TANBIIH

الحَمـْدُ للهِ المُــوَفَّـقِ للِعُـلاَ حَمـْدً يُوَافـــِي بِرَّهُ المُتَـــكَامِــلا وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّـهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَي النَّبِيِّ المُصْطَفَىَ وَالآلِ مَــــعْ صَـــحْــبٍ وَتُبَّـاعٍ وِل إنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا تَقْوَى الإلهِ مَدَارُ كُلِّ سَعَادَةٍ وَتِبَاعُ أَهْوَى رَأْسُ شَرِّ حَبَائِلاَ إن أخوف ما أخاف على أمتي اتباع الهوى وطول الأمل إنَّ الطَّرِيقَ شَرِيعَةٌُ وَطَرِيقَةٌ وَحَقِيقَةُ فَاسْمَعْ لَهَا مَا مُثِّلا فَشَرِيعَةٌ كَسَفِينَة وَطَرِيقَةٌ كَالبَحْرِ ثُمَّ حَقِيقَةٌ دُرٌّ غَلاَ فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ وَطَرِِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ وَحَقِيقَةُ لَوُصُولُهِ لِلمَقْصِدِ وَمُشَاهَدٌ نُورُ التّجَلِّي بِانجَلاَ مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

hiasan

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI

Senin, 26 Maret 2012

MELIHAT KEBAIKAN DALAM SEGALA PERISTIWA


Sebenarnya, melihat kebaikan dalam segala hal merupakan ungkapan yang biasa. Dalam kehidupan kita sehari-hari, orang sering mengatakan, "Pasti ada kebaikan (hikmah) di balik kejadian ini," atau, "Ini merupakan berkah dari Allah."

                                                               

Biasanya, banyak orang mengucapkan ungkapan-ungkapan tersebut tanpa memahami arti sebenarnya atau semata-mata hanya mengikuti kebiasaan masyarakat yang tidak ada maknanya. Kebanyakan mereka gagal memahami arti yang sebenarnya dari ungkapan-ungkapan tersebut atau bagaimana pemahaman itu dipraktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Pada dasarnya, kebanyakan manusia tidak sadar bahwa ungkapan-ungkapan tersebut tidak sekadar untuk diucapkan, tetapi mengandung pengertian yang penting dalam kejadian sehari-hari.

Kenyataannya, kemampuan melihat kebaikan dalam setiap kejadian, apa pun kondisinya-baik yang menyenangkan maupun tidak-merupakan kualitas moral yang penting, yang timbul dari keyakinan yang tulus akan Allah, dan pendekatan tentang kehidupan yang disebabkan oleh keimanan. Pada akhirnya, pemahaman akan kebenaran ini menjadi sangat penting dalam menuntun seseorang tidak hanya untuk mencapai keberkahan hidup di dunia dan akhirat, tetapi juga juga untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tak akan berakhir.

Tanda pemahaman yang benar akan arti iman adalah tidak adanya kekecewaan akan apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini. Sebaliknya, jika seseorang gagal melihat kebaikan dalam setiap peristiwa yang terjadi dan terperangkap dalam ketakutan, kekhawatiran, keputusasaan, kesedihan, dan sentimentalisme, ini menunjukkan kurangnya kemurnian iman. Kebingungan ini harus segera dienyahkan dan kesenangan yang berasal dari keyakinan yang teguh harus diterima sebagai bagian hidup yang penting. Orang yang beriman mengetahui bahwa peristiwa yang pada awalnya terlihat tidak menyenangkan, termasuk hal-hal yang disebabkan oleh tindakannya yang salah, pada akhirnya akan bermanfaat baginya. Jika ia menyebutnya sebagai "kemalangan", "kesialan", atau "seandainya", ini hanyalah untuk menarik pelajaran dari sebuah pengalaman. Dengan kata lain, orang yang beriman mengetahui bahwa ada kebaikan dalam apa pun yang terjadi. Ia belajar dari kesalahannya dan mencari cara untuk memperbaikinya. Bagaimanapun juga, jika ia jatuh dalam kesalahan yang sama, ia ingat bahwa semuanya memiliki maksud tertentu dan mudah saja memutuskan untuk lebih berhati-hati dalam kesempatan mendatang. Bahkan jika hal yang sama terjadi puluhan kali lagi, seorang muslim harus ingat bahwa pada akhirnya peristiwa tersebut adalah untuk kebaikan dan menjadi hak Allah yang kekal. Kebenaran ini juga dinyatakan secara panjang lebar oleh Nabi saw.,

"Aku mengagumi seorang mukmin karena selalu ada kebaikan dalam setiap urusannya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur (kepada Allah) sehingga di dalamnya ada kebaikan. Jika ditimpa musibah, ia berserah diri (dan menjalankannya dengan sabar) bahwa di dalamnya ada kebaikan pula." (HR Muslim)

Hanya dalam kesadaran bahwa Allah menciptakan segalanya untuk tujuan yang baik sajalah hati seseorang akan menemukan kedamaian. Adalah sebuah keberkahan yang besar bagi orang-orang beriman bila ia memiliki pemahaman akan kenyataan ini. Seseorang yang jauh dari Islam akan menderita dalam kesengsaraan yang berkelanjutan. Ia terus-menerus hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran. Di sisi lain, orang beriman menyadari dan menghargai kenyataan bahwa ada tujuan-tujuan Ilahiah di balik ciptaan dan kehendak Allah.


Karena itu, adalah memalukan bagi orang beriman bila ia ragu-ragu dan ketakutan terus-menerus karena selalu mengharapkan kebaikan dan kejahatan. Ketidaktahuan terhadap kebenaran yang jelas dan sederhana, kekurangtelitian, dan kemalasan hanya akan mengakibatkan kesengsaraan di dunia dan di akhirat. Kita harus ingat bahwa takdir yang ditentukan Allah adalah benar-benar sempurna. Jika seseorang menyadari adanya kebaikan dalam setiap hal, dia hanya akan menemukan karunia dan maksud Ilahiah yang tersembunyi di dalam semua kejadian rumit yang saling berhubungan. Walau ia mungkin memiliki banyak hal yang mesti diperhatikannya setiap hari, seseorang yang memiliki iman yang kuat-yang dituntun oleh kearifan dan hati nurani-tidak akan membiarkan dirinya dihasut oleh tipu muslihat setan. Tak peduli bagaimanapun, kapan pun, atau di mana pun peristiwa itu terjadi, ia tidak akan pernah lupa bahwa pasti ada kebaikan di baliknya. Walaupun ia mungkin tidak segera menemukan kebaikan tersebut, apa yang benar-benar penting baginya adalah agar ia menyadari adanya tujuan akhir dari Allah.

Berkaitan dengan sifat terburu-buru manusia, mereka kadang-kadang tidak cukup sabar untuk melihat kebaikan yang ada di dalam peristiwa yang menimpa mereka. Sebaliknya, mereka menjadi lebih agresif dan nekat dalam mengejar sesuatu walaupun hal tersebut sangat bertentangan dengan kepentingan yang lebih baik. Di dalam Al-Qur`an, hal ini disebutkan,

"Dan manusia mendo'a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo'a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa." (al-Israa`: 11)

Meski demikian, seorang hamba harus berusaha melihat kebaikan dan maksud Ilahiah dalam setiap kejadian yang disodorkan Allah di depan mereka, bukannya memaksa untuk diperbudak oleh apa yang menurutnya menyenangkan dan tidak sabar untuk mendapatkan hal itu.

Walau seseorang berusaha untuk mendapatkan status finansial yang lebih baik, perubahan itu mungkin tidak pernah terwujud. Tidaklah benar jika seseorang menganggap suatu kondisi itu merugikan. Tentu saja seseorang boleh berdo'a kepada Allah untuk mendapatkan kekayaan jika kekayaan itu digunakan di jalan Allah. Bagaimanapun juga, ia harus mengetahui bahwa jika keinginannya itu tidak dikabulkan Allah, itu disebabkan alasan tertentu. Mungkin saja bertambahnya kekayaan sebelum matangnya kualitas spiritual seseorang dapat mengubahnya menjadi orang yang gampang diperdaya oleh setan. Banyak alasan Ilahiah lainnya-di antaranya tidak langsung disadari atau hanya akan terlihat di akhirat-dapat mendasari terjadinya sebuah peristiwa. Seorang usahawan, misalnya, bisa saja tertinggal sebuah pertemuan yang akan menjadi pijakan penting dalam kariernya. Akan tetapi, jika saja pergi ke pertemuan itu, ia bisa tertimpa kecelakaan lalu lintas, atau jika pertemuannya diadakan di kota lain, pesawat yang ditumpanginya bisa saja jatuh.            


Tak ada seorang pun yang kebal terhadap segala peristiwa. Biasakanlah untuk melihat bahwa pada akhirnya ada suatu kebaikan dalam sebuah peristiwa yang pada awalnya terlihat merugikan. Meski demikian, seseorang perlu ingat bahwa ia tidak akan selalu dapat mengetahui maksud sebuah peristiwa adalah sesuatu yang merugikan. Ini karena, sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya, kita tidak selalu beruntung dapat melihat sisi positif yang muncul. Mungkin juga Allah hanya akan menunjukkan maksud keilahian-Nya di akhirat nanti. Karena alasan itulah, yang harus dilakukan oleh orang yang ingin menyerahkannya pada takdir Allah dan memberikan kepercayaannya kepada Allah adalah menerima setiap kejadian itu-apa pun namanya-dengan keinginan untuk mencari tahu bahwa pastilah ada kebaikan di dalamnya dan kemudian menerimanya dengan senang hati.

Harus disebutkan juga bahwa melihat kebaikan dalam segala hal bukan berarti mengabaikan kenyataan dari peristiwa-peristiwa tersebut dan berpura-pura bahwa hal itu tidak pernah terjadi, atau mungkin menjadi sangat idealis. Sebaliknya, orang beriman bertanggung jawab untuk mengambil tidakan yang tepat dan mencoba semua cara yang dianggap perlu untuk memecahkan masalah. Kepasrahan orang yang beriman tidak boleh dicampuradukkan dengan cara orang lain, yang karena pemahaman yang tidak sempurna tentang hal ini, mereka tetap saja tidak acuh terhadap apa pun yang terjadi di sekitar mereka dan optimis tetapi tidak realistis. Mereka tidak bisa membuat keputusan yang rasional ataupun menjalankan keputusan tersebut. Ini dikarenakan yang ada pada mereka adalah optimistis yang melenakan dan kekanak-kanakan, bukan mencari pemecahan masalah. Sebagai contoh, ketika seseorang didiagnosis menderita penyakit yang serius, keadaannya saat itu mungkin paling parah sampai pada titik fatal yang diabaikannya selama masa pengobatan. Contoh lainnya, jika seseorang tidak menyadari pentingnya mengamankan harta bendanya, walau ia pernah mengalami pencurian, besar kemungkinan akan menjadi korban lagi dari kejadian serupa itu.

Pastilah cara-cara tersebut jauh dari sikap menaruh kepercayaan kepada Allah dan dari "melihat kebaikan dalam segala hal". Pada hakikatnya, sikap tersebut berarti ceroboh. Kebalikannya, orang yang beriman harus berusaha mengendalikan situasi sepenuhnya. Pada dasarnya, sikap yang menuntun diri mereka ini adalah suatu bentuk "penghambaan", karena ketika mereka terlibat dalam situasi tersebut, pikiran mereka dikuasai oleh ingatan akan kenyataan bahwa Allahlah yang membuat peristiwa itu terjadi.

Di dalam Al-Qur`an, Allah menghubungkan kisah para nabi dan orang beriman sebagai contoh bagi mereka yang sadar akan hal ini. Inilah yang harus diteladani oleh seorang mukmin. Sebagai contoh, sikap yang merupakan respons Nabi Huud terhadap kaumnya menunjukkan penyerahan total dan rasa percayanya yang kokoh kepada Allah, walaupun ia mendapatkan perlakuan yang buruk.

"Kaum 'Aad berkata, 'Wahai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan memercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.' Huud menjawab, 'Sesungguhnya, aku menjadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya, aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya, Tuhanku di atas jalan yang lurus.' Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya, Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu." (Huud: 53-57)

Kepastian Hukum Alam (TAQDIR)



“Ini disebabkan karena apa yang dilakukan oleh tangan-tanganmu lebih dahulu. Allah tiada pernah menganiaya hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali-Imran: 182)

                                                                

 Masalah takdir ini tidaklah sesederhana seperti yang diperkirakan. Ini tidak hanya menyangkut ketetapan aspek fisika saja seperti rotasi atau evolusi bumi saja, tetapi menyangkut tentang ketetapan-ketetapan aspek berpikir dan aspek sosial yang tampaknya sedemikian abstrak.



 Kata-kata yang menyatakan itu adalah “abstrak”, banyak factor “X” nya, adalah suatu pemikiran yang tidak tuntas, atau suatu ‘jalan pintas’ untuk menutupi ketidak mampuan, di dalam membaca persoalan manusia. Mereka telah terpengaruh dengan literatur-literatur yang tidak berorentasi pada kebenaran Al-Qur’an yang telah membuat hal-hal yang mencakup factor “X” tersebut secara jelas dan konkrit bahkan, berikut contoh-contohnya.



 Sebagai contoh, para orientalis barat sedang sibuk-sibuknya menggali konsep EQ. Kita seperti ‘membeo’ dan ‘mengekor’ para orientalis tersebut, sibuk mencari hakikat dari EQ yang diributkan itu. Padahal, EQ iut sebenarnya adalah akhlak, dan hal itu sebenarnya telah ada dalam diri Rasulullah. Inilah yang menyebabkan terjadinya suatu pemikiran bahwa ilmu sosial adalah ilmu yang tidak pasti. Saya tidak sependapat apabila ilmu sosial tidak disebut sebagai ilmu pasti. Takdir akan ketetapan Ilmu sosial pun sebenarnya ilmu pasti, hukum-hukumnya, seperti sebab-sebab yang ditimbulkan dari suatu pemikiran atau tindakkan pun bersifat pasti. Sekali lagi, yang tidak pasti itu adalah pilihan manusianya, bukan hukum-hukum sosialnya. Sebagai contoh, teori “aksi min reaksi” atau hukum sebab akibat dari fisika, juga bisa dirasakan secara psikologis atau pada lingkungan sosial. Contohnya, apabila anda menyakiti orang lain maka orang lain pun akan bisa berbuat yang sama kepada anda. Apabila dia tidak membalas, entah mungkin bapaknya yang akan menegur atau membalaskan pada anda. Seandainya belum ada yang membalas, niscaya pada “hari pembalasan” hal itu akan di urus oleh Tuhan. Tak perlu terlalu jauh, orang yang disakiti pasti akan kecewa, dan biasanya hal itu akan di ingat. Reaksinya adalah tabungan kepercayaan anda akan terkuras habis akibat perbuatan itu. Niscaya ia tidak akan mempercayai anda lagi.



 “Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.” Begitu juga belas kasih yang tulus selalu mengalir kepada orang yang rendah hati. Sangat jarang belas kasih diberikan kepada orang yang sombong dan kuat, kecuali tentu saja ada maksud-maksud “tertentu” yang tersembunyi di belakangnya. Contoh lain, cobalah anda berdiri tegak, sementara semua orang jongkok atau merunduk, maka anda akan merasa lebih nyaman untuk berada pada posisi yang sama atau sejajar. Begitu pula sebaliknya, anda sedang jongkok atau merunduk, di hadapan anda ada orang lain yang berdiri tegak, apa yang anda rasakan? Tentunya anda akan segera berdiri tegak untuk menyamakan posisi. Kecuali ada hal-hal lain yang mempengaruhinya, seperti kaki sedang sakit, dan lain-lain. Sunnatullah (ketetapan Allah) inilah yang kadang lepas dari perhatian kita. Dan hal-hal tertentu itu jumlahnya banyak sekali, namun tetap masih bisa di prediksi, dengan ilmu pengatahuan dalam Al-Qur’an.



 Sunnatullah (ketetapan Allah) itu adalah suara-suara hati, dorongan-dorongan mendasar yang berasal dari sifat-sifat Allah (Asmaul Husna). Namun harus di ingat bahwa setiap orang memiliki prioritas-prioritas yang berbeda untuk menetukan tindakan dan pemikiran seperti apa yang akan dilakukan. Setiap dorongan fitrah itu, pastilah bersumber dari salah satu sifat Allah atau lebih, yang dipilih secara bebas oleh setiap manusia. Di sanalah letak perbedaan-perbedaan manusia yang sesungguhnya, yaitu sebuah kepentingan. Disanalah sering terjadi perbedaan pendapat, bahkan bisa menimbulkan suatu peperangan antar bangsa yang dapat menelan jutaan nyawa manusia.



 Itulah sebabnya Al-Qur’an diturunkan, yang merupakan pengejawantahan dari sifat-sifat Ilahiyah yang di aplikasikan dalam stu Ke-Esa-an Tuhan dan dalam satu kesatuan Tauhid-Nya. Alasan itulah yang membuat saya beranimenarik sebuah kesimpulan bahwa ilmu sosial harus didekati dengan pendekatan ilmu pasti. Ilmu sosial merupakan ilmu yang lebih kompleks dibandingkan dengan gejala-gejala alamiah yang menjadi obyek ilmu pasti. Ilmu sosial mempelajari tingkah laku manusia beserta gejala-gejala sosial yang ditimbulkannya. Dengan tidak mengesampingkan penelitian dahulu, saya berasumsi bahwa sebenarnya dalam Al-Qur’an telah terdapat formula yang dapat menjelaskan dan menjadi solusi bagi gejala sosial, dalam hal ini obyek pengamatan sosial.

 Sekarang tentu anda bertanya kepada saya, apabila ilmu sosial itu diidentikkan sebagai ilmu pasti, lantas apa yang menjadi dasar teori-teori ilmu sosial tersebut? Saya akan menjawab bahwa Al-Qur’an lah dasar teori (basic principles) dari ilmu sosial yang sangat rumit dan abstrak itu. Sebagai contoh sederhana, kalimat-kalimat bijaksana (wise words) atau kata-kata mutiara yang dirasa sesuai dengan suara hati, pun bisa menjadi suatu teori, dan teori dalam ilmu sosial banyak disebut orang sebagai filsafat, tetapi juga isyarat (tirgger) berbagai keilmuan yang dilengkapi dengan contoh-contoh kongkrit dan petunjuk pelaksanaan yang sangat membumi (workable)                         



 Permasalahannya sekarang adalah para cendikiawan dan ahli-ahli ilmu sosial tidak mau atau ‘kurang’ keinginannya untuk membahas Al-Qur’an secara mendalam, karena mereka mengalami ‘distorsi’ dan menganggap Al-Qur’an hanya mengajarkan ilmu gama saja (sekularistik). Bahkan yang menyedihkan, seolah-olah Al-Qur’an dianggap seperti mantera-mantera saja. Padahal disanalah pusat dari kecerdasan emosi dan spiritual atau ESQ (Emotional and Spiritual Quotient), bahkan lebih hebat lagi dari itu semua. Masih dibutuhkan suatu upaya besar untuk menggeser paradigma (paradigm shift) yang keliru ini, demi kemakmuran dan kesejahteraan bumi, yang berazaskan pada keteraturan seperti yang ada dalam Al-Qur’an Al-Karim.



 Seandainya Ilmu sosial itu tidak didekati dengan pendekatan ilmu pasti, bagaimana mungkin manusia akan bisa memprediksi masa depan yang sangat tergantung pada lingkungan sosialnya itu. Bukankah Allah itu Maha Adil? Dan pada kenyataannya, banyak orang yang berhasil dalam membangun lingkungan sosialnya? Membangun perusahaan raksasa dengan penuh perhitungan dari segala aspek sosialnya? Dan itu artinya, manusia memiliki kepastian masa depan dengan ketetapan-ketetapan sosial yang telah dirancang oleh Allah Swt. melalui Al-Qur’an. Kebebasan Manusia untuk memilih jawabannya. disitulah letak kuncinya. Kemampuan anda untuk “membaca” berbagai alternatiftindakkan manusia yang didasari oleh dorongan sifat-sifat Ilahiah, dan Al-Qur’anlah petunjuknya. semua seba terukur. Apabila ada sebuah kegagalan, pastilah ada factor “X” yang belum dicermati dan semua factor “X” itu akan anda temukan di dalam Al-Qur’an, buku manual buatan Tuhan itu.



Hai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah, dan taatlah kerpada Rasul, dan orang-orang yang berkuasa diantara kamu. Dan bila kamu berselisih tentang sesuatu dikalangan kamu sendiri, hendaknya kamu mengembalikannya kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul (Sunnah). Jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, itu lebih baik dan penyelesaian yang paling indah. (QS. An-Nissa’ : 59)

*********************************************************************************

Hasrat untuk melangkah mendekati takdir rasanya sudah diujung kaki, jika takdir adalah apa yang selalu ingin dicapai. Saya berkejaran dengan suatu titik dimana kita kehilangan kendali atas apa yang terjadi, dan hidup jadi dikendalikan oleh nasib. Itulah ketidak mampuan orang memilih takdir mereka sendiri, dusta terbesar di dunia.
                             
                                 “Menyantuni orang miskin tidak berarti harus ikut miskin, atau mengikuti cara hidup kaum miskin. Mereka tahu bahwa kita tidak semiskin mereka. Mereka juga tidak ingin agar kita menjadi semiskin mereka. Yang penting, menghormati mereka sebagai manusia, solider dengan mereka, bersimpati kepada mereka, dan jangan lupa, apapun kedudukan kita di masyarakat, mengarahkan kegiatan kita kepada pemberantasan kemiskinan, menuju tata masyarakat yang lebih adil.”



Pada detik saya berdiri sekarang, saya tidak takut bermimpi, sangat mendambakan segalanya terwujud. Saya menjadikannya jelas terlihat dengan menulisnya, segalanya pasti mungkin. Satu-satunya kewajiban sejati manusia adalah mewujudkan takdirnya.

“Ada satu kebenaran mahabesar di planet ini siapapun dirimu, apapun yang kaulakukan, kalau engkau sungguh-sungguh menginginkan sesuatu, itu karena hasrat tersebut bersumber dari jiwa jagat raya. Dan saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya bersatu padu untuk membantumu meraihnya

Minggu, 11 Maret 2012

CINTA PADAMU KARENA KAULAH PACAR TERAKHIRKU

                                                            


Sekarang, apapun kehendak-Mu pada diriku akan aku ikuti saja tanpa protes, tanpa bertanya-tanya. Apakah karena kehendak-Mu itu hatiku menjadi senang atau sedih, susah atau gembira, derita atau bahagia, terserah. Bencana dan keberuntungan bagiku sama saja asalkan itu semua adalah demi untuk melayani-MU.

Hati yang peka, mampu menangkap getaran keberadaan serta petunjuk Tuhan. Sebaliknya, hati yang keras membatu, tidak akan mampu merasakan keberadaan dan petunjuk Tuhan. Itu sebabnya di dalam agama, kita diminta untuk melembutkan hati. Hati yang lembut adalah modal dasar agar seseorang itu mampu untuk merasakan berbagai sifat-sifat-Nya dan membuat seseorang itu mengalami KESAKSIAN.

Sebenarnya, Tuhan sudah menganugerahi setiap manusia yang hidup di dunia hati yang peka. Cobalah amati anak-anak, bagaimana dia rebutan mainan dengan temannya. Bagaimana dia sedih dan menangis bila tiba-tiba ditinggal ibunya pergi ke pasar. Itu karena, anak-anak memiliki hati yang peka.

Seiring berjalannya waktu, anak-anak akan tumbuh remaja dan menjadi dewasa. Kepekaan hati anak-anak itu semakin berkurang sedikit demi sedikit. Akibat dominannya otak untuk merasionalisasikan kejadian-kejadian. Misalnya, buat apa menangisi ibu yang pergi ke pasar? Toh, dia nanti akan pulang ke rumah juga. Buat apa sedih ditinggal pacar? Toh kita bisa cari lagi yang lebih cantik dan sebagainya.

Otak pada orang dewasa kemudian berkuasa di atas hati. Hati tersisihkan dan terpinggirkan bahkan kemudian bisa jadi kalau bisa ditekan dan dihilangkan. Hanya pada saat-saat tertentu saja, orang dewasa merasa butuh untuk menggunakan hatinya. Namun secara umum, mereka adalah makhluk rasional (animal rationale) yang suka bermain-main dengan otaknya.

Kecerdasan intelektual lebih dominan dibandingkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Di dunia kerja, orang dewasa dituntut untuk pintar dan cerdas dibanding tuntutan untuk mampu menguasai emosi dan tuntutan untuk mampu mengerti hakikat-hakikat (kecerdasan spiritual).

Celakanya, bila manusia dewasa tidak mampu untuk menggerakkan otaknya, rasionya, nalarnya untuk menghayati betapa perlunya kita kembali mengolah kepekaan hati dan rasa maka lambat laun hatinya akan menjadi mati. Penderitaan orang lain dipahami sebagai hubungan sebab akibat dari sebuah hukum alam semata, ketimbang sebagai fenomena yang harus dibantu dan ditolong untuk dientaskan dari penderitaan.

Manusia itu seperti daun. Lambat laun daun yang hijau bugar akan menguning, tua dan gugur ke tanah. Di tanah, daun yang gugur akan diurai lagi oleh cacing dan bakteri-bakteri mikroba untuk menjadi tanah lagi. Persis manusia.

Sangat celaka bila pada masa senja dan mati, manusia tidak pernah mampu mengenal siapa Tuhan. Tidak memiliki referensi dan wacana yang holistik tentang hakikat perjalanan hidupnya di dunia yang hanya sesaat ini. Tidak memiliki pengetahuan dan kesadaran bahwa tujuan hidupnya adalah untuk mengabdi pada kehendak Tuhan.

Untunglah Tuhan Maha Welas Asih, sehingga Tuhan memberi manusia petunjuk-petunjuk yang nyata. Bisa berupa kegelisahan, penderitaan, sakit, bencana alam dan sebagainya sehingga manusia pada akhirnya mampu menalar secara logis: ada faktor X yang berada di luar logika sebab dan akibat. Tidak semua mampu diprediksi oleh manusia meskipun dia sudah mengarahkan semua potensi kecerdasannya.

Namun bagi si manusia, bencana dan derita jelas merupakan pukulan berat, bagaimana bisa terjadi bencana alam yang datangnya tiba-tiba tanpa mampu untuk bersiap-siap. Pikiran yang deterministik yang melihat segala sesuatu dalam hubungan sebab akibat, ternyata tidak mampu memprediksi apa yang akan terjadi. Pola pikir seperti ini yang kemudian dibuat secara kuantitatif dengan data-data matematis kemudian melahirkan ilmu statistik.

Ilmu statistik itu sangat arogan dan congkak. Seolah-olah semua persoalan manusia dan alam itu mampu diolah menjadi data-data matematis. Prediksi letusan gunung berapi, misalnya ditulis dalam garis-garis melalui sebuah pencatat pergerakan gunung yang kemudian dikenal engan nama seimograf. Di rumah sakit dan balai-balai pengobatan, perkembangan kesehatan pasien dicatat dalam rekam medis, hingga sedikit banyak diketahui kapan nyawa si pasien akan meninggalkan badan. Padahal, kadang-kadang prediksi itu salah. Banyak orang sakit kanker stadium empat yang telah divonis mati dalam jangka waktu tertentu ternyata bisa sehat kembali!

Ilmuwan yang dibangun dengan basis ilmu positivistik semacam ini menggejala di dunia yang serba modern. Orang modern lupa bahwa ternyata pendekatan deterministik berdasarkan hukum sebab akibat saja tidaklah cukup. Ada faktor-faktor penentu sebuah kejadian yang sering dikenal dengan invisible hand, alias tangan-tangan yang tidak terlihat.

Tangan-tangan yang tidak terlihat (bagi kacamata ilmuwan) itulah sesungguhnya takdir Gusti Allah. Hanya manusia yang peka hati, batin dan rasanya, mampu meraba apa yang akan terjadi berdasarkan atas fakta-fakta batiniah juga. Bukan berdasarkan atas fakta-fakta yang bisa dirasionalisasikan.

Persoalannya sekarang, bagaimana sebenarnya melatih agar kita memiliki kepekaan hati yang sudah luntur saat kita beranjak dewasa?

Ada banyak cara untuk latihan. Salah satunya yang sedang kita jalankan saat ini yaitu puasa. Namun kesemuanya haruslah dilakukan dengan niat yang sungguh-sungguh, bahwa latihan itu bukan tujuan melainkan hanya sarana untuk mencapai tujuan. Tujuan dari latihan adalah mencapai derajat manunggaling kawulo lan gusti. Artinya bersatunya kehendak manusia dengan kehendak Tuhan yang dalam agama dikatakan manusia yang bertakwa.

Selain latihan-latihan “resmi” sebagaimana yang dituntunkan dalam agama, kita juga mengenal berbagai latihan “tidak resmi” yang diajarkan oleh para leluhur pendahulu kita. Apalagi di Jawa yang konon gudangnya aliran kebatinan. Para sesepuh paguron ngelmu batin itu memiliki cara-cara tertentu untuk mengasah kepekaan batin dan hati.

Sebenarnya bila dipahami dalam kerangka yang lebih luas, dalam semua kegiatan hidup manusia itu sesungguhnya merupakan latihan kejiwaan dan latihan ruhani agar kita memiliki rasa yang landep/tajam.

Contohnya, dulu kita saat remaja asyik memadu kasih atau berpacaran. Pacaran itu juga bisa merupakan latihan olah rasa bila di dalamnya kita menghayati persinggungan rasa antara “aku” dengan “engkau”, bagaimana “aku” tidak ingin menyakiti “hatimu”, bagaimana “aku” ingin toleran, tidak memaksakan kehendak, dan ingin membahagiakan”mu”, dan bagaimana “aku” tidak egois dan meleburkan “aku” dan “engkau” dalam “kita”.

Bila kita sudah mampu untuk menggali hakikat hubungan asmara dengan kekasih hati, maka seiring dengan berjalannya waktu maka “pacaran” kita juga hendaknya meningkat kualitasnya. Yaitu tidak mencintai karena alasan-alasan yang hanya melulu karena dia cantik/ganteng, kaya, terpandang, berstatus dan sebagainya. Sebab alasan-alasan yang seperti itu masih berada di taraf benda. Padahal, bukankah di atas wujud jasad manusia ada yang namanya dimensi batiniah? Apalagi ruhaniah? Apalagi… apalagi … dan seterusnya.

Itu sebabnya, di dalam agama kita diperintahkan untuk memilih calon suami atau calon iseri bukan karena dia cantik/ganteng, kaya, terpandang, berstatus. Namun karena AGAMA. Sebab agama adalah keyakinan yang paling luhur yang dipegang oleh seseorang. Keyakinan wujudnya abstrak, tidak bisa dipegang dan dilihat. Namun kita yakin ada.

Bila diteruskan lagi, maka kisah kasih asmara kita hendaknya berlanjut. Berlanjut tidak hanya berada di taraf wujud fisik, jasad dan benda-benda. Naik meninggi ke taraf yang lebih substantif: abstrak, umum, universal. Meninggalkan asmara kongkret, individual, khusus.

Bila dulu “aku” mencintai “kamu” karena wajahmu yang cantik maka sekarang “aku” mencintai “kamu” karena kehalusan budi pekertimu. Selanjutnya, bila budi pekertimu sudah bagus, maka sekarang “aku” mencintaimu karena “kau” adalah memancarkan kecantikan-Nya. Bila “kau” adalah pancaran kecantikan-Nya maka sekarang “aku” mencintaimu karena “kau” adalah “Kau Gusti Allah, yang Maha Segala-Galanya”, bila “Kau Gusti Allah, yang Maha Segala-Galanya”, maka sekarang “aku” mencintaimu karena cintaku sumbernya dari Cinta-Mu. Bila “aku” mencintaimu karena cintaku sumbernya dari Cinta-Mu maka tidak bisa tidak selain “aku harus pasrah kepada kehendak-Mu….

Sekarang, apapun kehendakMu pada diriku akan aku ikuti saja tanpa protes, tanpa bertanya-tanya. Apakah karena kehendak-Mu itu hatiku menjadi senang atau sedih, susah atau gembira, derita atau bahagia, terserah. Bencana dan keberuntungan bagiku sama saja asalkan itu semua adalah demi untuk melayani-MU.

Kepada saudara-saudaraku yang kini sedang dirundung kesedihan, derita dan bencana… yakinlah bahwa itu adalah ujian bagaimana kita akhirnya harus yakin bahwa apa yang kita miliki itu sesungguhnya hanyalah milik-Nya. Apa yang selama ini kia anggap “milik” kita apakah itu anak, isteri, keluarga, rumah, kendaraan, status, pangkat, diri, pacar, kekasih gelap atau terang, hewan ternak, tanah kaplingan, sawah maupun kerbau itu sesungguhnya hanyalah “perhiasan”-Nya semata-mata.

Ya, saudaraku, bencana alam yang sedang kau alami saat ini di belahan bumi selatan, dan kegembiraan di belahan bumi utara semuanya adalah perhiasan. Keduanya tetap sebagai bukti cintaNya kepada kita. Itu sebenarnya hakekat cinta…Bahwa sejatinya yang harus kita cintai adalah pemilik perhiasan, bukan perhiasannya itu sendiri

13 macam ‘kesenangan’ untuk NGUDI KAWRUH

 yaitu:

1. Dalam hal mencari keterangan, tanda-tanda atau urusan, kesenangan yang diperolehnya sepanjang jalan seperti kesenangan agen ‘telik sandi’ yang yang mencari ‘SISIK MELIK’.
2. Terpeliharanya DAYA RASA seperti petani yang memelihara tanaman dengan penuh kegembiraan namun belum menemukan hasilnya, yaitu WATAK.


3. Dalam hal melatih PANCA INDERA, kesenangan yang kita peroleh seperti kesenangan joki saat melatih kuda atau seperti pawang melatih gajah, atau kesenangan guru mendidik anak didiknya.


4. MENABUNG DAYA GAIB; kesenangan yang diperolehnya seperti menabung uang, atau pada waktu ditemukannya pedoman-pedoman tertentu sama seperti tukang kayu memperoleh tatah, bur, jangka, penggaris.


5. MENGURAI DAN MENYUSUN DAYA BATIN. Apabila diperoleh rasa dan daya baru, rasa baru itu diolah lagi dan diperhalus lagi. Misalnya untaian ratna. Kesenangan seperti itu sama sekali tidak terhingga, kecuali oleh yang sudah mengalami.
6. MEMBAGI, MENGATUR, MENYUSUN PIKIRAN DAN DISELARASKAN DENGAN RASA dan bisa menghasilkan karya yang indah.


7. MENJUMBUHKAN RASA YANG BERMACAM-MACAM, diatur menurut urutan tingkatan, diselaraskan sehingga tercapai rasa yang indah. Seperti juru masak yang ahli meracik masakan. “Rasa kang sumingit ana layang kikidungan anggitane para linuwih apa dene kang ana ing candi, wayang, gamelan, pakem lan liya-liyane, kabeh wujud gugubahan utawa oncen-oncen (anyar) kang banget endahe. Rasa kang digubah pada maujud ana ing kaalusan, dadi rerenggan sajroning gaib, kang ora kena kinaya ngapa endahe”


8. Orang yang sedang NGELMU dengan penuh ketekunan akan merasakan dan memperhatikan kemajuan yang dicapai, selalu MENDAPAT PETUNJUK DARI PRIBADINYA SENDIRI. Kesenangannya seperti anak sekolah, rasa dan budinya seperti guru, alam semesta ini sebagai pelajaran. “Kabeh pada aweh pitutur marang kang ahli sasmita: kaya-kaya sarupaning kang tumuwuh pada muni dewe-dewe, sarta unine laras kaya gending kang banget kepenake”


9. Penuntut ngelmu akan gemar berbuat baik kepada sesama. Tumbuh niatnya seperti itu dari kehendak yang luhur dan niat itu akan memperbesar DAYA KELUHURAN. Hasilnya langsung akan mengenai diri pribadinya juga; yaitu lenyapnya penyakit watak dan tumbuhnya perasaan dan budi yang luhur.


10. Penuntut ngelmu mempunyai kesenangan seperti pengadu ayam, jangkrik, permainan. Sebab setiap hari selalu menghayati PERANGNYA ANASIR-ANASIR BAIK BURUK. Apabila yang buruk dikalahkan yang baik, kepuasannya melebihi pengadu ayam sebab ia memperoleh ganjaran berupa: DAYA HALUS. Sedangkan pemain ayam asuan hanya memperoleh uang.


11. Penuntut ngelmu yang gentur/gigih mempelajari RAHASIA KEHIDUPAN juga memiliki kesenangan yang sama dengan kesenangan raja yang berperang menaklukkan negara lain. Yaitu bila kekuatan “setan” dikalahkan oleh unsur ILAHIAH pada pribadi kita.


12. Orang yang ngelmu pelajaran kebijaksanaan hidup juga mempunyai kepuasan dan rasa bebas seperti orang yang berhasil melenyapkan KLILIP atau kotoran di pelupuk mata, atau belenggu yang mengganggu perjalanan hidup. Dia terbebas dari ikatan KECANDUAN DUNIA dan RASA BEBAS DARI KEKANGAN. Seperti anak yang tidak lagi menangis karena disapih.


13. Ahli ngelmu mengerti dengan jelas bahwa berbuat baik sangat besar manfaatnya untuk dijalankan. Misalnya kita kehilagan 2 sen dan dapat ganti 100 rupiah, menanam satu biji kelapa dapat hasil banyak dan terus-terusan bagi orang yang AHLI RASA. Mengerti saja sudah senang seperti memperoleh keuntungan yang besar, sebab kenyataannya tidak banyak orang yang menghayati kalimat-kalimat ‘mandes’ hingga ke lubuk hati:



“KANG AKEH MUNG KUMAMBANG DIANGGO KEMBANG LAMBE, ORA BISA YAKIN SAJRONING ATI. APA MANEH PANGERTI BAB RASA TRESNA MARANG DAT, DADI WOT MARANG SEGARA RAHMAT. MANUNGSA KANG BISA NGREGANI MARANG PANGERTI KANG SAMAR IKU NGRASA NEMU KANUGRAHAN GEDE, SUKA SUKURE NGUNGKULI KANG NEMU EMAS”

MENJADI PRIBADI UNGGULAN-DIRI

Menjadi pribadi yang unggul dan disukai banyak orang adalah idaman semua orang. Anda ingin menjadi pribadi yang unggul? Mengapa tidak. Anda bisa mewujudkannya tanpa harus mengeluarkan goceh sepersenpun, hanya dengan mengikuti tips dibawah ini Insya Allah dalam waktu yang tidak lama Anda akan merasakan manfaatnya.
Tips menjadi pribadi unggulan:
1. Taat kepada Allah dan rasul-Nya.
Taat kepada Allah dan rasul dibuktikan dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Mencontohi akhlak Rasulullah dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Senantiasa meningkatkan kualitas ibadah baik itu ibadah wajib maupun ibadah sunah. Karena pribadi yang unggul akan lahir dari seorang yang memiliki keimanan dan ketaatan yang kuat kepada sang penciptanya.
2. Peka terhadap dunia luar
Seseorang akan dapat menjadi seorang yang memiliki pribadi yang luar biasa ketiak ia peka terhadap lingkungannya, dan mampu memberikan kotribusi serta solusi terhadap masalah yang ada di sekelilingnya. Karena manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Hari ini orang lain membutuhkan uluran tangan kita, suatu hari nanti kita yang membutuhkan uluran tangan mereka.
3. Bijak dalam menyikapi kritikan
Mengkritik itu mudah, seni itu sulit. Mungkin slogan ini tidak asing di telinga kita. Diakui atau tidak mengkritik memang jauh lebih mudah daripada menciptakan sesuatu. Namun bagaimana ketika kritikan itu ditujukan kepada kita? Apakah kita menyumpahi orang tersebut? Tentu tidak. Semua punya etika. Berlaku bijaklah dalam menaggapi setiap kritikan, karena bisa jadi kritikan itu benar. Jangan pernah merasa diri paling hebat, sehingga merasa risih ketika dikritik. Berlapang dada dalam menerima kritikan adalah salah satu sikap yang bijak, karena ketika Anda dikritik oleh seseorang yakinlah bahwa orang tersebut adalah orang yang selalu setia mendampingi dan memperhatikan Anda, sehingga ia tahu dimana letak kekurangan Anda.
4. Mengaplikasikan 5S dalam kehidupan sehari-hari
Apa itu 5S? 5S itu adalah:
a. Salam
Rasul saw menganjurkan umatnya untuk saling menguluk salam, karena di dalamnya mengandung do’a. Merupakan hak seorang muslim bagi saudaranya untuk saling mendo’akan. Karena dengan doa dapat mengakrabkan tali ukhuwah antar sesama muslim. Jika ada seseorang diantara kamu yang saling bermarahan, maka lunakkanlah hatinya dengan salam. Insya Allah sedikit demi sedikit hatinya akan menjadi luluh.
b. Sapa
Semua orang suka disapa walau dengan kata sederhana sekalipun, selamat pagi misalnya, atau apa kabar? Atau mau berangkat kerja? dan berbagai sapaan lainnya. Karena dengan menyapa berarti kita peduli dengan orang-orang disekeliling kita. Nah kalau Anda suka disapa maka mulailah menyapa.
c. Senyum
Tersenyumlah pada orang lain karena senyuman itu mendakan keakraban, keramahan dan kasih sayang. Senyum yang tulus dari pemiliknya mempunyai kekuatan yang mampu mendorong orang lain berinteraksi baik dengannya. Rasulullah sangat menganjurkan umatnya untuk banyak tersenyum kepada siapapun terutama pada saudara seiman, sebagaiman dalam sabdanya: “Senyummu untuk saudaramu adalah sedekah”. (HR.Turmuzi)


d. Sopan dan Santun
Sopan santun adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan. Dua kata ini juga tidak asing dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk menjadi seorang pribadi yang unggul dan disukai banyak orang sangat perlu memperhatikan tatakrama dalam berinteraksi baik berupa ucapan, sikap dan tingkah laku, lirikan mata dan sebagainya. jangan sampai tuturkata dan bahasa atau tingkah laku kita menyakiti hati orang lain. Anggun dalam bersikap dan lembut dalam bertutur kata menjadi salah satu kunci yang dapat menjadika seseorang dicintai oleh orang banyak.
Demikian tips menjadi pribadi unggulan dan disukai banyak orang. Selamat mencoba, dijamin Anda tidak akan kecewa.

RINDU

Ini bukan syair cinta..
Juga bukan nyanyian asmara
Lagu ini…nyanyian rindu
Dari insan yang dahaga
Mengalun dalam ruang waktu
Berdesir bagai angin malam

Bunyi dawai –dawai kecapi
Bagai melodi kematian
Memanggil ruh dalam jiwa-jiwa sepi
Lagu ini laguku

Jika aku mampu
Akan kutulis baitnya pada langit
Kutoreh dengan tinta darah
Agar dunia tahu betapa aku sangat merindu

Lagu ini laguku
Nyanyian rindu pada kedamaian
Rindu akan keadilan
Rindu akan kesejahteraan
Di bumi pertiwiku

Untukmu yang sedang menunggu hari bahagia itu

Ketika seorang muslim baik pria ataupun wanita yang ingin menikah, biasanya akan timbul berbagai macam perasaan . Rasa gundah, galau, resah, bimbang dan ragu, termasuk juga tidak sabar menunggu datangnya sang pedamping hidup. Bahkan dalam proses taaruf sekalipun masih ada rasa keraguan.

Tulisan ini hanya sebagai muhasabah diri menjalani hari-hari menunggu hari bahagia itu datang. Menjadikan diri pribadi yang sabar tapi tidak pernah berputus asa. Karena jodoh, rezeki, pertemuan dan maut semua telah ditentukan Allah, tinggal menunggu waktu dengan terus berusaha dan berdoa. Karena, kita tidak tau apa yang telah ditentukan oleh Allah. Siapa jodoh kita nanti?? Kita juga tidak bisa menjawabnya dengan pasti .

Ketika rasa takut itu datang ..

Rasa takut itu mulai datang. Bila di usia-usia dua puluh tahunan menunda menikah, karena takut dengan ekonominya yang belum mapan. Di usia menjelang tiga puluh hingga sekitar tiga puluh lima berubah lagi masalahnya. Laki-laki sering mengalami sindrom kemapanan (meski wanita juga banyak yang demikian, terutama mendekati usia 30 tahun). Mereka menginginkan pendamping dengan kriteria yang sulit dipenuhi.

Seperti hukum kategori, semakin banyak kriteria semakin sedikit yang masuk kategori. Begitu pula dengan kriteria tentang jodoh, ketika kita menetapkan kriteria yang terlalu banyak, akhirnya bahkan tidak ada yang sesuai dengan keinginan kita. Sementara wanita yang sudah berusia sekitar 35 tahun. Masalah mereka bukan soal kriteria, tetapi soal apakah ada orang yang mau menikah dengannya. Ketika usia 40-an, ketakutan yang dialami oleh laki-laki sudah berbeda lagi, kecuali bagi mereka yang tetap terjaga hatinya. Jika sebelumnya, banyak kriteria yang dipasang. Pada usia 40-an muncul ketakutan apakah dapat mendampingi istri dengan baik. Sehungga perasaan takut itu terus saja berlanjut.

Terkadang di usia 25 ke atas bagi sebagian orang akan merasa sensitive ketika membahas masalah pernikahan terutama bagi wanita. Ketika rasa takut itu datang janganlah berlarut-larut dengan perasaan itu, terus saja optimis dalam berusaha dan berdoa,

Ada rasa yang tidak bisa di ingkari..

Kadang ada perasaan kepada seseorang. Perasan cinta atau sayang. Kemanapun ia melangkah. Mata kita mengawasi, hati kita mencari-cari dan telinga kita merasa indah setiap kali mendengar namanya. Perasaan itu begitu kuat bersemayan di dada. Bukan karena kita menenggelamkan diri dalam lautan perasaan, tetapi seperti kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengutip dari Al-Mada’iny, “Andaikan orang yang jatuh cinta boleh memilih, tentu aku tidak akan memilih jatuh cinta", karena rasa cinta dapat membunuh dengan perlahan-lahan”.

Perasaan ini kadang mengganggu kita, sehingga tak sanggup berpikir jernih lagi. Kadang membuat kita banyak berharap, sehingga mengabaikan setiap kali ada yang mau serius. Kita sibuk menanti –kadang sampai membuat badan kita kurus kering – sampai batas waktu yang kita sendiri tak berani menentukan. Kita merasa yakin bahwa dia jodoh kita, atau merasa bahwa jodoh kita harus dia. Akibatnya, diri kita tersiksa oleh angan-angan. Walaupun kadang kalanya perasaan itu mendapat balasan, belum tentu perjalanan selanjutnya menjadi mulus tanpa rintangan. Saling mencintai tapi pada akhirnya tidak bisa bersatu karena dengan berbagai macam sebab. Namun semua kejadian yang terjadi jangan sampai membunuh rasa sehingga tak sanggup membuka hati kepada yang lain.

Permasalahan hati memang rumit, kita harus berpikir positif terhadap segala yang terjadi karena semua ada hikmahnya karena Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Dan Allah tahu apa yang terbaik bagi kita.

Ya Rabb ,,, jangan biarkan aku sendiri ..

Di atas semua itu, Allah bukakan pintu-pintu-Nya untuk kita. Ketuklah pertolongan-Nya dengan do’a. Di saat engkau merasa tak sanggup menanggung kesendirian, serulah Tuhanmu dengan penuh kesungguhan,
"Rabbi, laa tadzarni fardan wa Anta khairul waritsin" (‘Tuhanku, jangan biarkan aku sendirian. Dan Engkau adalah sebaik-baik Warits’) QS. Al-Abiya’: 89.

Ini sesungguhnya adalah do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Zakariya untuk memohon keturunan kepada Allah Ta’ala. Ia memohon kepada Allah untuk menghapus kesendiriannya karena tak ada putra yang bisa menyejukkan mata.

Sebagaimana Nabi Zakariya, rasa sepi itu kita adukan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Semoga Ia hadirkan bagi kita seorang pendamping yang menenteramkan jiwa dan membahagiakan hati. Kita memohon kepada-Nya pendamping yang baik dari sisi-Nya. Kita memasrahkan kepada-Nya apa yang terbaik untuk kita.

Kapan do’a itu kita panjatkan? ..

Kapan saja kita merasa gelisah oleh rasa sepi yang mencekam. Panjatkan do’a itu di saat kita merasa amat membutuhkan hadirnya seorang pendamping. Saat hati kita dicekam oleh kesedihan karena tidak adanya teman sejati, atau ketika jiwa dipenuhi kerinduan untuk menimang buah hati yang lucu.

Mempunyai sebuah keluarga adalah impian setiap kita, selalu ada orang di samping kita yang selalu menyayangi dan mencintai. Selalu ada penguat ketika rapuh, selalu ada suara-suara riang yang selalu tertawa lucu disamping kita.

Janji Allah kepada orang yang akan menikah ..

"Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (An Nuur : 26).

Bila ingin mendapatkan jodoh yang baik, maka perbaikilah diri. Hiduplah sesuai ajaran Islam dan Sunnah Nabi-Nya. Jadilah laki-laki yang sholeh, jadilah wanita yang sholehah. Walaupun terkadang Allah memberikan pedamping kepada seorang yang shaleh/shalehah bukan yang sholeh atau shalehah pula tapi itu semua adalah sebagai ujian, seperti Asiah seorang yang shalehah di berikan suami seorang fir'aun.

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (An Nuur: 32).

Sebagian orang ada yang merasa bingung dan bimbang ketika akan menikah. Salah satu sebabnya adalah karena belum punya pekerjaan. Dan anehnya ketika mereka telah mempunyai pekerjaan pun tetap ada perasaan bimbang juga. Sebagian mereka tetap ragu dengan besaran rupiah yang mereka dapatkan dari gajinya. Dalam pikiran mereka terbesit, “Apa cukup untuk berkeluarga dengan gaji sekian?”

Ayat tersebut merupakan jawaban buat mereka yang ragu untuk melangkah ke jenjang pernikahan karena alasan ekonomi. Yang perlu ditekankan kepada mereka dalam masalah ini adalah kesanggupan untuk memberi nafkah. Dan terus bekerja mencari nafkah memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan besaran rupiah yang sekarang mereka dapatkan. Nantinya Allah akan menolong mereka yang menikah. Allah Maha Adil, bila tanggung jawab mereka bertambah – dengan kewajiban menafkahi istri-istri dan anak-anaknya – maka Allah akan memberikan rejeki yang lebih. Tidakkah kita lihat kenyataan di masyarakat, banyak mereka yang semula miskin tidak punya apa-apa ketika menikah, kemudian Allah memberinya rejeki yang berlimpah dan mencukupkan kebutuhannya?

"Dan Tuhanmu berfirman : ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina’ ” (Al Mu’min : 60).

Ini juga janji Allah ‘Azza wa Jalla, bila kita berdoa kepada Allah niscaya akan diperkenankan-Nya. Termasuk di dalamnya ketika kita berdoa memohon diberikan pendamping hidup yang agamanya baik, cantik, penurut. Teruslah berdoa kepada Allah. Allah mencipatakan segala sesuatu berpasang pasangan. Ada siang dan malam, ada langit dan bumi begitu juga kita dicipatakan Allah berpasang pasangan.

“Untuk siapa saja yang menunggu hari bahagia itu datang jangan pernah bersedih, teruslah berusaha dan berdoa hingga waktu bahagia itu datang dan smua indah pada waktunya. karena aku, kau dan juga kita semua tidak bisa menjawab kapan, dimana dan dengan siapa waktu bahagia itu akan datang.. hanya allah yang tau”

Kumenangis Karenamu..

Keringnya airmata disebabkan gersangngnya jiwa,
Gersangnya jiwa disebabkan kuranngnya berzikir kepada Allah

Menangis, merupakan suatu ekspresi yang ditunjukkan manusia dalam menanggapi sesuatu, baik itu sedih ataupun senang. Kendati umumnya menangis dialamatkan sebagai apresiasi bagi kesedihan. Jika ditelaah mendalam, ternyata menangis merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Bahkan jika bayi yang lahir tanpa menangis, maka bayi ini diindikasikan tidak sehat. Setiap manusia tentu pernah menangis, setidaknya saat dia dilahirkan ke dunia ini. Bagaimana seseorang yang tidak pernah menangis dalam hidupnya? tidak sanggup kita bayangkan.

Menangis bisa menjadi alat ukur untuk mengukur halus kasar perasaan seseorang. Orang yang cepat menangis diindikasi memiliki perasaan yang halus. Sedangkan orang yang tidak cepat menangis diindikasikan memiliki perasaan yang keras. Demikian diasumsikan orang. Menangis bisa menjadi alat untuk melihat respon seseorang terhadap sesuatu masalah yang diutarakan, pesimiskah dia atau optimis.

Menangis bisa juga sebagai alat untuk memuluskan rencana. Bahkan meluluhkan hati seseorang untuk mendukung rencana orang yang menangis. Menurut Oren Hasson, seorang ilmuwan dari Universitas Tel Aviv, Israel, mengungkap bahwa menangis dapat dijadikan sebagai penghalang keagresifan yang dimiliki seseorang, sebab air mata seseorang sebenarnya tengah menurunkan mekanisme pertahanan dirinya dan memberikan simbol dirinya menyerah. Di dalam relasi kelompok, menangis bisa dianggap sebagai bentuk keterpaduan antara satu dengan lainnya. Pastinya, menangis memiliki mamfaat bagi manusia, baik mamfaat itu baik atau pun jahat.

Ibnu Qayyim Al-Jauzi membagi menangis dalam 10 Jenis. Menangis karena kasih sayang dan kelembutan, menangis karena takut, menangis karena cinta, menangis karena gembira, menangis karena penderitaan, menangis karena terlalu sedih, menangis karena terasa hina dan lemah, menangis untuk mendapatkan kasihan orang, menangis karena ikut-ikutan, dan menangis pura-pura atau munafik.
                                                                     
Kendati Ibnu Qayyim telah membaginya, namun dalam praktiknya kita tidak dapat menilai seseorang yang menangis, apakah itu benar atau pura-pura. Bisa saja kedustaan dibungkus dengan menangis, sehingga terkesan menjadi kebenaran. Bisa saja kebohongan dihiasi dengan air mata menjadi kebenaran dan fakta. Dalam Islam, baik tertawa atau pun menangis harus proporsional dan tetap berada dalam batas-batas kesopanan dan kebenaran. Tidak boleh melampaui batas-batas kewajaran yang dibenarkan agama. Menangis karena ditinggalkan orang yang dicintainya tidak boleh sampai ke tingkat meratap apalagi sampai meraung-raung.

Menangis ideal dan wajar telah dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah dan ahlul arif billah terdahulu.

Sebut saja Imam Sufyan ats Tsauriy, beliau menangis tatkala kematian hampir datang kepadanya. Maka berkata salah seorang yang hadir kepada beliau“Wahai Abu `Abdillah apakah dikarenakan banyaknya dosa tangisan ini?” Maka beliau menjawab “Tidak, akan tetapi saya khawatir akan dicabutnya keimanan ini sebelum kematian”.(Mukhtashar Minhaajul Qaashidiin hal. 391).

Salma Al-Farisi menangis menjelang wafatnya, lalu ditanyakan kepadanya, “Mengapa engkau menangis padahal engkau adalah Sahabat Rasulullah?” Lalu beliau menjawab “Aku sama sekali tidak menangis karena menyesal akan dunia atau karena cinta akan dunia, Aku menangis karena Rasulullah mengikat janji dengan kami agar kehidupan kami hendaklah seperti seseorang yang ada dalam perjalanan, tetapi kami meninggalkannya,” lalu diperlihatkan kepadanya harta yang ia tinggalkan dan ternyata sebanyak dua puluh dirham lebih atau tiga puluh dirham lebih (Adabud Dun-yaa wad Diin, halaman 119).

Umar bin Khattab, terkenal sebagai sahabat yang tegas dan keras, Beliau pernah mendengarkan seorang laki-laki sedang membaca, “Sesungguhnya azab Rabbmu pasti terjadi, tidak seorang pun yang dapat menolaknya” [QS. Ath-Thur: 7-8]. Kemudian Umar pun menangis dan tangisannya semakin menjadi-jadi. Maka ditanya tentang hal tersebut. Ia pun menjawab, “Tinggalkan aku sendiri! Karena aku telah mendengar sumpah yang haq itu dari Rabbku”.

Menangis memang luar biasa, menangis telah tercatat dan mengubah sejarah dunia, Nabi Adam menangis selama 300 tahun memohon ampun kepada Allah. Dalam sejarah Aceh, status Aceh berubah disebabkan tangisan Soekarno saat menghadap Tengku Muhammad Daud Beureueh, Daud Beureueh luluh oleh air mata Soekarno.
Air mata yang keluar sebab menangis, menjadi anugerah, jika memang menangis untuk mencari dan mencapai keridhaan Allah. Sebaliknya, air mata menjadi saksi bisu angkara murka, jika ia keluar karena dusta dan kebohongan belaka. Untuk itu, berhati-hatilah dalam menangis.

Yaa allah,izinkan lah aku menangis karena mengharap keridhaanmu dan jadikanlah setiap tetesan air mataku,sebagai penebus dosa kepadamu.amin!

Mengapa Wanita Lebih Banyak Menghuni Neraka?

Sebuah pernyataan yang cukup lazim terdengar di telinga kita bahwa kebanyakan penduduk neraka dihuni oleh para wanita.

Berdasarkan Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim,
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Aku melihat ke dalam surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.”

Muncul pertanyaan di benak kita, apa yang menyebabkan kebanyakan wanita menjadi penduduk neraka? Dalam sebuah kisah ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam melihat Surga dan neraka.
                                                                 
Ketika beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya radhiyallahu 'anhum, “ … dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya, “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah?” Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab, “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata, ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma)

Dalam hadits lainnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam menjelaskan tentang wanita penduduk neraka, beliau bersabda, “ … dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka karena sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya, kepala mereka seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan tidak mendapatkan wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu)

Bagi para muslimah atau umumnya wanita ketika membaca atau mendengar hadist-hadist di atas sontak naik darah dan tidak bisa menerima sepenuhnya. Minimal akan berhujjah bahwasanya wanita bisa berbuat demikian karena ada penyebabnya, bukan tiba-tiba ingin berlaku demikian. Siapapun kalau ditanya tentu saja tidak ada yang ingin masuk neraka apalagi diklaim akan masuk neraka. Naudzubillah mindzalik!

Memang, berlayar mengarungi bahterah rumah tangga itu tidak semudah yang dibayangkan. Seorang muslimah tepatnya seorang istri, tidak saja harus membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup tapi juga mutlak dibutuhkan mental baja dan manajemen yang baik dalam mengelola gelombang kehidupan beserta segala pernak pernik yang menyertainya.

Ketika urusan rumah tangga tidak pernah ada habisnya, anak-anak rewel dan kondisi fisik sedang tidak fit, kemudian suami pulang kerja minta dilayani tanpa mau perduli dengan kondisi kita, biasanya, dalam kondisi seperti ini tidak banyak wanita yang tetap mampu mengendalikan kesabarannya. Manusiawi bukan? Belum tentu! Justru dalam situasi seperti inilah keimanan dan kesabaran kita akan teruji. Apakah kita masih bisa mengeluarkan kata-kata manis sekaligus rona muka penuh dengan senyum ketulusan? Sulit memang! Tapi sulit bukan berarti tidak bisa!

Jika kita cermati hadist diatas secara seksama, maka akan kita dapati beberapa sebab mengapa wanita bisa menjadi penduduk minoritas di surga, di antaranya :

Pertama, kufur terhadap kebaikan-kebaikan suami. Sebuah fenomena yang sering kita saksikan, seorang istri yang mengingkari kebaikan-kebaikan suaminya dalam waktu yang panjang hanya karena satu hal yang tidak sesuai dengan keinginannya. Padahal seharusnya seorang istri selalu bersyukur terhadap apa-apa yang diberikan suaminya, karena Allah SWT tidak akan melihat istri yang seperti ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam,“Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya.” (HR. Nasa’i di dalam Al Kubra dari Abdullah bin ‘Amr).

Kedua, durhaka terhadap suami. Durhaka yang sering dilakukan seorang istri adalah durhaka dalam ucapan dan perbuatan. Wujud durhaka dalam ucapan di antaranya ketika seorang istri membicarakan keburukan-keburukan suaminya kepada teman-teman atau keluarganya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syar’i. Sedangkan durhaka dalam perbuatan diantaranya bersikap kasar atau menampakkan muka yang masam ketika memenuhi panggilan suami, tidak mau melayani suami dengan alasan yang tidak syar’i, pergi atau ke luar rumah tanpa izin suami, mengkhianati suami dan hartanya, membuka dan menampakkan apa yang seharusnya ditutupi dari anggota tubuhnya, atau sebaliknya enggan berdandan dan mempercantik diri untuk suaminya padahal suaminya menginginkan hal itu.

Jika demikian keadaannya maka sungguh merugi wanita-wanita yang kufur dan durhaka terhadap suaminya. Mereka lebih memilih jalan ke neraka daripada surga karena mengikuti hawa nafsu belaka.

Jalan ke surga memang tidaklah dihiasi dengan bunga-bunga nan indah, melainkan melalui rintangan-rintangan yang berat dan terjal. Tetapi ingatlah di ujung jalan ini Allah menjanjikan surga bagi orang-orang yang sabar menempuhnya.

Sementara, jalan menuju ke neraka penuh dengan keindahan yang menggoda dan setiap manusia sangat tertarik untuk melaluinya. Tetapi, sadarlah bahwa di ujung jalan ini, neraka telah menyambut dengan beragam siksa-Nya.

Lalu, bagaimana caranya agar para wanita atau para istri tidak terperosok ke dalam neraka?

Jangan pesimis, masih banyak cara dan tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri jika kita ingin menjadi penduduk minoritas di surga.

Masih ingat kan, ketika rasulullah bersabda dalam sebuah hadist shahih jami’, “Perempuan apabila shalat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan, memelihara kehormatannya serta taat kepada suaminya, maka masuklah dia dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki.”

Mengacu dari hadist di atas, mari kita berlomba menegakkan sholat dengan lebih khusu’, memperbayak sholat-sholat sunah karena sholat yang benar dan khusu’ bisa membentengi diri kita dari perbuatan yang munkar. Selain puasa/shaum wajib di bulan romadhon, latihlah diri untuk terbiasa melakukan shaum sunah. Hiasilah diri dengan sabar dalam ketaatan dengan suami dan banyak-banyaklah beristigfar karena istigfar bisa meruntuhkan dosa-dosa kecil yang tidak kita sadari.

Dan juga ada sebuah amalan yang sepele tapi sering terlupakan adalah bershodaqoh (sedekah). Bershodaqohlah dalam keadaan lapang dan sempit karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah menuntunkan satu amalan yang dapat menyelamatkan kaum wanita dari adzab neraka.

Ketika beliau selesai khutbah hari raya yang berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan anjuran untuk mentaati-Nya. Beliau pun bangkit mendatangi kaum wanita, beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat kemudian beliau bersabda, “Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan kalian adalah kayu bakarnya Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua pipinya, iapun bertanya, “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kalian banyak mengeluh dan kalian kufur terhadap suami!” (HR. Bukhari)

Bershadaqahlah! Karena shadaqah adalah satu jalan untuk menyelamatkan kalian dari adzab neraka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari adzabnya. Amin. Wallahu’alam.

IQRO : Bisikan Allah, Bisikan Malaikat, Bisikan Nafsu, Bisikan Syetan

Bisikan Allah, Bisikan Malaikat, Bisikan Nafsu, Bisikan Syetan

Imam Al-Ghazali dalam Tulisan Hujjatul Islam Imam Al-Ghazaly dari kitab Roudlotut Tholibin wa-‘Umdatus Salikin, ini kami turunkan karena banyaknya pertanyaan dari pembaca soal cara membedakan bisikan-bisikan dari dalam hati, apakah dari Allah, nafsu atau syetan. Red.)

Kajian ini seputar bisikan-bisikan hati (khawathir) dengan segala bentuknya, upaya memerangi, mengalahkan dan unggul dalam menghalau perbuatan syetan yang jahat. Juga tentang berlindung kepada Allah dari syetan dengan tiga cara:

Pertama, harus mengetahui godaan, rekayasa dan tipuan syetan.
Kedua, hendaknya tidak menanggapi ajakannya, sehingga qalbu anda tidak bergantung dengan ajakan itu.
Ketiga, langgengkan dzikrullah dalam qalbu dan lisan.

Sebab dzikrullah bagi syetan seperti penyakit yang menyerang manusia.

Untuk mengetahui rekayasa godaan syetan, akan tampak pada bisikan-bisikan (khawathir) dan berbagai macam caranya. Mengenai pengetahuan tentang berbagai macam bisikan hati, patut diketahui, bahwa bisikan-bisikan itu adalah pengaruh yang muncul di dalam qalbu hamba yang menjadi pendorong untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, proses yang sepenuhnya terjadi di dalam qalbu ini berasal dari Allah - yang menjadi Pencipta segala sesuatu.

Dalam kaitan ini, bisikan hati ada empat macam:

Suatu bisikan yang datang dari Allah swt. dalam qalbu hamba adalah sebagai bisikan awal, sehingga Dia disebut dengan Nama al-Khathir (Sang Pembisik).
Bisikan yang relevan dengan watak alam manusia, yang disebutan-nafs (jiwa).
Bisikan yang terdorong oleh ajakan syetan, yang disebut waswas (perasaan ragu-ragu).
Bisikan yang juga datang dari Allah yang disebut al-Ilham.
Al-Khathir adalah bisikan yang datang dari Allah swt. sebagai bisikan awal, terkadang berdimensi kebaikan, kemuliaan dan pemantapan dalam berhujjah. Kadang-kadang berdimensi negatif dan sebagai ujian.
Al-Khathir yang datang dari pemberi Ilham tidak akan terjadi, kecuali mengandung kebajikan, karena Dia adalah Yang Memberi nasihat dan bimbingan. Sedangkan al-Khathir yang datang dari syetan, tidak datang kecuali mengandung elemen kejahatan.

Bisikan ini terkadang sepintas mengandung kebajikan, tetapi dibalik itu ada makar dan istidraj (covernya nikmat, dalamnya siksa bencana).
Sementara bisikan yang tumbuh dari hawa nafsu tidak luput dari elemen kejahatannya. Terkadang juga ada elemen baik tidak sekadar untuk pencapaian kenikmatan saja.

Ada tiga persoalan yang harus ketahui di sini:

Pertama-tama, beberapa ulama berkata bahwa jika ingin mengenal dan mengetahui perbedaan antara bisikan kebaikan dan bisikan kejahatan, maka pertimbangkan dengan tiga ukuran nilai (mawazin), yang dapat mendeteksinya:
Apabila bisikan itu relevan dengan syariat, berarti baik. Jika sebaliknya - baik karena rukhshah atau syubhat, maka tergolong bisikan jahat.

Manakala dengan mizan(ukuran nilai) itu tidak diperoleh kejelasan perbedaan masing-masing, sebaiknya konfirmasikan dengan teladan orang-orang saleh. Jika sesuai dengan teladan mereka, maka ikutilah, jika tidak ada kebaikan, berarti hanya suatu keburukan.

Apabila dengan ukuran nilai (miizan) demikian masih belum menemukan kejelasan, konfrontasikan dengan motivasi yang terdapat pada nafs (ego) dan hawa (kesenangan). Jika ukuran nilainya merujuk sekadar pada kecenderungan nafs (ego) yakni kecenderungan naluriah dan bukan untuk mencari harapan (raja’) dari Allah, tentu saja termasuk keburukan.

Kedua, apabila ingin membedakan antara bisikan kejahatan yang bermula dari sisi syetan, atau dari sisi nafs (ego) ataukah bisikan itu dari sisi Allah swt., perlu anda perhatikan tiga hal ini:
Jika anda menemui bisikan yang kokoh, permanen, sekaligus konsisten pada satu hal, maka bisikan itu datang dari Allah swt., atau dari nafs (jika menjauhkan diri dari Allah). Namun jika bisikan itu menciptakan keraguan dan mengganjal dalam hati , maka itu muncul dari syetan.

Apabila bisikan itu jumpai setelah melakukan dosa, berarti itu datang dari Allah sebagai bentuk sanksi dari-Nya kepada anda. Jika bukan muncul dari akibat dosa, bisikan itu datang dari diri anda, yang berarti dari syetan.
Jika anda temui bisikan itu tidak melemahkan atau tidak mengurangi dari dzikir kepada Allah swt., tetapi bisikan itu tidak pernah berhenti, berarti dari hawa nafsu. Sebaliknya, jika melemahkan dzikir berarti dari syetan.

Ketiga, apabila ingin membedakan apakah bisikan kebaikan itu datang dari Allah swt. atau dari malaikat, maka perlu diperhatikan tiga hal pula:

Manakala melintas sekejap saja, maka datang dari Allah swt. Namun jika berulang-ulang, berarti datang dari malaikat, karena kedudukannya sebagai penasihat manusia.

Manakala bisikan itu muncul setelah usaha yang sungguh-sungguh dan ibadah yang lakukan, berarti datang dari Allah swt. Jika bukan demikian,bisikan itu datang dari malaikat.
Apabila bisikan itu berkenaan dengan masalah dasar dan amal batin, bisikan itu datang dari Allah swt. Tetapi jika berkaitan dengan masalah furu` dan amal-amal lahiriah, sebagian besarnya dari malaikat. Sebab, menurut mayoritas ahli tasawuf malaikat tidak memiliki kemampuan untuk mengenal batin hamba Allah.

Sementara itu, bisikan untuk suatu kebaikan yang datang dari syetan, merupakan istidraj menuju amal kejahatan yang lantas menjadi berlipat-lipat, maka perlu memperhatikan dengan cermat:

Lihatlah, apabila dalam diri anda, pada salah satu perbuatan jika berasal dari bisikan di dalam hati dengan penuh kegairahan tanpa disertai rasa takut, dengan ketergesa-gesaan bukan dengan waspada dengan tanpa perasaan aman, ketakutan pada Allah, dengan bersikap buta terhadap dampak akhirnya, bukan dengan mata batin, ketahuilah bahwa bisikan itu berasal dari syetan. Maka jauhilah, Bisikan seperti itu, harus jauhi.

Sebaliknya jika bisikan itu muncul bukan seperti bisikan-bisikan di atas, berarti : datang dari Allah swt., atau dari malaikat.

Saya katakan, bahwa semangat yang membara dapat mendorong manusia untuk segera melakukan aktivitas, tanpa adanya pertimbangan dari mata hatinya, tanpa mengingat pahala bisa menjadi faktor yang membangkitkan kondisi itu semua.
Sedangkan cara hati-hati adalah cara-cara yang terpuji dalam beberapa segi.

Khauf, lebih cenderung seseorang untuk berusaha menyempurnakan dan mempraktekkan suatu perbuatan yang benar dan bisa diterima Allah atas amal perbuatan itu.

Adapun perspektif hasil akhir suatu amal, hendaknya membuka mata hati dengan cermat dalam diri ada keyakinan bahwa amal tersebut adalah amalan yang lurus dan baik, atau adanya pandangan mengharapkan pahala di akhirat kelak. Ketiga kategori di atas harus ketahui dan sekaligus anda jaga. Sebab, semuanya mengandung ilmu-ilmu yang rumit sehingga sulit didapatkan dan rahasia-rahasia yang mulia.
IQRO....

EPISODE KEHIDUPAN (Sebuah Renungan)





Setiap kita pasti mendambakan ketenangan hidup secara batin maupun lahir. Jika hati tenang dan fisik sehat, kita akan merasa nyaman dalam melakukan berbagai macam aktivitas duniawi dan ukhrawi. Terutama ketenangan batin, hati merupakan sesuatu yang penting dan sangat berarti. Jika hati sedang galau dan gundah, tentu kita akan mencari obat mujarab untuk mengobati kegalauan dan kegelisahan hati itu.

Allah swt. telah memberikan cara kepada hambanya untuk mendapatkan ketenangan hati. Bagaimanakan kita mendapatkan ketenangan hati? Jawabnya adalah "zikir". Banyak-banyak lah berzikir supaya hati kita menjadi tenang dan tenteram. Allah swt. berfirman dalam Al Qur'an : "Bukankah dengan mengingat allah hati akan menjadi tenang" Jadi perbanyaklah zikir siang dan malam agar kita dekat dengan Allah swt. Tak perlu lari ke hal-hal lain yang terkadang malah mambuat kita semakin gundah. Curhatlah kepada Rabb mu di sepertiga malam. Karena dialah yang menciptakanmu dan tau segalanya tentangmu.

Hidup adalah belajar serta ujian. Kehidupan kita akan dihadapkan dengan berbagai kejadian dan permasalahan, yang mengharuskan kita belajar memilih dan memutuskan. Tentunya untuk melewati ini semua kita membutuhkan "ilmu". Layaknya sebuah tempat belajar bernama "kehidupan", mempunyai visi misi sebagai standar kelulusan bagi peserta didiknya. Apa tujuan Allah menciptakan kita di dunia ini? Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an: "Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembahku”.

Dunia dan kehidupan ini telah meluluskan banyak angkatan dan generasi. Banyak yang lulus dan banyak pula yang gagal. Namun, dari semua generasi yang telah lulus ada satu generasi yang sangat luar biasa yaitu Rasulullah dan para sahabatnya. Disinilah posisi kita sebagai peserta didik yang sedang berada di tempat belajar ini, untuk mencontoh teladan baik dari generasi ini. Sehingga jika kelak tiba saatnya kita meninggalkan tempat belajar ini, kita dapat keluar sebagai lulusan yang baik, walaupun bukan mendapatkan predikat jayyid jiddan ataupun mumtaz.

Namun sayangnya, kita sendiri sering lupa bahwa hidup adalah belajar. Belajar dari segala hal, untuk menjadikan kita lebih baik. Tapi, seringkali kita terlena dengan hal-hal yang sebetulnya tidak urgent, tapi cukup menggoda. Ibarat seorang pelajar yang lupa akan tugas utamanya untuk belajar, karena terlena bermain game atau jalan-jalan di mall menghabiskan waktu tanpa mendapatkan hal bermanfaat. Seperti itulah kadang kita menempatkan diri dalam kehidupan ini. Karena sebagian orang berpikir "Hidup hanya sekali, untuk apa dibikin susah, nikmati saja sepuas-puasnya" Hal ini kembali tidak jauh berbeda seperti anak SMA yang mengatakan " Masa SMA adalah masa indah, bersenang-senang dan hanya sekali jadi harus dinikmati".

Hal-hal seperti inilah yang melalaikan kita sebagai peserta didik dalam kehidupan ini. Sehingga lahirlah generasi-generasi yang begitu cinta dunia sehingga melupakan akhirat. Kenyataannya banyak sekarang kita melihat peserta didik di tempat belajar ini yang menjadikan kekayaan, kecantikan, jabatan, dll sebagai tujuan hidup utama. Padahal tujuan utama keberadaan kita di dunia ini untuk beribadah kepada Allah swt., sehingga banyak kita temukan yang stress akibat apa yang menjadi tujuan hidupnya hilang seketika, dan salah memilih pedoman hidup. Hidup menjadi tak terarah lagi karena dulunya mendewakan dunia, dunia adalah segala-galanya tanpa memikirkan amalan-amalan apa saja yang telah diperbuat untuk bekal nanti jika kita meninggalkan kehidupan ini.

Kehidupan ini mempunyai episode tersendiri. Dunia ini terus berputar. Jika hari ini kita sedang di bawah, maka episode kehidupan berikutnya bisa jadi kita berada paling atas dan menjadi orang yang paling di hormati dan disegani. Apapun keadaan kita di tiap episode kehidupan ini intinya adalah bersyukur. Tentu saja bersyukur dengan tidak mengeluh walaupun yang kita dapat itu sedikit. Teruslah berproses menjadi insan yang lebih baik di tiap episode nya tanpa lupa akan tujuan utama kita hidup di dunia ini. Karena dunia dan kehidupan ini hanyalah tempat belajar. Bagaimana kita akan berlaku di dalamnya tergantung pribadi masing-masing kita. Keputusan di tangan kita. Ingin lulus dengan predikat apakah kita kelak jika meninggalkan tempat belajar ini, maqbul, jayyid, jayyid jiddan atau mumtaz-kah?

Semoga kita tidak menjadi generasi gagal… Ini hanya renungan perjalanan hidup. Untuk muhasabah diri, semoga bermanfaat .. Amien ya Rabb.

Jumat, 10 Februari 2012

KETIKA TERBUKANYA MATA HATI (MA'RIFATULLOH) DENGAN HAQIQAT PANGGILANNYA



اِذَا فَتَحَ لَكَ وِجْهَةً مِنَ التَّعَرُّفِ فَلَا تُبَلِ مَعَهَا اِنْ قَلَّ عَمَلُكَ فَاِنَّهُ مَا فَتَحَهَا لَكَ اِلَّا وَهُوَ يُرِيْدُ اَنْ يَتَعَرَّفَ اِلَيْكَ اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ التَّعَرُّفَ هُوَ مُوْرِدُهُ عَلَيْكَ وَالأَعْمَالُ اَنْتَ مُهْدِيْهَا اِلَيْهِ , وَاَيْنَ مَا تُهْدِيْهِ اِلَيْهِ مِمَّا هُوَ مُوْرِدُهُ عَلَيْكَ .



Apabila Allah berkehendak membukakan wijhah hatimu untuk menerima ma’rifat, maka tidak peduli lagi walau amalmu sedikit. Karena bila Allah membuka hatimu semata-mata karena berkehendak memperkenalkan diri-Nya kepadamu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya ma’rifat itu didatangkan untukmu dan amalmu adalah persembahan untuk-Nya, mana yang lebih tinggi nilainya bagimu, apa yang datang darimu atau apa yang didatangkan kepadamu?.

Wijhah merupakan anugerah Allah s.w.t kepada seorang hamba yang letaknya di dalam hati sanubari. Meski didatangkan sebagai buah ibadah, namun datangnya wijjah tersebut semata-mata kehendak azaliah bukan karena ibadah yang dilakukan itu. Dengan wijhah, seorang hamba dapat melaksanakan tawajjuh (menghadap dan wushul) kepada Allah s.w.t. dengan benar. Yang dimaksud tawajjuh sebagaimana yang dinyatakan Allah s.w.t dalam firman-Nya berikut ini:



إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ


“Sesungguhnya aku menghadapkan hadapanku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan tidak menoleh kepada yang selain-Nya (hanifa) dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Tuhan”. (QS. al-An’am; 6/79) 

Dengan wijhah itu pula seorang hamba mendapatkan kemuliaan dan kedekatan di sisi Tuhannya: “Seorang terkemuka (mempunyai wijhah) di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah)”. (QS. Ali Imran; 45)



Namun hal tersebut bisa terjadi manakala pintu wijhah itu sudah dibuka (di dalam hati), atau seorang hamba telah mendapatkan futuh dari Tuhannya, dengan itu maka dia akan berma’rifat dengan-Nya. Ma’rifat artinya mengenal dan yang dimaksud adalah mengenal Allah s.w.t (ma’rifatullah). Orang yang ma’rifatullah adalah orang yang kenal kepada Allah s.w.t.


Kenal kepada nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, kekuasaan dan pengaturan-Nya, akhlak dan perbuatan-Nya. Kenal, baik secara rasional (teori ilmiah) maupun secara spiritual (perasaan dalam hati).

 Namun yang dimaksud ma’rifatullah adalah kenal secara spiritual lahir bathin. 

Seorang hamba yang ma’rifat adalah seorang hamba yang bertakwa kepada Tuhannya. Seorang hamba yang ma’rifat adalah seorang hamba sanggup berbuat benar (shiddiq) dan tidak salah di hadapan Tuhannya. Yang demikian itu, karena ia tahu apa yang dikehendaki Allah s.w.t untuk dirinya. 


Semakin seorang hamba berma’rifat kepada Allah s.w.t, maka ia akan menjadi semakin mencintai-Nya karena ia semakin mengetahui dan semakin merasakan, bahwa Allah s.w.t sudah berbuat kebaikan yang sangat banyak kepada dirinya: “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu”. (QS. Al- Qoshosh; 77)


Semakin seorang hamba mencintai Tuhannya, semakin itu pula ia mampu melaksanakan pengabdian yang hakiki. Sebab, hanya kepada yang dicintai, seseorang akan mampu melaksanakan pengabdian yang benar.

Demikian juga, semakin seorang hamba mampu melaksanakan pengabdian yang hakiki kapada Tuhannya berarti derajatnya di sisi Allah s.w.t akan menjadi semakin tinggi. Oleh karena itu, orang yang paling berma’rifat dan paling bertakwa dan paling mulia di sisi Allah s.w.t adalah Rasulullah s.a.w.



Hal itu karena Beliau paling mencintai dan paling dicintai oleh Allah s.w.t. Untuk mencapai ma’rifatullah. Secara teori, seorang hamba akan diperjalankan oleh tarbiyah Allah s.w.t dengan dua cara: 1. Kehendak yang datangnya dari atas ke bawah. Artinya, semata-mata wijhah yang ada di dalam hati—yang asalnya tertutup—dibuka oleh Allah s.w.t. Hijab-hijab matahati dihapuskan.

Penutup pintu rahasia dibukakan. Seperti orang menyalakan lampu, maka yang asalnya gelap menjadi terang, yang asalnya tidak kenal kemudian menjadi kenal. Bagaikan mendung ketika sirna, matahari kemudian berada di atas kepala. Hal itu karena Allah s.w.t memang berkehendak mengenalkan diri kepada hamba-Nya, tidak dengan sebab yang lain, tidak dengan sebab amal ibadah yang sudah dikerjakan. Yakni, seorang hamba menjadi mengenal kepada-Nya semata-mata karena Allah s.w.t adalah Dzat Yang Maujud:



قُلِ اللَّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ “


Katakanlah : “Allah-lah” kemudian biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.” (QS. al-An’am; 6/91)

Kehendak dari bawah kemudian ke atas. Artinya terlebih dahulu seorang hamba dikenalkan kepada makhluk-makhluk-Nya baru kemudian dikenalkan kepada Al-Khalik (penciptanya), Sebagaimana firman Allah s.w.t:



إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ


“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS. 2; 164)


Pengenalan seorang hamba kepada Sang Pencipta langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar serta kemanfaatan-kemanfaatan yang dapat dimanfaatkan bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Allah s.w.t hidupkan bumi sesudah matinya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi.

Perhatian dan penelitian seorang hamba terhadap semua itu menghasilkan suatu kesimpulan bahwa betapa Allah s.w.t telah banyak berbuat baik kepada umat manusia dan betapa sangat banyak manusia yang tidak mengetahui dan tidak menyadarinya dan bahkan kafir kepada-Nya.



Pemahaman tersebut kemudian menjadikan tumbuhnya rasa kecintaan yang mendalam kepada-Nya. Hasilnya, mendorong dirinya untuk bertaubat dengan taubatan nasuha dan meningkatkan diri dalam melaksanakan pengabdian kepada Allah s.w.t. Ma’rifat yang pertama adalah ma’rifat yang langsung memancar dari hati dan ruh (spiritual) yang kemudian dipancarkan lagi di dalam akal dan fikir (rasional ilmiah) yang selanjutnya dapat teraktualisasikan melalui akhlak dan perbuatan.


Itu bisa terjadi karena seorang hamba memang telah terlebih dahulu dicintai Allah kemudian ia mencintainya.
Ma’rifat yang pertama ini lebih kuat daripada ma’rifat yang kedua karena ia lebih hakiki adanya dan karena sesungguhnya letak ma’rifat itu adalah di dalam hati.



Ma’rifat yang kedua adalah ma’rifat hati (spiritual) juga, akan tetapi masuknya terlebih dahulu melalui akal dan fikir (rasional). Yakni pengenalan seorang hamba kepada kejadian-kejadian yang ada di bumi dan di langit menjadikannya mengenal kepada Sang Pencipta.


Seperti orang yang mengenal buah karya tulis, ketika semakin dalam pengenalannya akhirnya ia ingin mengenal penulisnya. Walau jalan masuknya ma’rifat yang kedua ini melalui rasional, akan tetapi ketika masuk ke dalam spiritual (hati), masuknya ma’rifat itu semata kehendak Allah.

Hanya saja kehendak itu telah didahului oleh kehendak-kehendak yang sebelumnya—sebagai sebab-sebab yang tersusun tertib untuk mendapatkan akibat yang baik,—yaitu pahala dari amal ibadah yang sudah dilakukan. Bukan karena semata-mata amal ibadah yang dapat menjadikan seorang hamba berma’rifat kepada Allah s.w.t, akan tetapi sesungguhnya amal ibadah tersebut terlebih dahulu dijadikan sebab-sebab untuk bisa terpenuhi suatu proses pematangan ilmu pengetahuan secara rasional.

من عرف الحق شهده في كل شيئ, و من فني به غاب عن كل شيئ, ومن أحبه لم يؤثر عليه شيئا



Artinya : " Barang siapa yang ma'rifat kepada Al Haq (Allah), maka ia akan menyaksikanNya disetiap sesuatu, barang siapa yang fana' denganNya maka ia akan merasa hilang dari setiap sesuatu dan barang siapa yang mahabbah (cinta) kepadaNya maka tidak akan mendahulukan sesuatu dariNya (Allah) ". 


Pokok dan yang paling penting adalah ma'rifat. ma'rifatullah tidaklah seperti halnya manusia tahu makhluq lainnya secara kasat mata dan ini sangatlah mustahil karena bagaimana bisa akal makhluq bisa menemukan Dzat al kholiq, oleh karena itu dikatakan :


كل ما خطر ببالك فالله بخلاق ذلك

Artinya : " Apapun yang terlintas dihatimu, maka Allah adalah selainnya "

و من فني به غاب عن كل شيئ



Hanya saja haliyah fana' kulli ini sangatlah langka, karena orang yang sudah merasa hilang dengan ma'rifat billah dari setiap sesuatu, tidak bisa mu'amalah dengan manusia, ia tidak bisa bangkit untuk menuntun/membimbing manusia dan tidak bisa melakukan dakwah, tapi ia tetap dalam keadaan menyaksikan Allah dengan hatinya.

Akan tetapi, haliyah fana' kulli ini, kebanyakan hanyalah dirasakan oleh orang yang ‘arif disebagian haliyahnya saja. Kemudian ia akan kembali pada haliyah baqo' namun masih ma'rifat billah

Yakni supaya sampai kepada suatu akibat yang baik, yaitu pendewasaan ilmu dan akhlak secara spiritual. Amal ibadah adalah persembahan seorang hamba kepada Tuhannya sedangkan ma’rifat adalah pemberian Allah kepada hamba-Nya, manakah yang lebih tinggi nilainya?



Oleh karena itu, apabila Allah s.w.t berkehendak membukakan pintu wijhah hati seorang hamba untuk menerima Nur Ma’rifat, tidak peduli walau hamba-Nya itu sedang lemah dan sedikit amal ibadahnya .......


semoga selalu dalam minnah menuju himmah al-lathiifahNYA selalu ........

By : al - hikam ibnu athoo'illah assakandariy ...........

PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI

JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...

KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN











AlkisAnnabila