الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ
"Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Rabb-mereka.
وَإِنْ كَانَ كَبُرَ عَلَيْكَ إِعْرَاضُهُمْ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَبْتَغِيَ نَفَقًا فِي الأرْضِ أَوْ سُلَّمًا فِي السَّمَاءِ فَتَأْتِيَهُمْ بِآيَةٍ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَمَعَهُمْ عَلَى
الْهُدَى فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْجَاهِلِينَ
"Dan jika perpalingan mereka (darimu), terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat melihat lubang di bumi atau tangga ke langit, lalu kamu dapat mendatangkan mu'jizat kepada mereka, (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua, dalam petunjuk, sebab itu, janganlah kamu sekali-kali, termasuk orang-orang yang jahil." (An naml 35)
إِنَّمَا يَسْتَجِيبُ الَّذِينَ يَسْمَعُونَ وَالْمَوْتَى يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ ثُمَّ إِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
"Hanya orang-orang yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Alloh), dan orang-orang yang mati, akan dibangkitkan oleh Alloh, kemudian kepada-Nya-lah mereka dikembalikan." – (QS.6:36)
Telah ditetapkan melalui dalil akal bahwa ALLOH tidaklah
memiliki jasad dan berbentuk, tidaklah menempati sebuah ruangan dan waktu. Hal
ini menjadi dalil bahwa ALLOH Yang Agung adalah Dzat yang tidak dapat dilihat.
Namun, sebahagian kalangan penafsir menyatakan bahwa ALLOH akan menampakkan
dirinya di hari kiamat, mereka berdalil bahwa hamba-hamba yang sholeh akan
melihat wujud ALLOH di hari kiamat, melalui ayat yang berbunyi:
إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Kepada
Tuhannyalah mereka Melihat”Apakah maksud ayat tersebut ?
Adapun penglihatan adalah terbiasnya cahaya sesuatu pada
lensa mata. Ketika proses pembiasan ini bekerja, maka akan terjadi ada ikatan
antara yang sesuatu yang dilihat dan mata. Oleh karenanya, menjadikan sesuatu
tersebut menempati pada tempat tertentu. Dan segala yang berbentuk membutuhkan
sebuah tempat, dan yang membutuhkan yang lain adalah fakir. Dan ini tidak akan
memiliki sifat Ketuhanan (Ilahiyah). Dari penjelasan ini maka sekiranya ALLOH bertempat, tidaklah akan melewati kemungkinan berikut ini:
1. Keberadaan tempat tersebut pada awalnya bersamaan dengan
wujud Alloh. Kalau sekiranya tempat tersebut qodim (dahulu), maka keberadaannya
sama dengan keberadaan Alloh Yang Qadim. Jadi, ada dua wujud yang qadim.
2. Sekiranya Alloh Swt menciptakan tempat untuk diri-Nya
sendiri. Dan kita umpakan Dia (Alloh) tidak membutuhkan tempat. Dengan dalil
bahwa sebelum dicitakan tempat tersebut, dia telah ada. Dengan gambaran ini,
bagaimana Alloh Swt tidak membutuhkan tempat , kemudian setelah itu Dia
membutuhkan tempat.
Dilihat dari makna ayat, maka dapatlah kita jelaskan sebagai
berikut:
Kata Nadhiro dari ayat tersebut bukanlah mempunyai makna
melihat akan tetapi bermakna (mengerti & faham). Dan maksud dari keseluruhan
ayat adalah penantian rahmat dan kasih sayang Alloh Swt. Ketika utusan roja' mengirimkan hadiah kepada nabi Sulaiman as, disebutkan dalam al-qur’an,
Alloh Swt berfirman:
“Dan Sesungguhnya Aku akan mengirim utusan kepada mereka
dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan)menunggu apa yang akan dibawa kembali
oleh utusan-utusan itu”.
Dan pengertian Nadhiro sebenarnya, bukanlah diartikan
penglihatan. Maka kita mencoba penelusuri ayat diatas, dengan mengaitkan dengan
ayat sebelumnya dan sesudahnya. Alloh Swt berfirman:
1.
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu
berseri-seri”.
2.إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Kepada Tuhannyalah mereka Melihat“.
3.وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ
“Dan Wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram”.
4.تَظُنُّ أَنْ يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ
“Mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka
yang amat dahsyat”.
Pada keempat ayat diatas, ayat ketiga nampak berlawanan
dengan ayat pertama. Dan ayat keempat juga berlawanan dengan ayat kedua. Dan
pelu diperhatikan bahwa ayat keempat menghilangkan bentuk kekaburan seperti
pada ayat yang kedua. Yang jelas, ayat yang pertama dan ketiga adalah pembagian
atas manusia di hari kiamat. Dan ayat kedua dan keempat juga adanya penjelasan
nasib perjalanan manusia dalam dua bentuk. Dari sisi lain, maka ayat keempat
memaparkan tentang penantian terhadap sebuah azab, dan ayat kedua memaparkan
tentang penantian terhadap rahmat Alloh Swt. Bukanlah penglihatan dan penyaksian
dalam bentuk luar (dhohir).
Kesimpulan:
Dalil ayat untuk menetapkan kemungkinan Alloh Swt dapat
dilihat di hari kiamat, akan menyimpang dari pemahaman secara filosofis dan
terhadap tujuan yang ada di dalam keempat ayat tersebut. Dari ayat, sebenarnya
mengambarkan tentang pelaku ketaatan dan maksiat dan penantian keduanya
terhadap nasib mereka dari turunnya rahmat Alloh atau azab-Nya. Adapun
penafsiran tentang penyaksian dzat Al-Haq tidaklah berkaitan dengan ayat ini.