Jika kita melucuti struktur lahiriyyah seorang insan, maka akan menemukan bahwa esensi manusia itu terdiri dari dua unsure dasar yang membangun jati diri manusia yaitu akal dan kalbu atau hati. Sedangkan bentuk badan yang tampak oleh pandangan mata ini bukanlah sesuatu yang penting hingga bisa menimbulkan perbedaan antara seorang manusia dan seekor binatang. Semua hewan itu juga memiliki bentuk lahir yang tidak jauh berbeda dengan manusia, manusia hanya akan menyandang nilai lebih dari hewan jika mempunyai hati dan akal.
كيف يشرق قلب صور الأكوان منطبعة في مرآته، أم كيف يرحل إلى الله وهو مكبَّل بشهواته، أم كيف يطمع أن يدخل حضرة الله وهو لم يتطهر من جنابة غفلاته، أم كيف يرجو أن يفهم دقائق الأسرار وهو لم يتب من هفواته
"Bagaimana mungkin hati seseorang bisa berbinar sedang gambar makhluk masih memenuhi cermin hatinya, dan atau bagaimana mungkin ia bisa berlari menuju Allah sedang ia masih dibelenggu oleh kesenangan-kesenangan nafsunya, dan bagaimana mungkin ia bisa masuk kehadapan Allah sedang ia belum bersuci dari najis kelalaiannya, dan bagaimana mungkin ia mengharap bisa memamahi lembutnya rahasia-rahasia yang tersimpan sedang ia belum bertaubat dari dosa-dosanya"
Hikmah ini masih berhubungan erat dengan dua hikmah sebelumnya, kita akan mengerti permasalahan ini dengan jelas jika bisa memahami semuanya kemudian mengaitkan satu persatu layaknya mata rantai yang saling melengkapi satu dengan lainnya.
Inti manusia
Jika kita melucuti struktur lahiriyyah seorang insan, maka akan menemukan bahwa esensi manusia itu terdiri dari dua unsure dasar yang membangun jati diri manusia yaitu akal dan kalbu atau hati. Sedangkan bentuk badan yang tampak oleh pandangan mata ini bukanlah sesuatu yang penting hingga bisa menimbulkan perbedaan antara seorang manusia dan seekor binatang. Semua hewan itu juga memiliki bentuk lahir yang tidak jauh berbeda dengan manusia, manusia hanya akan menyandang nilai lebih dari hewan jika mempunyai hati dan akal.
Akal adalah bagian manusia yang berfungsi untuk mengetahui dan memahami segala sesuatu, sedangkan hati merupakan terminal tempat berkumpulnya perasaan dan emosi. Dengan akal dan hati yang berfungsi normal, manusia akan memiliki kemampuan untuk menciptakan kemakmuran dan peradaban yang luhur serta memperoleh pengetahuan dan penemuan-penemuan baru. Akal yang berjalan seiring dengan hati akan menjadikan seorang manusia mampu melakukan perbaikan luar biasa dan bahkan mungkin pula akan menimbulkan puncak kerusakan di muka bumi.
Dalam kesempatan ini kita tidak akan membahas tentang akal, karena topik yang sesuai dengan hikmah ini adalah mengenai hati atau kalbu. Kalbu yang berkaitan dengan pembicaraan kita bukanlah sebagaimana yang diistilahkan oleh para dokter dan ahli anatomi tubuh yang mengartikannnya sebagai sekumpulan otot yang berada dibalik rongga paru-paru sebelah kiri. Kalbu atau hati yang kita maksudkan adalah sebuah wadah yang menjadi kediaman perasaan dan emosi baik yang menjadi pendorong, penjegah ataupun perasaan menyanjung. Contoh perasaan pendorong adalah cinta dan hormat, perasaan pencegah kita bisa lihat dalam bentuk ketakutan dan kebencian. Sedangkan penyanjung akan kita temukan dalam bentuk kekaguman dan pengagungan.
Hati bisa diibaratkan seperti sebuah lembaran yang mampu merespon perasaan-perasaan yang sangat halus. Ketika pandangan kita melihat sesuatu yang sesuai dengan keinginan dan impian yang mengisi pikiran, maka lembaran hati akan menuliskan perasaan yang bernama cinta.
Saat kedua mata ini menyaksikan perkara-perkara yang tidak cocok dengan kemauan kita, dengan segera lembaran hati akan memunculkan rasa benci jika ada orang lain yang mendahului kita dalam menggapai harta atau apa saja yang kita inginkan maka lembaran hati akan mencatat rasa hasud, iri atau dengki. Dan apabila kita berkumpul besama orang-orang yang tidak menghargai kita atau bahkan malah cenderung menyepelekan, lembaran hati akan merespon dengan perasaan marah seketika itu juga.
Sang pemimpin
Para ahli kejiwaan berpendapat bahwa dorongan seorang manusia untuk melakukan sebuah kegiatan itu berasal dari dalam hati sebanyak tujuh puluh persen, sedagkan sisanya sebanyak tiga puluh persen akan diperoleh dari akal pikiran.
Namun pendapat seperti ini masih perlu ditanyakan kebenarannya andai saja semua manusia itu hidup berdasarkan hukum akal, pasti mereka akan bersatu padu tanpa perbedaan sedikitpun untuk menciptakan ketentraman dan kesejahteraan dan bahkan bersama-sama dalam tundukan sepenuhnya kepada Allah Yang Maha Esa . hanya saja semenjak dahulu manusia itu lebih cenderung bertindak dengan menuruti perasaannya. Akal yang mereka miliki hanya berfungsi sebagai alat yang dikuasai oleh cinta, kebencian atau iri dan dengki. Perasaan yang keluar dari hati tersebut merupakan raja tunggal yang digdaya mengendalikan langkah-langkah hidupnya.
Banyak orang yang mengetahui kesalahan dan bahaya-bahaya yang muncul ketika akal telah tunduk kepada perasaan yang jahat. Mereka ingin mengatasi masalah ini dan berusaha menundukan perasaannya dengan kemampuan daya intelektual. Mereka menamakan usahanya dengan sebuatan tarbiyyah atau pendidikan. Dari waktu ke waktu sistem pendidikan semakin berkembang dan bermacam-macam ahli pendidik bermunculan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Akan tetapi semua usaha ini hanyalah menjadi media pengantar sedangkan yang berusaha mengendalikan tindak tanduk menusia adalah hati. Akal hanya berperan sebagai naluri penjelas sepereti sebuah lampu yang menyinari namun tidak mempunyai energy penggerak dan pendorong.
Cermin buta
Dalam hikmah ini, Ibnu Atho'ilah menyatakan bahwa hati itu seperti sebuah cermin. Dia akan memantulkan perasaan dan emosi yang dimilki oleh seorang manusia.
Bisa kita saksikan bahwa kaca cermin yang dihadapkan kepada dasar sumur yang gelap akan tampak berwarna hitam gelap. Dan bila permukaan cermin tersebut diarahkan kepada matahari yang bersinar terang, maka ia akan menjadi kilau percis seperti cahaya matahari. Kemudian cermin akan beralih warna kehijauan jika ia berada dihadapan hijaunya pepohonan dan aneka ragam tumbuhan. Ia akan menampakan gambar yang serupa dengan segala sesuatu yang terletak didepannya.
Apabila seorang manusia mengarahkan keinginan dan impiannya kepada kemewahan dan kemegahan dunia maka secara otomatis gambar dunia akan memenuhi permukaan cermin hatinya. Selanjutnya hati akan menyiapkan pasukan dan semua media yang memungkinkan untuk merealisasikan gambar-gambar yang telah terekam itu.
Dalam keadaan seperti ini, apakah mungkin wujud Allah subhanahu wata'ala akan tampak dihatinya ? sebuah wadah yang telah terisi penuh oleh impian-impian duniawi hingga memunculkan rasa iri kepada orang-orang yang menyaingi atau rasa benci kepada orang-orang yang mengungguli, apakah mungkin masih menyisakan ruang kosong bagi rasa cinta dan takut kepada Allah ? bisakah kegelapan itu berkumpul dengan sinar terang ? atau mungkinkah dua hal yang berlawanan akan bersatu dalam sebuah esensi ?
Ketika hati telah gelap karena hawa nafsu dan dosa-dosa yang timbul darinya, maka kegelapan tersebut akan berubah menjadi noda dan bintik yang menutupi semua permuakaannya.
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (14) [المطففين : 14]
Artinya : "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka." (Q.S. Al-muthafifin : 14)
Dalam keadaan seperti itu, seorang manusia akan merasakan apa yang disebut sebagai gangguan jiwa, ia masih percaya kepada akalnya dan juga mengetahui kebenaran-kebenaran yang sesuai logika semisal 1+1=2. Ketika ia menghadiri majelis pengajian, maka ia akan menerima dan tunduk kepada dalil dan argumen-argumen yang dipaparkan sebagai sesuatu yang hak. Akan tetapi setelah ia keluar dari majelis tersebut, dengan segera ia akan kembali dalam pasungan kemauan dan keinginan sahwatnya.
Hal itu terjadi karena akal memang selalu berada dibawah kepemimpinan perasaan, coba saja sekarang ini kita melihat orang-orang disekitar kita, mayoritas mereka pasti mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, namun berapakah jumlah orang-orang yang mau menerapkan hukum-hukum akal tersebut ?
Ketika seseorang yang berkribadian mendua bertanya. "sekarang ini aku mengakui kebenaran-kebenaran yang berasal dari Al-Qur'an, lalu mengapa aku tidak mampu memenuhi tuntutan dari hukum tersebut ?", maka jawabannya adalah apa yang dikatakan Ibnu Atho'illah, "Bagaimana mungkin hati akan bersinar sedangkan permukaannya telah penuh oleh lukisan gambar-gambar dunia ?". hatimu telah gelap karena noda-noda hitam yang menutupinya. Engkau telah terjerat oleh kekuasaan bintik-bintik tersebut. Tidak ada lagi ruang kosong dalam hatimu untuk menempatkan rasa cinta yang mendorong untuk memenuhi panggilan Allah subhanahu wata'ala atau rasa takut yang mencegahmu untuk melakukan maksiat dan kejahatan.
Saat akal pikiranmu meminta izin kepada hati yang telah penuh oleh noda-noda dosa dan sahwat untuk menyemaikan benih-benih cinta kepada Allah , maka akal akan mencari dan terus mencari lahan kosong pada permukaan hati namun ternyata ia sama sekali tidak menemukannya. Tidak hanya sampai disitu, sang akal kemudian berusaha memberitahukan kepada hati tentang risalah suci dari ilahi rabbi.
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (16) [الحديد/16]
Artinya : "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik." (Q.S. Al-hadidi : 16)
Lagi-lagi karena hati telah penuh sesak oleh muatan-muatan sahwat dan dunia, maka usaha akal untuk menyusupkan risalah tersebut kedalamnya menjadi sia-sia tanpa guna.
Sebuah contoh masyhur yang sering kita dengar adalah kisah Bal'am bin Ba'ura, salah seorang bani Israil. Allah subhanahu wata'ala telah menganugerahkan karunia ilmu yang melimpah kepadanya, sedangkan ilmu pengetahuan sebagaimana kita tahu adalah akal. Akan tetapi Bal'am lebih memilih untuk menuruti keinginan liarnya. Hati yang telah dipenuhi nafsu liar akhirnya memimpin dan mengendalikan akalnya untuk menggapai impian-impian dunawiyah. Perjalanan hidup Bal'am persis seperti seekor anjing yang selalu menjulurkan lidah kepada apa saja yang dia jumpai tanpa pernah merasa puas. Kisah Bal'am diabadikan oleh Allah subhanahu wata'ala sebagai nasihat bagi manusia dalam ayat berikut.
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176) [الأعراف/175-177]
Artinya : "Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. (175).Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. "(176). (Q.S. Al-‘araf : 175-176)
Penjerat berantai
Inti pembahasan pada awal hikmah ini ialah tentang penyakit hati. Berawal dari keinginan-keinginan duniawi yang memenuhi permukaan hati hingga akhirnya menjadi noda hitam yang menimbulkan kegelapan. Andai saja gambar-gambar dunia yang terekam memenuhi hati itu seperti sifat tulisan atau gambaran yang ada pada lembaran kertas atau tembok, tentu akan sangat mudah untuk menghapusnya. Namun potret-potret dunia yang memenuhi cermin hati ini, sama sekali tidak mungkin hilang atau terpengaruh oleh sebab-sebab dan media material.
Solusi untuk mengobati penyakit tersebut bisa kita temukan pada poin yang kedua dari hikmah ini. "Atau apakah mungkin hati akan menghadap Allah subhanahu wata'ala padahal ia masih terbelenggu oleh sahwat-sahwatnya". Masalah utama yang menghalangi hati untuk menghadap kepada Allah adalah dikarenakan jeratan sahwat. Jadi usaha pertama yang harus dilakukan untuk menangani dilema penyakit hati ialah membebaskannya dari kekangan nafsu sahwat. Lalu bagaimana caranya?
Kita lihat dulu dari poin ketiga ini, "Bagaimana mungkin hati berharap agar bisa memasuki kerajaan Allah , sedangkan ia tidak mau bersuci dari kotoran-kotoran kelalaiannya?". Sahwat yang telah menguasai dan merajai hati akan menjadikannya lalai dari Allah ‘Azza wa Jalla. Kesenangan yang ditawarkan nafsu syahwat akan menjadikan seseorang tenggelam dalam perasaan gembira dan akan merasa sedih saat terpisah dari kemewah-mewahannya. Jadi, salah satu proses untuk menyembuhkan hati yang sakit adalah dengan pejuangan sekuat tenaga untuk membinasakan kelalaian yang menyelimutinya.
Satu-satunya jalan penyelamat ialah dengan cara meninggalkan jauh-jauh segala bentuk dosa dan kesesatan, sebagaimana tersirat dalam poin terakhir hikmah ini, "Bagaimana mungkin hati berharap untuk bisa memahami rahasia-rahasia Allah swt yang sangat rumit, sedangkan ia belum bertaubat dari kesesatan-kesesetannya?".
Kesesatan dan dosa adalah penyebab utama adanya kelalaian hati dari Allah swt. Lalu kelalaian akan menjadikan seseorang tunduk dan pasrah kepada nafsu syahwat yang menuliskan gambar-gambar dunia di atas permukaan hati hingga menjadi noda-noda hitam yang menutupinya.
Tuntutan sebenarnya
Manusia merupakan makhluq Allah yang tidak lepas dari kesalahan, apakah bisa ia terbebas dari dosa? Bukankah yang terbebas dari dosa itu hanya para Nabi, lalu apa yang harus dilakukan oleh manusia biasa?
Manusia tidaklah dituntut agar terbebas sama sekali dari dosa. Ia hanya diwajibkan untuk menjauhi maksiat dan dosa sekuat tenaga. Dan bila ia terlanjur melakukan kesalahan, maka ia harus bertaubat dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi. Jika ia tergoda lagi untuk berbuat dosa, maka ia harus bartaubat kembali dan jika masih terulang terus, ia harus mengulang-ulang taubat, dan seterusnya. Hal seperti inilah yang disebut dengan عِصمَة(terbebas dari dosa) bagi orang-orang awam seperti kita.
Ketika syaitan mengancam kepada Allah bahwa ia akan menyesatkan semua hamba-hamba-Nya, maka Allah ‘Azza wa Jalla kemudian menjawab, bahwasanya mereka juga memiliki kekuatan penolak maksiat dan kejahatan. Allah swt berfirman:
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ (42) [الحجر/42]
Artinya : "Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat." (Q.S. Al-hajr : 42)
Maksudnya, syaitan tidak akan mampu menyesatkan orang-orang yang benar-benar meyakini sifat kehambaannya. Karena dengan bekal keyakinan itu, maka ia akan merasa menyesal setelah melakukan sebuah kejahatan. Kemudian rasa sesal di dadanya akan mendorong untuk bertaubat dengan tulus dan ikhlas. Dengan begitu, pengaruh maksiat akan hilang dan dosanya menjadi terhapus. Saat ia kembali berbuat dosa hingga berulang kali, maka proses diatas juga akan terus terulang, namun tetap berakhir dengan taubat yang tulus.
Setelah seseorang berhasil menyelamatkan diri dari dosa dan kesesatan melalui jalan pertaubatan yang suci lalu ia mampu berjalan tegak lurus pada rel-rel kebenaran, maka kelalaian akan segera sirna dari hatinya. Berganti dengan dzikir serta keyakinan akan adanya kontrol dan pengawasan Allah. Tibalah saatnya untuk memasuki kerajaan Allah Yang Maha Agung.
Hal ini sangat cocok dengan perkataan Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam, ketika beliau menjelaskan perihal ihsan,
أن تعبد الله كأنك تراه، فإن لم تكن تراه فإنه يراك
Artinya : "Yaitu engkau menyembah Allah swt seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Ia selalu melihatmu".
Maksudnya engkau menarik perasaanmu secara total sehingga dunia dan segala isinya ini hilang dari hatimu dan tidak berarti apa-apa. Saat memandang dunia, maka engkau hanya merasakan telah berada di hadapan Allah subhanahu wata'ala yang selalu berfirman kepadamu seakan-akan engkau benar-benar melihat-Nya.
Keyakinan seorang hamba akan kehadiran Allah berarti adanya kesadaran akan adanya sifat-sifat, nikmat dan karunia serta rahamt-Nya. Ketika ia menerima nikmat, maka ia pasti menghubungkannya dengan Dzat yang menganugerahkan nikmat tersebut. Segala bentuk pergantian keadaan hidup yang ia jalani hanya semakin menguatkan keyakinannya bahwa yang mengatur semua itu adalah Allah Yang Maha Kuasa. Dalam situasi seperti ini, maka cinta dalam hatinya hanya akan tertuju kepada Allah subhanahu wata'ala. Ia sama sekali sekali tidak menghiraukan makhluk karena ia selalu berdiri di depan keagungan Allah Yang Maha Sempurna.
Namun cinta kepada Allah bukan berarti merubah dirinya menjadi seorang malaikat yang tidak memiliki atau merasakan keinginan. Ia tetap saja merupakan manusia biasa yang mempunyai kemauan-kemauan pribadi. Hanya saja ia akan menuruti jika memang keinginan tersebut sesuai dengan syariat. Namun apabila bertolak belakang dengan undang-undang taklif, maka ia akan segera menyingkirkannya.
Cinta kepada Allah yang telah mengisi hati, seorang hamba akan menghancurkan dan menyingkirkan nafsu syahwat yang dahulu menguasainya. Termasuk juga rasa cintanya kepada makhluk-makhluk di dunia ini. Akhirnya cermin hati hanya akan menghadap ke hadirat Allah sehingga satu-satunya yang tampak adalah Allah ‘Azza wa Jalla.
Menyatukan hati
Apakah bisa tergambarkan ketika seorang manusia biasa melihat gambar pemandangan dunia namun gambar tersebut tidak tercatat dalam lembaran-lembaran hatinya?
Gambar-gambar makhluk yang telah dilihat oleh kedua mata akan terekam dalam memori otak. Setelah itu ia akan berusaha memasuki ruang-ruang hati. Namun ketika hati telah bergelora oleh rasa cinta kepada Allah, maka hati tidak akan menerimanya sebagai sekedar gambar biasa. Ia hanya menganggap bahwa semua itu adalah bukti dan tanda yang berbicara tentang keesaan Allah ‘Azza wa Jalla, keagungan serta kekuasaan-Nya, sambil berkata,
و في كل شئ له أية تدل على أنه الواحد
"Di dalam sesuatu (yang ada di dunia ini) pasti terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata'ala adalah Dzat Yang Maha Esa".
Hamba-hamba yang memiliki hati semacam ini akan melukiskan gambar-gambar yang dilihat kedua matanya dalam lembaran hati, namun hanya untuk mendengarkan ucapan tasbih dari gambar itu. Maha Benar Allah yang telah berfirman:
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ [الإسراء/44]
Artinya : "Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka." (Q.S. Al-‘isra' 44)
Mereka juga melihat kemegahan dan keindahan dunia seperti keadaan manusia umumnya, namun hati yang mereka miliki akan mengubah gambar-gambar itu menjadi cahaya kerinduan akan keindahan Allah subhanahu wata'ala. Ketika menatap hamparan langit yang penuh dengan kilauan bintang atau terang cahaya rembulan maka hati akan mengalihkan pemandangan itu sebagai pesan suci dari Allah ‘Azza wa Jalla. Yang terlukis memenuhi lembaran hatinya hanyalah cahaya-cahaya ayat Allah. Satu-satunya yang terukir dalam hatinya adalah Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Sempurna.
Lain halnya dengan seseorang yang belum memahami makna tauhid. Gambar-gambar yang ia saksikan dengan dua mata akan menjadi tabir yang melalaikan hatinya dari Allah ‘Azza wa Jalla hingga akhirnya akan menjerumuskan kepada jurang dosa dan maksiat.Seseorang yang memiliki ketergantungan atau rasa cinta kepada orang lain juga akan mengalami apa yang mereka sebut sebagai kehadiran tunggal. Artinya saat ia menatap apa saja, maka hatinya akan bingung untuk menggambarkana esensi yang ia lihat. Karena hanya satu yang teringat dalam lamunannya yaitu orang yang menjadi idaman hatinya.
Jikalau keadaan seseorang yang mencintai orang lain bisa sampai seperti ini, maka semestinya hamba yang mencintai Allah akan mengalami keadaan yang lebih dahsyat lagi. Betapa tidak? Allah subhanahu wata'ala adalah Dzat Yang Maha Sempurna segala-galanya.
Segala yang ada di dunia ini pada hakikatnya hanya akan menyandarkan kepada kehadiran tunggal yang merupakan buah bibir dari akidah tauhid.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (164) [البقرة/164]
Artinya : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (Q.S. Al-baqarah : 164)
Kesimpulan
Selain memiliki bentuk fisik yang tampak oleh mata, manusia juga terdiri dari bagian abstrak yang tidak terlihat. Bahkan sisi abstrak inilah yang membedakan antara seorang insan dengan seekor binatang.
Bagian abstrak manusia adalah akal dan hati, namun yang terpenting serta menjadi pengendali hidup seseorang adalah hati. Ibarat sebuah cermin, hati akan manampakkan gambar-gambar yang ada di depannya. Jika ia menghadap kepada matahari, maka cermin itu akan bersinar terang benderang. Sebaliknya ia akan penuh dengan kegelapan ketika berda di depan benda-benda yang gelap.
Keadaan hati juga seperti anggota fisik manusia yang terkadang tertimpa penyakit. Namun virus-virus dan bakteri yang menyerang hati akan sangat sulit terdeteksi. Hati yang terserang pernyakit dan tidak segera ditangani akan menyebabkan seseorang terjerumus dalam kesesatan dan akibat yang paling fatal adalah neraka selama-lamanya.
Sebab utama penyakit hati adalah dosa dan maksiat yang kemudian akan menimbulkan kelalaian kepada Allah subhanahu wata'ala. Jadi langkah pertama kali yang harus dilakukan untuk mengobati hati ialah dengan meninggalkan dan membuang jauh-jauh segala bentuk dosa dan kejahatan. Dengan begitu hati akan teringat kembali kepada sifat dasar penghambaannya kepada Allah dan mengomando semua organ tubuhnya untuk melaksanakan tanggung jawab yang membebani pundaknya dengan tekun dan disiplin.
Setelah ia mampu istiqomah beribadah dan mengingat Allah, maka ia akan menikmati rasa cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla yang mengantarkan dirinya mencapai derajat ihsan, menyembah Allah seakan benar-benar melihat-Nya. Dalam kondisi seperti ini, maka yang mengisi hatinya hanyalah Allah subhanahu wata'ala dengan semua sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dunia yang terlihat oleh kedua matanya akan merasuk ke dalam hatinya sebagai gelombang-gelombang cahaya yang menjelaskan keagungan, kekuasaan serta kesempurnaan Allah ‘Azza wa Jalla.
كيف يشرق قلب صور الأكوان منطبعة في مرآته، أم كيف يرحل إلى الله وهو مكبَّل بشهواته، أم كيف يطمع أن يدخل حضرة الله وهو لم يتطهر من جنابة غفلاته، أم كيف يرجو أن يفهم دقائق الأسرار وهو لم يتب من هفواته
"Bagaimana mungkin hati seseorang bisa berbinar sedang gambar makhluk masih memenuhi cermin hatinya, dan atau bagaimana mungkin ia bisa berlari menuju Allah sedang ia masih dibelenggu oleh kesenangan-kesenangan nafsunya, dan bagaimana mungkin ia bisa masuk kehadapan Allah sedang ia belum bersuci dari najis kelalaiannya, dan bagaimana mungkin ia mengharap bisa memamahi lembutnya rahasia-rahasia yang tersimpan sedang ia belum bertaubat dari dosa-dosanya"
Hikmah ini masih berhubungan erat dengan dua hikmah sebelumnya, kita akan mengerti permasalahan ini dengan jelas jika bisa memahami semuanya kemudian mengaitkan satu persatu layaknya mata rantai yang saling melengkapi satu dengan lainnya.
Inti manusia
Jika kita melucuti struktur lahiriyyah seorang insan, maka akan menemukan bahwa esensi manusia itu terdiri dari dua unsure dasar yang membangun jati diri manusia yaitu akal dan kalbu atau hati. Sedangkan bentuk badan yang tampak oleh pandangan mata ini bukanlah sesuatu yang penting hingga bisa menimbulkan perbedaan antara seorang manusia dan seekor binatang. Semua hewan itu juga memiliki bentuk lahir yang tidak jauh berbeda dengan manusia, manusia hanya akan menyandang nilai lebih dari hewan jika mempunyai hati dan akal.
Akal adalah bagian manusia yang berfungsi untuk mengetahui dan memahami segala sesuatu, sedangkan hati merupakan terminal tempat berkumpulnya perasaan dan emosi. Dengan akal dan hati yang berfungsi normal, manusia akan memiliki kemampuan untuk menciptakan kemakmuran dan peradaban yang luhur serta memperoleh pengetahuan dan penemuan-penemuan baru. Akal yang berjalan seiring dengan hati akan menjadikan seorang manusia mampu melakukan perbaikan luar biasa dan bahkan mungkin pula akan menimbulkan puncak kerusakan di muka bumi.
Dalam kesempatan ini kita tidak akan membahas tentang akal, karena topik yang sesuai dengan hikmah ini adalah mengenai hati atau kalbu. Kalbu yang berkaitan dengan pembicaraan kita bukanlah sebagaimana yang diistilahkan oleh para dokter dan ahli anatomi tubuh yang mengartikannnya sebagai sekumpulan otot yang berada dibalik rongga paru-paru sebelah kiri. Kalbu atau hati yang kita maksudkan adalah sebuah wadah yang menjadi kediaman perasaan dan emosi baik yang menjadi pendorong, penjegah ataupun perasaan menyanjung. Contoh perasaan pendorong adalah cinta dan hormat, perasaan pencegah kita bisa lihat dalam bentuk ketakutan dan kebencian. Sedangkan penyanjung akan kita temukan dalam bentuk kekaguman dan pengagungan.
Hati bisa diibaratkan seperti sebuah lembaran yang mampu merespon perasaan-perasaan yang sangat halus. Ketika pandangan kita melihat sesuatu yang sesuai dengan keinginan dan impian yang mengisi pikiran, maka lembaran hati akan menuliskan perasaan yang bernama cinta.
Saat kedua mata ini menyaksikan perkara-perkara yang tidak cocok dengan kemauan kita, dengan segera lembaran hati akan memunculkan rasa benci jika ada orang lain yang mendahului kita dalam menggapai harta atau apa saja yang kita inginkan maka lembaran hati akan mencatat rasa hasud, iri atau dengki. Dan apabila kita berkumpul besama orang-orang yang tidak menghargai kita atau bahkan malah cenderung menyepelekan, lembaran hati akan merespon dengan perasaan marah seketika itu juga.
Sang pemimpin
Para ahli kejiwaan berpendapat bahwa dorongan seorang manusia untuk melakukan sebuah kegiatan itu berasal dari dalam hati sebanyak tujuh puluh persen, sedagkan sisanya sebanyak tiga puluh persen akan diperoleh dari akal pikiran.
Namun pendapat seperti ini masih perlu ditanyakan kebenarannya andai saja semua manusia itu hidup berdasarkan hukum akal, pasti mereka akan bersatu padu tanpa perbedaan sedikitpun untuk menciptakan ketentraman dan kesejahteraan dan bahkan bersama-sama dalam tundukan sepenuhnya kepada Allah Yang Maha Esa . hanya saja semenjak dahulu manusia itu lebih cenderung bertindak dengan menuruti perasaannya. Akal yang mereka miliki hanya berfungsi sebagai alat yang dikuasai oleh cinta, kebencian atau iri dan dengki. Perasaan yang keluar dari hati tersebut merupakan raja tunggal yang digdaya mengendalikan langkah-langkah hidupnya.
Banyak orang yang mengetahui kesalahan dan bahaya-bahaya yang muncul ketika akal telah tunduk kepada perasaan yang jahat. Mereka ingin mengatasi masalah ini dan berusaha menundukan perasaannya dengan kemampuan daya intelektual. Mereka menamakan usahanya dengan sebuatan tarbiyyah atau pendidikan. Dari waktu ke waktu sistem pendidikan semakin berkembang dan bermacam-macam ahli pendidik bermunculan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Akan tetapi semua usaha ini hanyalah menjadi media pengantar sedangkan yang berusaha mengendalikan tindak tanduk menusia adalah hati. Akal hanya berperan sebagai naluri penjelas sepereti sebuah lampu yang menyinari namun tidak mempunyai energy penggerak dan pendorong.
Cermin buta
Dalam hikmah ini, Ibnu Atho'ilah menyatakan bahwa hati itu seperti sebuah cermin. Dia akan memantulkan perasaan dan emosi yang dimilki oleh seorang manusia.
Bisa kita saksikan bahwa kaca cermin yang dihadapkan kepada dasar sumur yang gelap akan tampak berwarna hitam gelap. Dan bila permukaan cermin tersebut diarahkan kepada matahari yang bersinar terang, maka ia akan menjadi kilau percis seperti cahaya matahari. Kemudian cermin akan beralih warna kehijauan jika ia berada dihadapan hijaunya pepohonan dan aneka ragam tumbuhan. Ia akan menampakan gambar yang serupa dengan segala sesuatu yang terletak didepannya.
Apabila seorang manusia mengarahkan keinginan dan impiannya kepada kemewahan dan kemegahan dunia maka secara otomatis gambar dunia akan memenuhi permukaan cermin hatinya. Selanjutnya hati akan menyiapkan pasukan dan semua media yang memungkinkan untuk merealisasikan gambar-gambar yang telah terekam itu.
Dalam keadaan seperti ini, apakah mungkin wujud Allah subhanahu wata'ala akan tampak dihatinya ? sebuah wadah yang telah terisi penuh oleh impian-impian duniawi hingga memunculkan rasa iri kepada orang-orang yang menyaingi atau rasa benci kepada orang-orang yang mengungguli, apakah mungkin masih menyisakan ruang kosong bagi rasa cinta dan takut kepada Allah ? bisakah kegelapan itu berkumpul dengan sinar terang ? atau mungkinkah dua hal yang berlawanan akan bersatu dalam sebuah esensi ?
Ketika hati telah gelap karena hawa nafsu dan dosa-dosa yang timbul darinya, maka kegelapan tersebut akan berubah menjadi noda dan bintik yang menutupi semua permuakaannya.
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (14) [المطففين : 14]
Artinya : "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka." (Q.S. Al-muthafifin : 14)
Dalam keadaan seperti itu, seorang manusia akan merasakan apa yang disebut sebagai gangguan jiwa, ia masih percaya kepada akalnya dan juga mengetahui kebenaran-kebenaran yang sesuai logika semisal 1+1=2. Ketika ia menghadiri majelis pengajian, maka ia akan menerima dan tunduk kepada dalil dan argumen-argumen yang dipaparkan sebagai sesuatu yang hak. Akan tetapi setelah ia keluar dari majelis tersebut, dengan segera ia akan kembali dalam pasungan kemauan dan keinginan sahwatnya.
Hal itu terjadi karena akal memang selalu berada dibawah kepemimpinan perasaan, coba saja sekarang ini kita melihat orang-orang disekitar kita, mayoritas mereka pasti mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, namun berapakah jumlah orang-orang yang mau menerapkan hukum-hukum akal tersebut ?
Ketika seseorang yang berkribadian mendua bertanya. "sekarang ini aku mengakui kebenaran-kebenaran yang berasal dari Al-Qur'an, lalu mengapa aku tidak mampu memenuhi tuntutan dari hukum tersebut ?", maka jawabannya adalah apa yang dikatakan Ibnu Atho'illah, "Bagaimana mungkin hati akan bersinar sedangkan permukaannya telah penuh oleh lukisan gambar-gambar dunia ?". hatimu telah gelap karena noda-noda hitam yang menutupinya. Engkau telah terjerat oleh kekuasaan bintik-bintik tersebut. Tidak ada lagi ruang kosong dalam hatimu untuk menempatkan rasa cinta yang mendorong untuk memenuhi panggilan Allah subhanahu wata'ala atau rasa takut yang mencegahmu untuk melakukan maksiat dan kejahatan.
Saat akal pikiranmu meminta izin kepada hati yang telah penuh oleh noda-noda dosa dan sahwat untuk menyemaikan benih-benih cinta kepada Allah , maka akal akan mencari dan terus mencari lahan kosong pada permukaan hati namun ternyata ia sama sekali tidak menemukannya. Tidak hanya sampai disitu, sang akal kemudian berusaha memberitahukan kepada hati tentang risalah suci dari ilahi rabbi.
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (16) [الحديد/16]
Artinya : "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik." (Q.S. Al-hadidi : 16)
Lagi-lagi karena hati telah penuh sesak oleh muatan-muatan sahwat dan dunia, maka usaha akal untuk menyusupkan risalah tersebut kedalamnya menjadi sia-sia tanpa guna.
Sebuah contoh masyhur yang sering kita dengar adalah kisah Bal'am bin Ba'ura, salah seorang bani Israil. Allah subhanahu wata'ala telah menganugerahkan karunia ilmu yang melimpah kepadanya, sedangkan ilmu pengetahuan sebagaimana kita tahu adalah akal. Akan tetapi Bal'am lebih memilih untuk menuruti keinginan liarnya. Hati yang telah dipenuhi nafsu liar akhirnya memimpin dan mengendalikan akalnya untuk menggapai impian-impian dunawiyah. Perjalanan hidup Bal'am persis seperti seekor anjing yang selalu menjulurkan lidah kepada apa saja yang dia jumpai tanpa pernah merasa puas. Kisah Bal'am diabadikan oleh Allah subhanahu wata'ala sebagai nasihat bagi manusia dalam ayat berikut.
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (176) [الأعراف/175-177]
Artinya : "Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. (175).Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. "(176). (Q.S. Al-‘araf : 175-176)
Penjerat berantai
Inti pembahasan pada awal hikmah ini ialah tentang penyakit hati. Berawal dari keinginan-keinginan duniawi yang memenuhi permukaan hati hingga akhirnya menjadi noda hitam yang menimbulkan kegelapan. Andai saja gambar-gambar dunia yang terekam memenuhi hati itu seperti sifat tulisan atau gambaran yang ada pada lembaran kertas atau tembok, tentu akan sangat mudah untuk menghapusnya. Namun potret-potret dunia yang memenuhi cermin hati ini, sama sekali tidak mungkin hilang atau terpengaruh oleh sebab-sebab dan media material.
Solusi untuk mengobati penyakit tersebut bisa kita temukan pada poin yang kedua dari hikmah ini. "Atau apakah mungkin hati akan menghadap Allah subhanahu wata'ala padahal ia masih terbelenggu oleh sahwat-sahwatnya". Masalah utama yang menghalangi hati untuk menghadap kepada Allah adalah dikarenakan jeratan sahwat. Jadi usaha pertama yang harus dilakukan untuk menangani dilema penyakit hati ialah membebaskannya dari kekangan nafsu sahwat. Lalu bagaimana caranya?
Kita lihat dulu dari poin ketiga ini, "Bagaimana mungkin hati berharap agar bisa memasuki kerajaan Allah , sedangkan ia tidak mau bersuci dari kotoran-kotoran kelalaiannya?". Sahwat yang telah menguasai dan merajai hati akan menjadikannya lalai dari Allah ‘Azza wa Jalla. Kesenangan yang ditawarkan nafsu syahwat akan menjadikan seseorang tenggelam dalam perasaan gembira dan akan merasa sedih saat terpisah dari kemewah-mewahannya. Jadi, salah satu proses untuk menyembuhkan hati yang sakit adalah dengan pejuangan sekuat tenaga untuk membinasakan kelalaian yang menyelimutinya.
Satu-satunya jalan penyelamat ialah dengan cara meninggalkan jauh-jauh segala bentuk dosa dan kesesatan, sebagaimana tersirat dalam poin terakhir hikmah ini, "Bagaimana mungkin hati berharap untuk bisa memahami rahasia-rahasia Allah swt yang sangat rumit, sedangkan ia belum bertaubat dari kesesatan-kesesetannya?".
Kesesatan dan dosa adalah penyebab utama adanya kelalaian hati dari Allah swt. Lalu kelalaian akan menjadikan seseorang tunduk dan pasrah kepada nafsu syahwat yang menuliskan gambar-gambar dunia di atas permukaan hati hingga menjadi noda-noda hitam yang menutupinya.
Tuntutan sebenarnya
Manusia merupakan makhluq Allah yang tidak lepas dari kesalahan, apakah bisa ia terbebas dari dosa? Bukankah yang terbebas dari dosa itu hanya para Nabi, lalu apa yang harus dilakukan oleh manusia biasa?
Manusia tidaklah dituntut agar terbebas sama sekali dari dosa. Ia hanya diwajibkan untuk menjauhi maksiat dan dosa sekuat tenaga. Dan bila ia terlanjur melakukan kesalahan, maka ia harus bertaubat dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi. Jika ia tergoda lagi untuk berbuat dosa, maka ia harus bartaubat kembali dan jika masih terulang terus, ia harus mengulang-ulang taubat, dan seterusnya. Hal seperti inilah yang disebut dengan عِصمَة(terbebas dari dosa) bagi orang-orang awam seperti kita.
Ketika syaitan mengancam kepada Allah bahwa ia akan menyesatkan semua hamba-hamba-Nya, maka Allah ‘Azza wa Jalla kemudian menjawab, bahwasanya mereka juga memiliki kekuatan penolak maksiat dan kejahatan. Allah swt berfirman:
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ (42) [الحجر/42]
Artinya : "Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat." (Q.S. Al-hajr : 42)
Maksudnya, syaitan tidak akan mampu menyesatkan orang-orang yang benar-benar meyakini sifat kehambaannya. Karena dengan bekal keyakinan itu, maka ia akan merasa menyesal setelah melakukan sebuah kejahatan. Kemudian rasa sesal di dadanya akan mendorong untuk bertaubat dengan tulus dan ikhlas. Dengan begitu, pengaruh maksiat akan hilang dan dosanya menjadi terhapus. Saat ia kembali berbuat dosa hingga berulang kali, maka proses diatas juga akan terus terulang, namun tetap berakhir dengan taubat yang tulus.
Setelah seseorang berhasil menyelamatkan diri dari dosa dan kesesatan melalui jalan pertaubatan yang suci lalu ia mampu berjalan tegak lurus pada rel-rel kebenaran, maka kelalaian akan segera sirna dari hatinya. Berganti dengan dzikir serta keyakinan akan adanya kontrol dan pengawasan Allah. Tibalah saatnya untuk memasuki kerajaan Allah Yang Maha Agung.
Hal ini sangat cocok dengan perkataan Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam, ketika beliau menjelaskan perihal ihsan,
أن تعبد الله كأنك تراه، فإن لم تكن تراه فإنه يراك
Artinya : "Yaitu engkau menyembah Allah swt seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Ia selalu melihatmu".
Maksudnya engkau menarik perasaanmu secara total sehingga dunia dan segala isinya ini hilang dari hatimu dan tidak berarti apa-apa. Saat memandang dunia, maka engkau hanya merasakan telah berada di hadapan Allah subhanahu wata'ala yang selalu berfirman kepadamu seakan-akan engkau benar-benar melihat-Nya.
Keyakinan seorang hamba akan kehadiran Allah berarti adanya kesadaran akan adanya sifat-sifat, nikmat dan karunia serta rahamt-Nya. Ketika ia menerima nikmat, maka ia pasti menghubungkannya dengan Dzat yang menganugerahkan nikmat tersebut. Segala bentuk pergantian keadaan hidup yang ia jalani hanya semakin menguatkan keyakinannya bahwa yang mengatur semua itu adalah Allah Yang Maha Kuasa. Dalam situasi seperti ini, maka cinta dalam hatinya hanya akan tertuju kepada Allah subhanahu wata'ala. Ia sama sekali sekali tidak menghiraukan makhluk karena ia selalu berdiri di depan keagungan Allah Yang Maha Sempurna.
Namun cinta kepada Allah bukan berarti merubah dirinya menjadi seorang malaikat yang tidak memiliki atau merasakan keinginan. Ia tetap saja merupakan manusia biasa yang mempunyai kemauan-kemauan pribadi. Hanya saja ia akan menuruti jika memang keinginan tersebut sesuai dengan syariat. Namun apabila bertolak belakang dengan undang-undang taklif, maka ia akan segera menyingkirkannya.
Cinta kepada Allah yang telah mengisi hati, seorang hamba akan menghancurkan dan menyingkirkan nafsu syahwat yang dahulu menguasainya. Termasuk juga rasa cintanya kepada makhluk-makhluk di dunia ini. Akhirnya cermin hati hanya akan menghadap ke hadirat Allah sehingga satu-satunya yang tampak adalah Allah ‘Azza wa Jalla.
Menyatukan hati
Apakah bisa tergambarkan ketika seorang manusia biasa melihat gambar pemandangan dunia namun gambar tersebut tidak tercatat dalam lembaran-lembaran hatinya?
Gambar-gambar makhluk yang telah dilihat oleh kedua mata akan terekam dalam memori otak. Setelah itu ia akan berusaha memasuki ruang-ruang hati. Namun ketika hati telah bergelora oleh rasa cinta kepada Allah, maka hati tidak akan menerimanya sebagai sekedar gambar biasa. Ia hanya menganggap bahwa semua itu adalah bukti dan tanda yang berbicara tentang keesaan Allah ‘Azza wa Jalla, keagungan serta kekuasaan-Nya, sambil berkata,
و في كل شئ له أية تدل على أنه الواحد
"Di dalam sesuatu (yang ada di dunia ini) pasti terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata'ala adalah Dzat Yang Maha Esa".
Hamba-hamba yang memiliki hati semacam ini akan melukiskan gambar-gambar yang dilihat kedua matanya dalam lembaran hati, namun hanya untuk mendengarkan ucapan tasbih dari gambar itu. Maha Benar Allah yang telah berfirman:
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ [الإسراء/44]
Artinya : "Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka." (Q.S. Al-‘isra' 44)
Mereka juga melihat kemegahan dan keindahan dunia seperti keadaan manusia umumnya, namun hati yang mereka miliki akan mengubah gambar-gambar itu menjadi cahaya kerinduan akan keindahan Allah subhanahu wata'ala. Ketika menatap hamparan langit yang penuh dengan kilauan bintang atau terang cahaya rembulan maka hati akan mengalihkan pemandangan itu sebagai pesan suci dari Allah ‘Azza wa Jalla. Yang terlukis memenuhi lembaran hatinya hanyalah cahaya-cahaya ayat Allah. Satu-satunya yang terukir dalam hatinya adalah Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Sempurna.
Lain halnya dengan seseorang yang belum memahami makna tauhid. Gambar-gambar yang ia saksikan dengan dua mata akan menjadi tabir yang melalaikan hatinya dari Allah ‘Azza wa Jalla hingga akhirnya akan menjerumuskan kepada jurang dosa dan maksiat.Seseorang yang memiliki ketergantungan atau rasa cinta kepada orang lain juga akan mengalami apa yang mereka sebut sebagai kehadiran tunggal. Artinya saat ia menatap apa saja, maka hatinya akan bingung untuk menggambarkana esensi yang ia lihat. Karena hanya satu yang teringat dalam lamunannya yaitu orang yang menjadi idaman hatinya.
Jikalau keadaan seseorang yang mencintai orang lain bisa sampai seperti ini, maka semestinya hamba yang mencintai Allah akan mengalami keadaan yang lebih dahsyat lagi. Betapa tidak? Allah subhanahu wata'ala adalah Dzat Yang Maha Sempurna segala-galanya.
Segala yang ada di dunia ini pada hakikatnya hanya akan menyandarkan kepada kehadiran tunggal yang merupakan buah bibir dari akidah tauhid.
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (164) [البقرة/164]
Artinya : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (Q.S. Al-baqarah : 164)
Kesimpulan
Selain memiliki bentuk fisik yang tampak oleh mata, manusia juga terdiri dari bagian abstrak yang tidak terlihat. Bahkan sisi abstrak inilah yang membedakan antara seorang insan dengan seekor binatang.
Bagian abstrak manusia adalah akal dan hati, namun yang terpenting serta menjadi pengendali hidup seseorang adalah hati. Ibarat sebuah cermin, hati akan manampakkan gambar-gambar yang ada di depannya. Jika ia menghadap kepada matahari, maka cermin itu akan bersinar terang benderang. Sebaliknya ia akan penuh dengan kegelapan ketika berda di depan benda-benda yang gelap.
Keadaan hati juga seperti anggota fisik manusia yang terkadang tertimpa penyakit. Namun virus-virus dan bakteri yang menyerang hati akan sangat sulit terdeteksi. Hati yang terserang pernyakit dan tidak segera ditangani akan menyebabkan seseorang terjerumus dalam kesesatan dan akibat yang paling fatal adalah neraka selama-lamanya.
Sebab utama penyakit hati adalah dosa dan maksiat yang kemudian akan menimbulkan kelalaian kepada Allah subhanahu wata'ala. Jadi langkah pertama kali yang harus dilakukan untuk mengobati hati ialah dengan meninggalkan dan membuang jauh-jauh segala bentuk dosa dan kejahatan. Dengan begitu hati akan teringat kembali kepada sifat dasar penghambaannya kepada Allah dan mengomando semua organ tubuhnya untuk melaksanakan tanggung jawab yang membebani pundaknya dengan tekun dan disiplin.
Setelah ia mampu istiqomah beribadah dan mengingat Allah, maka ia akan menikmati rasa cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla yang mengantarkan dirinya mencapai derajat ihsan, menyembah Allah seakan benar-benar melihat-Nya. Dalam kondisi seperti ini, maka yang mengisi hatinya hanyalah Allah subhanahu wata'ala dengan semua sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dunia yang terlihat oleh kedua matanya akan merasuk ke dalam hatinya sebagai gelombang-gelombang cahaya yang menjelaskan keagungan, kekuasaan serta kesempurnaan Allah ‘Azza wa Jalla.