TANBIIH

الحَمـْدُ للهِ المُــوَفَّـقِ للِعُـلاَ حَمـْدً يُوَافـــِي بِرَّهُ المُتَـــكَامِــلا وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّـهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَي النَّبِيِّ المُصْطَفَىَ وَالآلِ مَــــعْ صَـــحْــبٍ وَتُبَّـاعٍ وِل إنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا تَقْوَى الإلهِ مَدَارُ كُلِّ سَعَادَةٍ وَتِبَاعُ أَهْوَى رَأْسُ شَرِّ حَبَائِلاَ إن أخوف ما أخاف على أمتي اتباع الهوى وطول الأمل إنَّ الطَّرِيقَ شَرِيعَةٌُ وَطَرِيقَةٌ وَحَقِيقَةُ فَاسْمَعْ لَهَا مَا مُثِّلا فَشَرِيعَةٌ كَسَفِينَة وَطَرِيقَةٌ كَالبَحْرِ ثُمَّ حَقِيقَةٌ دُرٌّ غَلاَ فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ وَطَرِِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ وَحَقِيقَةُ لَوُصُولُهِ لِلمَقْصِدِ وَمُشَاهَدٌ نُورُ التّجَلِّي بِانجَلاَ مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

hiasan

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI

Senin, 26 Maret 2012

Kepastian Hukum Alam (TAQDIR)



“Ini disebabkan karena apa yang dilakukan oleh tangan-tanganmu lebih dahulu. Allah tiada pernah menganiaya hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali-Imran: 182)

                                                                

 Masalah takdir ini tidaklah sesederhana seperti yang diperkirakan. Ini tidak hanya menyangkut ketetapan aspek fisika saja seperti rotasi atau evolusi bumi saja, tetapi menyangkut tentang ketetapan-ketetapan aspek berpikir dan aspek sosial yang tampaknya sedemikian abstrak.



 Kata-kata yang menyatakan itu adalah “abstrak”, banyak factor “X” nya, adalah suatu pemikiran yang tidak tuntas, atau suatu ‘jalan pintas’ untuk menutupi ketidak mampuan, di dalam membaca persoalan manusia. Mereka telah terpengaruh dengan literatur-literatur yang tidak berorentasi pada kebenaran Al-Qur’an yang telah membuat hal-hal yang mencakup factor “X” tersebut secara jelas dan konkrit bahkan, berikut contoh-contohnya.



 Sebagai contoh, para orientalis barat sedang sibuk-sibuknya menggali konsep EQ. Kita seperti ‘membeo’ dan ‘mengekor’ para orientalis tersebut, sibuk mencari hakikat dari EQ yang diributkan itu. Padahal, EQ iut sebenarnya adalah akhlak, dan hal itu sebenarnya telah ada dalam diri Rasulullah. Inilah yang menyebabkan terjadinya suatu pemikiran bahwa ilmu sosial adalah ilmu yang tidak pasti. Saya tidak sependapat apabila ilmu sosial tidak disebut sebagai ilmu pasti. Takdir akan ketetapan Ilmu sosial pun sebenarnya ilmu pasti, hukum-hukumnya, seperti sebab-sebab yang ditimbulkan dari suatu pemikiran atau tindakkan pun bersifat pasti. Sekali lagi, yang tidak pasti itu adalah pilihan manusianya, bukan hukum-hukum sosialnya. Sebagai contoh, teori “aksi min reaksi” atau hukum sebab akibat dari fisika, juga bisa dirasakan secara psikologis atau pada lingkungan sosial. Contohnya, apabila anda menyakiti orang lain maka orang lain pun akan bisa berbuat yang sama kepada anda. Apabila dia tidak membalas, entah mungkin bapaknya yang akan menegur atau membalaskan pada anda. Seandainya belum ada yang membalas, niscaya pada “hari pembalasan” hal itu akan di urus oleh Tuhan. Tak perlu terlalu jauh, orang yang disakiti pasti akan kecewa, dan biasanya hal itu akan di ingat. Reaksinya adalah tabungan kepercayaan anda akan terkuras habis akibat perbuatan itu. Niscaya ia tidak akan mempercayai anda lagi.



 “Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.” Begitu juga belas kasih yang tulus selalu mengalir kepada orang yang rendah hati. Sangat jarang belas kasih diberikan kepada orang yang sombong dan kuat, kecuali tentu saja ada maksud-maksud “tertentu” yang tersembunyi di belakangnya. Contoh lain, cobalah anda berdiri tegak, sementara semua orang jongkok atau merunduk, maka anda akan merasa lebih nyaman untuk berada pada posisi yang sama atau sejajar. Begitu pula sebaliknya, anda sedang jongkok atau merunduk, di hadapan anda ada orang lain yang berdiri tegak, apa yang anda rasakan? Tentunya anda akan segera berdiri tegak untuk menyamakan posisi. Kecuali ada hal-hal lain yang mempengaruhinya, seperti kaki sedang sakit, dan lain-lain. Sunnatullah (ketetapan Allah) inilah yang kadang lepas dari perhatian kita. Dan hal-hal tertentu itu jumlahnya banyak sekali, namun tetap masih bisa di prediksi, dengan ilmu pengatahuan dalam Al-Qur’an.



 Sunnatullah (ketetapan Allah) itu adalah suara-suara hati, dorongan-dorongan mendasar yang berasal dari sifat-sifat Allah (Asmaul Husna). Namun harus di ingat bahwa setiap orang memiliki prioritas-prioritas yang berbeda untuk menetukan tindakan dan pemikiran seperti apa yang akan dilakukan. Setiap dorongan fitrah itu, pastilah bersumber dari salah satu sifat Allah atau lebih, yang dipilih secara bebas oleh setiap manusia. Di sanalah letak perbedaan-perbedaan manusia yang sesungguhnya, yaitu sebuah kepentingan. Disanalah sering terjadi perbedaan pendapat, bahkan bisa menimbulkan suatu peperangan antar bangsa yang dapat menelan jutaan nyawa manusia.



 Itulah sebabnya Al-Qur’an diturunkan, yang merupakan pengejawantahan dari sifat-sifat Ilahiyah yang di aplikasikan dalam stu Ke-Esa-an Tuhan dan dalam satu kesatuan Tauhid-Nya. Alasan itulah yang membuat saya beranimenarik sebuah kesimpulan bahwa ilmu sosial harus didekati dengan pendekatan ilmu pasti. Ilmu sosial merupakan ilmu yang lebih kompleks dibandingkan dengan gejala-gejala alamiah yang menjadi obyek ilmu pasti. Ilmu sosial mempelajari tingkah laku manusia beserta gejala-gejala sosial yang ditimbulkannya. Dengan tidak mengesampingkan penelitian dahulu, saya berasumsi bahwa sebenarnya dalam Al-Qur’an telah terdapat formula yang dapat menjelaskan dan menjadi solusi bagi gejala sosial, dalam hal ini obyek pengamatan sosial.

 Sekarang tentu anda bertanya kepada saya, apabila ilmu sosial itu diidentikkan sebagai ilmu pasti, lantas apa yang menjadi dasar teori-teori ilmu sosial tersebut? Saya akan menjawab bahwa Al-Qur’an lah dasar teori (basic principles) dari ilmu sosial yang sangat rumit dan abstrak itu. Sebagai contoh sederhana, kalimat-kalimat bijaksana (wise words) atau kata-kata mutiara yang dirasa sesuai dengan suara hati, pun bisa menjadi suatu teori, dan teori dalam ilmu sosial banyak disebut orang sebagai filsafat, tetapi juga isyarat (tirgger) berbagai keilmuan yang dilengkapi dengan contoh-contoh kongkrit dan petunjuk pelaksanaan yang sangat membumi (workable)                         



 Permasalahannya sekarang adalah para cendikiawan dan ahli-ahli ilmu sosial tidak mau atau ‘kurang’ keinginannya untuk membahas Al-Qur’an secara mendalam, karena mereka mengalami ‘distorsi’ dan menganggap Al-Qur’an hanya mengajarkan ilmu gama saja (sekularistik). Bahkan yang menyedihkan, seolah-olah Al-Qur’an dianggap seperti mantera-mantera saja. Padahal disanalah pusat dari kecerdasan emosi dan spiritual atau ESQ (Emotional and Spiritual Quotient), bahkan lebih hebat lagi dari itu semua. Masih dibutuhkan suatu upaya besar untuk menggeser paradigma (paradigm shift) yang keliru ini, demi kemakmuran dan kesejahteraan bumi, yang berazaskan pada keteraturan seperti yang ada dalam Al-Qur’an Al-Karim.



 Seandainya Ilmu sosial itu tidak didekati dengan pendekatan ilmu pasti, bagaimana mungkin manusia akan bisa memprediksi masa depan yang sangat tergantung pada lingkungan sosialnya itu. Bukankah Allah itu Maha Adil? Dan pada kenyataannya, banyak orang yang berhasil dalam membangun lingkungan sosialnya? Membangun perusahaan raksasa dengan penuh perhitungan dari segala aspek sosialnya? Dan itu artinya, manusia memiliki kepastian masa depan dengan ketetapan-ketetapan sosial yang telah dirancang oleh Allah Swt. melalui Al-Qur’an. Kebebasan Manusia untuk memilih jawabannya. disitulah letak kuncinya. Kemampuan anda untuk “membaca” berbagai alternatiftindakkan manusia yang didasari oleh dorongan sifat-sifat Ilahiah, dan Al-Qur’anlah petunjuknya. semua seba terukur. Apabila ada sebuah kegagalan, pastilah ada factor “X” yang belum dicermati dan semua factor “X” itu akan anda temukan di dalam Al-Qur’an, buku manual buatan Tuhan itu.



Hai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah, dan taatlah kerpada Rasul, dan orang-orang yang berkuasa diantara kamu. Dan bila kamu berselisih tentang sesuatu dikalangan kamu sendiri, hendaknya kamu mengembalikannya kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul (Sunnah). Jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, itu lebih baik dan penyelesaian yang paling indah. (QS. An-Nissa’ : 59)

*********************************************************************************

Hasrat untuk melangkah mendekati takdir rasanya sudah diujung kaki, jika takdir adalah apa yang selalu ingin dicapai. Saya berkejaran dengan suatu titik dimana kita kehilangan kendali atas apa yang terjadi, dan hidup jadi dikendalikan oleh nasib. Itulah ketidak mampuan orang memilih takdir mereka sendiri, dusta terbesar di dunia.
                             
                                 “Menyantuni orang miskin tidak berarti harus ikut miskin, atau mengikuti cara hidup kaum miskin. Mereka tahu bahwa kita tidak semiskin mereka. Mereka juga tidak ingin agar kita menjadi semiskin mereka. Yang penting, menghormati mereka sebagai manusia, solider dengan mereka, bersimpati kepada mereka, dan jangan lupa, apapun kedudukan kita di masyarakat, mengarahkan kegiatan kita kepada pemberantasan kemiskinan, menuju tata masyarakat yang lebih adil.”



Pada detik saya berdiri sekarang, saya tidak takut bermimpi, sangat mendambakan segalanya terwujud. Saya menjadikannya jelas terlihat dengan menulisnya, segalanya pasti mungkin. Satu-satunya kewajiban sejati manusia adalah mewujudkan takdirnya.

“Ada satu kebenaran mahabesar di planet ini siapapun dirimu, apapun yang kaulakukan, kalau engkau sungguh-sungguh menginginkan sesuatu, itu karena hasrat tersebut bersumber dari jiwa jagat raya. Dan saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya bersatu padu untuk membantumu meraihnya

1 komentar:

M ALI AL BAIS mengatakan...

"Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Yunus: 107)

Maka dari itu, apa pun yang kita alami dalam kehidupan ini, apakah itu terlihat baik ataupun buruk, semuanya adalah baik karena hal itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kita. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, zat yang menetapkan akibat suatu peristiwa bukanlah seorang manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu, melainkan Allah, Zat yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, Yang menciptakan manusia, juga ruang dan waktu

PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI

JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...

KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN











AlkisAnnabila