Setelah manusia melewati tahapan tashdiq dan masuk kepada tingkatan keimanan, maka kelazimannya dia akan mengakui keESAan Al-Ilah. Karena pada tingkatan tashdiq, manusia sudah memiliki pengetahuan sempurna terhadap bagian-bagian proposisi HIDAYAH MUTAAWILAH & HIDAYAH MUTAWAASITHOH... IMAN 'ILMU AL-YAQIN & IMAN 'AINU AL-YAQIN .........
Keyaqinan akan keberadaan wajib al-wujud merupakan argumentasi terhadap keesaannya. Pembuktian akan keberadaan wajib al-wujud yaitu Allah swt. ( dalam istilah agama ) adalah pembuktian akan keberadaan Dzat yang maha sempurna dan tidak terbatas. Dan kelaziman dari ketidak terbatasanNya adalah keesaanNya. Dalam salah satu hadistnya : “mengetahuinNYA berarti mengesakanNYA”
Dalam pandangan Ali ra. yang dimaksud dengan ESA dan satunya Tuhan bukanlah satu dalam bilangan sehingga Dia terpisah dari yang lain dengan batasan, akan tetapi artinya tidak ada sekutu bagiNYA dan Alloh adalah wujud yang bashit dan tidak tersusun dari bagian seperti dalam ucapannya : “Satu akan tetapi bukan dengan bilangan....
ALLOH merupakan wujud yang mutlak serta maha tidak terbatas, oleh karenanya kekuatan akal dengan konsep-konsep dzihn-nya setiap kali hendak memberikan sifat ( dengan konsep-konsep ) tidak akan bisa mensifati Alloh dengan sempurna dan mensifati Alloh dengan apa yang seharusnya. Karena setiap konsep dari satu sifat berbeda dengan konsep dari sifat lain ( terlepas dari misdaq ), maka kelazimannya adalah keterbatasan mahluk
Artinya kalau kita memberikan sifat kepadaNYA berarti kita telah membandingkan ( satu sifat dengan yang lain atau antara Dzat dengan sifat ).
Ketika kita telah membandingkan / merasa wujud mahluk ini ada berarti kita menduakanNYA, ketika kita menduakanNYA berarti kita men-tajziah, ketika kita men-tajziah berarti kita tidak mengenalNYA dan seterusnya seperti yang uraikan dalam kajian Lainnya
Wujud Al-Ilah yang maha tidak terbatas tidak mungkin bisa diletakkan dalam satu wadah, baik wadah berupa suatu wujud atau dicakup dalam wadah berupa konsep kulli yang dihasilkan dari perbuatan akal. Oleh karenanya golongan yang meyakini adanya hulul pada dzat Ilah , mereka telah membatasi ALLOH dalam satu wujud makhluk tertentu. ... padahal pemahaman HULLUL itu adalah panggilan AL ILAHI pada mahluk yang di pilihNYA ,,,,,,,,
Seperti keyakinan bahwa Isa as. atau Ali ra. adalah wadah bagi wujud Tuhan, sangat jelas bahwa pandangan seperti itu sudah menyimpang dari Tauhid dan bertetangan dengan akal serta teks-teks agama seperti ucapan Ali ra. : “ barang siapa yang berkata bahwa Al-Ilah ada pada sesuatu maka ia telah menyatukanNya dengan sesutau itu, dan barang siapa yang menyatakan bahwa Alloh diatas ( diluar ) dari sesuatu itu berarti ia telah memisahkan Alloh dari sesuatu itu “.
Wujud yang maha tidak terbatas, tidak berawal & berakhir wujud yang dzohir dan bathin yg memiliki wahdat ithlaqi memiliki dua kekhususan;
pertama
ainiah wujudi : hadir secara wujud dengan semua makhluk sebagai tajalli isim-Nya
Kedua :
fauqiah wujudi :
karena wujudnya yang tidak terbatas tidak mungkin bisa dibatasi hanya pada makhluk yang terbatas ( hulul ).
Artinya wujud mutlak ini selian hadir di dalam wujud makhluk juga berada di luar wujud makhluk, sebab kalau tidak maka wujudNYA akan terbatas.
Seperti yang diutarakan oleh Imam Husein bin Ali as. ketika menafsirkan ayat “ Allah al-shamad “ maknanya adalah “ laa jaufa lahu “ atau wujudNya tidak memiliki kekosongan artinya tidak ada bagianpun dari wujud ini yang kosong dariNYA. Hal ini juga dijelaskan dalam khutbah selanjutnya :
“ bersama segala sesuatu akan tetapi tidak dengan muqaranah dan bukan segala sesuatu akan tetapi tidak jawal dan terpisah dariNYA jika ada sesuatu yang terpisah maka itu adalah pengakuan yang sesat .
Kesimpulannya bahwa filsafat yang bersenjatakan akal dengan segala kekuatannya tidak akan bisa memahami Alloh dengan apa adaNYA ( ikhathah /meliputi).
Begitu pula kekuatan amal manusia yang terbatas, karena sering tidak menyadari MAI;IYAH (kebersamaaNYA) pada setiap sesuatu yang ada, AL-ABDU tidak akan sampai pada shuhud dan hudzur pada kedalaman sifat dari wujud yang maha Agung ini... karena mahluk tidak pernah terpisah DariNYA,
Pengetahuan manusia tentang Al-ILAH selalu di iringi dengan pengakuan / merasa & lalai akan ketidak mampuan dan kelemahan pada sandaran AQAL-nya .
Pada kutbah lain Ali ra. berkata : “kekuatan fikr manusia tidak sampai kepada sifatNYA, dan hati tidak akan bisa meraih kedalamNYA tanpa panggilanNYA sendiri ... penjelasan INI makna dari penafian sifat BASYARIAH mahluk,
Menafikan asma,af'al,sifat & dzatnya Mahluk menetapkan asma,af'al,sifat & dzatNYA sendiri semuanya takkan mungkin terpisah dari MAUSUFNYA jika sesuatu yang terpisah dari mausuf maka batallah TAJALLI NYA .
Penafsiran ini dikuatkan oleh kalimat sesudahnya : “dengan kesaksian bahwa setiap sifat bukanlah mausuf dan setiap mausuf bukanlah sifat namun keduanya tak pernah terpisah & bertemu fiinnadzori al-aqli “
atau kalimat sebelumnya dari khutbah ini : : “Dzat yang sifatnya tidak memiliki batasan yang membatasinya”
KETIADAAN DIRI INI
ADALAH WAJIB HUKUMNYA KARENA HAKIKAT MAHLUK ADALA ADAMUN MAHDLUN (murni tidak ada / hudust) JADI TAUHIDKAN FILLAH BILLAH LILLAH MA'ALLOH AGAR SELAMAT DUNIA & AKHIRAT ....
SALAM RAHAYU SELALU
By: ALKISANNABILA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar