besar kesembilan belas ; Senang pujian dengan sesuatu kebaikan yang tidak dilakukannya.



الكَبِيْرَةُ العِشْرُونَ ؛ الاِشْتِغَالُ بِعُيُوْبِ الخَلْقِ عَنْ عُيُوْبِ النَّفْسِ

Dosa besar kedua puluh ; Sibuk mencari aib orang lain, tidak sadar akan aib diri sendiri.



الكَبِيْرَةُ الحَادِيَةُ وَالعِشْرُونَ ؛ نِسْيَانُ النِّعْمَةِ

Dosa besar kedua puluh satu ; Melupakan nikmat Allah.



الكَبِيْرَةُ الثَّانِيَةُ وَالعِشْرُونَ ؛ الحَمِيَّةُ لِغَيْرِ دِيْنِ اللهِ

Dosa besar kedua puluh dua ; Mementingkan sesuatu yang tidak penting berdasar ajaran agama Allah SWT.



الكَبِيْرَةُ الثَّالِثَةُ وَالعِشْرُونَ ؛ تَرْكُ الشُّكْرِ

Dosa besar kedua puluh tiga ; Tidak bersyukur.



الكَبِيْرَةُ الرَّابِعَةُ وَالعِشْرُونَ ؛ عَدَمُ الرِّضَا بِالقَضَاءِ

Dosa besar kedua puluh empat ; Tidak ridlo akan ketentuan Allah SWT.



الكَبِيْرَةُ الخَامِسَةُ وَالعِشْرُونَ ؛ هَوَانُ حُقُوقِ اللهِ تَعَالىَ وَأَوَامِرِهِ عَلَى الإِنْسَانِ

Dosa besar kedua puluh lima ; Merendahkan hak Allah dan merendahkan perintahNya terhadap manusia.



الكَبِيْرَةُ السَّادِسَةُ وَالعِشْرُونَ ؛ سُخْرِيَتُهُ بِعِبَادِ اللهِ تَعَالىَ وَازْدِرَاؤُهُ لَهُمْ وَاحْتِقَارُهُ إيَّاهُمْ

Dosa besar kedua puluh enam ; Mentertawakan hamba Allah, menyinggung dan menghina mereka .... (menghakimi)



الكَبِيْرَةُ السَّابِعَةُ وَالعِشْرُونَ ؛ اتِّبَاعُ الهَوَى وَالإِعْرَاضُ عَنْ الحَقِّ

Dosa besar kedua puluh tujuh ; Menuruti hawa nafsu dan berpaling dari kebenaran.



الكَبِيْرَةُ الثَّامِنَةُ وَالعِشْرُونَ ؛ المَكْرُ وَالخِدَاعُ

Dosa besar kedua puluh delapan ; Berbuat makar dan licik.



الكَبِيْرَةُ التَّاسِعَةُ وَالعِشْرُونَ ؛ إرَادَةُ الحَياَةِ الدُّنْياَ

Dosa besar kedua puluh sembilan ; Menginginkan kehidupan senang di dunia, tanpa memperhatikan akhirat.



الكَبِيْرَةُ الثَّلاَثُونَ ؛ مُعَانَدَةُ الحَقِّ

Dosa besar ketiga puluh ; Menentang kebenaran.



الكَبِيْرَةُ الحَادِيَةُ وَالثَّلاَثُونَ ؛ سُوءُ الظَّنِّ بِالمُسْلِمِ

Dosa besar ketiga puluh satu ; Buruk sangka terhadap sesama muslim.



الكَبِيْرَةُ الثَّانِيَةُ وَالثَّلاَثُونَ ؛ عَدَمُ قَبُولِ الحَقِّ إذَا جَاءَ بِمَا لاَ تَهْوَاهُ النَّفْسُ أَوْ جَاءَ عَلَى يَدِ مَنْ تَكْرَهُهُ وَتُبْغِضُهُ

Dosa besar ketiga puluh dua ; Tidak mau menerima kebenaran jika kebenaran itu datang tidak sesuai hawa nafsunya, atau kebenaran itu dari seseorang yang tidak disukainya.



الكَبِيْرَةُ الثَّالِثَةُ وَالثَّلاَثُونَ ؛ فَرَحُ العَبْدِ بِالمَعْصِيَةِ

Dosa besar ketiga puluh tiga ; Merasa gembira karena berbuat maksiat.



الكَبِيْرَةُ الرَّابِعَةُ وَالثَّلاَثُونَ ؛ الإِصْرَارُ عَلَى المَعْصِيَةِ

Dosa besar ketiga puluh empat ; Membiasakan diri berbuat maksiat.



الكَبِيْرَةُ الخَامِسَةُ وَالثَّلاَثُونَ ؛ مَحَبَّةُ أَنْ يُحْمَدَ بِمَا يَفْعَلُهُ مِنْ الطَّاعَاتِ

Dosa besar ketiga puluh lima ; Senang dipuji apabila melakukan suatu ibadah.



الكَبِيْرَةُ السَّادِسَةُ وَالثَّلاَثُونَ ؛ الرِّضَا بِالحَيَاةِ الدُّنْياَ وَالطُّمَأْنِيْنَةُ إلَيْهَا

Dosa besar ketiga puluh enam ; Ridlo dalam kehidupan dunia dan merasa nyaman di dunia, tanpa memperhatikan akhirat.



الكَبِيْرَةُ السَّابِعَةُ وَالثَّلاَثُونَ ؛ نِسْيَانُ اللهِ تَعَالىَ وَالدَّارِ الآَخِرَةِ

Dosa besar ketiga puluh tujuh ; Melupakan Allah SWT dan akhirat.



الكَبِيْرَةُ الثَّامِنَةُ وَالثَّلاَثُونَ ؛ الغَضَبُ لِلنَّفْسِ وَالاِنْتِصَارُ لَهَا بِالبَاطِلِ

Dosa besar ketiga puluh delapan ; Marah karena hawa nafsu serta menuruti-nya dalam kejahatan.



الكَبِيْرَةُ التَّاسِعَةُ وَالثَّلاَثُونَ ؛ الأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللهِ بِالِاسْتِرْسَالِ فيِ المَعَاصِيْ مَعَ الاِتِّكَالِ عَلَى الرَّحْمَةِ

Dosa besar ketiga puluh sembilan ; Merasa aman dari murka Allah, dengan bermaksiat yang bersandar pada rahmat Allah.



الكَبِيرَةُ الأَرْبَعُونَ ؛ اليَأْسُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ

Dosa besar keempat puluh ; Putus asa dari rahmat Allah SWT.



الكَبِيرَةُ الحَادِيَةُ وَالأَرْبَعُونَ وَالثَّانِيَةُ وَالأَرْبَعُونَ ؛ سُوءُ الظَّنِّ بِللَّهِ تَعَالىِ وَالقُنُوطُ مِنْ رَحْمَتِهِ

Dosa besar keempat puluh satu dan empat puluh dua ; Buruk sangka kepada Allah dan putus asa dari rahmat Allah SWT.



الكَبِيْرَةُ الثَّالِثَةُ وَالأَرْبَعُونَ ؛ تَعَلُّمُ الْعِلْمِ لِلدُّنْياَ

Dosa besar keempat puluh tiga ; Mencari ilmu Agama untuk mendapatkan kehidupan dunia.



الكَبِيْرَةُ الرَّابِعَةُ وَالأَرْبَعُونَ ؛ كَتْمُ الْعِلْمِ

Dosa besar keempat puluh empat ; Menyembunyikan ilmu.



الكَبِيْرَةُ الخَامِسَةُ وَالأَرْبَعُونَ ؛ عَدَمُ العَمَلِ بِالْعِلْمِ

Dosa besar keempat puluh lima ; Tidak melakukan amal ibadah dengan berdasar ilmunya.



الكَبِيْرَةُ السَّادِسَةُ وَالأَرْبَعُونَ ؛ الدَّعْوَى فيِ الْعِلْمِ أَوْ الْقُرْآنِ أَوْ شَيْءٍ مِنَ العِبَادَاتِ زَهْوًا وَافْتِخَارًا بِغَيْرِ حَقٍّ وَلاَ ضَرُورَةٍ

Dosa besar keempat puluh enam ; Dakwah atau menyampaikan ajaran ilmu agama, alqur'an atau suatu ibadah, dengan keras (kasar) dan sombong yang tidak benar dan tidak dalam keadaan darurat.



الكَبِيْرَةُ السَّابِعَةُ وَالأَرْبَعُونَ ؛ إضَاعَةُ نَحْوِ العُلَمَاءِ وَالاِسْتِخْفَافُ بِهِمْ

Dosa besar keempat puluh tujuh ; Menyia-nyiakan Ulama dan merendahkan mereka.



الكَبِيْرَةُ الثَّامِنَةُ وَالتَّاسِعَةُ وَالأَرْبَعُونَ ؛ تَعَمُّدُ الْكَذِبِ عَلَى اللهِ تَعَالىَ أَوْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dosa besar keempat puluh delapan dan keempat puluh sembuilan ; Sengaja mendustakan Allah SWT dan Rasulullah SAW.



الكَبِيْرَةُ الخَمْسُونَ ؛ مَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً

Dosa besar kelima puluh ; Memberlakukan perbuatan buruk.



الكَبِيْرَةُ الحَادِيَةُ وَالخَمْسُونَ ؛ تَرْكُ السُّنَّةِ

Dosa besar kelima puluh satu ; Meninggalkan sunnah, (ingkar).



الكَبِيْرَةُ الثَّانِيَةُ وَالخَمْسُونَ ؛ التَّكْذِيْبُ بِالْقَدَرِ

Dosa besar kelima puluh dua ; Mendustakan qodar (taqdir Allah SWT).



الكَبِيْرَةُ الثَّالِثَةُ وَالخَمْسُونَ ؛ عَدَمُ الْوَفَاءِ بِالعَهْدِ

Dosa besar kelima puluh tiga ; Tidak memenuhi janji, tidak tepat janji.



الكَبِيْرَةُ الرَّابِعَةُ وَالخَامِسَةُ وَالخَمْسُونَ ؛ مَحَبَّةُ الظَّلَمَةِ أَوْ الْفَسَقَةِ بِأَيِّ نَوْعٍ كَانَ فِسْقُهُمْ ، وَبُغْضُ الصَّالِحِيْنَ

Dosa besar kelima puluh empat dan lima puluh lima ; Senang dolim atau fasiq berbuat apa saja dan benci orang soleh.



الكَبِيْرَةُ السَّادِسَةُ وَالخَمْسُونَ ؛ أَذِيَّةُ أَوْلِياَءِ اللهِ وَمُعَادَاتُهُمْ

Dosa besar kelima puluh enam ; Menyakiti wali Allah atau kekasih Allah dan menentangnya.



الكَبِيْرَةُ السَّابِعَةُ وَالخَمْسُونَ ؛ سَبُّ الدَّهْرِ مِنْ عَالَمٍ بِمَا يَأْتِي

Dosa besar kelima puluh tujuh ; Mencaci waktu atau keadaan alam, karena sesuatu yang akan terjadi.



الكَبِيْرَةُ الثَّامِنَةُ وَالخَمْسُونَ ؛ الكَلِمَةُ الَّتِي تَعْظُمُ مَفْسَدَتُهَا وَيَنْتَشِرُ ضَرَرُهَا مِمَّا يُسْخِطُ اللهَ تَعَالىَ

Dosa besar kelima puluh delapan ; Mengungkapkan kata yang tidak disukai Allah, bahayanya besar dan akan menyebar.



الكَبِيْرَةُ التَّاسِعَةُ وَالخَمْسُونَ ؛ كُفْرَانُ نِعْمَةِ المُحْسِنِ

Dosa besar kelima puluh sembilan ; Menginkari nikmat Allah SWT yang berbuat kebaikan.



الكَبِيْرَةُ السِّتُّونَ ؛ تَرْكُ الصَّلاَةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ سَمَاعِ ذِكْرِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Dosa besar keenam puluh ; Tidak membaca sholawat kepada Nabi SAW disaat mendengar Nabi SAW.



الكَبِيْرَةُ الحَادِيَةُ وَالسِّتُّونَ ؛ قَسْوَةُ الْقَلْبِ بِحَيْثُ تَحْمِلُ صَاحِبَهَا عَلَى مَنْعِ إطْعَامِ المُضْطَرِّ مَثَلاً

Dosa besar keenam puluh satu ; Keras hati sehingga tidak merasa tersentuh oleh keadaan orang miskin yang sangat membutuhkan.



الكَبِيْرَةُ الثَّانِيَةُ وَالثَّالِثَةُ وَالسِّتُّونَ ؛ الرِّضَا بِكَبِيْرَةٍ مِنَ الكَبَائِرِ أَوْ الإِعَانَةُ عَلَيْهَا بِأَيِّ نَوْعٍ كَانَ

Dosa besar keenam puluh dua dan enam puluh tiga ; Ridlo dengan dosa besar dan Membantu orang berbuat dosa.



الكَبِيْرَةُ الرَّابِعَةُ وَالسِّتُّونَ ؛ مُلاَزَمَةُ الشَّرِّ وَالفُحْشِ حَتَّى يَخْشَاهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ شَرِّهِ

Dosa besar keenam puluh empat ; Membiasakan diri berbuat jahat dan buruk, sehingga orang mengkhawatirkan itu.



الكَبِيْرَةُ الخَامِسَةُ وَالسِّتُّونَ ؛ كَسْرُ الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيْرِ

Dosa besar keenam puluh lima ; Memecahkan uang emas dan uang perak atau pencucian uang.



الكَبِيْرَةُ السَّادِسَةُ وَالسِّتُّونَ ؛ ضَرْبُ نَحْوِ الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيْرِ عَلَى كَيْفِيَّةٍ مِنَ الغِشِّ الَّتِي لَوْ اطَّلَعَ عَلَيْهَا النَّاسُ لَمَا قَبِلُوْهاَ

Dosa besar keenam puluh enam ; Membuat seperti uang emas atau perak dengan tujuan menipu, apabila digunakan maka orang tidak akan menrimanya, pemalsuan uang.



الكَبِيْرَةُ السَّابِعَةُ وَالسِّتُّونَ ؛ الأَكْلُ أَوْ الشُّرْبُ فيِ آَنِيَةِ الذَّهَبِ أَوْ الفِضَّةِ

Dosa besar keenam puluh tujuh ; Makan atau minum di wadah yang terbuat dari emas atau perak.



الكَبِيْرَةُ الثَّامِنَةُ وَالسِّتُّونَ ؛ نِسْياَنُ الْقُرْآنِ أَوْ آَيَةٍ مِنْهُ بَلْ أَوْ حَرْفٍ

Dosa besar keenam puluh delapan ; Lupa bacaan Al-Qur’an atau salah satu ayatnya, bahkan satu huruf pun.



الكَبِيْرَةُ التَّاسِعَةُ وَالسِّتُّونَ ؛ الجِدَالُ وَالمِرَاءُ وَهُوَ المُخَاصَمَةُ وَالمُحَاجَجَةُ وَطَلَبُ الْقَهْرِ وَالغَلَبَةِ فيِ الْقُرْآنِ أَوْ الدِّينِ

Dosa besar keenam puluh sembilan ; Permusuhan, pertengkaran, pemaksaan, mengubah Al-Qur’an atau aturan agama.



الكَبِيْرَةُ السَّبْعُونَ ؛ التَّغَوُّطُ فيِ الطُّرُقِ

Dosa besar ketujuh puluh ; Buang hajat di jalan.



الكَبِيْرَةُ الحَادِيَةُ وَالسَّبْعُونَ ؛ عَدَمُ التَّنَزُّهِ مِنَ الْبَوْلِ فيِ البَدَنِ أَوْ الثَّوْبِ

Dosa besar ketujuh puluh satu ; Tidak menghidar dari buang air kecil mengenai badan atau baju.



الكَبِيْرَةُ الثَّانِيَةُ وَالسَّبْعُونَ ؛ تَرْكُ شَيْءٍ مِنْ وَاجِبَاتِ الوُضُوءِ

Dosa besar ketujuh puluh dua ; Meninggalkan salah satu kewajiban wudlu.



الكَبِيْرَةُ الثَّالِثَةُ وَالسَّبْعُونَ ؛ تَرْكُ شَيْءٍ مِنْ وَاجِبَاتِ الغُسْلِ

Dosa besar ketujuh puluh tiga ; Meninggalkan salah satu kewajiban mandi besar.



الكَبِيْرَةُ الرَّابِعَةُ وَالسَّبْعُونَ ؛ كَشْفُ العَوْرَةِ لِغَيْرِ ضَرُورَةٍ وَمِنْهُ دُخُولُ الحَمَّامِ بِغَيْرِ مِئْزَرٍ سَاتِرٍ لَهَا

Dosa besar ketujuh puluh empat ; Membuka aurat bukan darurat, seperti masuk WC umum (bersama-sama) tanpa pakaian.



الكَبِيْرَةُ الخَامِسَةُ وَالسَّبْعُونَ ؛ وَطْءُ الحَائِضِ

Dosa besar ketujuh puluh lima ; Menggauli istri yang sedang haid.



الكَبِيْرَةُ السَّادِسَةُ وَالسَّبْعُونَ ؛ تَعَمُّدُ تَرْكِ الصَّلاَةِ

Dosa besar ketujuh puluh enam ; Sengaja meninggalkan shalat.



الكَبِيْرَةُ السَّابِعَةُ وَالسَّبْعُونَ ؛ تَعَمُّدُ تَأْخِيْرِ الصَّلاَةِ عَنْ وَقْتِهَا أَوْ تَقْدِيْمِهَا عَلَيْهِ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ كَسَفَرٍ أَوْ مَرَضٍ عَلَى الْقَوْلِ بِجَوَازِ الجَمْعِ بِهِ

Dosa besar ketujuh puluh tujuh ; Sengaja menunda atau mendahulukan shalat tanpa udzur, seperti dalam perjalanan, sakit atau menjalankan pendapat yang membolehkan shalat jama’.



الكَبِيْرَةُ الثَّامِنَةُ وَالسَّبْعُونَ ؛ النَّوْمُ عَلَى سَطْحٍ لاَ تَحْجِيْرَ بِهِ

Dosa besar ketujuh puluh delapan ; Tidur di tempat terbuka dan tidak memakai penutup badan.



الكَبِيْرَةُ التَّاسِعَةُ وَالسَّبْعُونَ ؛ تَرْكُ وَاجِبٍ مِنْ وَاجِبَاتِ الصَّلاَةِ المُجْمَعِ عَلَيْهَا أَوْ المُخْتَلَفِ فِيْهَا عِنْدَ مَنْ يَرَى الوُجُوبَ كَتَرْكِ الطُّمَأْنِينَةِ فيِ الرُّكُوعِ أَوْ غَيْرِهِ

Dosa besar ketujuh puluh sembilan ; Meninggalkan salah satu kewajiban shalat, baik wajib menurut sepakat Ulama atau wajib bukan sepakat, hanya memandang dari sisi Ulama yang menyatakan wajib. Seperti tidak Tumaninah dalam ruku’.



الكَبِيْرَةُ الثَّمَانُونَ ؛ الوَصْلُ وَطَلَبُ عَمَلِهِ

Dosa besar kedelapan puluh ; Menyambung rambut (kepala) dengan rambut lain dan mencari perbuatan itu.



الكَبِيْرَةُ الحَادِيَةُ وَالثَّمَانُونَ ؛ الوَشْمُ وَطَلَبُ عَمَلِهِ

Dosa besar kedelapan puluh satu ; Menusuk bagian tubuh dengan sejenis jarum, seperti susuk.



الكَبِيْرَةُ الثَّانِيَةُ وَالثَّمَانُونَ ؛ وَشْرُ الأَسْنَانِ أَيْ تَحْدِيْدُهَا وَطَلَبُ عَمَلِهِ

Dosa besar kedelapan puluh dua ; Membentuk gigi dengan besi untuk keindahan dan mencari perbuatan itu.



الكَبِيْرَةُ الثَّالِثَةُ وَالثَّمَانُونَ ؛ التَّنْمِيْصُ وَطَلَبُ عَمَلِهِ وَهُوَ جَرْدُ الْوَجْهِ

Dosa besar kedelapan puluh tiga ; Menghilangkan atau mencabut bulu muka, bulu alis dsb. dan mencari perbutan itu.



الكَبِيْرَةُ الرَّابِعَةُ وَالثَّمَانُونَ ؛ المُرُورُ بَيْنَ يَدَيْ المُصَلِّي

Dosa besar kedelapan puluh empat ; Melewat di hadapan orang shalat.



الكَبِيْرَةُ الخَامِسَةُ وَالثَّمَانُونَ ؛ إطْبَاقُ أَهْلِ القَرْيَةِ أَوْ البَلَدِ أَوْ نَحْوِهِمَا عَلَى تَرْكِ الجَمَاعَةِ فيِ فَرْضٍ مِنَ المَكْتُوبَاتِ الخَمْسِ وَقَدْ وُجِدَتْ فِيْهِمْ شُرُوطُ وُجُوبِ الجَمَاعَةِ

Dosa besar kedelepan puluh lima ; Semua punduduk suatu tempat tidak melaksanakan shalat fardu berjama’ah, sedang telah memenuhi syarat untuk berjama’ah.



الكَبِيْرَةُ السَّادِسَةُ وَالثَّمَانُونَ ؛ إمَامَةُ الإِنْسَانِ لِقَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ

Dosa besar kedelapan puluh enam ; Mendirikan seorang Imam, tetapi kaumnya tidak menyukainya.



الكَبِيْرَةُ السَّابِعَةُ وَالثَّمَانُونَ وَالكَبِيْرَةُ الثَّامِنَةُ وَالثَّمَانُونَ ؛ قَطْعُ الصَّفِّ وَعَدَمُ تَسْوِيَتِهِ

Dosa besar kedelapan puluh tujuh dan delapan puluh delapan ; Memutuskan barisan shalat dan tidak meluruskannya.



الكَبِيْرَةُ التَّاسِعَةُ وَالثَّمَانُونَ ؛ مُسَابَقَةُ الإِمَامِ

Dosa besar kedelapan puluh sembilan ; Berlomba-lomba untuk menjadi imam shalat.



الكَبِيْرَةُ التِّسْعُونَ وَالحَادِيَةُ وَالتِّسْعُونَ وَالثَّانِيَةُ وَالتِّسْعُونَ ؛ رَفْعُ الْبَصَرِ إلىَ السَّمَاءِ ، وَالالْتِفَاتُ فيِ الصَّلاَةِ ، وَالاِخْتِصَارُ

Dosa besar kesembilan puluh, sembilan puluh satu dan sembilan puluh dua ; Menaikkan pandangan ke langit saat shalat, memalingkan kepala saat shalat dan mempersingkat shalat.



الكَبِيْرَةُ الثَّالِثَةُ وَالرَّابِعَةُ وَالخَامِسَةُ وَالسَّادِسَةُ وَالسَّابِعَةُ وَالثَّامِنَةُ وَالتِّسْعُونَ ؛ اتِّخَاذُ القُبُورِ مَسَاجِدَ ، وَإِيقَادُ السُّرُجِ عَلَيْهَا ، وَاِتِّخَاذُهَا أَوْثَاناً ، وَالطَّوَافُ بِهَا ، وَاسْتِلاَمُهَا ، وَالصَّلاَةُ إلَيْهَا

Dosa besar kesembilan puluh tiga, sembilan puluh empat, sembilan puluh lima, sembilan puluh enam, sembilan puluh tujuh dan sembilan puluh delapan ; Menjadikan kuburan sebagai mesjid, Menyalakan penerangan di kuburan, Menyembah kuburan, Towaf di kuburan, Mencium dari jauh pada kuburan dan shalat diatas kuburan. (Tujuan menyembah kuburan).



الكَبِيْرَةُ التَّاسِعَةُ وَالتِّسْعُونَ ؛ سَفَرُ الإِنْسَانِ وَحْدَهُ

Dosa besar kesembilan puluh sembilan ; Berpergian sendiri (yang dipastikan akan membahyakan dirinya).



الكَبِيْرَةُ المِائَةُ ؛ سَفَرُ المَرْأَةِ وَحْدَهَا بِطَرِيْقٍ تَخَافُ فِيْهَا عَلَى بُضْعِهَا

Dosa besar keseratus ; Berpergian sendiri bagi wanita (yang dipastikan akan membahayakan kehormatan dirinya).



NB : HISABLAH DIRIMU SENDIRI SEBELUM KAU DI HISAB OLEH AMAL & ILMU-MU



Semua dosa besar yang tercatat dalam kitab Al-I'tirof Al-Kabair trdapat 467 macam dosa besar, pada kesempatan ini kami baru menuangkan 100 macam saja, semoga kiranya hal ini dapat bermanfaat, amien.



PENGERTIAN TASAWWUF

III.MUQODDIMAH ILMU TASAWUF



Ketika akan mempelajari ilmu Tasawuf, maka saya katakan



حَدُّهُ عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ أَحْواَلُ النَّفْسِ وَصِفاَتِهاَ الذَّمِيْمَةِ وَالحَمِيْدَةِ



1. Batasan ( definisi )

Batasan ilmu Tasawuf adalah suatu ilmu yang menjadi pedoman untuk mengetahui keadaan hawa nafsu setiap orang dan sifat-sifatnya, baik sifat-sifat yang tercela ataupun sifat-sifat yang terpuji.



وَمَوْضُوعُهُ النَّفْسُ مِنْ حَيْثُ ماَيُعْرَضُ لَهاَ مِنَ الأَحْواَلِ وَالصِّفاَتِ



2. Penempatan ( ruang lingkup )

Penempatan atau letak ilmu Tasawuf adalah menerangkan hawa nafsu sekiranya dari membicarakan yang terjadi padanya baik dari sisi keadaan ataupun dari sisi sifat-sifatnya.



وَثَمْرَتُهُ التَّوَصُلُ بِهِ إِلىَ تَخْلِيَّةِ القَلْبِ عَنِ الأَغْياَرِ وَتَحْلِيَّتِهِ بِمُشاَهَداَتِ المُلُكِ الغَفَّارِ



3. Buah ( hasilnya )

Hasil mempelajari ilmu Tasawuf adalah sebagai penghubung untuk dapat mengosongkan hati dari setiap selain Allah Swt dan menghiasi hati dengan menyaksikan Allah Yang Maha Raja nan Maha pengampun.



وَفَضْلُهُ فَوْقاَنُهُ عَلَى ساَئِرِ العُلُوْمِ مِنْ جِهَةِ أَنَّهُ يُوْصِلُ إِلىَ تَخْلِيَّةِ القَلْبِ عَنِ الأَغْياَرِ وَتَحْلِيَّتِهِ بِمُشاَهَداَتِ المُلُكِ الغَفَّارِ



4. Keutamaan ( kelebihannya )

Keutamaan ilmu Tasawuf adalah melebihi keutamaan ilmu yang lain di lihat dari sisi bah ilmu Tasawuf akan menghubungkan untuk dapat mengosong-kan hati dari setiap selain Allah Swt dan menghiasi hati dengan menyaksikan Allah Yang Maha Raja nan Maha pengampun.



وَنِسْبَتهُ لِلْعُلُوْمِ فَهِىَ أَنَّهُ أَصْلُ كُلِّ عِلْمٍ وَماَسِواَهُ فَرْعٌ وَنِسْبَتُهُ لِلْباَطِنِ كَنِسْبَةِ الفِقْهِ إِلىَ الظَّاهِرِ



5. Perbandingan ilmu Tasawuf dengan Ilmu lainnya

Perbandingan ilmu Tasawuf dengan ilmu-ilmu lainnya adalah bahwa ilmu Tasawuf adalah dasar bagi setiap ilmu dan selain ilmu Tasawuf adalah cabang-cabangnya. Dan perbandingan ilmu Tasawuf dengan batin adalah seperti ilmu Fiqih pada ilmu dohir.



وَوَاضِعُوْهُ فَهُمْ الأَئِمَّةُ الأَعْياَنِ العاَرِفُوْنَ بِرَبِّهِمْ المَناَنِ كاَلشَّيْخِ ابْنِ عَطاَءِ اللهِ وَالإِماَمِ الغاَزَلىِ وَغَيْرِ ذَلِكَ



6. Pencipta ( penyusun )

Pencipta ilmu Tasawuf adalah para Imam hakikat yaitumereka yang makrifat kepada Tuhannya Yang Maha memberi, seperti Syekh Ibnu ‘Athoillah,Al-Imam Al-Gozaliy dan lain sebagainya.

Pencipta di sini artinya adalah mereka yang menulis serta menyusun buku-buku Tasawuf dan menyangkal faham-faham sesat yang di kemukakan kaum Mu’tazilah atau kaum-kaum sesat lainnya, pencipta disini diartikan menulis kitab-kitab tentang pelajaran Tasawuf karena tidaklah betul ilmu Tasawuf diciptakan oleh mereka secara sesunguhnya, karena ilmu tasawuf telah ada di bawa oleh setiap nabi-nabi dari semenjak Nabi Adam as. Hingga zaman baginda Nabi Muhammad di hari Qiyamah.



وَاسْمُهُ عِلْمُ التَّصَوُفِ أَوْ عِلْمُ الأَخْلاَقِ



7. Nama

Ilmu ini di namakan dengan ilmu “Tasawuf” artinya ilmu sufistik, atau di sebut juga dengan ilmu akhlaq, dalam melatih serta mengendalikan hawa nafsu.

وَاسْتِمْدَادُهُ مِنَ كَلاَمِ اللهِ وَكَلاَمِ رَسُوْلِهِ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْناَنٍ وَذَوِى اليَقِيْنِ وَالعِرْفاَنِ



8. Nara Sumber

Sumber ilmu Tasawuf adalah dari firman-firman Allah Swt, sabda-sabda Nabi rasulullah Saw yaitu penghulu dari keturunan Adnan, dan juga dari para Ulama yang memiliki keyakinan yang sungguh dan para ahli makrifat.



وَحُكْمُهُ الوُجُوْبُ العَيْنِى عَلَى كُلِّ مُكَلِّفٍ , وَذَلِكَ ِلأَنَّهُ كَماَيَجِبُ تَعَلُّمُ ماَيُصْلِحُ الظَّاهِرَ كَذَلِكَ يَجِبُ تَعَلُّمُ ماَيُصْلِحُ الباَطِنَ



9. Hukum

Hukum mempelajari ilmu Tasawuf adalah wajib ‘Aeni atas setiap mukallaf hukum demikan dikarenakan bahwa sesungguhnya sebagaimana diwajibkan mempelajari ilmu yang memperbaiki dohir (ilmu Fiqih) demikian juga diwajibkan untuk mempelajari ilmu yang memperbaiki batin (ilmu Tasawuf).



وَمَسَائِلُهُ اَلقَضاَياَ الَّتِى يُبْحِثُ فِيْهاَ عَنْ عَواَرِضِهِ الذَّاتِيَّةِ كاَلفَناَءِ وَالبَقاَءِ وَالمُراَقَبَةِ وَغَيْرِ ذَلِكَ



10. Masalah-masalah ( perihal )

Masalah-masalah ilmu Tasawuf adalah kaidah-kaidah yang membahas sifat-sifat hawa nafsu yang berjenis Dzat, seperti kebinasaan, kekekalan, pendekatan diri kepada Allah Swt dan lain sebagainya.





IV. URAIAN BISMILLAH VERSI ILMU TASAWUF



وَالآنَ نُشَرِعُ فىِ فَنِّ التَّصَوُفِ فَيَنْبَغِى عَلَيْنَا أَنْ نَتَكلَّمَ ِبِطَرْفِ البَسْمَلَةِ مِمَّايُنَسِبُ الفَنَّ التَّصَوُفِ



Ketika saat ini kita hendak mempelajari ilmu Tasawuf maka selayaknya kita terlebih dulu membicarakan sepucuk uraian bahasan Bismillah sesuai dengan ilmu Tasawuf.



فَنَقُولُ أَنَّ مِمَّايَتَعَلَقُ بِالبَسْمَلَةِ مِنَ المَعاَنىِ الدَّقِيْقَةِ ماَقِيْلَ ؛ إِنَّ الباَءَ بَهاَءُ اللهِ وَالسِّيْنُ سَناَءُ اللهِ وَالمِيْمُ مَجْدُ اللهِ



Maka kami katakan bahwa diantara makna-makna halus yang berkaitan dengan Bismillah adalah seperti dikatakan ; bahwa huruf Ba artinya keagungan Allah, huruf Sin artinya keluhuran derajat Allah dan huruf Mim artinya kemuliaan Allah.



وَقِيْلَ الباَءُ بُكاَءُ التَّائِبِيْنَ وَالسِّيْنُ سَهْوُ الغاَفِلِيْنَ وَالمِيْمُ مَغْفِرَتُهُ لِلْمُذْنِبِيْنَ



Dan disebutkan ; huruf Ba artinya tangisan orang-orang yang bertaubat, huruf Sin artinya lalainya orang-orang lupa dan huruf Mim artinya ampunan Allah Swt kepada orang-orang yang berdosa.

وَقاَلَ بَعْضُ الصُّوْفِيَّةِ ؛ أَللهُ ِلأَهْلِ الصَّفاَ الرَّحْمَنُ ِلأَهْلِ الوَفاَ الرَّحِيْمُ ِلأَهْلِ الجَفاَ



Sebagian Ulama ahli Tasawuf berkata ; dalam kalimat Bismillah Allah adalah bagi ahli shofa (yang suci hatinya), Ar-Rohmaan adalah bagi ahli Wafa (yang dikabulkan permohonannya) dan Ar-Rohiim adalah bagi ahli Jafa (jahat dan durhaka kepada Allah Swt).



وَقاَلُوْا أَوْدَعَ اللهُ جَمِيْعَ العُلُوْمِ فىِ الباَءِ أَىْ بىِ كاَنَ وَبىِ يَكُوْنُ ماَ يَكُوْنُ , فَوُجُوْدُ العَواَلِمِ بىِ وَلَيْسَ لِغَيْرِى وُجُوْدٌ حَقِيْقِىٌ إِلاَّ بِالإِسْمِ وَهُوَ مَعْنَى قَوْلِهِمْ ؛ ماَنَظَرْتُ فىِ شَيْءٍ إِلاَّ وَرَأَيْتُ اللهَ فِيْهِ أَوْ قَبْلَهُ



Para Ulama ahli Tasawuf atau ahli makrifat berkata ; Allah menyimpan semua ilmu pada huruf Ba, artinya “OlehKU telah terjadi sesuatu telah terjadi, olehKU pula akan terjadi sesuatu akan terjadi”. Oleh karenanya wujud semua alam adalah sebab Aku, dan selain Aku tidak ada wujud yang hakiki kecuali dengan nama-Ku, hal ini adalah makna pendapat para Ulama ahli makrifat, yaitu “Tidak semata-mata aku melihat sesuatu perkara melainkan aku melihat Allah Swt akan ada-nya perkara itu atau sebelum adanya perkara itu”



وَالرَّحْمَنُ أَيْضاً ؛ كَثِيْرُ الرَّحْمَةِ وَرَحْمَتُهُ عاَمَّةٌ عَلَى جَمِيْعِ مَخْلُوْقاَتِهِ فَيَنْبَغِى لِكُلِّ شَخْصٍ أَنْ يَرْحَمَ أَخاَهُ لِلْمُواَفَقَةِ لَهُ عَزَّ وَجَلَّ



Lafadz Ar-Rohmaan juga mengandung makna ; banyak kasih sayang, dan rahmat Allah adalah menyeluruh kepada semua makhluk-Nya, oleh karena itu setiap orang selayaknya dapat mengasihi sesama saudaranya, menyamai dengan kasih sayang yang terkandung dalam lafadz Ar-Rohmaan, yaitu sifat Allah Yang Maha luhur nan Maha Mulia.






oooOO*OOooo




ILMU TAUHID (Mengenal Allah)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Dengan menyebut nama Allah

Yang Maha pengasih lagi Maha penyayang




يَنْبَغِى لِكُـلِّ شَارِعٍ فِى فَنٍّ مِنَ الفُنُونِ أَنْ يَتَصَوَّرَهُ وَيُعَرِّفَهُ قَبْلَ الشُّرُوْعِ فِيْهِ لِيَكُونَ عَلَى بَصِيْرَةٍ فِيْهِ وَيَحْصُلُ التَّصَوُّرُ بِمَعْرِفَةِ المَباَدِى العَشَرَةِ المَنْظُومَةِ فىِ قَولِ بَعْضِهِمْ ؛



Seyogia yang mengandung pahala sunnah bagi setiap orang yang hendak mempelajari suatu ilmu, terlebih dahulu harus mengetahui uraian-uraian ilmu yang akan di pelajari, dengan harapan agar dapat mewaspadai ilmu yang akan di pelajari, dan uraian-uraian ilmu itu adalah dengan cara megenali 10 macam kerangka ilmu, sebagaimana penjelasan sya’ir yang di abadikan sebagian Ulama :



إِنَّ مَباَدِى كُـلَّ فَنٍّ عَشْـرَةُ الحَـدُّ وَالمَوْضُوعُ ثُمَّ الثَّـمْرَةُ

وَفَضْـلُهُ وَنِسْـبَةٌ وَالوَاضِـعُ الإِسْمُ الإِسْتِمْدَادُ حُكْمُ الشَّارِعُ

مَسَائِلٌ وَالبَعْضُ بِالبَعْضِ اكْتَفَى وَمَنْ دَرَى الجَمِيْعَ حَازَ الشَّرَفاَ



- Sesungguhnya kerangka ilmu itu berjumlah sepuluh

Definisinya(1), penempatannnya(2) serta hasilnya(3)

- Keutamaannya(4), perbandingannya(5) dan Harapan (6)

  Namanya (7), sumbernya (8), hukum agamanya(9)

- Dan masalah-masalahnya(10), cukup diuraikan sebagian

Namun siapa uraikan semua, kan dapat kemuliaan



Demikianlah latar belakang penyusunan Mabade’ Ilmu artinya kerangka suatu ilmu dan hal ini disebut Muqoddimah ilmu artinya Pendahuluan suatu ilmu hingga diketahui seberapa besar pentingnya mempelajari ilmu tersebut dan juga hal yang lainnya. Dalam risalah ini kami tuangkan 3 bidang studi, yaitu Tauhid, Fiqih dan Tasawuf, berikut rinciannya ;



1. MUQODDIMAH ILMU TAUHID

Ketika akan mempelajari ilmu Tauhid, maka saya katakan ;



حَدُّهُ عِلْمٌ يَقْتدِرُ بِهِ عَلىَ إِثبْاَتِ العَقَائِدِ الدِّنِيَّةِ مُكْتَسِبٌ مِنْ أَدِلَّتِهَا اليَقِيْنِيَّةِ


1. Batasan ( Definisi )

Ilmu Tauhid adalah suatu ilmu yang menjadi pedoman untuk menetapkan aqidah agama Islam yang berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan.



وَمَوْضُوعُهُ ذَاتُ اللهِ تَعاَلىَ وَصِفَاتُهُ بِحَيْثُ ماَيَجِبُ لَهُ وَماَ يَسْتَحِيْلُ وَماَيَجُوْزُ وَذَاتُ الرُّسُلِ كَذَلِكَ وَالمُمْكِنُ مِنْ حَيْثُ أَنَّهُ يُتَوَصَلُ بِهِ اِلىَ وُجُودِ صَانِعِهِ وَالمُسْمَعِيَّاتِ مِنْ حَيْثُ اِعْتِقَادِهَا بِذَاتِهِ تَعَالىَ وَذَاتِ رُسُلِهِ وَماَيَنْبَعُ مِنْ ذَلِكَ


2. Penempatan ( ruang lingkup ) 

Penempatan ilmu tauhid adalah menerangkan Dzat dan sifat Allah sekiranya sesuatu yang wajib, yang mustahil dan Hak preogratif di Allah Swt, menerangkan Dzat dan sifat para Rosul ( utusan Allah ), menerangkan sesuatu yang mungkin, sekiranya menjadi dalil atas wujud Allah Swt, serta menerangkan sesuatu yang terdengar, yang harus di yakini pada Dzat Allah dan Dzat para Rosul-rosul Nya, juga menerangkan yang muncul dari hal-hal demikian.



وَثَمْرَتُهُ مَعْرِفَةُ اللهِ وَصِفَاتهُ بِالبُرْهَانِ القَطْعِيَّةِ وَالفَوْزُ بِالسَّعَادَةِ الأَبَدِيَّةِ


3. Buah ( hasilnya ) 

Hasil mempelajari ilmu tauhid adalah mengenal Allah dan sifat-sifatnya dengan berdasarkan dalil-dalil yang pasti serta mendapatkan kebahagiaan yang kekal



وَفَضْلُهُ مَعْرِفَةُ مَايُطْلَبُ اِعْتِقَادُهُ


4. Keutamaan ( kelebihannya ) 

Keutamaan ilmu tauhid adalah mengenal sesuatu yang harus di yakini hingga menjadi sebuah aqidah atau keyakinan di dalam agama Islam.



وَنِسْبَتهُ أَنَّهُ أَصْلُ العُلُوْمِ وَماَسِوَاهُ فَرْعٌ


5. Perbandingan ilmu tauhid dengan Ilmu lainnya 

Perbandingan ilmu tauhid dengan ilmu-ilmu lainnya adalah bahwa ilmu tauhid adalah akar atau sumber semua ilmu dan selain ilmu tauhid adalah cabang-cabangnya.



وَوَاضِعُهُ أَبُو الحَسَنِ الأَشْعَرِى وَمَنْ تَبِعَهُ وَأَبُو مَنْصُوْرِ الماَتُرِدِى وَمَنْ تَبِعَهُ بِمَعْنَى أَنَّهُمْ دَوَّنوُا كُتُبَهُ وَرَدُّوْا الشِّبْهَ الَّتِىْ أَوْرَدَتْهَا المُعْتَزِلَةُ وَاِلاَ فَلاَيَصِحُّ ِلأَنَّ التَّوْحِيْدَ جَاءَ بِهِ كُلُّ نَبِىٍّ مِنْ لَدُنِ أَدَمَ إِلىَ يَوْمِ القِيَامَةِ


6:Harapan kajian Tauhid
Tauhid dan menyangkal faham-faham sesat yang di kemukakan kaum Mu’tazilah atau kaum-kaum sesat lainnya, pencipta disini diartikan sebagai menulis kitab-kitab tentang pelajaran tauhid, karena tidaklah betul ilmu tauhid diciptakan oleh mereka secara sesunguh-nya, karena ilmu tauhid telah ada di bawa oleh setiap nabi-nabi semenjak Nabi Adam hingga zaman Nabi Muhammad Saw.



وَاسْمُهُ عِلْمُ التَّوْحِيْدِ لأَنَّ مَبْحَثَ الوَحْدَانِيَّةِ أَشْهَرُ مَباَحِثهِ , وَيُسَمىَّ أَيْضًا عِلْمُ الْكَلاَمِ لأَنَّ المُتَقَدِّمِيْنَ كاَنوُا يَقُولُونَهُ فىِ التَرْجَمَةِ عَنْ مَباَحِثِ الكَلاَمِ


7. Nama ( namanya ) 

Ilmu ini dinamakan dengan ilmu “Tauhid” artinya meng-ESA-kan, karena bahasan meng-esakan Allah dalam ilmu ini lebih populer dari pada bahasan yang lainnya, dinamakan pula dengan ilmu “Kalam” karena Ulama terdahulu sering mengatakan ilmu tauhid ini dengan sebutan ilmu kalam di dalam menterjemahkan bahasan-bahasan ilmu ini.



وَاسْتِمْدَادُهُ مِنَ الأَدِلَّةِ العَقْلِيَّةِ وَالنَّقْلِيَّةِ القُرْآنِ وَالحَدِيْثِ


8. Nara Sumber 

Sumber ilmu tauhid adalah dari dalil-dalil logika dan dalil-dalil Naqliyyah (referensi) dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.

وَحُكْمُهُ شَرْعًا وُجُوْبُ العَيْنِى عَلىَ كُلِّ مُكَلَّفٍ وَكَذَا طَلَبٌ فِيْهِ


9. Hukum Agama 

Hukum mempelajari ilmu tauhid menurut agama Islam adalah wajib ‘Aeni (kewajiban Individu) atas setiap mukallaf (balig berakal) demikan juga sama halnya menuntut ilmu tersebut juga hukumnya wajib ‘Aeni.



وَمَسَائِلُهُ اَلقَـضاَياَ الباَحِـثَةُ عَنِ الواَجِباَتِ وَالجَائِزاَتِ وَالمُسْتَحِيْلاَتِ


10. Masalah-masalah ( perihal ) 

Masalah-masalah ilmu tauhid adalah kaidah-kaidah yang membahas hal-hal wajib, membahas hak-hak preogratif dan juga membahas hal-hal yang mustahil.




II. URAIAN BISMILLAH secara ILMU TAUHID



وَيَنْبَغِى أَيْضًا لِكُلِّ شَارِعٍ فِى فَنٍّ مِنَ الفُنُونِ أَنْ يَتَكَلَّمَ بِطَرْفِ البَسْمَلَةِ مِمَّايُنَسِبُ ذَلِكَ الفَنَّ وَفَاءً بِحَقِّ البَسْمَلَةِ وَوَفَاءً ِبِحَقِّ الفَنِّ المَشْرُوعِ , وَحَقُّ الفَنِّ أَنْ يَتَكَلَّمَ الشاَّرِعُ بِطَرْفِ البَسْمَلَةِ مِمَّايُنَاسِبُ ذَلِكَ الفَنَّ المَشْروُعِ , وَحَقُّ البَسْمَلَةِ أَنْ لاَيَتْرُكَ الكَلاَمَ عَلىَ البَسْمَلَةِ رَأْسًا



Seyogya yang mengandung nilai pahala sunnah juga, bagi orang yang hendak mempelajari sebuah ilmu adalah agar mengenali sepucuk uraian Bismillah menurut ilmu yang akan di pelajari, karena mengenal sepucuk uraian Bismillah adalah memenuhi hak Bismillah dan memenuhi hak ilmu yang di pelajari, hak ilmu adalah harus membicarakan sepucuk bahasan Bismillah sesuai dengan ilmu tersebut, sedang hak Bismillah ialah sedikitpun tidak meninggalkan membicarakan bahasan uraian Bismillah.



وَالآنَ نُشَرِعُ فىِ فَنِّ التَّوْحِيْدِ فَيَنْبَغِى عَلَيْنَا أَنْ نَتَكلَّمَ ِبِطَرْفِ البَسْمَلَةِ مِمَّايُنَسِبُ الفَنَّ التوَّحِيْدِ



Saat ini kita hendak mempelajari ilmu tauhid maka selayak-nya kita terlebih dulu membicarakan sepucuk uraian bahasan Bismillah sesuai dengan ilmu Tauhid.



فَنَقُولُ أَنَّ حَرْفَ البَاءَ فىِ البسْمَلَةِ إِمَّا لِلْمُصَاحَبَةِ عَلىَ وَجْهِ التَّبَارُكِ أَوِْللأِسْتِعَانَةِ كَذَلِكْ وَلاَمَانِع مِنَ الأِسْتِعَانَةِ بِاِسْمِهِ تَعَالَى كَمَايُسْتَعَانُ بِذَاتِهِ



Maka kami katakan bahwa huruf Ba pada permulaan kalimat Bismillah adakalanya mengandung arti kebersamaan dengan Allah dari sisi memohon keberkahan dengan menyebut nama Allah, adakalanya mengandung arti memohon pertolongan pada Dzat Allah dengan menyebut nama Nya, dan tidak terlarang memohon pada nama Allah Swt sebagaimana memohon pertolongan pada Dzat Nya.



وَالأَوْلىَ جَعْلُهَا لِلْمُصَاحَبَةِ عَلىَ وَجْهِ التَّبَارُكِ أَوْ عَلىَ وَجْهِ الأِسْتِعَانَةِ بِذَاتِه تَعَالىَ ِلأَنَّ جَعْلَهَا لِلأِسْتِعَانَةِ بِاِسْمِهِ إِسَاءَةُ الأَدَابِ



Dan yang paling utama adalah menafsirkan arti huruf Ba tersebut dengan arti kebersamaan dari sisi memohon keberkahan dengan menyebut nama Allah Swt. Atau dengan arti memohon pertolongan pada Dzat Allah, karena memohon pertolongan pada nama Allah adalah perbuatan tercela yang tercela.



ِلأَنَّ الإِسْتِعَانَةَ تَدْخُلُ عَلىَ الآلَةِ فَيَلْزَمُ عَلَيْهَا جَعْلُ إِسْمِ اللهِ مَقْصُودًا لِغَيْرِهِ لاَ لِذَاتِهِ



Karena memohon pertolongan pengertianya akan masuk pada penggunaan alat, seandainya memohon pertolongan itu pada nama Allah, maka nama Allah di jadikan sebagai alat yang memungkinkan maksud pada selain Allah, bukan tujuan pada Dzat Allah Swt.



Memungkinkan bermaksud atau bertujuan memohon kepada selain Allah adalah terlarang dan menimbulkan kekufuran.



اِلاَّ أَنْ يُقَالَ أَنَّ مِنْ جَعْلِهَا لِلأِسْتِعَانَةِ بِاسْمِهِ نَظْرًا اِلىَ جِهَةِ الأُخْرَى وَهِىَ أَنَّ الفَعْلَ المَشْرُوْعُ فِيْهِ لاَ يَتِمُّ عَلىَ وَجْهِ الأَكْمَلِ اِلاَّ بِاِسْمِهِ تَعَالىَ لَكِنْ قَدْ يُقَالُ مَظَنَّةُ الأِسَاءَةِ الأَدَابِ مَازَالَتْ مَوْجُوْدَةً



Kecuali apabila diucapkan, bahwa menjadikan arti huruf Ba dengan memohon pertolongan pada nama Allah swt, adalah karena melirik ke sisi lain, yaitu melirik pada pengakuan alasannya, bahwa perbuatan yang hendak dilakukan seiring membaca Bismillah adalah tidak sempurna kecuali dengan menyebut nama Allah.



Akan tetapi pengakuan alasan ini seperti inipun masih rentan menimbulkan dugaan yang salah hingga berakibat kekufuran yang selalu ada karenanya.



Kesimpulannya bahwa huruf Ba tidak boleh diartikan memohon pertolongan kepada nama Allah Swt, akan tetapi sesungguhnya memohon pertolongan itu adalah pada Dzat Allah Swt, bukanlah pada nama.



وَمَعْنَى الباَءِ الإِشاَرِىُّ بِى كَانَ مَاكَانَ وَبِى يَكوُنُ مَايَكوُنُ وَحِيْنَئِذٍ يَكوُنُ فىِ البَاءِ إِشَارَةٌ اِلىَ جَمِيْعِ العَقَائِدِ ِلأَنَّ المُرَادَ بِى وَجَدَ مَاوَجَدَ وَبِى يوُجَدُ مَايوُجَدُ



Makna huruf Ba dari sisi isyarat yang terkandung di dalam-nya adalah Allah Swt berkata, “OlehKU telah terjadi sesuatu telah terjadi, olehKU pula akan terjadi sesuatu akan terjadi” dari arti ini huruf Ba merupakan pertanda dari semua unsur aqidah, karena sesungguhnya yang di maksudkan dari aqidah itu adalah :



“OlehKU telah terwujud sesuatu yang telah terwujud, olehKU pula akan terwujud sesuatu yang akan terwujud”.



وَلاَ يَكوُنُ كَذَلِكَ اِلاَّ مَنِ اتَّصَفَ بِصِفَاتِ الكَمَالِ وَتَنَزَهَ عَنْ صِفَاتِ النُّقْصاَنِ كَمَاكَرَّرَهُ بَعْضُ الأَئِمَّةِ التَّفْسِيْرِ



Tidaklah huruf Ba mengandung makna Isyarat seperti demikian, kecuali makna Isyarat tersebut terdapat pada Dzat yang memiliki sifat sempurna serta tersucikan dari sifat-sifat yang kurang, sebagaimana kandungan makna seperti itu di tetapkan oleh para Ulama-Ulama tafsir.



وَالأِسْمُ عِنْدَ البِصْرِيِّيْنَ مُشْتقٌ مِن السُّمْوٌ وَهُوَ العُلُوْ دوُنهُ ِِِِلأَنَّهُ يَعْلُوْ مُسَمَّاهُ



Kalimat “Ismu” pada Bismillah menurut Ulama-ulama kota Bashroh (Iraq) adalah diambil dari kalimat “sumwun” artinya tinggi, kalimat ismu tidak di artikan selain makna tinggi karena makna tinggi memberikan pertanda Maha tinggi nama yang di sebutnya yaitu nama Allah Swt.



وَاللهُ عَلَمٌ عَلىَ الذَّاتِ الواَجِبِ الوُجوُدِ المُسْتَحِقُّ بِجَامِيْعِ المَحَامِدِ



Nama Allah adalah sebuah nama pada Dzat yang wajib wujudnya, Dzat yang paling berhak mendapat segala pujian.



وَالرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ صِفَتاَنِ مَأْخوُذَتاَنِ مِنَ الرَّحْمَةِ بِمَعْنىَ الأِحْسَانِ لاَبِمَعْناَهَا الأَصْلِىِّ الَّذِىْ هُوَ رِقَّةٌ فىِ القَلْبِ تَقْتَضِىْ التَّفَضُّلَ وَالأِحْسَانَ ِلأِسْتِحَالَةِ ذَلِِكَ فىِ حَقِّهِ تَعَالىَ



Kalimat “Arrohman Arrohiim” adalah dua buah sifat Allah yang di ambil dari kata “Arrohmah” artinya pemberi kebaikan, kedua kalimat tersebut tidak di artikan dengan makna “Arrohmah” yang sesungguhnya yaitu kasih sayang dari dalam hati yang menimbulkan memberi penghormatan dan kebaikan pada yang di sayanginya, karena kasih sayang timbul dari lubuk hati mustahil bagi Allah Swt, Allah tidak memiliki hati.


PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI

JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...

KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN











AlkisAnnabila