TANBIIH

الحَمـْدُ للهِ المُــوَفَّـقِ للِعُـلاَ حَمـْدً يُوَافـــِي بِرَّهُ المُتَـــكَامِــلا وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّـهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَي النَّبِيِّ المُصْطَفَىَ وَالآلِ مَــــعْ صَـــحْــبٍ وَتُبَّـاعٍ وِل إنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا تَقْوَى الإلهِ مَدَارُ كُلِّ سَعَادَةٍ وَتِبَاعُ أَهْوَى رَأْسُ شَرِّ حَبَائِلاَ إن أخوف ما أخاف على أمتي اتباع الهوى وطول الأمل إنَّ الطَّرِيقَ شَرِيعَةٌُ وَطَرِيقَةٌ وَحَقِيقَةُ فَاسْمَعْ لَهَا مَا مُثِّلا فَشَرِيعَةٌ كَسَفِينَة وَطَرِيقَةٌ كَالبَحْرِ ثُمَّ حَقِيقَةٌ دُرٌّ غَلاَ فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ وَطَرِِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ وَحَقِيقَةُ لَوُصُولُهِ لِلمَقْصِدِ وَمُشَاهَدٌ نُورُ التّجَلِّي بِانجَلاَ مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

hiasan

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI

Senin, 16 April 2012

METODE FALSAFY DALAM PANDANGAN ISLAM


Sejarah tentang Tafsir Falsafy

Pada saat ilmu-ilmu agama dan sain mengalami kemajuan, kebudayaan-kebudayaan Islam berkembang
kepada gerakan penerjemahan buku-buku yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Hal ini pula yang
membawa Islam kepada pengenalan terhadap filsafat terutama dari buku-buku karangan Aristoteles dan
Plato. Filsafat dianggap sebagai hal baru yang dapat mengeksplor pemikiran mereka dan oleh karena
mereka sangat gandrung akan model pemikiran semacam ini, maka dari sinilah mengapa sebagian
orang Islam menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan filsafat atau yang disebut dengan
tafsir falsafi.
Yang dimaksud dengan tafsir falsafi dalam tafsir al-Mizan fi tafsir al-Qur’an adalah bagaimana para
filosof membawa pikiran-pikiran filsafat dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an. Diantara tokohnya
adalah
Al-Farabi,

Ibnu-Shina
. Sedang
Thaba’ Thaba’i
sendiri memasukkan pembahasan filsafat
sebagai tambahan dalam menerangkan suatu ayat atau menolak teori filsafat yang bertentangan
dengan al-Qur’an. Ia menggunakan pembahasan filsafat hanya pada sebagian ayat saja.
1
Menyikapi hal ini, ulama’ Islam terbagi kepada dua golongan sebagai berikut:
Golongan pertama
yang menolak filsafat
, atau ilmu-ilmu yang bersumber dari buku-buku
karangan filosof tersebut. Mereka tidak mau menerimanya, oleh karena mereka memahami
diantaranya ada yang bertentangan dengan aqidah dan agama. Bangkitlah mereka yang
menolak buku-buku itu dan menyerang faham-faham yang dikemukakan didalamnya,
membatalkan argumen-argumennya, mengharamkannya untuk dibaca dan menjauhkannya dari
kaum muslimin. Diantara yang bersikap keras dalam menyerang para filosof dan filsafat
adalah
Hujjah al-Islam al- Imam Abu Hamid al-Ghazaly 
. Karena itu ia mengarang sebuah
kitab
al- Irsyad 
dan kitab-kitab lain untuk menolak paham mereka. Begitu juga
Fakhrur Rozi 
di
dalam kitab tafsirnya beliau membeberkan ide-ide filsafat yang dipandang bertentangan dengan
agama. Dan akhirnya dengan tegas ia menolak filsfat berdasar dalil yang beliau anggap
memadai
.
2
Kelompok kedua, adalah

kelompok yang menerima filsafat
dan mengaguminya. Meskipun
sebenarnya ada pertentangan yang nampak jelas anatara filsafat dan agama. Namun mereka
berpendapat bahwa hal itu masih memungkinkan untuk dilakukan kompromi antara al-Qur’an dengan
filsafat dengan menghilangkan pertentangan yang terjadi diantara keduanya. Dalam mengkompromikan
kedua hal tersebut, dilakukan dengan dua cara
3
, yaitu:
Cara pertama, mereka melakukan ta’wil terhadap nash-nash al-Qur’an sesuai dengan
pandangan filosof. Yakni mereka menundukkan nash-nash Al-Qur’an pada pandangan-
pandangan filsafat. Sehingga keduanya nampak seiring sejalan.


Cara kedua, adalah mereka menjelaskan nash-nash al-Qur’an dengan pandangan
pandangan teori filsafat. Mereka menempatkan pandangan para filosof sebagai bagian
primer yang mereka ikuti, dan menempatkan al-Qur’an sebagai bagian sekunder yang
mengikuti filsafat. Yakni filsafat melampaui Al-Qur’an. Cara ini lebih berbahaya dari
cara yang pertama.
Beberapa contoh penafsiran falsafi :
Al-Farabi (257-339)
Ikhwanushofa
Ibnu Shina
Tafsir falsafi dalam pandangan Islam
2.1. Al-Qur’an mengajak untuk berfilsafat.
Arab, suatu tempat dimana Al-Qur’an diturunkan sebelum datangnya Islam tidak mengenal
pemikiran filsafat. Malah mereka tidak mengenal kata-kata filsafat itu, karena filsafat bukanlah kata-
kata arab sendiri, tetapi dari Yunani. Ilmu ini mereka kenal sesudah orang-orang Islam menerjemahkan
buku-buku filsafat Yunani kedalam bahasa Arab.
Doktor Jamil Saliba dalam bukunya Tarikh al-Falsafah al- ‘Arabiyah mengatakan bahwa Arab Jahiliah
telah memiliki pengetahuan falak, ilmu alam, ilmu kedokteran experimental yang bercampur aduk
dengan ilmu magik dan azimat, serta dongeng tentang jin dan syaitan, mereka pintar berpuisi dan
prosa, dan syair-syair suhud yang mengandung unsur akhlak dan kejiwaan; tetapi semua ini tidak
tersusun dalam satu aliran filsafat yang sempurna dan sistematis. Pemikiran filsafat belumlah mereka
miliki kecuali setelah datangnya Islam.
4
Bangsa Arab yang cara berfikirnya sangat fanatik kepada leluhur mereka, maka Islam datang
memerdekakan ratio (akal) mereka dari belenggu yang mengikatnya dan membebaskan dari
 pengaruh taklid yang memperbudaknya. Akal itu dipersilahkan untuk memberikan keputusan
dengan ilmu dan kebenarannya sendiri, disamping harus tunduk hanya kepada Allah Yang
Maha Esa semata dan patuh kepada peraturan syariat agama-Nya. Islam tidak merintangi
dinamika akal, dan tidak membatasi kemajuan berfikirnya yang terus meningkat.
Dengan kemajuan berfikir itu, Qur’an mengajak dan mendorong untuk berfikir dan
menyelidiki serta membahas segala hal yang wujud. Dengan demikian akal akan sampai
kepada pembuktian adanya pencipta dan sekalian ciptaan-Nya. Dan ini adalah merupakan inti
dari pembahasan pemikiran falsafi
.
5

Banyak kandungan ayat-ayat al-Qur’an yang mendorong akal
untuk berfikir falsafi, seperti Firman Allah Ta’ala :
 “
Maka ambillah pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan (pikiran)” Al- Hasyr 
(59:2)
Ia pun telah berfirman ;
 “
Bahwasannya dalam kejadian langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal.
” 
Dan, banyak lagi ayat-ayat lain yang berhubungan dengan masalah-masalah Allah, alam, dan
manusia maupun persoalan-persoalan ratio, atau akal dan etika, masalah-masalah yang merupakan
tema dasar dari pengkajian filosof-filosof dari masa ke masa sepanjang sejarah pemikiran filsafat. Maka
pengkajian yang mendalam antara orang-orang Islam tentang ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan
dengan Allah, Alam dan manusia, membawa mereka kepada mendalami masalah filsafat, dalam artian
dengan datangnya Islam maka al-Qur’an meletakkan fundasi dasar untruk berfikir falsafi bagi orang-
orang Arab khususnya dan bagi orang-orang Islam umumnya.

Ayat-ayat mutasyabihat baik dulu hingga kini dan untuk selamanya merupakan pendorong untuk berfikir
dan mengajak manusia menggunakan akalnya, atau dengan kata lain membantu manusia dalam meniti
 jalan filosofis.
Bersambung .....................................




5 komentar:

M ALI AL BAIS mengatakan...

Kaum sofis

Nama “Sofis” (sophistes) tidak dipergunakan sebelum abad ke-5. Arti yang tertua adalah “seorang yang bijaksana” atau “seorang yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu”. Agak cepat kata ini dipakai dalam arti “sarjana” atau “cendekiawan”. Herodotos memakai nama sophistes untuk Pythagoras. Pengarang Yunani yang bernama Androtion (abad ke-4 SM) mempergunakan nama ini untuk menunjukkan “ketujuh orang bijaksana” dari abad ke-6 dan Sokrates. Lysias, ahli pidato Yunani yang hidup sekitar permulaan abad ke-4 memakai nama ini untuk Plato. Tetapi dalam abad ke-4 nama philosophos menjadi nama yang biasanya dipakai dalam arti “sarjana” atau “cendikiawan”, sedangkan nama sophistes khusus dipakai untuk guru-guru yang berkeliling dari kotake kota dan memainkan peranan penting dalam masyarakat Yunani sekitar paruh kedua abad ke-5. Di sini kita juga mempergunakan kata “Sofis” dalam arti terakhir ini.

Pada kemudian hari nama “Sofis” tentu tidak harum. Akibatnya masih terlihat dalam bahasa-bahasa modern. Dalam bahasa Inggris misalnya kata “sophist” menunjukkan seseorang yang menipu orang lain dengan mempergunakan argumentasi-argumentasi yang tidak sah. Cara berargumentasi yang dibuat dengan maksud itu dalam bahasa Inggris disebut “sophism” atau “sophistery”. Terutama Sokrates, Plato, dan Aristoteles dengan kritiknya pada kaum Sofis menyebabkan nama “Sofis” berbau jelek. Salah satu tuduhan adalah bahwapara Sofis meminta uang untuk pengajaran yang mereka berikan. Dalam dialog Protagoras, Plato mengatakan bahwa para Sofis merupakan “pemilik warung yang menjual barang rohani” (313 c). Dan Aristoteles mengarang buku yang berjudul Sophistikoi elenchoi (cara-cara berargumentasi kaum Sofis); maksudnya, cara berargumentasi yang tidak sah. Demikian para Sofis memperoleh nama jelek, hal mana masih dapat dirasakan sampai pada hari ini, sebagaimana nyata dengan contoh-contoh dari bahasa Inggris tadi.

M ALI AL BAIS mengatakan...

Faktor-faktor yang menjelaskan munculnya Sofistik

Aliran yang disebut Sofistik tidak merupakan suatu mazhab, para sofis tidak mempunyai ajaran bersama. Sebaliknya Sofistik dipandang sebagai suatu aliran atau pergerakan dalam bidang intelektual yang disebabkan beberapa faktor yang timbul dalam masyarakat Yunani pada zaman itu. Berikut faktor-faktor yang menjelaskan munculnya Sofistik:

1. Sesudah perang Parsi selesai (tahun 449 SM), Athena berkembang pesat dalam bidang politik dan ekonomi. Di bawah pimpinan Perikles polis inilah yang menjadi pusat seluruh dunia Yunani. Sampai saat itu Athena belum mengambil bagian dalam filsafat dan ilmu pengetahuan yang sedang berkembang sejak abad ke-6. Tetapi sering kali dalam sejarah dapat disaksikan bahwa negara atau kota yang mengalami zaman keemasan dalam bidang politik dan ekonomi menjadi pusat pula dalam bidang intelektual dan kultural. Demikian halnya juga dengan kota Athena. Kita sudah melihat bahwa Anaxagoras adalah figur pertama yang memilih Athena sebagai tempat tinggalnya. Para Sofis tidak membatasi aktivitasnya pada polis Athena saja. Mereka adalah guru-guru yang bepergian keliling dari satu kota ke kota lain. Tetapi Athena sebagai pusat kultural yang baru mempunyai daya tarik khusus untuk kaum Sofis. Protagoras misalnya, yang dari sudut filsafat boleh dianggap sebagai tokoh yang utama antara para Sofis, sering-sering mengunjungi Athena.

2. Faktor lain yang dapat membantu untuk memahami timbulnya gerakan Sofistik adalah kebutuhan akan pendidikan yang dirasakan di seluruh Hellas pada waktu itu. Sudah kami utarakan bahwa bahasa merupakan alat politik yang terpenting dalam masyarakat Yunani. Sukses tidaknya dalam bidang politik sebagian besar tergantung pada kemahiran berbahasa yang diperlihatkan dalam sidang umum, dewan harian atau sidang pengadilan. Itu teristimewa benar dalam masa yang dibahas di sini, karena hidup politik sangat diutamakan. Khususnya di Athena, yang sekarang mengalami puncaknya sebagai polis yang tersusun dengan cara demokratis. Itulah sebabnya tidak mengherankan bahwa orang muda merasakan kebutuhan akan pendidikan serta pembinaan, supaya nanti mereka dapat memainkan peranannya dalam hidup politik. Sampai saat itu pendidikan di Athena tidak melebihi pendidikan elementer saja. Kaum Sofis memenuhi kebutuhan akan pendidikan lebih lanjut. Mereka mengajarkan ilmu-ilmu seperti metematika, astronomi, dan terutama tata bahasa. Mengenai ilmu yang terakhir ini mereka boleh dipandang sebagai perintis. Dan tentu saja, kaum Sofis juga mempunyai jasa-jasa besar dalam mengembangkan ilmu retorika atau berpidato. Selain dari pelajaran dan latihan untuk orang muda, mereka juga memberi ceramah-ceramah dengan cara populer untuk khalayak ramai yang lebih luas.

M ALI AL BAIS mengatakan...

Dari uraian di atas ini boleh ditarik kesimpulan bahwa kaum Sofis untuk pertama kali dalam sejarah menggelar pendidikan untuk orang muda. Dari sebab itu paideia (kata Yunani untuk “pendidikan”) dapat dianggap sebagai suatu penemuan Yunani. Itulah salah satu jasa yang besar sekali, yang pengaruhnya masih berlangsung terus sampai dalam kebudayaan modern.


3. Faktor ketiga yang mempengaruhi timbulnya aliran Sofistik boleh dilukiskan sebagai berikut. Karena pergaulan dengan banyak negara asing, orang Yunani mulai menginsyafi bahwa kebudayaan mereka berlainan dari kebudayaan-kebudayaan lain. Kebudayaan Yunani terletak di tengah kebudayaan-kebudayaan yang coraknya sangat berlainan. Dapat terjadi bahwa apa yang dengan tegas ditolak dalam kebudayaan yang satu, sangat dihargai dalam kebudayaan yang lain. Sejarawan Yunani Herodotos yang hidup pada zaman ini dan banyak bepergian ke negeri-negeri lain, telah menuliskan pengalaman itu dengan cukup jelas, dan ia menyetujui pendirian penyair Pindaros bahwa adat-istiadat adalah segala-galanya. Pengalaman itu menampilkan banyak pertanyaan. Apakah peraturan-peraturan etis, lembaga-lembaga sosial dan tradisi-tradisi religius hanya merupakan suatu kebiasaan atau konvensi saja? Apakah kesemuanya itu hanya kebetulan tersusun begitu? Apakah mungkin suatu susunan yang sama sekali berlainan? Para Sofis akan merumuskan persoalan ini dengan bertanya: apakah peraturan etis beralaskan adat kebiasaan (nomos) atau beralaskan kodrat (physis)? Pada umumnya para Sofis akan menjawab bahwa hidup sosial tidak mempunyai dasar kodrati. Sampai-sampai Protagoras tidak ragu-ragu mengatakan bahwa manusia adalah ukuran untuk segala sesuatu. Dengan demikian kaum Sofis jatuh dalam relativisme di bidang tingkah laku etis dan di bidang pengenalan. Dengan relativisme dimaksudkan pendirian bahwa baik buruk dan benar salah itu bersifat relatif saja. Atau dengan kata lain, baik buruk dan benar salah tergantung pada manusia bersangkutan. Sokrates dan Plato dengan tajam sekali akan mengkritik pendirian itu. Tetapi dapat dibayangkan bahwa kaum Sofis mengalami sukses besar dengan anggapannya yang menentang tradisi-tradisi tua, terutama dalam kalangan kaum muda. Dalam hal ini angkatan muda Yunani tidak berbeda banyak dengan angkatan muda pada zaman lain, karena mereka selalu cenderung membuang yang kolot dan memihak kepada yang serba baru.

M ALI AL BAIS mengatakan...

Pengaruh aliran Sofistik

Dalam uraian-uraian sejarah filsafat, kaum Sofis tidak selalu dipandang dengan cara yang sama. Kadang-kadang dikemukakan pertimbangan yang agak negatif. Tetapi dalam uraian-uraian lain kaum Sofis direhabilitasikan lagi dengan penilaian yang lebih positif. Pada aliran Sofistik sendiri terdapat dua aspek yang menampilkan penilaian yang berbeda-beda itu.

Di satu pihak gerakan para Sofis menyatakan krisis yang tampak dalam pemikiran Yunani. Rupanya pada waktu itu orang merasa jemu dengan sekian banyak pendirian yang telah dikemukakan dalam filsafat prasokratik. Reaksinya adalah skeptisisme yang dianut oleh para Sofis. Kebenaran diragukan dan dasar ilmu pengetahuan sendiri digoncangkan (Protagoras, Gorgias). Dengan itu, Sofistik pasti mempunyai pengaruh negatif atas kebudayaan Yunani waktu itu. Banyak nilai tradisional dalam bidang agama dan moralitas mulai roboh. Peranan polis sebagai kesatuan sosial-politik mulai merosot, karena kaum Sofis memajukan suatu orientasi pan-Hellen. Tekanan pada ilmu berpidato dan kemahiran berbahasa menampilan bahaya bahwa teknik berpidato akan dipergunakan untuk maksud-maksud jahat. Kalau prinsip Protagoras, yakni “membuat argumen yang paling lemah menjadi yang paling kuat”, dikaitkan dengan relativisme dalam bidang moral, maka dengan sendirinya jalan terbuka untuk penyalahgunaan itu. Sofis-sofis yang besar seperti Protagoras dan Gorgias tidak menyalahgunakan ilmu berpidato untuk maksud-maksud jahat. Mereka adalah orang yang dihoramati oleh umum karena moralitas yang bermutu tinggi. Hal yang sama tidak bisa dikatakan mengenai semua Sofis lain.

Akan tetapi, di lain pihak aliran Sofistik pasti juga mempunyai pengaruh yang positif atas kebudayaan Yunani. Bahkan boleh dikatakan bahwa para Sofis mengakibatkan suatu revolusi intelektual di Yunani. Gorgias dan Sofis-sofis lain menciptakan gaya bahasa yang baru untuk prosa Yunani. Sejarawan-sejarawan Yunani yang besar, seperti Herodotos dan Thukydides, dipengaruhi secara mendalam oleh pemikiran Sofistik. Pandangan hidup kaum Sofis bergema juga pada dramawan-dramawan yang tersohor seperti Sophokles dan terutama Euripides. Dan kami sudah menyebut sebagai jasa-jasa Sofistik bahwa mereka mengambil manusia sebagai objek bagi pemikiran filsafat dan bahwa mereka meletekkan fundamen untuk pendidikan sitematis bagi kaum muda. Tetapi jasa mereka yang terbesar ialah bahwa mereka mempersiapkan kelahiran filsafat baru. Sokrates, Plato dan Aristoteles akan merealisasikan filsafat baru itu.[5]

M ALI AL BAIS mengatakan...

Kesimpulan

Diawal sudah dijelaskan bahwa sejarah munculnya filsafat umu atau Yunani kuno itu bertepatan pada kira-kira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.

Pemikiran filsafat masuk ke dalam Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai kaum Muslimin pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah di Suriah, Mesopotamia, Persia, dan Mesir.

Nama “Sofis” (sophistes) tidak dipergunakan sebelum abad ke-5. Arti yang tertua adalah “seorang yang bijaksana” atau “seorang yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu”. Agak cepat kata ini dipakai dalam arti “sarjana” atau “cendekiawan”. Herodotos memakai nama sophistes untuk Pythagoras. Pengarang Yunani yang bernama Androtion (abad ke-4 SM) mempergunakan nama ini untuk menunjukkan “ketujuh orang bijaksana” dari abad ke-6 dan Sokrates. Lysias, ahli pidato Yunani yang hidup sekitar permulaan abad ke-4 memakai nama ini untuk Plato. Tetapi dalam abad ke-4 nama philosophos menjadi nama yang biasanya dipakai dalam arti “sarjana” atau “cendikiawan”, sedangkan nama sophistes khusus dipakai untuk guru-guru yang berkeliling dari kotake kota dan memainkan peranan penting dalam masyarakat Yunani sekitar paruh kedua abad ke-5. Di sini kita juga mempergunakan kata “Sofis” dalam arti terakhir ini.

PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI

JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...

KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN











AlkisAnnabila