Pengertian ini ingin melihat
lebih jauh mengenai Metode qiyās menurut pandangan para Ulama’ Ahlu sunnah
wal-jama’ah dalam disiplin ilmu TAUHID & Asal UshulNYA di dalam kitabnya Bidāyah
al- Mujtahid Fil-iman wa Nihāyah al- Muqtaṣid Ihsan , yaitu dengan cara
mendeskripsikan dan melihat secara langsung metode qiyās Ulama’ di dalam
kitab-kitab tersebut ,,
dalam penelitian ini juga akan di teliti
mengenai status keterikatan metode qiyās Ulama’ dengan metode Ijtihad Imam
Mālik maupun Mazhab Maliki. Peneliti merasa tertarik menulis penelitian ini
karena kitab Bidāyah al-Mujtahid fil-iman wa Nihāyah al-Muqtaṣid ihsan merupakan
karya monumental yang merupakan karya alloh dalam TAUHID menurut Ulama’ AHLI
Tauhid yang dikemas secara sistematis. Dalam kitab tersebut juga dapat dilihat
mengenai Ijtihad para Ulama’ yang cukup aplikatif dalam mengintegrasikan antara
teks /ayat ( nas ) dengan rasio ( qiyas ), sehingga menghasilkan produk hukum
yang berbeda dan jauh dari kesan bertentangan sunnah nabi SAW & Nash
Al-Qur’an .
Karena BIDAYAH FI AL-HIDAYAH
ini melahirkan pengertian Di antara perbendaharaan kata dalam agama Islam
ialah iman, Islam dan
ihsan, ketiga istilah itu memberi
umat Islam tentang Rukun Iman yang enam, Rukun Islam yang
lima dan ajaran tentang penghayatan
terhadap Tuhan Yang Maha Hadir dalam hidup.
Dalam penglihatan itu terkesan
adanya semacam kompartementalisasi antara pengertian
masing-masing istilah itu,
seolah-olah
setiap
satu dari ketiga
nama itu dapat dipahami secara tersendiri, dapat
bentuk sangkutan tertentu dengan yang lain.
Setiap pemeluk Islam mengetahui dengan
pasti bahwa Islam (al-Islam) tidak absah
tanpa iman (al-iman), dan iman
tidak sempurna tanpa
ihsan (al-ihsan).
Islam adalah inisial
seseorang masuk ke dalam
lingkaran ajaran Ilahi.
Sebuah Ayat Suci melukiskan bagaimana
orang-orang Arab Badui mengakui telah
beriman tapi Nabi Muhammad saw diperintahkan
untuk mengatakan kepada mereka bahwa mereka belumlah beriman melainkan baru
ber-Islam, sebab iman
belum masuk ke dalam
hati mereka :
قَالَتِ الأعْرَابُ
آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الإيمَانُ
فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ
شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Orang-orang Arab Badwi
itu berkata: 'Kami telah beriman'. Katakanlah (kepada mereka): 'Kamu belum
beriman', tetapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke
dalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan
mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; sesungguhnya, Allah Maha Pengampun,
lagi Maha Penyayang." – (QS.49:14)
Jadi, iman lebih mendalam daripada
Islam, sebab dalam kontek firman
itu, kaum Arab
Badui tersebut barulah tunduk dengan hormat kepada Nabi muhammad secara lahiriah, dan itulah makna
kebahasaan perkataan "Islam", yaitu
"tunduk" atau "menyerah." Tentang hadits yang terkenal
yang menggambarkan pengertian masing-masing
Islam iman dan ihsan
Salah satu hal lagi yang
membuat Al-Faqir merasa tertarik untuk menulis penelitian ini, karena
ketertarikan peneliti mengenai figur para Ulama’ sendiri yang merupakan Ulama
yang lahir dan hidup di wilayah andalusia yang notabene-nya adalah sentral
pengembangan mazhab -mazdhab pada waktu itu. Hal itu yang membuat Ulama’ juga
disinyalir sebagai ulama mazhab Maliki, serta dalam berijtihad pun kemungkinan
mengikuti ijtihad mazhab maliki dan madzhab lainnya.
Tetapi apakah yang terjadi
memang demikian? Hal inilah yang juga membuat ketertarikan AL-FAQIR untuk meneliti mengenai keterikatan metode
qiyas Ulama’ dengan metode ijtihad Imam Maliki maupun mazhab selain
Madzhab maliki ,,
Ketertarikan terhadap metode
qiyas para Ulama’ seperti yang telah disebut diatas.
. Dalam menulis pengertian ini, metode yang Al-faqir
gunakan adalah bersifat penialian pribadi dan hanya untuk kajian & sudut
pandang Ilmiyah belaka : yaitu menggambarkan serta menginterpretasi data yang
yang dikaji pandangan para ‘aalim & di nuqil dari kitab-kitab tauhid karya
ulama yang ahli di bidangnya ...
Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan ushuliyah yang berupa metode tashkhih yang merupakan metode untuk mengambil dalil
yang terkuat, karena memang Kitab Bidayah al-Mujtahid merupakan kitab
perbandingan ijtihad para ulama yang tentunya harus diteliti menggunakan metode
tashkhih . Selain itu, pendekatan yang Al-faqir gunakan adalah pendekatan sejarah yaitu
mengenai sejarah kehidupan para Ulama’, hal tersebut juga untuk melihat
seberapa jauh hubungan antara Ulama’ dengan mazhab Maliki & madzhab-madzhab
lain yang berkembang pesat di tempat kelahirannya pada waktu itu...
Hasil dari
penelitihan ini adalah menjelaskan secara sistematis mengenai pandangan
Al-faqir tentang metode qiyas dalam kitab-kitab
tersebut. Pengertian ini juga akan menunjukkan mengenai status
keterikatan metode qiyasnya Ulama’ dengan metode Ijtihad Imam Malik maupun
Mazhab-madzhab lainya dalam kitab Bidayah al-Mujtahid Fil-iman wa Nihayah
al-Muqtasid fil ihsan . Untuk membatasi serta mempermudah pengertian mengenai
metode qiyas para Ulama’ terdahulu serta keterikatan dengan 4 mazhab maliki
dalam kitab bidāyah al-mujtahid tersebut, maka peneliti akan mengambil 1
contoh kasus dalam kitab tersebut sebagai rujukan untuk memahami pengertian
DASAR-DASAR KEIMANAN seorang manusia ...
Adapun
masalah yang di kaji adalah :
HIDAYAH :
الهداية هي الطريق المستقيم الموصل إلى
الغاية وهو أقصر الطرق ، وغاية هذه الحياة هي أن تصل إلى نعيم الآخرة
Petunjuk yang dalam al qur'an menggunakan kata “HIDAYAH” atau “HUDA” diartikan
sebagai petunjuk digunakan...
Dengan demikian semua manusia yang menganut agama Islam artinya telah
mendapatkan hidayah dari Alloh Ta’ala (Jalan lurus yang dapat mencapaikan
seseorang pada tujuan kehidupan bahagia di akherat) tetapi tidak semua dari
mereka mendapat taufiq untuk mengerjakan amal sholeh.
pada 2 penggunaan; yaitu secara
‘Am (umum) dan Khos (khusus). Contoh penggunaan ‘Am adalah dalam ayat:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ
الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ
أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا
الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah pada) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia, dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang hak dan
yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggal-kannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah, atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." – (QS.2:185)
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
"Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a
apabila ia berdo'a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran." – (QS.2:186)
Sedangkan contoh penggunaan kata hidayah yang bermakna khos yaitu dalam
firman alloh SWT :
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
[ Kitab (Al Quran) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa] (QS Al baqoroh : 2)
Pengertian [HUDAN] (petunjuk) disini merupakan suatu petunjuk yang
kekhususan bagi orang yang bertaqwa. Sehingga sebagian para ulama
mendefinisikan kata [HIDAYAH] dengan Makna yang ‘Am (umum) adalah : Terangnya
jalan kebenaran (Alloh) dan jelasnya hujjah alloh, walaupun jalan untuk
menelusurinya itu sudah jelas atau tidak Seperti dalam ayat :
وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا
الْعَمَى عَلَى الْهُدَى فَأَخَذَتْهُمْ صَاعِقَةُ الْعَذَابِ الْهُونِ بِمَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ
[[ dan
Adapun kaum Tsamud, Maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih
menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk, Maka mereka disambar petir azab
yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan ]] (QS Al Fushilat :
17)
Maksudnya, alloh telah memberikan petunjuk kepada kaum tsamud jalan
(ajaran) alloh melalui lisan nabi sholeh walaupun mereka tidak sedikitpun menelusuri
jalan jalan petunjuk alloh tersebut karena dalam keterangan selanjutnya
disebutkan bahwasanya kaum tsamud memilih tersesat.
ابانة الطريق الحق وايضاخ المحجة سواؤ سلكها المبين له ام لا
“ Terangnya jalan kebenaran
(Alloh) dan jelasnya hujjah alloh, walaupun jalan untuk menelusurinya itu sudah
jelas atau tidak”
<[[ tetapi mereka lebih menyukai buta
(kesesatan) daripada petunjuk ]]>
.
Atau dalam ayat lain surat lain :
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا
وَإِمَّا كَفُورًا
“
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus ada yang bersyukur dan
ada pula yang kafir”.(QS al Insan : 3)
Maksudnya Alloh telah menjelaskan
atau menerangkan kepadanya jalan kebaikan dan kejelekan, karena kalimat
selanjutnya {ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir}
Adapun definisi hidayah dengan makna khos (khusus) adalah
تفضل الله بالتوفيق علي العبد
Anugerah(kelebihan) yang diberikan oleh Alloh kepada seorang hamba dengan
Taufiq (pertolongan / petunjuk)
أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ
اقْتَدِهِ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُو
إِلا ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ
"Mereka itulah, orang-orang
yang telah diberi petunjuk oleh Alloh, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah
? 'Aku tidak meminta upah kepadamu, dalam menyampaikan (Al-Qur'an)'. Al-Qur'an
itu tidak lain, hanyalah peringatan untuk segala umat." – (QS.6:90)
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ
صَدْرَهُ لِلإسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا
كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ
لا يُؤْمِنُونَ
"Barangsiapa yang dikehendaki Alloh mendapat petunjuk,
niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa
yang dikehendaki Alloh kesesatannya, niscaya Alloh menjadikan dadanya sesak,
lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Alloh
menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman." – (QS.6:125)
Berikut ini kita
akan mencoba MENELAAH ,
berdasarkan pembahasan para ulama,
apa pengertian ketiga
istilah itu dan
bagaimana wujudnya dalam hidup
keagamaan seorang pemeluk
Islam.Diharapkan bahwa dengan
memahami lebih baik pengertian istilah-istilah yang amat penting
itu kemampuan kita menangkap makna luhur agama dan pesan-pesan sucinya dapat
ditingkatkan Pembahasan secara berurutan pengertian istilah-istilah di atas pertama
Islam, kemudian iman dan akhirnya ihsan - dilakukan tanpa harus dipahami sebagai
pembuatan kategori-kategori yang terpisah -
sebagaimana sudah di jelaskan dalam al-qur’an
Jika kita telah memahami hal ini, maka kita akan mengerti
bahwa hidayah yang khusus bagi orang bertaqwa adalah makna dari hidayah yang
khos yaitu pemberian anugerah/ kelebihan dengan taufiq sedangkan hidayah yang diberikan
kepada semua manusia merupakan pengertian dari makna yang ‘Am (umum) , yaitu
telah terangnya jalan-jalan kebenaran dan jalan-jalan alloh .... setelah
HIDAYAH IMAN telah di tiupkan oleh alloh kepada hamba-hamba yang di pilihnya
barulah mereka masuk dalam agama ISLAM tanpa paksaan .... dan menempati firman
alloh :
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ
وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ
بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَنْ يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
"Sesungguhnya, agama (yang diridhoi) di sisi Alloh
hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab,
kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada)
di antara mereka (terhadap Islam). Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat
Alloh sesungguhnya Alloh sangat cepat hisab-Nya." – (QS.3:19)
Agama Islam yang berasal dari bahasa arab ,perkataan al-Islam
dalam firman ini
bisa diartikan secara lebih
umum, yaitu menurut makna asal atau turunya, yaitu
"pasrah kepada
alloh," suatu semangat ajaran
yang menjadikan karakteristik pokok
semua agama yang
benar. Inilah dasar pandangan
dalam al-Qur'an bahwa semua agama yang benar
adalah agama Islam, dalam
pengertian semuanya mengajarkan sikap pasrah kepada AL-ILAAH ,
sebagaimana penjelasan yang disimpulkan
dari firman alloh
وَلا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلا
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ وَقُولُوا آمَنَّا بِالَّذِي
أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَأُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَهُنَا وَإِلَهُكُمْ وَاحِدٌ وَنَحْنُ
لَهُ مُسْلِمُونَ
"Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab,
melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di
antara mereka, dan katakanlah: 'Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang
diturunkan kepada kami, dan yang diturunkan kepadamu; Ilah kami dan Ilahmu
adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri'." – (QS.29:46)
وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ
فَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمِنْ هَؤُلاءِ مَنْ يُؤْمِنُ
بِهِ وَمَا يَجْحَدُ بِآيَاتِنَا إِلا الْكَافِرُونَ
"Dan demikian (pulalah) Kami turunkan kepadamu
(Muhammad) Al-Kitab (Al-Qur'an), maka orang-orang yang telah Kami berikan kepada
mereka Al-Kitab (Taurat), mereka beriman kepadanya (Al-Qur'an); dan di antara
mereka (orang-orang kafir di Mekah) ada yang beriman kepadanya. Dan tidak
adalah yang mengingkari ayat-ayat Kami, selain orang-orang yang kafir." –
(QS.29:47)
Dalam ayat ini menjelaskan inti dalam beragama islam itu
adalah kepasrahan muthlaq kepa alloh swt tanpa adanya syarat ...
Sama dengan perkataan "al-Islam" di atas, perkataan
"muslimun" dalam firman itu
lebih tepat diartikan
menurut makna asalnya, yaitu
"orang-orang yang pasrah kepada alloh." Jadi seperti
diisyaratkan dalam firman
itu, perkataan muslimun dalam makna
asalnya juga menjadi
kualifikasi para pemeluk agama lain, khususnya para
penganut Kitab Suci.
Ini juga diisyaratkan dalam
al-qur’an :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا
فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Barangsiapa mencari agama,
selain daripada agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama
itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." –
(QS.3:85)
Sudah tentu hakikatnya tidaklah cukup demikian. Setiap
pemeluk Islam mengetahui dengan
pasti bahwa Islam (al-Islam) tidak absah tanpa iman
(al-iman), dan iman tidak
sempurna tanpa ihsan (al-ihsan). Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa iman,
dan iman juga tidak mungkin tanpa inisial
Islam dan iman dalam islampun mustahil tanpa HIDAYAH Alloh SWT. Dalam
telaah lebih lanjut oleh para Ulama’ ahli, ternyata pengertian antara
ketiga istilah itu : terkait satu dengan
yang lain, bahkan
tumpang tindih sehingga setiap satu dari ketiga istilah itu mengandung makna
dua istilah yang lainnya dan saling mendukung satu sama lainnya sehingga
menjadikan sang pemeluknya menempati pada ISLAM KAFFAH . Dalam iman terdapat
Islam dan ihsan, dalam
Islam terdapat iman dan ihsan dan dalam ihsan terdapat iman
dan Islam. Dari sudut pengertian
inilah kita melihat iman, Islam
dan ihsan sebagai trilogi ajaran Ilahiyah