الحَمْدُ للهِ الَّذِي بَلَّغَنَا رمضانَ، شهرَ الجودِ والإحسانِ، وأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ ذُو الجَلالِ والإِكرامِ، وأَشْهَدُ أَنَّ سيدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ سَيِّدُ الأَنَامِ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
Insan kamil dalam pengertian konsep pengetahuan mengenai manusia yang sempurna. Dalam pengertian demikian, insan kamil terkait dengan pandangan mengenai sesuatu yang dianggap mutlak yaitu Tuhan. Kedua, insan kamil yang jati diri yang mengidealkan kesatuan nama serta sifat-sifat Tuhan ke dalam hakikat atau esensi diriNya
إن الله خلق آدم على صورت
لقد خلقنا فى أحسن تقويم
كنت كنزا مخفيا فأحببت أن عرف فخلقت الخلق فبي عرفوني
Dari hadits tersebut tampak bahwa Alloh ingin dikenal maka di ciptakan-Nya makhluk, dan melalui makhluklah Alloh dikenal. Dari sini semakin jelas bahwa manusia adalah tajalli Tuhan.
Proses pengertian TAJALLI sebenarnya di mulai dari
Tajalli Dzat (hakikat)
Tajali Sifat (ma'rifat)
tajalli af'al (thoriqoh) dan
Tajalli Asma (syari'at)
Kemudian pada perbuatan-perbuatan sehingga tercipta alam semesta.
Akan tetapi dalam rangka meningkatkan martabat rohani,
tajalli tersebut di tempatkan pada urutan terbalik, di mulai dari :
tajalli nama-nama(tajalli al-asma’)
tajalli perbuatan-perbuatan(tajalli al-af’al), ,
tajalli sifat-sifat (tajalli al-shifat), dan
yang terakhir tajalli dzat (tajalli al-dzat)
Kemudian di lanjutkan konsep tanazul (turun) dan turaqqi(pendakian).
Dalam proses tanazul Tuhan mengambil tiga tahap yaitu ;
ahadiyah,
hawiyah dan
Aniyah.
Pada tahap ahadiyah Tuhan dalam keabsolutan-Nya baru keluar dari al-‘ama, kabut kegelapan, tanpa nama dan sifat.
Pada tahap hawiyah nama dan sifat Tuhan telah muncul,
tetapi masih dalam bentuk potensial.
Pada tahap Aniyah, Tuhan menampakkan diri dengan nama dan sifat-sifat-Nya pada makhluk-Nya. Dan tajalli Tuhan yang paling sempurna terdapat pada insan kamil
Untuk mencapai tingkat insan kamil sufi mesti mengadakan taraqqi melalui tiga tingkatan yaitu:
Bidayah, Tawassuth, dan khitam.
Pada tingkat Bidayah seseorang mulai dapat merealisasikan asma-asma dan sifat-sifat Tuhan.
Pada tingkat tawassuth seseorang tampak sebagai orbit kehalusan sifat kemanusiaan dan sebagai realitas kasih sayang Tuhan.
Dan pada tingkat khitam seseorang telah dapat merealisasikan citra Tuhan secara utuh Pada tingkat inilah seorang sufi menjadi insan kamil & Insan kamil ini merupakan
mikrokosmos dan makrokosmos,
jami’ al-haqoiq al-wujudiyah,
qolbnya = arasy),
aqalnya = qolam,
nafsnya = lauh al-mahfudz,
mudrikahnya = kaukab,
al-qowiy = al-muharrikahnya =
asy-syams, dan lain sebagainya tak terbatas oleh apapun ...
Sesuatu bisa dianggap wujud atau ada jika termanifestasikan
dalam apa yang disebut ‘tahapan wujud’ (marâthib al-wujûd),yang terdiri atas 4 hal:
(1) eksis dalam wujud sesuatu (wujûd al-syai’ fî ainih),
(2) eksis dalam pikiran atau konsepsi (wujûd al-syai’ fî al-ilm),
(3) eksis dalam ucapan (wujûd al-syai’ fî al-alfadz),
(4) eksis dalam tulisan (wujûd al-syai’ fî ruqûm)
Kemudian wujud itu terbagi dalam dua bagian : wujud mutlak dan wujud nisbi.
Wujud mutlak adalah suatu sesuatu yang eksis dengan dirinya sendiri dan untukdirinya sendiri, dan itu adalah Tuhan.
Wujud nisbi adalah sesuatu yang eksistensinya terjadi oleh dan untuk wujud lain (wujûd bial-ghoir).
Wujud nisbi ini terbagi dalam dua bagian, wujud bebasdan wujud ‘bergantung’, yang disebut kedua ini berupa atribut-atribut, kejadian-kejadian dan hubungan-hubungan yang bersifat spesial dan temporal.
Sementara itu, wujud nisbi bebas berupa substansi-substansi,
dan ia terbagi dalam dua bagian; materialdan spiritual.
Wujud_______________________________ Nisbi Mutlak________________________________ Bebas Bergantung(substansi-substansi) (Atribut-atribut, kejadian-kejadian, dan hubungan-hubungan yang bersifat spesial dan temporal) _______________________ Material Spiritual
Namun, yang perlu dicatat, apa yang dianggap wujud nisbidiatas tidak sepenuhnya ‘entitas temporal’ melainkan juga‘entitas permanen’ (al-a`yân al-tsâbitah) sebagaimana wujud mutlak.
Intinya semua yang ada dalamsemesta ini, dalam semua keadaannya, telah ada dan persis seperti apa yang ada dalam ilmu Tuhan, sedang ilmu Tuhan sendiri adalah al-a`yân al-tsâbitah.
Setiap urusan dan apa yang ada dalam semesta tidak pernah keluar dari rencana yang telah ditetapkan Tuhan sejak permulaan dalam ilmu-Nya.
خير الناس أنفعهم للناس
Al-Kamil (kesempurnaan) mungkin dimiliki manusia secara potensial (bil quwwah), dan mungkin pula secara aktual (bil fi’li) seperti yang terdapat pada diri wali dan Nabi, namun intensitasnya berbeda-beda. Dan yang paling sempurna adalah Nabi Muhammad
Konsep insan kamil merupakan salah satu kajian dalam dunia sufi yang cukup besar menarik perhatian berbagai kalangan.
Insan kamil merupakan wadah tajalli Tuhan yang paling sempurna.
Posisi insan kamil tidak hanya di tempati oleh satu orang tertentu, tetapi setiap orang berpotensial untuk mencapai derajat insan kamil ketika dia telah mampu memantulkan nama-nama dan sifat-sifat Tuhan dan telah mencapai kesadaran secara penuh mengenai kesatuan hakikatnya dengan Tuhan.
Dan yang paling tinggi tingkatannya adalah Nabi Muhammad, dengan tanpa menutup kemungkinan bahwa masih ada manusia-manusia lain yang bisa saja sampai pada derajat insan kamil. Namun yang bisa sampai pada tingkatan khitam yaitu tingkatan tertinggi dalam derajat insan kamil hanya satu yaitu Nabi Muhammad.
Jika di lihat, Nabi Muhammad yang merupakan manusia yang paling sempurna ternyata merupakan makhluk multi dimensi. Artinya dalam hal spiritual tidak ada yang mampu melebihi Nabi, namun disamping itu dalam kehidupan sosialnya Nabi adalah manusia yang sangat perduli terhadap kondisi masyarakatnya, bahkan beliau rela mengorbankan diri, keluarga, dan hartanya untuk kepentingan sosial.
Seorang muslim sudah selayaknya mengetahui tentang apa itu insan kamil, kepribadian dan intelektualnya.
Agar dapat membangun dirinya dan Umatnya.
HIKMAH ROMADHON
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ أَبِي بَكْرٍ
وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَاجْمَعِ اللَّهُمَّ أُمَّتَنَا عَلَى الْخَيْرِ وَالسَّدَادِ، اللَّهُمَّ أصلحْ لنا دينَنَا الذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وأصلحْ لن
دُنيانَا الَّتِي فيهَا معاشُنَا وأصلحْ لنا آخِرَتَنَا التي فيها معادُنَا، وَاجْعَلِ الحياةَ زيادةً لنا في كُلِّ خَيْرٍ، اللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ
غَفَرْتَهُ، وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ، وَلاَ مَرِيضًا إِلاَّ شَفَيْتَهُ وَعَافَيْتَهُ، وَلاَ حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا إِلاَّ قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا لَنَا يَا أَكْرَمَ
الأَكْرَمِينَ، وَيَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ،
ونسأل الله تعالى بأسمائه الحسنى وصفاته العلا أن يبارك لنا في شعبان، وأن يبلغنا رمضان، وأن يكتب لنا فيه
الرحمة والرضوان والعتقَ من النيران، اللهم أحسن عاقبتنا في الأمور كلها. ربنا آتنا في الدنيا حسنة، وفي الآخرة
حسنة، وقنا عذاب النار. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ. وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ