TANBIIH

الحَمـْدُ للهِ المُــوَفَّـقِ للِعُـلاَ حَمـْدً يُوَافـــِي بِرَّهُ المُتَـــكَامِــلا وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّـهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَي النَّبِيِّ المُصْطَفَىَ وَالآلِ مَــــعْ صَـــحْــبٍ وَتُبَّـاعٍ وِل إنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا تَقْوَى الإلهِ مَدَارُ كُلِّ سَعَادَةٍ وَتِبَاعُ أَهْوَى رَأْسُ شَرِّ حَبَائِلاَ إن أخوف ما أخاف على أمتي اتباع الهوى وطول الأمل إنَّ الطَّرِيقَ شَرِيعَةٌُ وَطَرِيقَةٌ وَحَقِيقَةُ فَاسْمَعْ لَهَا مَا مُثِّلا فَشَرِيعَةٌ كَسَفِينَة وَطَرِيقَةٌ كَالبَحْرِ ثُمَّ حَقِيقَةٌ دُرٌّ غَلاَ فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ وَطَرِِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ وَحَقِيقَةُ لَوُصُولُهِ لِلمَقْصِدِ وَمُشَاهَدٌ نُورُ التّجَلِّي بِانجَلاَ مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

hiasan

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI

Minggu, 01 Juli 2012

PENGERTIAN HAQIQAT NUR MUHAMMAD & ROSULLOH MUHMMAD SAW II

SebenarNya Alloh secara langsung mengatur dunia, sebab Dzat-Nya adalah tanzih, tiada banding secara mutlak (transenden). Dia mengatur melalui Nur Muhammad, Logos. Jika Dzat-Nya turut campur dalam pengaturan alam yang penuh pertentangan, maka kalimat Allohu Ahad (lihat kembali bab satu) menjadi tidak berarti....  

pengertian ini di ambil dari dialognya NABI MUHAMMAD DAN NABI IBRAHIM dalam firman alloh 

 ‏:‏ عن قول الله - تعالى - ‏:‏ ‏{‏والله خلقكم وما تعملون‏}‏ ‏؟‏

Dan Allah menciptakan kamu dan apa yang Anda lakukan

 فأجاب بقوله ‏:‏هذا مما قاله إبراهيم ، عليه الصلاة والسلام ،
لقومه ‏{‏قال أتعبدون ما تنحتون ‏

Rosululloh Saw menjawab: Ini adalah apa yang dia katakan khabibulloh ibrahim As pada kaumnya
Dikatakan kaumnya: apakah kamu semua bisa menyembah dengan apa yang kamu sekalian tidak mendiami / menempati pada penyembahan itu  sedang AL-ILAH 

 ‏ والله خلقكم وما تعملون‏‏
 
Allah menciptakan kamu dan apa yang Anda lakukan..

أي ما تعملون من هذه الأصنام ليقيم عليهم الحجة بأنها لا تصلح آلهة ،
لأنها إذا كانت مخلوقة لله - تعالى - فمن الذي يستحق العبادة المخلوق أم الخالق‏؟
 
artinya : perkara Apa yang  Anda lakukan di dalam penyembahan ini adalah salah satu berhala hidup apakah itu sebuah haqiqat penyembahan . karena sesungguhnya  mahluk tidak pantas menyembah alloh dengan dirinya untuk melayani AL-ILAH . karena sesungguhnya jika mereka diciptakan oleh alloh  - Maha Kuasa - siapakah yang layak menyembah makhluk atau Sang Pencipta itu sendiri ... ??

 
 ‏ الجواب الخالق‏.‏

Jawabannya yang pantas menyembah adalah Sang Pencipta sendiri ...??

 وهل يستحق المخلوق أن يكون شريكاً في هذه العبادة ‏؟‏ 

Apakah makhluk itu layak menjadi mitra (sekutu) dalam ibadah

لا ‏.‏ فإبراهيم ، عليه الصلاة والسلام ، أراد أن يقيم الحجة على قومه بأن ما عملوه من هذه الأصنام التي نحتوها مخلوق الله -عز وجل.‏

Tidak makhluk tidak pantas menjadi sekutu bagi alloh . 
Kemudian kholilulloh  ibrahim AS menghendaki dan memberi pengertian pada qoumnya bahwa apa yang umat-Nya lakukan dari berhala-berhala yang dia bikin itu di sembah dengan dirinya yang juga sama'' mahluk alloh dan makhluk Alloh yang Maha Kuasa itu menyembah alloh SWT dengan dirinya ??

 - فكيف يليق بهم أن يشركوا مع الله -تعالى - هذا المخلوق ‏.

 Bagaimana bisa memperoleh sebuah makna UBUDIYAH jika dalam penyembahan itu hamba sendiri marasa pantas menjadi sekutu kepada alloh swt . untuk melibatkan mereka dengan AL-ILAH  yang Maha Kuasa - makhluk ini dan itu kata-kata ini apa yang Anda lakukan "apa" nama yang melekat ke bagian belakang mengatakan apa Ini wajah ini menghadap kepada alloh swt ...

 
وليس فيها أنه يبرر شركهم بالله ويقول ‏:‏ إن عملكم مخلوق لله فأنتم بريئون من اللوم عليه ،

 Ini bukan maqom yang dibenarkan Alloh dan mereka syirik mengatakan bahwa makhluk dengan AL-ILAH Anda tidak bersalah dari kesalahan untuk itu ketika keadaanmu (tingkah ubudiyah) tidak menghendaki pada penyembahan itu .. namun hanya alloh yang menyembah dan disembah dan yang beramal 

 عن قول الله - تعالى - ‏:‏ ‏{‏والله خلقكم وما تعملون‏}‏ ‏؟‏
فأجاب بقوله‏:‏هذا مما قاله إبراهيم ، عليه الصلاة والسلام ،
لقومه ‏{‏قال أتعبدون ما تنحتون ‏.‏ والله خلقكم وما تعملون‏}‏
أي ما تعملون من هذه الأصنام ليقيم عليهم الحجة بأنها لا تصلح آلهة ،
لأنها إذا كانت مخلوقة لله - تعالى - فمن الذي يستحق العبادة المخلوق أم الخالق‏؟
 الجواب الخالق‏.‏ وهل يستحق المخلوق أن يكون شريكاً في هذه العبادة ‏؟‏ لا ‏.‏ فإبراهيم ، عليه الصلاة والسلام ، أراد أن يقيم الحجة على قومه بأن ما عملوه من هذه الأصنام التي نحتوها مخلوق الله -عز وجل -فكيف يليق بهم أن يشركوا مع الله -تعالى - هذا المخلوق
وليس فيها أنه يبرر شركهم بالله ويقول ‏:‏ إن عملكم مخلوق لله فأنتم بريئون من اللوم عليه ،
==============================================================================

Semoga keterangan di atas bisa mencerahkan kita dalam jalan yang di ridloi alloh serta selalu dalam bimbingan rolulloh ....

Maka fungsi pengaturan berada dalam tahap wahidiyyah ini, yakni tahap Haqiqat Al-Muhammadiyyah. Rububiyyah (penguasaan, pemeliharaan) menimbulkan kebutuhan adanya hamba dan sesuatu yang dipelihara (kosmos, alam), dan karenanya dibutuhkan penghambaan (ubudiyyah). Haqiqat Al-Muhammadiyyah mengalir dari nabi ke nabi sejak Adam sampai pada gilirannya akan terwujud dalam pribadi Muhammad yang disebut rosul dan hamba (abd)—Muhammad abduhu wa Rosullulloh.

Ketika Muhammad, setelah bertafakur sekian lama di gua, ia mencapai tahap keheningan di mana gelombang dirinya bertemu dengan gelombang Nur Muhammad, maka layar kesadarannya terbuka terang melebihi terangnya seribu bulan.

مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ

Perumpamaan cahaya-Nya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar....

Maka jadilah ia Rosul. Maka Rosul Muhammad adalah cahaya yang menerangi alam secara lembut dan bisa disaksikan, sebab terang cahaya itu dibandingkan dengan seribu bulan, bukan seribu matahari. 

Dalam konteks ini secara simbolik “Rosul” adalah manifestasi yang lengkap dari tahapan manifestasi, yakni dari martabat wahdah ke martabat alam ajsaam (alam dunia, materi, sebab-akibat). Dilihat dari sudut pandang lain, rasul adalah “utusan” Tuhan yang menunjukkan jalan menuju cahaya atau kepada Tuhan. Karena merupakan manifestasi “lengkap dan sempurna” maka tidak dibutuhkan lagi sesuatu yang lain sesudahnya, dan jadilah dia disebut khotam (penutup)—”tak ada lagi nabi dan rosul setelah aku (Muhammad).” 

الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لا شَرْقِيَّةٍ وَلا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ

Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.

 Bagian kedua kalimat syahadat, Muhammad rosullulloh, adalah deskripsi dari ciptaan. Muhammad adalah “barzakh” yang memperantarai manusia dengan AL-ILAH . Berbeda dengan bagian pertama syahadat, Laa ilaha illa Allah, yang menegaskan KeESAan dan karenanya eksklusivitas mutlak (tanzih), bagian kedua syahadat ini menunjukkan inklusivitas (tasybih), karena merupakan manifestasi dari Alloh.

Sebagai sebuah deskripsi dari manifestasi, syahadat kedua ini menggambarkan tiga hal sekaligus, yakni Prinsip Asal yang dimanifestasikan (Muhammad) manifestasi Prinsip (Rasul) dan Prinsip Asal itu sendiri (Alloh). Dengan demikian, “Rasul” adalah penghubung “Dzat yang dimanifestasikan” dengan Dzat itu sendiri.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَة

"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu, yang telah menciptakan kamu dari yang satu"

Rosul menjadi perantara antara alam yang fana' dengan Dzat Yang Kekal. Tanpa “Muhammad Rosulluloh” dunia tidak akan eksis, sebab ketika dunia yang fana' dihadapkan pada Yang Kekal, maka lenyaplah dunia itu. Menurut Al-faqir, jika Rosul diletakkan di antara keduanya, maka dunia bisa terwujud, sebab Rasul secara internal adalah tajalli sempurna dari Alloh, dan secara eksternal tercipta dari tanah liat yang berarti termasuk bagian dari alam.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ

"Dan sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah." – (QS.23:12)


ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ



"Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani, (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)." – (QS.23:13)

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

"Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik." – (QS.23:14)


خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ

"Dia menciptakan manusia dari tanah kering, seperti tembikar," – (QS.55:14)

Jadinya, Rosul adalah “Utusan” manifestasi, yang mengisyaratkan “perwujudan” atau “turunnya” Tuhan dalam “bentuk manifestasi atau ayat-ayat” ke dunia, yang dengannya Dia dikenal. Kerasulan adalah alam kekuasaan (alam jabarut). Dengan demikian Muhammad Rosululloh adalah penegasan perpaduan KeESAan Dzat (Wujud), Sifat (shifaat) dan Tindakan (af’al).  Karenanya,menurut pandangan al-faqir—dalam kerosulan, Rasul tidak hanya berhadapan dengan Alloh saja, tetapi juga berhadapan dengan manusia (alam) pada saat ia berhadapan dengan AL-ILAH

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ 

"Sesungguhnya telah datang kepadamu, seorang rasul dari dalam diri kamu sendiri (NUR MUHAMMAD)  sebagai penerang dan awal sebuah syafa'at  nabi MUHAMMAD SAW .. berupa pengertian haqiqat keIMANAN & TAUHID pada diri tiap'' muslim ....

Pengangkatan Rasul, yang berarti “turunnya” AL-ILAH ke dunia, yakni “bersatunya” kesadaran Muhammad dengan Nur Muhammad, terjadi pada laylat Al-Qadr (Malam Kekuasaan), yang terang cahayanya melebihi seribu bulan. Allah dan Nabi Muhammad bertemu dalam “Rasul” yang dijabarkan dalam Risalah, atau Wahyu, yakni Al-Quran. Inilah cahaya petunjuk (Al-Huda) yang menerangi kegelapan alam, yang memisahkan (Al-Furqan) kebatilan atau kegelapan dengan kebenaran atau cahaya. Karena itu Al-Quran sesungguhnya adalah manifestasi “kehadiran penampakan” Alloh di dunia ini.

Sayyidina Ali karromallohu wajhah dalam Nahj Al-Balaghoh mengatakan “Alloh Yang Maha suci menampakkan Diri kepada tiap-tiap hamba-hamba-Nya dalam firman-Nya, hanya saja mereka tidak melihatNya.”
Imam Ja’far shodiq, cucu Rosululloh saw, juga mengatakan, “Sesungguhnya Alloh menampakkan Diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya dalam Kitab -Nya (kitab hidup / alam semesta), tetapi mereka tidak melihat.” 

 Di sisi lain, sebagai manusia yang mengandung unsur tanah dan air, Muhammad memperoleh sisi kemanusiaannya. Dia makan, minum dan menikah. Faktor ini amat penting karena menunjukkan bahwa walau Muhammad adalah manifestasi

وجودك عين وجود ربه 

"keadaanmu (mahluk) menjadi kenyataan dari keADAannya tuhanmu"

atau dengan kata lain  tajalli sempurna, insan kamil, dari Alloh, tetap saja Muhammad bukanlah Alloh. Atau, dengan kata lain, yang dimanifestasikan bukanlah Prinsip yang bermanifestasi, dan karenanya tidak ada persatuan antara manusia dan AL-ILAH  dalam pengertian panteisme. Kedudukan manusia paling tinggi justru dalam realisasi penghambaannya yang paling sempurna, abd, “abdi”—gelar yang hanya disebut oleh Alloh bagi Muhammad Saw. 

 Al-’abd adalah “Hamba” atau abdi yang sepenuhnya pasrah kepada Alloh. Seorang abd hidup dalam kesadaran sebagai seorang abdi Alloh. Abd dicirikan oleh keikhlasan. Karenanya, penghambaan sejati bukan lantaran kewajiban atau keterpaksaan. Dalam pengertian umum, kegembiraan seorang hamba adalah ketika dia dimerdekakan oleh tuannya. Tetapi ‘abd merasakan kegembiraan tatkala ia menjadi hamba (Alloh). 

 Derajat ‘abd adalah derajat tertinggi yang bisa dicapai manusia, dan karena itu Alloh menyandingkan kerosulan Nabi Muhammad Saw dengan ‘abd—”Tiada tuhan selain Alloh dan Muhammad adalah ‘hamba’ dan Rosul-Nya.” Ketika mengundang Rosululloh saw di malam mi’roj, Alloh menyebutnya dengan gelar “hamba”—Mahasuci Alloh yang memperjalankan hamba-Nya di kala malam (QS. 17:1)—dan ini sekaligus menunjukkan kebesaran kualitas ‘abd, sebab hanya ‘abd-Nya-lah yang berhak mendapat undangan langsung menemui-Nya di tempat di mana bahkan Malaikat Jibril pun terbakar sayap-sayapnya.

Dalam tingkatan yang paripurna, hamba yang ingat akan menjadi yang diingat, yang mengetahui akan menjadi yang diketahui, dan yang melihat akan menjadi yang dilihat, yang menghendaki menjadi yang dikehendaki, dan yang mencintai menjadi yang dicintai, karena ia sudah fana pada Allah dan baqa dengan baqa-Nya, dan ia menghabiskan waktunya untuk memandang kebesaran dan keindahan-Nya terus-menerus, seakan-akan dirinya pupus, seakan dia adalah Dia (Allah).

Ini adalah maqom seperti yang disebutkan dalam hadis Qudsi: … “(Aku) menjadi pendengarannya yang dengannya dia mendengar, penglihatannya yang dengannya dia melihat, menjadi tangannya yang dengannya dia memegang, menjadi kakinya yang dengannya dia berjalan, dan menjadi lidahnya yang dengannya dia bicara.” Jadi jelas bahwa derajat tertinggi adalah pada kehambaan, sebab hanya hamba yang telah menemui kesejatianlah yang akan “naik / asro ” menuju AL-ILAH . Dan pada sang hamba sejatilah Alloh “turun” untuk menemuinya. Ini adalah misteri mi’roj. 

 Penurunan dan kenaikan, laylatul al-qodr dan laylatu al-mi’roj, mempertemukan hamba dengan Tuhannya, melalui kewajiban yang ditetapkan pada saat pertemuan Nabi dengan Alloh, yakni shalat. Setiap mukmin harus mengikuti jejak Rosululloh agar bisa mi’roj, sebab sekali lagi, hanya melalui Rosullulloh sajalah, yakni prinsip “barzakh,” manusia bisa menemukan AL-ILAHnya. Rosul pernah mengatakan bahwa mi’roj-nya umat Muslim adalah sholat. Tanpa sholat, tidak ada mi’roj. Karenanya, sholat adalah wajib. Sholat pula yang membedakan Muhammad (dan umatnya) dengan kaum kafir.
 Sholat adalah langkah pertama dan terakhir dalam perjalanan menuju Tuhan, sebagaimana Nabi Muhammad adalah Nabi paling awal dan paling akhir dari mata rantai kenabian.

Rosululloh saw pernah mengatakan bahwa sholat akan mengangkat hijab, membuka pintu kasyaf, sehingga hamba-Nya berdiri di hadapan-Nya (IKHROM) . Rosululloh juga berkata, “Di dalam sholatlah terletak kesenanganku.” Sebab, sholat adalah bentuk percakapan rahasia antara Alloh dengan hamba. “Percakapan / Munajah ” ini terutama melalui bacaan Induk Kitab Suci, Surah Al-Fatihah. Surah ini terdiri dari dua bagian: yang pertama dikhususkan bagi Alloh dan yang kedua dikhususkan bagi hamba-Nya. Dua bagian percakapan ini disebutkan dalam hadis yang masyhur di kalangan Sufi:
 Aku membagi sholat menjadi dua bagian di antara Aku dan hamba-Ku, setengahnya untuk-Ku dan setengahnya untuk hamba-Ku. (Rasulullah bersabda}”Ketika hamba berucap alhamdulillahi rabbil ‘alamin, Alloh berkata ‘Hamba-Ku memuji-Ku. Ketika hamba berucap Ar-Rohman Ar-Rohim, Alloh berkata ‘Hamba-Ku memuja-Ku.’ Ketika hamba berucap maliki yaumiddin, Alloh berkata ‘Hamba-Ku mengagungkan Aku.’ Ketika hamba berucap Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, Alloh berkata ‘Ini antara Aku dan hamba-Ku.’ Ketika hamba berkata ihdinash shirothol mustaqim—sampai akhir ayat, Alloh berkata ‘Ini bagi hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.’ 

 Sholat bisa dilihat dari dua sisi (IBDAL / pengganti). Sebagai gerak perlambang dan doa/dzikir. Gerakan sholat bukan sekadar gerak tanpa makna, tetapi sebuah tindak “menulis” ayat Alloh dan merealisasikannya. Muslim “membaca” Al-Quran untuk mendapatkan petunjuk tentang hakikat dirinya guna mengenal Alloh, dan Muslim melakukan sholat untuk “menulis” hakikat diri.

Ini berarti pula bahwa dengan shalat seorang Mukmin melahirkan kandungan hakikat kediriannya, seperti sebuah pena yang mengalirkan tinta saat dipakai untuk menulis. Apa yang “ditulis” dalam sholat adalah hakikat kemanusiaan, adam, yakni bahwa manusia sesungguhnya adalah “adam” atau tiada, dan eksistensinya muncul adalah lantaran eksistensi Alloh yang dipancarkan melalui Nur Muhammad.

Dalam salah satu tafsir Sufi, posisi berdiri tegak lurus melambangkan huruf "ALIF" posisi rukuk melambangkan huruf "DAL"  dan sujud melambangkan huruf "MIM". Ketiga huruf ini membentuk kata “ADAM”. Huruf alif bernilai numerik satu yang melambangkan keESAan AL-ILAH. Karenanya begitu seseorang mengangkat tangannya dan berseru “Allohu Akbar,” ia sama artinya dengan “mengorbankan” diri dalam kesatuanNya .

Jika kesadaran tertentu telah dicapai dalam tingkatan keESAan, maka ia akan menunduk, yang mencapai puncaknya dalam sujud. Dalam posisi sujud, otak (rasio) diletakkan lebih rendah daripada hati. Bisa dikatakan rasio haruslah menjadi aspek sekunder dalam mendekati AL-ILAH, sebab “alam semesta tak bisa menampung Alloh, hanya hati yang bisa menampung Alloh” (hadis qudsi). 

BERSAMBUNG KE EDISI III

PENGERTIAN HAQIQAT NUR MUHAMMAD & ROSULLOH MUHMMAD SAW I

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ

Allah adalah cahaya langit dan bumi (QS. 24:35)

 Sesungguhnya Allah Swt. sebelum menciptakan segala sesuatu, terlebih dahulu menciptakan cahaya nabimu dari Nur Allah (Hadis)

Jika bukan karena engkau, jika bukan karena engkau, wahai Muhammad, Aku tak akan pernah menciptakan langit yang tinggi dan mengejawantahkan Kedaulatan-Ku (Hadis).

الفكرة سراج القلب فإذا ذهبت فلا إضاءة له

"Pikiran merupakan lampu hati, ketika hilang pikiran tersebut, maka tidak ada penerangan bagiNya"



Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda,

انا من نور الله وخلق كلهم من نري 
Ana min nurullaahi, wa khalaq kuluhum min nuuri

”Aku berasal dari cahaya Allah, dan seluruh dunia berasal dari cahayaku.”

Dalam hadis lain dari Ibnu Abbas disebutkan, “Sesungguhnya ada seorang Quraisy, yang ketika itu masih berwujud nur (cahaya), di hadapan Alloh Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung, dua ribu tahun sebelum penciptaan Nabi Adam as. Nur itu selalu bertasbih kepada Alloh…”

Alloh menciptakan Nur Muhammad, atau al-haqiqat Al-Muhammadiyya (Hakikat Muhammad) sebelum menciptakan segala sesuatu. Nur Muhammad disebut sebagai pangkal atau asas dari ciptaan. Ini adalah misteri dari hadis qudsi yang berbunyi ..

لولاك لولاك ما خلقت العفعلك 
lawlaka, lawlaka, maa khalaqtu al-aflaka—

”Jika bukan karena engkau, jika bukan karena engkau (wahai Muhammad),
Aku tidak akan menciptakan ufuk (alam) ini.” Alloh ingin dikenal, tetapi pengenalan Diri-Nya pada Diri-Nya sendiri menimbulkan pembatasan pertama (ta’ayyun awal).

Ketika Dia mengenal Diri-Nya sebagai Sang Pencipta, maka Dia “membutuhkan” ciptaan agar Nama Al-Kholiq dapat direalisasikan. Tanpa ciptaan, Dia tak bisa disebut sebagai Al-Khaliq. Tanpa objek sebagai lokus limpahan kasih sayang-Nya, dia tak bisa disebut Ar-Rahman. Maka, perbendaharaan tersembunyi dalam Diri-Nya itu rindu untuk dikenal, sehingga Dia menciptakan Dunia—seperti dikatakan dalam hadis qudsi, “Aku adalah perbendaharaan tersembunyi, Aku rindu untuk dikenal, maka kuciptakan Dunia.” 

Tetapi kosmos atau alam adalah kegelapan, sebab dalam dirinya sendiri alam sebenarnya tidak ada. Dalam kegelapan tidak akan terlihat apa-apa. Karenanya, agar sesuatu segala sesuatu muncul dalam eksistensi ini diperlukanlah cahaya.

Melalui cahaya inilah Dia memahami dan dipahami sekaligus. Inilah manifestasi pertama dari Perbendaharaan Tersembunyi, yakni Nur Muhammad. Jadi yang pertama diciptakan adalah Nur Muhammad yang berasal dari “Cahaya-Ku”. Nur Muhammad adalah sebentuk “pembatasan” (ta’ayyun) atas Keberadaan Absolut; dan bagian ini tidaklah diciptakan, tetapi sifat dari Pencipta.

Dengan demikian, berdasar hadis-hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa dunia adalah dari Nur Muhammad dan Nur Muhammad berasal dari Nur Alloh. Karena fungsinya sebagai prototipe aturan tata semesta dalam keadaan global, maka Nur Muhammad adalah wadah tajalli-Nya yang sempurna dan sekaligus kecerdasan impersonal yang mengatur tatanan kosmos, atau Logos, seperti dikatakan dalam hadis masyhur lainnya, “Yang pertama diciptakan Alloh adalah akal (aql al-awwal).”

الفكرة فكرتان فكرة تصديق وإيمان وفكرة شهود وعيان

فالأولى لأرباب الاعتبار والثانية لأرباب الشهود والاستبصار

 "Fikiran dibagi menjadi dua, fikiran yang timbul dari tashdiq dan iman, dan fikiran yang tumbuh dari menyaksikan Allah dan membuktikan wujudNya, yang pertama buat orang-orang yang mempunyai pertimbangan sedangkan yang kedua bagi orang-orang yang mempunyai persaksian kepada Alloh dan penglihatan dengan menggunakan hati". al-hikam


إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آَمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ (26) (البقرة2/26)

 Artinya : "Sesungguhnya Alloh tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari  al-ilah mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Alloh menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Alloh, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Alloh kecuali orang-orang yang fasik. (Q.S. Al-Baqoroh : 26)


Jadi, Nur Muhammad adalah semacam “wadah” yang senantiasa dialiri oleh Cahaya Pengetahuan ilahiah, yang dengan Pengetahuan itulah alam semesta ditata. Maulana Rumi menyatakan bahwa pada saat penciptaan Nur itu, Allah menatap Nur Muhammad itu 70,000 kali setiap detik. Ini berarti bahwa Hakikat Muhammadiyyah itu terus-menerus dilimpahi Cahaya Pengetahuan, Cahaya Penyaksian. Cahaya demi Cahaya terus berdatangan—cahaya di atas cahaya—masuk ke dalam hakikat Nur Muhammad atau Hakikat Muhammad. Karenanya pengetahuan yang diterima Nabi Muhammad terus-menerus bertambah. Inilah misteri dari doa Nabi yang termasyhur, “Ya Alloh tambahkan ilmu pengetahuan kepadaku.” Sebagai Logos, kecerdasan impersonal, yang menjadi dasar tatanan semesta, sudah barang tentu pengetahuan yang diterimanya tak pernah berhenti, terus bertambah, hingga akhir zaman.

Di dalam Nur Muhammad ini termuat al-a’yan Al-Mumkinah (entitas-entitas yang mungkin). Entitas yang mungkin ini akan menjadi aktual dalam bentuk alam empiris melalui perintah “kun” / seperti firman alloh.

ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (4) (الجمعة 62/4)

 Artinya : "Demikianlah karunia Alloh, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Alloh mempunyai karunia yang besar". (Q.S.Al-Jum'ah : 4)

. Tetapi tujuan penciptaan belum tercapai hanya melalui alam, sebab alam bukan cermin yang bening bagi Allah untuk mengenal Diri-Nya sendiri. Di sinilah wajah Nur Muhammad yang kedua berperan, yakni sebagai hakikat kemanusiaan—haqiqat Al-Muhammadiyyah atau Insan Kamil. 

SebenarNya Alloh secara langsung mengatur dunia, sebab Dzat-Nya adalah tanzih, tiada banding secara mutlak (transenden). Dia mengatur melalui Nur Muhammad, Logos. Jika Dzat-Nya turut campur dalam pengaturan alam yang penuh pertentangan, maka kalimat Allohu Ahad (lihat kembali bab satu) menjadi tidak berarti....  

BERSAMBUNG .... KE EDISI II

Jumat, 29 Juni 2012

PENGERTIAN TENTANG HARAPAN (ROJA') & HAYALAN ( UMNIYYAH) / LAMUNAN

الرجاء ما قارنه عمل وإلا فهو أمنية



"Roja' adalah sesuatu yang disertai dengan amal, jika tidak maka itu hanyalah umniyyah (lamunan)"





Nama raja' adalah sesuatu yang dibarengi dengan amal, kalau tidak ada amal namanya adalah menghayal. Raja' itu ada susahnya. Sedangkan Umniyyah hanyalah tahu firman Allah tapi tidak ada semangat untuk beramal.



Dalam hadits qudsy memang telah disebutkan :



7831 - وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي



مسند أحمد - (ج 16 / ص 373)





Orang yang ahli maksiat, jika pertama kali maksiat dia melihat hadits ini maka dia seperti menemukan barang berharga. Aku maksiat kepada Allah tapi aku mempunyai prasangka baik kepada Allah. Ini bukti kebahagiaan seorang hamba yang melakukan maksiat. Memang ada sebagian orang yang keadaannya seperti ini. Sebagian orang mendengarkan hadits seperti ini lalu ingin mendapatkan maghfirah dari Allah. Akhirnya orang seperti ini malu di hadapan Allah. Lalu karena telah malu kepada Allah akhirnya orang ini setiap membaca Al-Qur'an selalu dibarengi dengan amal. Dalam Al-Qur'an telah disebutkan :



لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا (123) [النساء/123]



123. (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong[353] dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.





[353] Mu di sini ada yang mengartikan dengan kaum muslimin dan ada pula yang mengartikan kaum musyrikin. maksudnya ialah pahala di akhirat bukanlah menuruti angan-angan dan cita-cita mereka, tetapi sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama.





Orang menganggap bahwa nikmat Allah itu besar sebab dia menyangka akan diberi kebahagiaan oleh Allah tetapi maksiatnya semakin bertambah, inilah yang dinamakan dengan umniyyah.





Contoh Roja'



Orang memiliki rasa malu kepada Allah tidak karena Allah tapi karena kemuliaan Allah. Dan akhirnya timbullah rasa mahabbah kepada Allah, sebab dia mempunyai perasaan bahwa dia maksiat kepada Allah tapi masih diberi maghfiroh oleh Allah (dengan memandang hadits di atas). Setelah itu timbullah mahabbah kepada Allah. Kalau sudah mahabbah kepada Allah, maka akan timbul seperti yang dijelaskan dalam hadits :



4250 - حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ أَبِي يَعْلَى شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا ثُمَّ تَمَنَّى عَلَى اللَّهِ



سنن ابن ماجه - (ج 12 / ص 312)





Orang yang pintar adalah orang yang selalu menundukkan nafsunya kepada Allah sedangkan orang yang lemah adalah orang yang menuruti hawa nafsunya. Orang yang pintar adalah orang yang mempunyai kekuatan. Artinya orang yang mempunyai amal sebelum mati dan akan bermanfaat setelah mati. Tapi orang yang lemah adalah orang yang menuruti hawa nafsu dan dinamakan juga orang yang bodoh. Hal ini karena dia hanya berangan-angan saja. Kamu menyangka bahwa diri kamu adalah orang yang bagus, oleh karena itu kamu harus mempunyai rasa malu dihadapan Allah. Dalam hadits juga telah disebutkan :



عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا رَوَى عَنْ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلَّا مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِي أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلَّا مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّي فَتَضُرُّونِي وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُونِي يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلَّا كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدْ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ



صحيح مسلم - (ج 12 / ص 455)





Kalau seseorang telah menganggap ringannya dosa dan selalu melakukan maksiat maka orang ini selalu menuruti hawa nafsunya. Orang seperti ini berbeda dengan orang yang mempunyai perasaan bahwa kekuatan hawa nafsu itu tidak bisa dikendalikan kecuali atas pertolongan Allah. Orang yang kedua seperti ini adalah orang yang selalu malu kepada Allah, berdo'a kepada-Nya supaya dosa-dosanya dimaafkan oleh Allah. Kalau nafsunya kalah lagi maka orang tersebut akan cepat taubat dan meminta pertolongan kepada Allah, setelah itu akan timbul mahabbah. Inilah yang dimaksud oleh nabi :



الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ



Kita harus kembali kepada Allah dan merasa bahwa kita adalah hamba Allah. Allah tidak mungkin memasukkan hambanya ke dalam neraka. Ini berbeda dengan orang yang tidak ingat kepada Allah sebab dirinya dihalang-halangi oleh hawa nafsu.

SIAPAKAH KEKASIH ALLAH YANG SESUNGGUHNYA



سبحان من ستر سر الخصوصية بظهور وصف البشرية، وظهر بعظمة الربوبية فى اظهار العبودية



"Maha suci Dia Yang menyembunyikan keistimewaan hamba-hamba pilihan-Nya di balik sifat manusiawi yang ada pada diri mereka. Dan (sebaliknya) menampakkan eksistensi sifat ketuhanan di balik kehambaan mahluk-Nya."

Di dunia ini, beragam mahluk hidup beriringan. Ada yang iman, ada juga yang kufur. Yang beriman pun bertingkat-tingkat. Iman seseorang tidak sama satu sama lain. Begitu seterusnya.

Di antara hamba-hamba Allah, ada yang di pilih-Nya sebagai orang terdekat. Merekalah kelompok yang imannya kuat. Yang ketika sesuatu apapun menimpanya, baik atau buruk, mereka tetap menganggap sebagai nikmat. Kemudian Allah menganugerahi mereka dengan keistimewaan yang tidak dianugerahkan kepada yang lain. Merekalah wali-wali Allah, yang tak ada rasa takut yang berlebih dan tak pula merasa susah.

Begitu tingginya derajat auliya' di sisi-Nya, sampai-sampai Allah memuji mereka di dalam Al-qur'an:

الا ان اولياء الله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون

Dalam hadits qudsi dikatakan:

من آذانى وليا فقد آذنته بالحرب

"Barang siapa yang memusuhi seorang wali, maka Aku kabarkan perang atasnya."

Dapat disimpulkan secara sederhana, bahwa memusuhi wali berarti menanti kerusakan pada diri. Jika tidak di dunia, kerusakan itu akan menunggu di alam kedua. Itulah yang akan terjadi jika kita lancang terhadap kekasih-Nya.

Lantas kitapun ingin tahu siapakah yang termasuk wali yang sedang dibicarakan di atas?

Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa wali pasti mempunyai sifat yang berbeda dengan manusia biasa. Dia bisa terbang, berjalan di air, kebal senjata tajam, dll. Seakan tidak terima jika ada manusia yang juga makan, minum, hidup kekurangan, dikatakan seorang wali. "Apa mungkin wali seperti itu ?"

Dahulu, nabi juga banyak yang tidak mau menirimanya sebagai utusan hanya karena beliau makan, minum, masuk ke pasar, dan melakukan sifat-sifat manusiawi lainnya. Pada akhirnya yang mampu menyadarkan hanyalah firman Allah :

وقالوا ما ل هذا الرسول يأكل الطعام ويمشى فى الأسواق، لو لا أنزل اليه ملك فيكون معه نذيرا

Tetapi tetap saja orang awam belum bisa menerima sepenuhnya.

Oleh karena itulah, Syeikh Ibn 'Atho'illah As-Sakandari berkata:

سبحان من ستر سر الخصوصية بظهور وصف البشرية

Wali memang diberi keistimewaan dan kekhushusiyahan yang tidak dimiliki orang lain. Hanya saja, keistimewaan itu pasti di tutupi Allah. Yaitu dengan memyembunyikan keistimewaan tersebut di balik sifat kemanusiaan orang yang dipilih-Nya (wali-Nya). Tugas wali tersebut akan lebih sempurna justru ketika ia bisa menutupi jati dirinya.

Ada beberapa wali abdal yang bertempat di Syam. Mereka diangkat sedemikian rupa derajatnya bukan semata-mata karena ibadah. Akan tetapi di dadanya terdapat sifat rahmah. Sebab mereka, kita terus diluaskan rizki. Sebab mereka pula, kita terus dirahmati.

به ترزقون وبه ترحمون

***

Satu lagi Hikmah Ilahiyah yang ada pada hamba-Nya yang Sholeh. Yaitu seorang wali diberi pengetahuan tentang hal-hal yang tidak diketahui orang lain.

Di sini kita kenal dengan istilah hal ghaib. Di dalam dunia tasauf, dikenal istilah orang awam dan orang khosh. Dari sisi kuantitas, orang awam jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang telah mencapai derajat khosh. Sebab itulah, yang diwajibkan oleh Syari' - dalam hal ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala - untuk dilakukan adalah syari'at. Tidak Thoriqot, bukan pula Hakikat.

Hal-hal yang bersifat ghaib sengaja disamarkan dari pandangan orang awam. Hal ini dimaksudkan agar syari'at dapat berjalan lancar. Tatanan dunia akan hancur apabila pengetahuan tentang hal ghaib diketahui semua orang.

Oleh sebab itulah, auliya' - yang notabenenya mempunyai pengetahuan ghaib - disembunyikan Allah. Tidak hanya disembunyikan, bahkan mereka dibuat Allah memiliki sebuah sikap yang sekiranya kita memandang, justru kita akan menganggap mereka yang sebenarnya wali bukan termasuk wali.

Allah sengaja mengutus para kekasih-Nya untuk bersikap begitu sederhana justru agar dijauhi orang awam. Yang terjadi, mayoritas orang, khususnya zaman sekarang, lebih mencari keramat dan lebih percaya terhadap orang yang mengobral kehebatan-kehebatan di luar nalar yang diakui dimilikinya.

Jadi kalau coba disadari, sikap orang yang suka mencari keramat dan keistimewaan tersebut sangat bertentangan dengan hikmah ilahiyah yang lebih memilih menutupi keistimewaan dari pada mengobralnya. Begitulah Allah menutupi para kekasihnya dari pengetahuan orang. Bahkan ada wali Allah yang dirinya sendiri tidak menyadari bahwa dia adalah wali Allah.

Selanjutnya, sebagai imbangan menyembunyikan kekasih-Nya, Allah menampakkan eksistensi diri-Nya pada setiap ciptaan yang ada. Hal ini dimaksudkan agar yang menjadi tujuan utama dan menjadi tempat kembali dari segala urusan adalah Allah, bukan sesama mahluk.

Kita akan menemukan Allah, pada tiap mahluk. Contoh; Kita bisa tahu Allah Mahakaya karena kita sadar akan kefaqiran kita. Allah Mahakuat, karena kita lemah. Begitu seterusnya.

Dengan kata lain, yang menerjemahkan Allah sebagai Otoritas Tunggal atau Tuhan adalah para mahluk-Nya. Ini secara ringkasnya.

Toh demekian, kita jangan berhenti pada titik kesimpulan ini. Sebab akan menyebabkan kesalahpahaman, bahwa Allah menjadi Tuhan hanya karena ada mahluk-Nya. Kalau mahluk tidak ada, Allah pun tidak lagi menjadi Tuhan yang Mahaperkasa. Kesalah pahaman ini meniscayakan kehadiran mahluk jika ingin Allah dikatakan sebagai Tuhan.

Apa betul seperti itu? Sama sekali tidak!

Ada dan tidak adanya mahluk sedikitpun tidak mempengaruhi sifat Rububiyyahnya Allah. Sifat ketuhanan tersebut sangat erat melekat pada dzat-Nya, tanpa membutuhkan yang lain. Tanpa mahluk, Allah tetap Dzat yang Mahapencipta dan Mahasegalanya.

Kitalah yang membutuhkan Allah. Sebagai fitrah seorang hamba, kita membutuhkan adanya Tuhan. Untuk dapat lebih mengenal-Nya, kita perlu mengumpulkan keterangan-keterangan tentang Allah sebagai Tuhan. Allah pun memberi jalan kepada para hamba untuk lebih mengenal Dirinya. Yakni dengan menyertakan potongan-potongan informasi yang mengatakan kepada makhluk tentang tanda-tanda ketuhanan serta kekuasaan-Nya pada setiap ciptaan.

Allah membuka sifat Rububiyyah-Nya melalui mahluk. Sebuah contoh kecil adalah diri manusia. Begitu lemahnya manusia pada waktu bayi. Tak berdaya, tak mempunyai upaya. San begitu lemahnya, bayi hanya bisa menangis di dalam pinta.

Perkembangan mulai menunjukkan perubahan pada diri. Yang dahulunya merangkak saja tak mampu, saat menginjak remaja kaki semakin kokoh. Jangankan merangkak, berjalanpun sangat mudah. Beranjak dewasa, manusia mulai sempurna menggunakan akal pikirannya.

Proses dari bayi sampai dewasa kemudian mampu berpikir ini seakan terjadi secara otomatis dan terprogram. Tak ada yang tahu bagaimana itu semua berproses. Yang jelas, manusia sama sekali tidak ikut andil di dalamnya. Hanya satu yang mengendalikan. Dia lah Allah Yang Mahakuasa. Inilah yang hendak diungkapkan Imam Ibn 'Atho'illah As-Sakandari melalui mutiara hikmahnya:

وظهر بعظمة الربوبية فى اظهار العبودية

Bila ada yang tidak mengetahui hal ini dan berpandangan bahwa dirinya sendiri yang menciptakan kekuatan tanpa otoritas lain, maka ini dapat disadarkan dengan cara mengajaknya bertafakkur tentang diri dan melihat sifat kehambaan dirinya. Kemudian andai masih enggan untuk mengakui, maka hanya ada satu hal yang akan menyadarkannya. Yaitu maut.

قل يوم الفتح لا ينفع الذين كفروا ايمانهم ولا هم ينظرون

Sadar dan pahamilah bahwa:

أن لكل مخلوق ربا، والله ربنا ورب كل شئ، وكل مخلوق عبده

PENGERTIAN ORANG YANG LALI & BERAKAL ..

الغافل إذا أصبح ينظر ماذا يفعل والعاقل ينظر ماذا يفعل الله به

"Al Ghofil (orang yang lupa) ketika bangun pagi selalu berfikir apa yang akan ia kerjakan, dan Al 'Aqil (orang yang punya akal) selalu berfikir apa yang Allah kerjakan kepadanya".

Al ghofil adalah orang yang punya akal namun tidak bisa menggunakannya. Sedangkan al 'aqil adalah orang yang punya akal dan bisa menggunakannya. '

Ibarat Ibnu 'athoillah diatas menggunakan kalimah ينظر yang mengandung makna berfikir atau beri'tiqod. Yang menjadi titik poin pada pembahasan ini adalah i'tiqod atau keyakinan, tidak pada lafadh atau ucapan. Jadi, apabila al 'aqil berkata : " besok saya akan pergi ke Masjid ", dengan beri'tiqod bahwa Allah lah yang akan menggerakkannya ke Masjid, maka ia tidak perlu mengucapkan : " besok Allah akan menggerakkan saya ke Masjid, berbeda halnya dengan al ghofil, yang mana dia tidak tahu hakikat dari I'tiqod ini, maka ia hanya menyandarkan perbuatannya kepada dirinya sendiri tanpa adanya i'tiqod atau keyakinan pada Allah.

Pada dasarnya yang wajib kita tanamkan dalam aqidah kita adalah sesungguhnya hanya Allah lah yang membuat pekerjaan atau perbuatan kita. Kita hanya diberi ikhtiar dan kekuatan yang bisa kita gunakan untuk menuai pahala dan taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Disebutkan dalam firman-Nya :

لها ما كسبت وعليها ما اكتسبت

"Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (al baqoroh : 286 )".

Perlu di pahami, bahwa Al 'Aqil, ini tetap punya cita-cita atau 'azm tapi nanti kenyataanya terealisasi atau tidaknya 'azm tersebut ia serahkan semuanya pada kehendak Allah, dan yang selalu diminta nya adalah supaya Allah memberikannya i'tiqod yang shohih. Maka dari itu, dalam adab Islam disunnahkan mengucapkan إن شاء الله setiap hendak mengerjakan sesuatu. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam surat Al Kahfi :

ولا تقولن لشيئ إني فاعل ذلك غدا (23) إلا أن يشاء الله واذكر ربك إذا نسيت وقل عسى أن يهدين ربي

(لأقرب من هذا رشدا (24

"Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya Aku akan mengerjakan Ini besok pagi, Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah" dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini"(Al Kahfi 23-24)".

Menurut riwayat, asbabun nuzul (sebab turunnya) ayat di atas adalah ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzul qarnain lalu beliau menjawab, datanglah besok pagi kepadaku agar Aku ceritakan dan beliau tidak mengucapkan Insya Allah (artinya jika Allah menghendaki), dan sampai besok harinya wahyu terlambat datang untuk menceritakan hal-hal tersebut dan nabi tidak dapat menjawabnya.

Maka turunlah ayat 23-24 di atas, sebagai pelajaran kepada Nabi. Allah mengingatkan pula bilamana Nabi lupa menyebut Insya Allah haruslah segera menyebutkannya kemudian. Dan juga firman Allah dalam surat Al Ahqof : 9

قل ما كنتم بدعا من الرسل وما ادري ما يفعل بي ولا بكم ان اتبع الا ما يوحى اليّ وما انا الا نذير مبين


"Katakanlah: "Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan Aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan Aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan" (Al Ahqof : 9)"

Jadi, semua terserah kehendak Allah, yang mana I'tiqod ini akan membuahkan keyakinan (tidak kagetan). Dengan artian bahwa al ‘Aqil selalu meyakini apa yang telah dipilihkan oleh Allah untuknya adalah baik (khoir). Firman Allah al Baqoroh : 216

وعسى أن تحب شيئا وهو شر لكم والله يعلم وانتم لا تعلمون

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui" (al Baqoroh : 216).

فان كرهتموهن فعسى ان تكرهوا شيئا ويجعل الله فيه خيرا كثيرا

"Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak" (An Nisa' :19).

Ketika kita sedang ditimpa musibah, hendaknya yang kita pikirkan jangan hanya penderitannya saja, namun hikmah apa yang terkandung dibalik musibah tersebut, yang mana itu semua mungkin peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga kita tidak lalai kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dan yang paling berbahaya adalah jangan sampai kita curiga pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Orang yang 'aqil (berakal), ia memiliki kesehatan jasmani dan rohani, didunia ini ia selalu ingat bahwa dirinya itu ada dalam skenario yang dijalankan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Ketika ia mendapatkan kesenangan kemudian kesenangan tersebut ditarik oleh Allah, ia masih merasa senang dan ridho akan ketentuan Allah. Ia mempunyai jiwa yang selalu tenang ( نفس المطمئنة ), jadi ia tidak susah. Dan hal ini merupakan sesuatu yang menakjubkan, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam :

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : « عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير ، إن أصابته سراء شكر ،

وإن أصابته ضراء صبر ، وكان خيرا له ، وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن

Adapun tingkahnya orang yang ghofil (yang lalai) sesuai dengan yang disebutkan oleh Ibnu 'Athoillah, ia akan selalu mengandalkan dirinya sendiri, tidak mau tahu dan yang dipikirkannya hanyalah dirinya sendiri. Apabila keinginannya tidak terkabul maka ia akan selalu merasa susah.

Walaupun dhohirnya kelihatan sehat namun batinnya menderita. Dan penyakit ini bisa tidak diobati kecuali dengan bangkit dari kelalaian dan meresapi serta menancapkan i'tiqod yang dimiliki oleh seorang yang Aqil tersebut diatas. 

Wallahu A'lam.

Kamis, 28 Juni 2012

HUBUNGAN ILMU & AL-WHUSUL BEGITU NYATA

Yang dikehendaki di sini, bukanlah hubungan yang terjadi dengan cara menempuh jarak atau melewati tempat-tempat tertentu, karena tidak bisa tergambarkan dan memang tidak mungkin ada seorang manusia yang berstatus sebagai makhluk kemudian mempunyai kedekatan letak dan posisi dengan Allah yang menciptakan masa dan tempat. Allah subhanahu wata'ala adalah Dzat yang tidak terlalui oleh ruang dan waktu, jadi mustahil jika dia dekat dengan makhluk sebagaimana 2 orang yang posisinya berdekatan satu sama yang lain.

وصولك الى الله وصولك الى العلم به وإلاّ فجلّ ربنا أن يتصل به شيئ أو ان يتصل هو بشئ

"Tersambungnya dirimu kepada Allah, berarti sampainya dirimu kepada kemampuan untuk mengerti Allah secara Hakiki. Jika bukan seperti itu, maka. Maha Agung Allah terhadap sesuatu yang tersambung dengan-Nya dan menyambungkan Dzat-Nya kepada sebuah pekara."





Berikut ini ada sebuah do'a yang telah masyhur dilafalkan para Ulama'

اللهم لاتقطعني عنك بقواطع الذنوب ولا تحجبني عنك بقبائح العيوب

"Ya Allah Janganlah engakau memutusakan hubungnanku dengan-Mu karena dosa-dosa ku dan janganlah engkau menghalangiku dari-Mu karena keburukan-keburukanku yang Hina."

Dan juga Salah satu kalam yang bisa mempengaruhi sebagian orang-orang shalih ialah syair.

فما عذابي إلا حجابي # وما نعيمي إلا وصالي

"Maka tidak ada siksa yang berarti bagiku selain terhalangnya diriku dari Allah dan tidak ada ni'mat yang paling Agung untuk aku kecuali terhubungnya diriku dengan Allah."

Dalam do'a dan syair yang diucapkan oleh sebagian ulama' di atas, kita bisa menemukan adanya keinginan mereka agar terhubung kepada Allah dan juga terdapat kehawatiran akan terpasangnya pembatas yang memisahkan mereka dengan-Nya. Lalu apa sebenarnya makna terhubung (wishol) dan pembatas (hijab) yang dimaksud?

Yang dikehendaki di sini, bukanlah hubungan yang terjadi dengan cara menempuh jarak atau melewati tempat-tempat tertentu, karena tidak bisa tergambarkan dan memang tidak mungkin ada seorang manusia yang berstatus sebagai makhluk kemudian mempunyai kedekatan letak dan posisi dengan Allah yang menciptakan masa dan tempat. Allah subhanahu wata'ala adalah Dzat yang tidak terlalui oleh ruang dan waktu, jadi mustahil jika dia dekat dengan makhluk sebagaimana 2 orang yang posisinya berdekatan satu sama yang lain.

 Al-hijab, Al-firoq, dan Al-qothi'ah.

Ketiga kata di atas mempunyai arti yang sama, yaitu sebuah keadaan yang dialami seorang manusia ketika dia sedang dikuasai oleh keinginan-keinginan nafsu hewani dan kemauan sahwat liarnya sehingga akal fikiran dan perasaan jiwanya hanya tunduk mengikuti nafsunya, dia tidak berdaya memberikan perlawanan apa-apa. Padahal kita tahu bahwa yang di namakan manusia (tanpa memandang jasad luarnya) hanyalah pikiran yang tersimpan dalam otak dan disertai perasaan yang mengisi hatinya.

Keadaan seperti ini akan memunculkan sebuah pembatas yang bisa menyebabkan dia lupa akan firman-firman Allah. Sehingga dia tidak memperdulikan perintah dan larangan yang ditujukan padanya. Ketika kedua telinganya mendengar kalam suci yang menjelaskan tentang hakikat kehidupan dan fase-fase yang harus dilalui atau ayat-ayat yang menerangkan peringatan dan kabar gembira serta nasehat dan pengajaran maka ia menganggap semua itu seperti angin lalu.

Saat kedua bola matanya menyaksikan tanda-tanda alam yang mengisaratakan keagungan dan kekuasaan Allah serta menunjukan kelemahan serta kehinaan manusia sebagai hamba sahaya. Maka dia hanya melihat bahwa itu adalah bayangan yang tiada arti. Apa yang menyebabkan kalalaian tersebut adalah gerakan pemberontakan yang dikabarkan oleh hawa nafsu hingga sampai menaklukan kekuatan hati dan akal fikiran ,dengan sendirinya seluruh anggota badan akan tunduk dan patuh atas komando yang diucapkan oleh hati dan dikendalikan hawa nafsu, kemudian terjadi bencana yang disebut sebagai kalalaian.

Seperti itulah gambaran mengenai hijab yang selalu ditakutkan dan dianggap sebagai musibah besar oleh hamba-hamba Allah Yang bertaqwa, terkadang mereka menyebut hijab ini dengan ungkapan kekerasan hati dan hilangnya perasaan takut kepada Allah dari dalam jiwa. Hal ini sesuai firman Allah Swt.

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً [البقرة/74]

Artinya: "Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi." (QS. Al baqoroh:74)

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ [المطففين/14]

Artinya: "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka." (QS. Al muthofifin:14)

Dengan melihat kenyataan yang ada pada diri kita sendiri dan mayoritas kaum muslimin, ternyata hijab yang berupa kalalian ini tengah melanda kehidupan islam. Lihat saja ketika seorang Qori' sedang melantunkan Ayat-ayat suci Al quran yang berisi petunjuk, peringatan dan pengagungan ketuhanan Allah subhanahu wata'ala, namun banyak di antara kita, orang-orang yang mendengarnya dengan lebih Asyik menikmati kesibukan dan mimpi-mimpi materialis mereka.

Peristiwa demi peristiwa yang terjadi dan datang silih berganti semakin mendekatkan manusia kepada ajalnya. Akan tetapi banyak sekali orang-orang yang tidak menyadari peringatan tersebut karena terlena oleh kemegahan dan kemewahan duniawi , Maha Besar Allah Yang telah berfirman:

الَّذِينَ كَانَتْ أَعْيُنُهُمْ فِي غِطَاءٍ عَنْ ذِكْرِي وَكَانُوا لَا يَسْتَطِيعُونَ سَمْعًا (101) [الكهف/101]

Artinya : "Yaitu orang-orang yang matanya dalam keadaan tertutup dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku, dan adalah mereka tidak sanggup mendengar." (QS. Al kahfi:101.)

Wushul kepada Allah tidak menghalangi rasa hina dan salah dihadapan-Nya. 

Dengan mengetahui arti dari Hijab dan firoq atau terpisash dari Allah. Maka kita akan mengerti makna Wushul atau terhubung dengan-Nya. Wushul Adalah sebuah keadaan dimana Nafsu yang berada dalam diri sendiri tidak menghalanginya untuk selalu mengerti, meyakini dan mencintai Allah. Artinya, keinginan Syahwatnya tidak melalaikan akal fikiran dan hatinya untuk senantiasa mengingat dan menghadap kepada Allah subhanahu wata'ala.

Tersambungnya beberapa hamba kepada Allah, terdiri dari beberapa macam tingkatan sesuai dengan kualitas iman yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Jadi tidak seperti apa yang dibayangkan oleh orang-orang yang menyangka bahwa hubungan ini terbatas oleh sebuah keadaan yang jika seorang hamba telah sampai kepada-Nya, maka dia telah bebas dari taklif sehingga boleh berbuat semaunya.

Ketika hijab yang menutupi hati seorang hamba samakin pudar dan kian menipis, maka dia akan semakin mengerti Allah subhanahu wata'ala, Kesadarannya akan keagungan Allah Semakin bertambah meningkat dan dia juga terus menemukan begitu banyak kecerobohan dan kesalahan yang dia lakukan sebagai seorang hamba yang dimilki Allah.

Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam adalah orang yang mempunyai hubungan paling dekat kepada Allah. Namun keadaan ini hanya menjadikan beliau kian bersyukur kepada-Nya , bahkan semakin merasa kurang dalam melakukan penghambaan kepada-Nya.

 Menempuh Tangga demi tangga (maqom). 

Kita bisa menggambarkan persambungan hubungan manusia kepada Allah, Seperti anak-anak tangga yang jumlahnya hanya diketahuii oleh Allah. Secara global, hubungan ini bisa dikategorikan 3 tingkatan.

1. Tingkatan Ma'rifat (mengerti). Dengan Ma'rifat yang benar, seseorang akan memilki perasan takut kepada Allah. Ma'rifat yang dimaksud disisni tidaklah berhubungan dengan pengetahuan-pengetahuan yang hanya mengisi akal, tetapi tidak membekas ke dalam hati, karena pengatahuan semacam ini Justru malah menghalangi seseorang untuk mengerti Allah dengan benar.

Contohya adalah Ilmu pengatahuan yang dimiliki oleh kaum Orientalis dan para pemikir Liberalis yang dikomandani oleh Iblis dan dilaknati oleh Allah subhanahu wata'ala. karena pengetahuan mereka hanya terdapat dalam akal dan lisan, maka akhirnya akan dikendlikan oleh hawa nafsu dengan sangat mudah hingga kemudian dijadikan tentara yang berjuang menegakkan keinginan-keinginan sahwat liar. Klasifikasi ilmu yang terdiri 2 bagian telah dinyatakan oleh rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir:

وفي الحديث عن النبي صلى الله عليه وسلم: (العلم علمان علم في القلب فذلك العلم النافع وعلم على اللسان فذلك حجة الله تعالى على ابن آدم).

Artinya : Didalam hadist, dari rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam, beliau bersabda: "Ilmu itu ada 2 macam. Ilmu yang berada di dalam hati dan itulah yang disebut ilmu yang bermanfaat, dan ilmu yang berada pada lisan, maka ilmu semacam ini akan menjadi bukti bagi Allah yang berakibat buruk terhadap anak adam."

Orang-orang yang memusuhi islam akan selalu menggunakan ilmu yang mereka milki sebagai senjata untuk mengalahkan dan menghancurkan agama islam, akal pikiran mereka telah terlepas dari hati Nurani, karena hati mereka telah dikuasai hawa nafsu, persis seperti apa yang telah dikatakan oleh imam Ghozali: "Bertambahnya ilmu dalam diri seorang laki-laki ibarat bertambahnya air yang disiramkan kepada akar pohon handhol (jenis labu), semakin banyak air yang diserap maka buahnya akan semakin pahit".

berbeda dengan ilmu yang menancap kuat dalam akal pikiran serta mampu memasuki relung-relung hati dan memberikan pengaruh positif kepadanya. Ilmu semacam ini akan menghilangkan hijab kebodohan yang menjauhkan seseorang dari Allah subhanahu wata'ala. Ilmu yang telah menguasai hati akan mengarahkan pikiran untuk selalu mengingat-Nya. Ia akan selalu menumbuhkan benih-benih cinta yang telah disemaikan Allah di dalam hatinya, perasaan takut dan hormat akan bercampur dalam jiwanya sehingga dia senantiasa menyadari adanya control dan pengawasan Allah yang tidak pernah terhenti sedikit pun.

tingakatan Wushul.

Tingkatan ini akan dialami seorang hamba ketika mata hatinya telah terlupa dan terpisah dari pengaruh-pengaruh sebab dan perantara. Segala apa yang dia lihat, nikmat yang dia rasakan dan musibah yang menimpanya, semuanya hanya akan menambah keyakinan akan keagungan dan kekuasaan Allah subhanahu wata'ala. 

Seseorang akan memasuki fase ini jika dia mampu melaksanakan 2 hal. Pertama, sealalu berpikir dan mengingat Allah. Kedua memperbanyak ibadah sunnah.

Dengan melakukan kedua perkara ini secara konsisten dan istiqomah, seorang hamba akan merasakan cinta kepada Allah subhanahu wata'ala. Konsekuensinya, dia tidak akan pernah mencintai apa pun selain-Nya. dia akan menghindari dan meninggalkan segala sesuatu ynag menyebabkan dirinya lalai dari Allah. Nafsu yang ada pada dirinya akan menjadi semakin lemah dan akhirnya akan mengikuti keinginan cintanya kepada Allah. Tidak ada lagi gerak-gerik atau tingkah yang dia lakukan kecuali demi memperoleh ridlo-Nya. Semua pikiran, ucapan dan perbuatan yang keluar darinya hanyalah untuk mendekatkan diri kepada Allah yang maha sempurna .

Semua itu berpangkal pada sebuah perkara yaitu hati. Hati yang telah dipenuhi perasaan takut hormat dan cinta kepada Allah akan menjadikannya tenang, tunduk dan menyerah sepenuhnya kepada kekuasaan-Nya. Dengan segera semua anggota badan akan mengikuti isyarat dan perintah yang berasal dari dalam hati. keadaan seperti inilah rasulallah melakukan ruku' sambil berdo'a:

اللهم لك ركعت وبك أمنت ولك أسلمت خشع لك سمعي وبصري ومخّي وعظمي وعصبي ومااستقلت به قدمي(رواه مسلم)

Artinnya: "Ya Allah Hanya karena-Mu aku Ruku' dan hanya kepada-Mu aku beriman dan menyerahkan diri. Pendengaranku, penglihatanku, sumsumku, tulangku, ototku & semua anggota tubuh yang membebani kedua kakiku tunduk semuanya kepada-Mu (HR.Muslim)

3.Tingakatan ini akan dialami seorang hamba yang selalu diliputi keadaan, Al-haibah (berwibawa), Al-unsu (senang), Al-wujdu (menemukan), Al-jam'u wal farqu (kumpul dan berpisah), Al-fana' wal baqo' (ruksak dan kekal), As-shahwu was-sakru (siuman dan mabuk), hingga sampai pada keadaan-keadaan yang tidak mungkin tergambarkan oleh akal manusia.

Mula-mula perasaan takut, hormat dan cinta kepada Allah. Akan menjadikan seorang hamba untuk selalu menuruti dan mengukuti kemauan perasaan tersebut, jika semakin bertambaah kuat, maka perasaan itu akan memunculkan keadaan-keadaan yang berbeda-beda sesuai dengan kualitas masing-masing.

Keadaan Al ansu (senang) akan membuat seorang hamba selalu merasakan gembira senang dan bahagia karena Allah. Segala keadan susah atau pun sedih, mudah atau pun senang semua akan menjadi sebab dan perantara baginya untuk menambah perasaan bahagia karena Allah.

Keadaan Al Wadju bisa diibaratka seperti api yang menyala di dalam hati karena rasa cinta dan rindu kepada Allah, terkadang keadaan ini akan memunculkan perbuatan-perbuatan yang tidak bisa dimengerti dan tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku, hal ini terjadi saat ia telah berada di luar kendali akal karena dominan perasaan Al Wujdu yang menguasainya.

Dalam tingkatan ini, seorang hamba akan merasakan Al Fana' (kelenyapan) dan Al Baqo' (kekekalan) serta Al Sukr (mabuk) dan Al Shohwu (Siuman) keadaan-keadaan ini hampir sama dan hanya memiliki perbedaan yang sangat tipis.



Al Wushul kepada Alah tidak boleh diartikan sebagai halangan kedekatan posisi yang diliputi oleh ruang dan waktu. Al wushul adalah hubungan seorang hamba kepada Alalh subhanahu wata'ala, karna ilmu dan ma'rifat yang dia miliki.

Dengan ilmu yang menancap dalam akal dan hati, seseorang akan tunduk dan menyerah kepada aturan-aturan Allah. Ibadah yang dilakukan secara konsisten akan menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, dan selanjutnya cinta yang bertahta di hatinya akan menggerakan seluruh anggota tubuhnya demi mencapai ridlo-Nya. Persambungan ini akan semakin bertambah dan terus menerus seiring dengan kesucian hatinya dan hilangnya hubungan dengan makhluk.

Rahasia wushul adalah cahaya Allah yang bernama Hidayah, sedangkan hidayah adalah murni kehendak Allah, Tanpa campur tangan siapa pun. Namun kita harus tahu bahwa Rahmat, Hidayah dan anugerah-Nya sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.

‘Aib yang tersimpan dalam diri manusia

Di mana pun dan kapan pun makhluk yang bernama manusia pasti selalu diliputi cacat dan cela, penuh dengan kesalahan,kekurangan dan bahkan kekurang ajaran, hanya para nabi dan para rosul yang terbebas dari kemaksiatan, karena rahmat Allah. Mereka terhindar dari aib dan cela yang menyebabkan dibenci dan dijahui oleh manusia umumnya.


الناس يمدحونك لمايظنونه فيك فكن أنت ذامالنفسك لماتعلمه منها





"orang-orang memujimu karena mereka menyangka adanya sifat-sifat terpuji dalam dirimu, maka jadilah engkau orang yang mencela nufsumu karena keburukan-keburukan yang ada padanya"


Di mana pun dan kapan pun makhluk yang bernama manusia pasti selalu diliputi cacat dan cela, penuh dengan kesalahan,kekurangan dan bahkan kekurang ajaran, hanya para nabi dan para rosul yang terbebas dari kemaksiatan, karena rahmat Allah. Mereka terhindar dari aib dan cela yang menyebabkan dibenci dan dijahui oleh manusia umumnya.

Namun sunnatullah telah menetapkan bahwa semua ‘aib dan cacat ini tersembunyi, tidak diketahui kecuali oleh pemiliknya, seandainya setiap orang mengerti kesalahan dan kekurangan teman-temannya niscaya akan terlepas tali persaudaraan yang mengikat mereka, hubungan persahabatan akan terputus dan tergantikan oleh kebencian dan kemuakan.

Sebaliknya, kebaikan yang tampak pada diri seseorang di manapun dan sebesar apa pun akan disebar luaskan oleh Allah. Di kalangan masyarakat layaknya bunga mekar yang menimbulkan semerbak bau harum, seakan-akan kebaikan itu adalah perkara yang luar biasa hingga menjadi nyaman merdu dalam pendengaran, menjadi buah bibir yang manis dan lezat untuk dibicarakan dalam ketentuan Allah ini terdapat sebuah hikmah agar dalam masyarakat selalu terpelihara faktor-faktor pendorong cinta kasih, kebersamaan dan saling menghormati antara sesama manusia hingga terbentuklah masyarakat yang harmonis dan dinamis.

Mari kita coba memperhatikan sabda Rosulullah shallalahu ‘alaihi wasalam, berikut ini.

إن الله حييّ ستّير يحب الحيأوالستر(رواه احمد وأبوداوود والنسائ من حد يث يعلي بن أميه)



Artinya: sesungguhnya Allah Swt. Adalah zat yang sangat pemalu lagi banyak menutupi(kesalahan manusia) dan Allah Swt. Menyukai sifat Malu"(HR Ahmad,Abu Dawud & nasa'I dari rawayat Ya'la bin Umayyah).



Berdasarkan hadits dan keterangan di atas, maka dalam fikih terdapat sebuah ketetapan hukum bahwa seseorang yang telah melakukan kemaksiatan atau kejahatan kemudian Allah membiarkannya tetap tersembunyi, maka ia tidak boleh menceritakan kejahatan tersebut kepada siapapun meskipun apa yang ia lakukan seharusnya mendapatkan balasan berupa hukuman Hadd.


Dalam riwayat shoheh yang lain kita juga bisa menemukan penjelasan bahwa rosulullah shallahu ‘alaihi wasalam berpaling dari Ma'iz RA ketika ia mengakui maksiat yang telah ia lakukan, ia menyakinkan Nabi, bahwa karena maksiat tersebut seharusnya ia menerima hukuman Hadd, namun Rusul Berpaling darinya untuk kedua kali, tiga, empat kalinya,





Hakikat Pujian. 


Faktor yang mendorong seorang manusia memuji orang lain adalah karena mereka melihat kebaikan dan keistimewaan yang ada pada diri orang yang dipuji, namun adanya pujian tidaklah menunjukan bahwa seseorang yang dipuji memang benar-benar berhak atas pujian itu, sebenarnya sanjungan yang ia terima hanyalah merupakan pembuktian bahwa Allah subhanahu wata'ala telah menyembunyikan keburukan dan kejelakan-kejelakanya dari mata manusia, lalu sebagai gantinya Allah azza wajalla Manampakan Secuil kebaikan yang dititipkan dalam dirinya menjadi bunga-bunga mekar yang mengeluarkan semerbak bau harum, bagaikan halilintar yang berkilau menyambar-nyambar di alam raya, atau seperti gemuruh petir yang menggelegar membahana ke seluruh dunia. 

Ketika sebuah pujian tenyata hanya merupakan bukti bahwa Allah telah menutupi keburukan-keburukan yang ada pada dirinya, maka kewajiban yang harus ia lakukan oleh orang-orang yang berakal sempurna adalah mengoreksi diri dan selalu mengingat aib dan dosa-dosa yang telah ditutupi Allah. Akhirnya ia akan merasa malu apa bila menerima pujian-pujian palsu yang sebenarnya tidak menjadi haknya, pujian yang ia dengar hanyalah seperti beban yang sangat berat dan harus ia pikul karena adanya sanjungan ternyata cuma mengingatkan keburukan,kesalahan dan kekurangan ajaran yang melekat dalam dirinya namun menjadi rahasia yang hanya diketahui Allah dan ia sendiri. Maha besar Allah telah berfirman:

بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ (14) وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ (15) [القيامة/14، 15]

Artinya: "Bahkan seorang manusia itu sangat mengerti akan keadaan dirirnya meskipun ia mengemukakan alas an-alasanya" (Qs.Al Qiamah:14-15)

Seseorang yang telah mengerti hakikat pujian tidak akan tertipu dan terpedaya oleh banyaknya sanjungan yang ia terima, bahkan akan menjadikanya lebih mengerti tentang kelemahan-kelemahan dan kehinaan pada dirinya di hadapan Allah subhanahu wata'ala. Akhirnya hal ini akan mendorong untuk lebih banyak beristigfar kepada Allah. Ia harus lebih banyak merasa sedih dan merasa atas keadaan dirinya yang begitu buruk namun ternyata disembunyikan oleh Allah. Sehingga tidak diketahui orang lain, keadaan ini cocok dengan sabda Rosul shalallahu ‘alaihi wasalam, beriktu ini:

اذامدح المؤمن رباالايمان في قلبه (اخرجه الطبراني من حديث أسامه بن زيد)

Artinya: "Apa bila seorang mu'min dipuji, maka iman di dalam hatinya kan bertambah" (HR At thobari dari riwayat Utsman bin Zaid).



 Penangkal fitnah pujian.


Sering kali pujian yang diterima oleh seseorang malah menjadikanya lupa diri ,sombong,takabur dan merasa sempurna. Ketika keadaan ini terjadi, maka perangkap-perangkap kejahatan akan segera menyertai dan membelenggu kehidupannya. Jalan keluar utuk menghindari akibat-akibat buruk yang ditimbulkan pujian adalah dengan meyakini bahwa semua orang yang memuji kita pada dasarnya hanya mengerti dan mengetahui penampakan luar yang terlihat oleh pandangan mata mereka, lalu kita harus sadar tentang keburukan dan kekurangan yang menumpuk begitu banyak dalam diri kita, hanya Allah Yang Maha Pengasih menyembunyikan ‘aib dan cela itu dari pandangan mereka.

Misalnya saja orang-orang memuji kita karena ketaatan dan ibadah yang kita lakukan. Hal ini terjadi karena mereka hanya melihat bentuk luar, namun tidak mengerti apa yang ada dalam hati kita,takabbur,sombong,& tujuan-tujuan sesat yang tersimpan dan tersembunyi dalam sanubari.

Atau ketika teman-teman menyanjung kita karena semangat yang kita tunjukan dengan lembaga sosial untuk menolong orang-orang yang membutuhkan. Andai kata mereka tahu rasa iri,dengki,kesombongan yang ada pada hati kita, Niscaya mereka tidak mau melontarkan pujian itu, bahkan mereka akan menghina dan menjahui kita.

Orang-orang hanya melihat bahwa kita selalu berjalan dalam kebenaran hingga kemudian mereka memuji kita, namun kita sendiri pastinya mengerti betapa banyak maksiat yang telah terjadi karena kedua mata kita dan telinga kita, betapa besar dosa yang ditimbulkan oleh lisan kita dan betapa agung kejahatan yang lakukan kedua tangan dan kaki kita, alangkah pemurah Allah Yang telah menyimpan kedurhakaan kita sebagi rahasia antara Allah dan diri kita sendiri.




 Tersesat karena Pujian.


Mungkin kita pernah mendengar seseorang berkata "Alhamdulillah, aku telah terhindar dari semua kekurangan dan keburukan yang tidak terlihat, orang-orang memuji karena mereka memang telah mengerti kabaikan-kebaikan lahir batin yang ada pada diriku".

Sesuatu yang harus diketahui, bahwa orang-orang yang mempunyai perasaan seperti ini merupakan bagian dari manusia yang paling banyak memiliki ‘aib dan cela, mereka telah menyalahi firman Allah subhanahu wata'ala.

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى (32) [النجم/32، 33]

Artinya: "Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang maha mengetahui tentang orang yang bertqwa. (Qs.An Najmu:32)

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا ( ا49) [النساء/49]

Artinya: "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih???? Sebenarnya Allah Swt. Membersihkan siapa yang dikehendakiNya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun." (Qs.An Nisa':49)

orang-orang yang menganggap dirinya suci adalah orang yang tidak mengerti dan tidak mengetahui Fitroh yang telah digariskan Allah bagi hamba-hamba-Nya yaitu kelemahan kehinaan dan kekuasaan hawa nafsu atas dirinya, ia lupa akan agungnya hak-hak Allah yang membebani pundaknya sehingga ia kemudian merasa telah sempurna menjalankan tuntutan-tuntutan Allah subhanahu wata'ala.

Seandainya kata-kata yang ia ucapkan memang benar, mestinya rosul tidak pernah bersabda:

كل بني ادم خطاء وخيرالخطائين التوابون (رواه احمد والترمذي والحاكم وابن ابي سيبه من حديث انس بن مالك)




Artinya: "Semua anak Adam adalah salah orang-orang yang berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang mau bertaubat" (HR Ahmad, tirmidzi,Hakim,Ibnu Abi Syaibah riwayat Anas bin Malik)




Pujian yang kita terima hanyalah merupakan pengingat akan besarnya karunia Allah subhanahu wata'ala bagi kita karena masih mau menutupi dan menyembunyikan ‘aib dan cela kita dari pandangan manusia, jika kita mendapatkan sanjungan dan pujian maka kita harus segera mengingat Allah, memuji dan bersyukur kepada-Nya. Seandainya Allah azza wajalla membukakan kepada mereka sisi keburukan hati dan kejelekan keadaanmu, maka tidak akan ada orang-orang yang memberikan pujian kepadamu, bahkan mereka pasti membenci,mencela dan menjahuimu.

Rahasia hati dan alam yang tidak bisa dilihat

Yang dimaksud dengan kerajaan Allah adalah makhluk-makhluk-Nya yang berada diatas, di bawah dan sekitar kita tanpa terkecuali, saat kita memandang perkara-perkara itu, maka yang tampak oleh mata kita hanyalah bentuk luarnya saja. Sedangkan hal-hal yang terdapat dibalik luar itu tetap tersembunyi dari pandangn kedua mata kita, meskipun kita menggunakan kaca pembesar misalnya, atau teropong yang mammpu mendekatkan jarak, atau pun sinar infra merah dan sinar-sinar lain yang bisa menerobos benda-benda padat, semua itu hanya memperlihatkan sedikit rahasia yang ada di balik bentuk luar sebuah perkara.

ربما أطلعك علي غيب ملكوته وحجب عنك الإستشراف علي أسرارعبا ده



"Kadang kala Allah subhanahu wata'ala Memperlihatkan kepadamu bagian-bagian ghoib kerajaan-Nya,namun Dia menghalangimu untuk mengetahui rahasia-rahasia (hati) hamba-hamba-Nya."


Yang dimaksud dengan kerajaan Allah adalah makhluk-makhluk-Nya yang berada diatas, di bawah dan sekitar kita tanpa terkecuali, saat kita memandang perkara-perkara itu, maka yang tampak oleh mata kita hanyalah bentuk luarnya saja. Sedangkan hal-hal yang terdapat dibalik luar itu tetap tersembunyi dari pandangn kedua mata kita, meskipun kita menggunakan kaca pembesar misalnya, atau teropong yang mammpu mendekatkan jarak, atau pun sinar infra merah dan sinar-sinar lain yang bisa menerobos benda-benda padat, semua itu hanya memperlihatkan sedikit rahasia yang ada di balik bentuk luar sebuah perkara.

Ini hanya membahas hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan dan kemampuan manusia biasa, serta kemungkinan-kemungkinan ilmiyah yang dapat diperkirakan. Mengenai penyingkapan robbani yang diberikan Allah kepada hamba-hamba yang terpilih sehingga di depan indra penglihatan atau mata batinnya terhampar rahasia-rahasia kerajaan-Nya serta pengetahuan-pengetaahuan tentang makhluk-makhluk langit dan bumi, maka hal ini adalah murni anugerah yang tidak terbatasi fikiran-fikiran manusia. Sering kali Allah subhanahu wata'ala memeberiakn karunia dan kemuliaan ini kepada para nabi,rosul,aulia atau kepada hamba-hamba-Nya yang sholeh.

Salah satu contoh tersingkapnya rahasia-rahasia kerajaan Allah adalah apa yang bisa kita ketahui dari sabda Rasulallahu ‘alaihi wasalam.

إني أرى مالاترون أطت السماء وحق لها أن تئط ما فيها موضع أربع أصابع الا وملك واضع حبهته ساجدا لله تعالى. والله لو تعلمون ما أعلم لضحكتم قليلا ولبكيتم كثيرا وما تلذذتم بالنساء على الفرش . ولخرجتم إلي الصعدات تجأرون إلي الله تعالى (رواه الترمذي من حديث أبي ذر رضي الله عنه)

Artinya: "sesungguhnya aku bisa melihat apa yang tidak mampu kalian lihat, langit berteriak dan memang layak jika ia berteriak, tak ada tempat di dalamya yang sebesar bentangan empat jari kecuali disitu terdapat malaikat yang menundukakn dahinya bersujud keapada Allah subhanahu wata'ala. Demi Allah, seandainya kalian mengerti apa yang aku ketahui niscaya kalian akan sedikit tersenyum dan lebih banyak menangis, kalian tidak mampu merasakan kenikmatan Wanita-wanita di atas ranjang dan kalian akan menaiki tempat-tempat yang tinggi untuk berdo'a sepenuh hati memohon pertolongan Allah subhanahu wata'ala." (HR. Tirmidzi,dari riwayat Abu Dzar RA)



Sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam yang menunjukkan contoh rahasia-rahasia kerajaan Allah yang lain adalah:

إن الله زوى لي الأرض فرأيت مشارقها ومغاربها وإن أمتي سيبلغ ملكها ما زوي لي منها (رواه مسلم من حد يث ثوبان)

Artinya: "Sesungguhnya Allah telah menghimpun bumi untukku, maka aku mampu melihat bagian timur sekaligus bagian baratnya. Dan sesungguhnya umatku akan sampai kapada karajaan bumi seperti apa yang dihimpun Allah untuk ku." (HR. Muslim dan Ahmad dari riwayat Tsauban RA).

Terkadang juga Allah azza wajalla memperlihatkan misteri-misteri keajaiban dunia yang sangat rahasia kepada kekasih-Nya, Aulia ataupun hamba-hamba piliha-Nya. Ada sebuah kaidah umum yang disepakati semua ulama' tauhid bahwa setiap perkara luar biasa yang pernah menjadi mu'jizat bagi seorang nabi, mungkin saja terjadi sabagai karomah untuk seorang waliyullah.


 Rahasia hati.


Hal-hal yang bersifat material dan tampak dalam pandangnn kasat mata akan berubah menjadi sesuatu yang tidak terlihat ketika dibatasi oleh jarak,ruang,waktu. Namun Allah subhanahu wata'ala mampu menyingkap semua itu dan memperlihatkan kepada hamba-hamba pilihan-Nya, hanya saja ketika membahas perkara abstrak yang berada dalam diri seorang manusia, misalnya tabiat,kenginan,niat,fikiran dan perasaan-perasaan yang tersimpan dalam hati, maka kita harus bahwa hal-hal seperti ini merupakan sesuatu yang misterius. Tidak bias ditembus dan dilihat oleh orang lain.

Mungkin saja bagi Allah, Memberikan kemampuan kepada seorang manusia untuk memandang benda-benda di balik gunung atau melihat perkara yang berada pada jarak sangat jauh ataupun hal-hal yang terjadi di masa lampau. Contohnya adalah peristiwa yang dialami Umar bin Khothob R.A. ketika beliau sedang berkhotbah di madinah tiba-tiba berteriak memanggil-manggil pasukan perang yang beliau kirim ke Syam, "Hai para pasukan berlindunglah di balik bukit, dan berlindunglah di balik bukit". Dan masih banyak contoh-contoh lain yang bisa kita ketahui dari riwayat yang masyhur terpercaya.

Berbicara mengenai isi hati, adalah sesuatu yang tidak mudah dan bahkan sangat sulit untuk menembus batas-batas yang menutupinya hingga bisa diketahui apa yang ada di dalamnya. Artinya, bukanlah termasuk sunnatullah untuk membuka dan dan memperlihatkan rahasia hati kepada orang lain layaknya sebuah fenomena yang nyata atau seperti suara yang menggelegar hingga mudah didengar.

Sebuah pepatah mengatakan, "Dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu?" Jika kita merenungi mengapa isi hati tetap menjadi rahasia yang tersembunyi dari orang lain, maka kita akan menyadari bahwa ini adalah bentuk anugerah Allah Yang Sangat Agung.

Andaikan apa yang ada didalam hati, menjadi suatu perkara yang jelas dan bisa diketahui setiap orang, pasti semua orang akan diliputi kebencian terhadap orang lain. Mengapa? Karena mereka akan melihat ‘aib, cela dan kekurangan yang tersembunyi dalam hati teman-temanya. Bentuk-bentuk kebaikan lahiriyah yang menjadi faktor pendorong timbulnya persaudaraan dan persahabatan akan terhapus oleh keburukan-keburukan hati yang tampak jelas dan akhirnya berganti rasa benci dan muak. Selanjutnya kita bisa membayangkan sendiri apa yang akan terjadi saat keadaan berubah menjadi seperti ini.


 Misteri sang pemilik rahasia 

Salah satu bentuk belas kasih Allah kepada manusia adalah menjadikannya tidak mengerti dan menyadari kesalahan dan kukurangan yang ada pada dirinya sendiri. Hal ini ternyata karena ia menganggap keburukan yang ia lakukan adalah sesuatu yang biasa saja, bahkan terkadang seorang manusia menjalani kehidupannya dengan penuh kejelekan dan kejahatan, namun ia merasa bahwa semua itu merupakan perkara-perkara yang normal dan manusiawi. Hal ini cocok dengan sebuah peribahasa, "kuman di seberang lautan akan tampak dengan jelas, namun Gajah di pelupuk Mata tidak terlihat oleh pandangan."

Seandainya saja Allah subhanahu wata'ala menjadikan kita mengerti satu persatu kejelekan-kejelakan yang ada pada diri kita, mengetahui semua keburukan dan ‘aib yang tersimpan dalam diri kita sendiri, bosan dan menganggap hina tubuh ini, hidup kita akan senantiasa terpenuhi kesedihan dan kesusahan yang tiada berujung tak berakhir.

Namun Allah Yang Maha Bijaksana selalu memberikan kemudahan dan kemurahan kepada hamba-hamba-Nya. Dia menutupi dan menghalangi kita untuk mengetahui sebagian besar ‘aib dan cela yang berada dalam diri kita sendiri. Allah subhanahu wata'ala menghilangkan kemampuan indera perasaan kita untuk meraba-raba semua keburukan diri dan hati agar kita menganggap bahwa Jiwa dan badan ini masih mempunyai nilai yang layak diperhitungkan, masih memilki kegunaan dan fungsi yang harus dijalanakan.
Kenyataan seperti ini akan menyadarkan kita bahwa pastinya Allah subhanahu wata'ala tidak akan membiarkan kita untuk melihat dan mengerti kejelekan dan kekurangan orang lain tanpa terkecuali, karena jika hal ini terjadi akan menimbulkan bencana dan bahaya yang tidak mampu kita bayangkan.


 Mengapa rahasia hati terbuka ?

Kenyataan yang terjadi, sering kita melihat dan mengetahui keburukan serta kejahatan orang-orang fasik yang kerap kali meremehkan syari'at-syari'at Allah. Akibatnya masyarakat membicarakan dan menyebarluaskan kejelakan perangai dan sifat orang-orang tersebut. Apakah hal ini bertentangan dengan perkataan Ibnu Atho'illah bahwasanya Allah menghalangi kita untuk mengetahui rahasia-rahasia yang tersimpan dalam hati dan jiwa hamba-hamba-Nya.

Sebenarnya Allah azza wajalla tidak pernah merobohkan batas-batas yang telah didirikan untuk menutupi rahasi-rahasia hati orang-orang seperti itu. Hanya saja, mereka sendirillah yang berusaha membuka pembatas hatinya dengan cara memperlihatkan keburukan mereka di mata khalayak ramai. Mereka melakukan kejahatan secara terang-terangan tanpa malu, bahkan mereka menganggap perbuatan buruk yang mereka jalankan adalah sesuatu yang harus dibanggakan , layak disebut sebagai kehormatan dan kemuliaan hingga mereka menyebarluaskan ‘aib dan cela mereka dengan penuh keberanian dan kecongkokan.


Seandainya mereka lebih memilih untuk menyembunyikan keburukan yang mereka miliki, merasa malu atas ‘aib yang ada pada dirinya serta hawatir dan takut akan tercemarnya nama baik mereka, pasti Allah subhanahu wata'ala akan menjaga kekurangan, dan ‘aib mereka tetap tersembunyi. Allah subhanahu wata'ala akan mendirikan batas-batas yang selalu menutupi rahasi-rahasia tersebut di dunia ini. Mungkin juga Allah azza wajalla akan mengabadikan batas-batas ini sampai di akhirat nanti sebagai bentuk anugerah dan karunia-Nya.




Makhluk-makhluk Allah yang berwujud materi akan menjadi samar dan tidak terlihat karena jarak yang jauh, terhalangi oleh benda-benda lain atau karena perbadaan waktu, artinya telah terjadi di masa lalu atau terjadi di waktu yang akan datang, akan tetapii jika Allah menghendaki, maka batas-batas materi seperti ini akan lenyap sehingga seseorang akan mampu memandang perkara-perkara material tersebut tanpa batas.

Hanya saja Allah azza wajalla telah menetapkan batas-batas yang melindungi rahasia-rahasia hati agar tidak diketahui orang lain. Hal ini dimaksudkan agar di dalam masyarakat tetap terjaga semangat perdamaian dan kerukunan hidup, karena jika rahasia hati yang penuh dengan ‘aib dan cela bias diketahui setiap orang, maka yang terjadi adalah tumbuhnya rasa benci dan muak sehingga timbullah keresahan dan perpecahan serta berbagai macam kekacauan.



Bahkan sebagian rahasia hati ini tetap disembunyikan Allah dan tidak diketahui oleh pemiliknya, agar ia tetap memiliki semangat hidup dan menghargai kehidupan. Namun terkadang batas-batas rahasia hati ini terbuka karena memang sang pemilk hati membukanya sendiri dengan cara melakukan perbuatan tercela secara terang-terangan atau dengan menyebarluaskan ‘aib yang mereka miliki kepada orang-orang disekitarnya.
Sebagai seorang hamba yang mempunyai tuhan Yang Maha Esa, yang banyak menutupi ‘aib dan cela hamba-hamba-Nya, maka kita harus menutupi ‘aib dan cela diri sendiri, lebih-lebih ‘aib orang lain. Jika kita tahu bahwa kita mempunyai banyak keburukan, maka kewajiban kita adalah bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah subhanahu wata'ala. Menyebar luaskan Aib diri sendiri apa lagi aib orang lain hanya akan menimbulkan fitnah dan kekacauan masyarakat.

PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI

JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...

KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN











AlkisAnnabila