الرجاء ما قارنه عمل وإلا فهو أمنية
"Roja' adalah sesuatu yang disertai dengan amal, jika tidak maka itu hanyalah umniyyah (lamunan)"
Nama raja' adalah sesuatu yang dibarengi dengan amal, kalau tidak ada amal namanya adalah menghayal. Raja' itu ada susahnya. Sedangkan Umniyyah hanyalah tahu firman Allah tapi tidak ada semangat untuk beramal.
Dalam hadits qudsy memang telah disebutkan :
7831 - وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
مسند أحمد - (ج 16 / ص 373)
Orang yang ahli maksiat, jika pertama kali maksiat dia melihat hadits ini maka dia seperti menemukan barang berharga. Aku maksiat kepada Allah tapi aku mempunyai prasangka baik kepada Allah. Ini bukti kebahagiaan seorang hamba yang melakukan maksiat. Memang ada sebagian orang yang keadaannya seperti ini. Sebagian orang mendengarkan hadits seperti ini lalu ingin mendapatkan maghfirah dari Allah. Akhirnya orang seperti ini malu di hadapan Allah. Lalu karena telah malu kepada Allah akhirnya orang ini setiap membaca Al-Qur'an selalu dibarengi dengan amal. Dalam Al-Qur'an telah disebutkan :
لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا (123) [النساء/123]
123. (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong[353] dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.
[353] Mu di sini ada yang mengartikan dengan kaum muslimin dan ada pula yang mengartikan kaum musyrikin. maksudnya ialah pahala di akhirat bukanlah menuruti angan-angan dan cita-cita mereka, tetapi sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama.
Orang menganggap bahwa nikmat Allah itu besar sebab dia menyangka akan diberi kebahagiaan oleh Allah tetapi maksiatnya semakin bertambah, inilah yang dinamakan dengan umniyyah.
Contoh Roja'
Orang memiliki rasa malu kepada Allah tidak karena Allah tapi karena kemuliaan Allah. Dan akhirnya timbullah rasa mahabbah kepada Allah, sebab dia mempunyai perasaan bahwa dia maksiat kepada Allah tapi masih diberi maghfiroh oleh Allah (dengan memandang hadits di atas). Setelah itu timbullah mahabbah kepada Allah. Kalau sudah mahabbah kepada Allah, maka akan timbul seperti yang dijelaskan dalam hadits :
4250 - حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ أَبِي يَعْلَى شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا ثُمَّ تَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
سنن ابن ماجه - (ج 12 / ص 312)
Orang yang pintar adalah orang yang selalu menundukkan nafsunya kepada Allah sedangkan orang yang lemah adalah orang yang menuruti hawa nafsunya. Orang yang pintar adalah orang yang mempunyai kekuatan. Artinya orang yang mempunyai amal sebelum mati dan akan bermanfaat setelah mati. Tapi orang yang lemah adalah orang yang menuruti hawa nafsu dan dinamakan juga orang yang bodoh. Hal ini karena dia hanya berangan-angan saja. Kamu menyangka bahwa diri kamu adalah orang yang bagus, oleh karena itu kamu harus mempunyai rasa malu dihadapan Allah. Dalam hadits juga telah disebutkan :
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا رَوَى عَنْ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلَّا مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِي أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلَّا مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّي فَتَضُرُّونِي وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُونِي يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلَّا كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدْ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ
صحيح مسلم - (ج 12 / ص 455)
Kalau seseorang telah menganggap ringannya dosa dan selalu melakukan maksiat maka orang ini selalu menuruti hawa nafsunya. Orang seperti ini berbeda dengan orang yang mempunyai perasaan bahwa kekuatan hawa nafsu itu tidak bisa dikendalikan kecuali atas pertolongan Allah. Orang yang kedua seperti ini adalah orang yang selalu malu kepada Allah, berdo'a kepada-Nya supaya dosa-dosanya dimaafkan oleh Allah. Kalau nafsunya kalah lagi maka orang tersebut akan cepat taubat dan meminta pertolongan kepada Allah, setelah itu akan timbul mahabbah. Inilah yang dimaksud oleh nabi :
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ
Kita harus kembali kepada Allah dan merasa bahwa kita adalah hamba Allah. Allah tidak mungkin memasukkan hambanya ke dalam neraka. Ini berbeda dengan orang yang tidak ingat kepada Allah sebab dirinya dihalang-halangi oleh hawa nafsu.
"Roja' adalah sesuatu yang disertai dengan amal, jika tidak maka itu hanyalah umniyyah (lamunan)"
Nama raja' adalah sesuatu yang dibarengi dengan amal, kalau tidak ada amal namanya adalah menghayal. Raja' itu ada susahnya. Sedangkan Umniyyah hanyalah tahu firman Allah tapi tidak ada semangat untuk beramal.
Dalam hadits qudsy memang telah disebutkan :
7831 - وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
مسند أحمد - (ج 16 / ص 373)
Orang yang ahli maksiat, jika pertama kali maksiat dia melihat hadits ini maka dia seperti menemukan barang berharga. Aku maksiat kepada Allah tapi aku mempunyai prasangka baik kepada Allah. Ini bukti kebahagiaan seorang hamba yang melakukan maksiat. Memang ada sebagian orang yang keadaannya seperti ini. Sebagian orang mendengarkan hadits seperti ini lalu ingin mendapatkan maghfirah dari Allah. Akhirnya orang seperti ini malu di hadapan Allah. Lalu karena telah malu kepada Allah akhirnya orang ini setiap membaca Al-Qur'an selalu dibarengi dengan amal. Dalam Al-Qur'an telah disebutkan :
لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلَا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا (123) [النساء/123]
123. (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong[353] dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.
[353] Mu di sini ada yang mengartikan dengan kaum muslimin dan ada pula yang mengartikan kaum musyrikin. maksudnya ialah pahala di akhirat bukanlah menuruti angan-angan dan cita-cita mereka, tetapi sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama.
Orang menganggap bahwa nikmat Allah itu besar sebab dia menyangka akan diberi kebahagiaan oleh Allah tetapi maksiatnya semakin bertambah, inilah yang dinamakan dengan umniyyah.
Contoh Roja'
Orang memiliki rasa malu kepada Allah tidak karena Allah tapi karena kemuliaan Allah. Dan akhirnya timbullah rasa mahabbah kepada Allah, sebab dia mempunyai perasaan bahwa dia maksiat kepada Allah tapi masih diberi maghfiroh oleh Allah (dengan memandang hadits di atas). Setelah itu timbullah mahabbah kepada Allah. Kalau sudah mahabbah kepada Allah, maka akan timbul seperti yang dijelaskan dalam hadits :
4250 - حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ أَبِي يَعْلَى شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا ثُمَّ تَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
سنن ابن ماجه - (ج 12 / ص 312)
Orang yang pintar adalah orang yang selalu menundukkan nafsunya kepada Allah sedangkan orang yang lemah adalah orang yang menuruti hawa nafsunya. Orang yang pintar adalah orang yang mempunyai kekuatan. Artinya orang yang mempunyai amal sebelum mati dan akan bermanfaat setelah mati. Tapi orang yang lemah adalah orang yang menuruti hawa nafsu dan dinamakan juga orang yang bodoh. Hal ini karena dia hanya berangan-angan saja. Kamu menyangka bahwa diri kamu adalah orang yang bagus, oleh karena itu kamu harus mempunyai rasa malu dihadapan Allah. Dalam hadits juga telah disebutkan :
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا رَوَى عَنْ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَّهُ قَالَ يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلَّا مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِي أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلَّا مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّي فَتَضُرُّونِي وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُونِي يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلَّا كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدْ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ
صحيح مسلم - (ج 12 / ص 455)
Kalau seseorang telah menganggap ringannya dosa dan selalu melakukan maksiat maka orang ini selalu menuruti hawa nafsunya. Orang seperti ini berbeda dengan orang yang mempunyai perasaan bahwa kekuatan hawa nafsu itu tidak bisa dikendalikan kecuali atas pertolongan Allah. Orang yang kedua seperti ini adalah orang yang selalu malu kepada Allah, berdo'a kepada-Nya supaya dosa-dosanya dimaafkan oleh Allah. Kalau nafsunya kalah lagi maka orang tersebut akan cepat taubat dan meminta pertolongan kepada Allah, setelah itu akan timbul mahabbah. Inilah yang dimaksud oleh nabi :
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ
Kita harus kembali kepada Allah dan merasa bahwa kita adalah hamba Allah. Allah tidak mungkin memasukkan hambanya ke dalam neraka. Ini berbeda dengan orang yang tidak ingat kepada Allah sebab dirinya dihalang-halangi oleh hawa nafsu.