Selera dan gaya hidup seringkali tak berbanding lurus dengan penghasilan yang diperoleh. Banyak orang yang kemudian mengorbankan banyak hal demi berburu kesenangan sesaat.
Banyak orang beranggapan, hidup memang untuk dinikmati. Tak heran jika kemudian mereka berprinsip “yang penting senang” dan bagaimana menciptakan kehidupan yang “serba ada”. Tak peduli bagaimana caranya.
Banyak orang beranggapan, hidup memang untuk dinikmati. Tak heran jika kemudian mereka berprinsip “yang penting senang” dan bagaimana menciptakan kehidupan yang “serba ada”. Tak peduli bagaimana caranya.
Harga diri pun siap digadaikan demi memenuhi selera dan tuntutan gaya hidup yang dianutnya. Sehingga karena ingin hidup senang, akhirnya terlena untuk menimbang akibat buruk yang bakal timbul di kemudian hari. Melupakan urusan diri sendiri padahal diri ini dituntut memiliki kesiapan bila pada saatnya harus kembali kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
TAUHID HAQ, adalah pengetahuan hakiki tentang AL-ILAH. Dan pemahaman itu Hanya terdapat pada para sufi yang Telah Terpilih (warid) Ketika ia ditanya bagaimana ia mencapai ma’rifat tentang Tuhan, ia menjawab :
“Aku mengetahui Al-Ilah dengan Al-Ilah dan Jika tidak Dengan Ilah aku tidak akan mengerti hakikat Alloh swt ”
ungkapan tersebut menunjukan bahwa ma’rifat tidak diperoleh begitu saja, tetapi melalui pemberian Alloh.
Ma’rifat bukanlah hasil pemikiran manusia, tetapi tergantung kepada kehendak dan rohmat Ilah. Ma’rifat (mengatahui / mengerti) adalah pemberian Alloh kepada sufi yang sanggup menerimaNya. Pemberian tersebut dicapai setelah seorang sufi lebih dahulu menunjukan kerajinan, kepatuhan dan ketaatan mengabdikan diri sebagai hamba Alloh dalam beramal secara lahiriyah sebagai pengabdian yang dikerjakan tubuh untuk berUBUDIYAH .Ma’rifat juga dimaksudkan dengan komunikasi cahaya dari Ilahi ke dalam hati nurani seseorang.
Orang- orang yang sudah mencapai ma’rifat tidak lagi berada dalam diri mereka, tetapi mereka berada dalam dzat Ilah. Mereka dapat melihat tanpa pengetahuan, tanpa mata, tanpa penerangan,
Pada dasarnya Haqiqot ini kembali kepada dirinya masing2 dalam memelihara dan menjaga hatinya , agar senantiasa dekat dgn-nya.
Ilmu mencapai Haqiqot ini merupakan perjalanan ruhani setiap SALIK menuju kpd-Nya , yang kadang tidak semua orang Faham tentang teori ajaran TAUHID HAQ ini , Misalnya apa yg di Ungkapkan oleh Oleh
Syeikh hasan al-bashori dengan teori Asyq
Saiyidah Robi'ah dengan teori Makhabbah Ma'suq ,
Syeikh abu yazid dengan teori Ittikhad ,
Syeikh Abdul jabbar annifari dengan teori Asyq - Ma'syuq ,
Syeikh Ibnu Arobi tentang Wihdatul Wujud,
Syeikh Muhammad Al-Mantsur bin Husein Al-Halajj dgn teori HULUL atau yang lebih di kenal dengan ungkapan Annal'Haq nya.
dan banyak lagi para tokoh sufi seperti Syeikh abul qosim juanidi ,syeikh abu mudloffar, syeikh diwan ,syeikh madzfur,syeikh abdul kari aljillii dengan insan kamilnya syeikh Ibnu Athoillah dalam Hikamnya syeikh abul qosim qusairy syeikh fatkhul asror syeikh muhammad yahya al-anshori (wali ruslan al-damasqusi) syeikh imam robbani , syeikh hamzal alfansuri dengan kitab wihdah martabah al-sab'ah lalu di teruskan oleh,syeikh syamsuddin assumathroni syeikh aryo damar al-palimbangi di teruskan syeikh abdul jalil al-jawi dan wali di lanjutkan oleh syeikh abdurrouf assinkili ... dan sampai saat ini ... ,,,,,
“Aku mengetahui Al-Ilah dengan Al-Ilah dan Jika tidak Dengan Ilah aku tidak akan mengerti hakikat Alloh swt ”
ungkapan tersebut menunjukan bahwa ma’rifat tidak diperoleh begitu saja, tetapi melalui pemberian Alloh.
Ma’rifat bukanlah hasil pemikiran manusia, tetapi tergantung kepada kehendak dan rohmat Ilah. Ma’rifat (mengatahui / mengerti) adalah pemberian Alloh kepada sufi yang sanggup menerimaNya. Pemberian tersebut dicapai setelah seorang sufi lebih dahulu menunjukan kerajinan, kepatuhan dan ketaatan mengabdikan diri sebagai hamba Alloh dalam beramal secara lahiriyah sebagai pengabdian yang dikerjakan tubuh untuk berUBUDIYAH .Ma’rifat juga dimaksudkan dengan komunikasi cahaya dari Ilahi ke dalam hati nurani seseorang.
Orang- orang yang sudah mencapai ma’rifat tidak lagi berada dalam diri mereka, tetapi mereka berada dalam dzat Ilah. Mereka dapat melihat tanpa pengetahuan, tanpa mata, tanpa penerangan,
Pada dasarnya Haqiqot ini kembali kepada dirinya masing2 dalam memelihara dan menjaga hatinya , agar senantiasa dekat dgn-nya.
Ilmu mencapai Haqiqot ini merupakan perjalanan ruhani setiap SALIK menuju kpd-Nya , yang kadang tidak semua orang Faham tentang teori ajaran TAUHID HAQ ini , Misalnya apa yg di Ungkapkan oleh Oleh
Syeikh hasan al-bashori dengan teori Asyq
Saiyidah Robi'ah dengan teori Makhabbah Ma'suq ,
Syeikh abu yazid dengan teori Ittikhad ,
Syeikh Abdul jabbar annifari dengan teori Asyq - Ma'syuq ,
Syeikh Ibnu Arobi tentang Wihdatul Wujud,
Syeikh Muhammad Al-Mantsur bin Husein Al-Halajj dgn teori HULUL atau yang lebih di kenal dengan ungkapan Annal'Haq nya.
dan banyak lagi para tokoh sufi seperti Syeikh abul qosim juanidi ,syeikh abu mudloffar, syeikh diwan ,syeikh madzfur,syeikh abdul kari aljillii dengan insan kamilnya syeikh Ibnu Athoillah dalam Hikamnya syeikh abul qosim qusairy syeikh fatkhul asror syeikh muhammad yahya al-anshori (wali ruslan al-damasqusi) syeikh imam robbani , syeikh hamzal alfansuri dengan kitab wihdah martabah al-sab'ah lalu di teruskan oleh,syeikh syamsuddin assumathroni syeikh aryo damar al-palimbangi di teruskan syeikh abdul jalil al-jawi dan wali di lanjutkan oleh syeikh abdurrouf assinkili ... dan sampai saat ini ... ,,,,,
apakah kita akan menjadi SEORANG MUSLIM YANG MALAS UNTUK BELAJAR PADAHAL SERUAN MENGKAJI TAUHID SEBAGAI AWAL SEORANG MUSLIM YANG TELAH DI TETAPKAN OLEH ROSULULLOH ,,, ???
JAWABANNYA ADA PADA KALIAN SENDIRI APAKAH ISLAM ITU HANYA SEBUAH AGAMA KETURUNAN / HANYA CUKUP DENGAN 2 KALIMAT SYAHADAT SEMATA ...=> AWWALUDDIN MA'RIFATULLOH ... (AWALNYA DI SEBUT MEMPUNYAI AGAMA ADALAH MENGERTI HAKIKATNYA ALLOH) ,,,
JANGAN CUMA MENGENAL NAMA DAN KEKUASAANNYA SEMATA SUDAH MENGAKU ISLAM ,,, DAN BERDAKWAH SEOLAH'' SUDAH PALING 'ALIM DAN '' )==> WALAA DIINAN LIMAN LAA IIMANA LAHU (DAN TIDAK DI KATAKAN MEMPUNYAI AGAMA JIKA SESEORANG ITU TIDAK PERCAYA PADA AGAMANYA )=> WALAA IIMAAN LIMAN LAA MA'RIFATA LAHU TA'ALA (dan tidak di sebut beriman (percaya) bagi orang yang belum mengerti hakikat Al-ilahnya) => MAN LAM YADZUQ LAM YA'RIF )=> ,( Barang siapa belum merasakan maka belumlah dikatakan mengetahui) ...
Ruh setiap Manusia sebelum dihadirkan di Dunia, semuanya dalam keadaan Suci dan dalam keadaan terpelihara serta tahu akan Robbnya namun ia belumlah mengenal akan Sejati dirinya. Dengan kemurahan kasih sayang Alloh Swt melalui ‘pandangan’ rahmat Nurun ‘alaa nuurin maka dihadirkan ia (Ruh) ke Alam Dunia agar sempurna dalam kesempurnaanNYA dengan mengenal serta mengerti akan SEJATI DIRINYA. Terlahirnya Manusia di Alam Dunia, “DIA” tanamkan di dalam Bathinnya “Mutiara TAUHID”
Setiap Insan siapapun dirinya apapun Statusnya dan apapun Agamanya, Alirannya, Golongannya, Madzhabnya telah terpanggil dan Terhayati akan “KESADARAN DZAATULLOOH (hidup)” dalam Pandangan-NYA sejak dirinya masih berada di Alam AZALI, dan di NYATA-kan HAL itu pada saat IQRAR “Alastu bi Robbikum….???, Qoluu Ba Laa…Syahidna..!!”
(Apakah engkau membenarkan bahwa “AKU” lah Penguasa serta yg Mengatur setiap Urusan yg berlaku dalam “HAYAT/URIP/HIDUP…???, Ya…..BENAR…!!! Kami sebagai Saksi yg menyaksikan..!!!”
Dalam penantian Sang Hamba menuju kesempurnaan maka akan di mulai dengan Ilmu. Dalam Ilmu (pengetahuan) tidak akan memberikan Manfa’at (sia-sia) jika tanpa di dasari Kesadaran dalam Niat yang tulus.
“Sesungguhnya Manusia itu Mati kecuali mereka2 yang berpengetahuan, dan mereka2 yang berpengetahuan banyak yang tertidur kecuali mereka2 yang mengamalkan, dan mereka2 yang mengamalkan banyak yang tertipu kecuali mereka2 yang Tulus Ikhlas.
Ketika Lautan Hikmah dari segala Ilmu terselami maka terlihat lah……Mutiara2 Indah yang sangat berkilauan, dan banyak di antara para Salik yang mengambil Mutiara2 itu, karena saking Takjub dan terpananya melihat keindahan Mutiara TAUHID KHAQ ...
JAWABANNYA ADA PADA KALIAN SENDIRI APAKAH ISLAM ITU HANYA SEBUAH AGAMA KETURUNAN / HANYA CUKUP DENGAN 2 KALIMAT SYAHADAT SEMATA ...=> AWWALUDDIN MA'RIFATULLOH ... (AWALNYA DI SEBUT MEMPUNYAI AGAMA ADALAH MENGERTI HAKIKATNYA ALLOH) ,,,
JANGAN CUMA MENGENAL NAMA DAN KEKUASAANNYA SEMATA SUDAH MENGAKU ISLAM ,,, DAN BERDAKWAH SEOLAH'' SUDAH PALING 'ALIM DAN '' )==> WALAA DIINAN LIMAN LAA IIMANA LAHU (DAN TIDAK DI KATAKAN MEMPUNYAI AGAMA JIKA SESEORANG ITU TIDAK PERCAYA PADA AGAMANYA )=> WALAA IIMAAN LIMAN LAA MA'RIFATA LAHU TA'ALA (dan tidak di sebut beriman (percaya) bagi orang yang belum mengerti hakikat Al-ilahnya) => MAN LAM YADZUQ LAM YA'RIF )=> ,( Barang siapa belum merasakan maka belumlah dikatakan mengetahui) ...
Ruh setiap Manusia sebelum dihadirkan di Dunia, semuanya dalam keadaan Suci dan dalam keadaan terpelihara serta tahu akan Robbnya namun ia belumlah mengenal akan Sejati dirinya. Dengan kemurahan kasih sayang Alloh Swt melalui ‘pandangan’ rahmat Nurun ‘alaa nuurin maka dihadirkan ia (Ruh) ke Alam Dunia agar sempurna dalam kesempurnaanNYA dengan mengenal serta mengerti akan SEJATI DIRINYA. Terlahirnya Manusia di Alam Dunia, “DIA” tanamkan di dalam Bathinnya “Mutiara TAUHID”
Setiap Insan siapapun dirinya apapun Statusnya dan apapun Agamanya, Alirannya, Golongannya, Madzhabnya telah terpanggil dan Terhayati akan “KESADARAN DZAATULLOOH (hidup)” dalam Pandangan-NYA sejak dirinya masih berada di Alam AZALI, dan di NYATA-kan HAL itu pada saat IQRAR “Alastu bi Robbikum….???, Qoluu Ba Laa…Syahidna..!!”
(Apakah engkau membenarkan bahwa “AKU” lah Penguasa serta yg Mengatur setiap Urusan yg berlaku dalam “HAYAT/URIP/HIDUP…???, Ya…..BENAR…!!! Kami sebagai Saksi yg menyaksikan..!!!”
Dalam penantian Sang Hamba menuju kesempurnaan maka akan di mulai dengan Ilmu. Dalam Ilmu (pengetahuan) tidak akan memberikan Manfa’at (sia-sia) jika tanpa di dasari Kesadaran dalam Niat yang tulus.
“Sesungguhnya Manusia itu Mati kecuali mereka2 yang berpengetahuan, dan mereka2 yang berpengetahuan banyak yang tertidur kecuali mereka2 yang mengamalkan, dan mereka2 yang mengamalkan banyak yang tertipu kecuali mereka2 yang Tulus Ikhlas.
Ketika Lautan Hikmah dari segala Ilmu terselami maka terlihat lah……Mutiara2 Indah yang sangat berkilauan, dan banyak di antara para Salik yang mengambil Mutiara2 itu, karena saking Takjub dan terpananya melihat keindahan Mutiara TAUHID KHAQ ...
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي احسن :
“PANGGILLAH (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“Dan aku tidak bisa melepaskan diriku. Sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan untuk berbuat jahat kecuali orang yang mendapatkan rahmat dari Robbku. Sesungguhnya Robbku Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yusuf: 53)
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Apa yang menimpamu berupa kebaikan maka datangnya dari Alloh dan apa yang menimpamu berupa kejahatan datangnya dari dirimu sendiri.” (An-Nisaa: 79)
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ
“Dan barangsiapa melakukannya maka sungguh dia telah mendzolimi dirinya sendiri.”(Al-Baqarah: 231)
قَدْ جَاءَكُمْ بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ أَبْصَرَ فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ عَمِيَ فَعَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيْظٍ
“Sungguh telah datang kepada kalian hujjah dari Robb kalian. Maka barang siapa melihatnya untuk dirinya sendiri dan barangsiapa buta darinya atasnya dan aku bukan sebagai penolong atas kalian.” (Al-An’am: 104)
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِوَكِيْلٍ
“Katakan wahai sekalian manusia, telah datang kepada kalian kebenaran dari Robb kalian. Maka barangsiapa mendapatkan petunjuk untuk dirinya dan barangsiapa yang sesat, maka dia tersesat atas dirinya sendiri dan Aku bukanlah pembela atas kalian.” (Yunus: 108)
Semua ayat di atas mengingatkan kepada kita akan pentingnya memperhatikan urusan diri kita sendiri, di mana jika berhasil maka keberhasilan untuk diri kita sendiri dan jika merugi itu merupakan hasil usaha kita, tidak boleh kita mengkambinghitamkan orang lain.
Rosulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
“Barangsiapa menemukan kebaikan maka hendaklah dia memuji Alloh dan barangsiapa mendapatkan selainnya janganlah dia mencela melainkan dirinya sendiri.”
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“Dan aku tidak bisa melepaskan diriku. Sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan untuk berbuat jahat kecuali orang yang mendapatkan rahmat dari Robbku. Sesungguhnya Robbku Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yusuf: 53)
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Apa yang menimpamu berupa kebaikan maka datangnya dari Alloh dan apa yang menimpamu berupa kejahatan datangnya dari dirimu sendiri.” (An-Nisaa: 79)
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ
“Dan barangsiapa melakukannya maka sungguh dia telah mendzolimi dirinya sendiri.”(Al-Baqarah: 231)
قَدْ جَاءَكُمْ بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ أَبْصَرَ فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ عَمِيَ فَعَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيْظٍ
“Sungguh telah datang kepada kalian hujjah dari Robb kalian. Maka barang siapa melihatnya untuk dirinya sendiri dan barangsiapa buta darinya atasnya dan aku bukan sebagai penolong atas kalian.” (Al-An’am: 104)
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِوَكِيْلٍ
“Katakan wahai sekalian manusia, telah datang kepada kalian kebenaran dari Robb kalian. Maka barangsiapa mendapatkan petunjuk untuk dirinya dan barangsiapa yang sesat, maka dia tersesat atas dirinya sendiri dan Aku bukanlah pembela atas kalian.” (Yunus: 108)
Semua ayat di atas mengingatkan kepada kita akan pentingnya memperhatikan urusan diri kita sendiri, di mana jika berhasil maka keberhasilan untuk diri kita sendiri dan jika merugi itu merupakan hasil usaha kita, tidak boleh kita mengkambinghitamkan orang lain.
Rosulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
“Barangsiapa menemukan kebaikan maka hendaklah dia memuji Alloh dan barangsiapa mendapatkan selainnya janganlah dia mencela melainkan dirinya sendiri.”
BAROKALLOH FIKUM ...