TANBIIH

الحَمـْدُ للهِ المُــوَفَّـقِ للِعُـلاَ حَمـْدً يُوَافـــِي بِرَّهُ المُتَـــكَامِــلا وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّـهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَي النَّبِيِّ المُصْطَفَىَ وَالآلِ مَــــعْ صَـــحْــبٍ وَتُبَّـاعٍ وِل إنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا تَقْوَى الإلهِ مَدَارُ كُلِّ سَعَادَةٍ وَتِبَاعُ أَهْوَى رَأْسُ شَرِّ حَبَائِلاَ إن أخوف ما أخاف على أمتي اتباع الهوى وطول الأمل إنَّ الطَّرِيقَ شَرِيعَةٌُ وَطَرِيقَةٌ وَحَقِيقَةُ فَاسْمَعْ لَهَا مَا مُثِّلا فَشَرِيعَةٌ كَسَفِينَة وَطَرِيقَةٌ كَالبَحْرِ ثُمَّ حَقِيقَةٌ دُرٌّ غَلاَ فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ وَطَرِِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ وَحَقِيقَةُ لَوُصُولُهِ لِلمَقْصِدِ وَمُشَاهَدٌ نُورُ التّجَلِّي بِانجَلاَ مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

hiasan

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI

Rabu, 24 Oktober 2012

TRADISI " SESAJEN " DALAM RITUAL KEAGAMAAN DAN MASYARAKAT

                                                  

1. Haram, jika tujuannya untuk mendekatkan diri (taqarrub ) pada jin,



2. Boleh, jika hanya bertujuan bersedekah untuk mendekatkan diri pada Alloh (taqarrub ilallah), selama tidak dilakukan dengan menyia-akan harta benda.



Catatan : Sebenarnya sekedar bersedekah dengan niat mendekatkan diri pada Allah tidak pantas dilakukan di tempat-tempat tadi, agar orang-orang awam tidak meyakini bahwa penghuni tempat-tempat tersebut memang dapat mendatangkan malapetaka kalau tidak diberikan sesajen, atau keyakinan-keyakinan lain yang bertentangan dengan syariat.



مسألة -ث : العادة المطردة فى بعض البلاد لدفع شر الجن من وضع طعام أو نحوه فى الأبيار أو الزرع وقت حصاده وفى كل مكان يظن أنه مأوى الجن وكذلك إيقاد السرج فى محل ادخار نحو الأرز الى سبعة أيام من يوم الإدخار ونحو ذلك كل ذلك حرام حيث قصد به التقرب إلى الجن بل إن قصد التعظيم والعبادة له كان ذلك كفرا-والعياذ بالله- قياسا على الذبح للأصنام المنصوص فى كتبهم.

وأما مجرد التصدق بنية التقرب إلى الله ليدفع شر ذلك الجن فجائز ما لم يكن فيه إضاعة مال مثل الإيقاظ المذكور انفا, فإن ذلك ليس هو التصدق المحمود شرعا كما صرحوا أن الإيقاد أمام مصلى التراويح وفوق جبل أحد بدعة.

قلت : حتى إن مجرد التصدق بنية التقرب إلى الله لا ينبغى فعله فى خصوص تلك الأماكن لئلا يوهم العوام ما لا يجوز إعتقاده.



“Tradisi yang sudah mengakar di sebagian masyarakat yang menyajikan makanan dan semacamnya kemudian diletakkan di dekat sumur atau tanaman yang hendak dipanen dan ditempat-tempat lain yang dianggap tempatnya jin, serta tradisi lain seperti menyalakan beberapa lampu di tempat penyimpanan padi selama tujuh hari yang dimulai dari hari pertama menyimpan padi tersebut, begitu pula tradisi-tradisi lain seperti dua contoh di atas itu hukumnya haram jika memang bertujuan mendekatkan diri kepada jin. Bahkan bisa menyebabkan kekafiran ( murtad ) jika disertai tujuan pemuliaan dan wujud pengabdian. Keputusan hukum ini diqiyaskan dengan hukum penyembelihan hewan yang dipersembahkan untuk berhala yang disebutkan oleh fuqaha dalam kitab-kitab mereka.

Adapun jika sekedar bersedekah dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah untuk menghindarkan diri dari kejahatan yang dilakukan oleh jin tersebut maka diperbolehkan selama tidak dengan cara menyia-nyiakan harta benda, seperti tradisi menyalakan lampu yang baru saja disebutkan. Karena hal tersebut tidak termasuk dalam sedekah yang terpuji dalam pandangan syari'at, Sebagaimana ulama menjelaskan bahwa menyalakan lampu di depan tempat shalat tarawih dan di atas gunung arafah itu dikategorikan bid'ah.

Saya berkata : Bahkan sekedar bersedekah dengan niat mendekatkan diri pada Allah pun tidak pantas dilakukan di tempat-tempat ditempat-tempat tersebut, agar orang awam tidak salah faham,lalu meyakini hal yang tidak seharusnya diyakini .” (Bulghatut Thullab hlm. 90/91)

SUFII (Ahlu Suffah) ADALAH PETARUNG SETIA ROSULULLAH SAW YANG BIJAK DAN TANPA PAMRIH

                                                         

Banyak yang menyebut bahwasanya Ahl al-Suffah adalah generasi sufi pertama dalam Islam. Istilah ‘sufi’ sendiri ada yang berpendapat berasal dari kata Ahl al-Suffah. Al-suffah adalah bangku yang dijadikan alas tidur mereka dengan berbantal pelana.

Mereka adalah sekelompok sahabat yang mendiami bilik-bilik yang disediakan Rasulullah SAW di sekitar Masjid Nabawi. Seluruh waktu mereka dipergunakan sebanyak-banyaknya untuk hal-hal yang bermanfaat dan seluas-luasnya untuk memahami ajaran Islam. Keperluan dan kebutuhan hidup sehari-hari mereka diambil dari dana bantuan kaum Muslimin sesuai kemampuan masing-masing.

Ahl al-Suffah bukanlah sekelompok umat yang istimewa atau diistimewakan, mereka juga bekerja, berperang, bahkan diantara mereka adalah panglima perang dan periwayat hadis. Sikap yang menonjol pada Sahabat dan Ahl al-Suffah adalah zuhud. Zuhud atau al-zuhd secara harfiah bermakna keadaan meninggalkan kehidupan dunia yang bersifat materi dan menekuni hal-hal yang bersifat rohani.

Tapi jangan disalah tafsirkan, perilaku yang meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi, misalnya tidak peduli terhadap keluarga, pekerjaan dan lain sebagainya, bukan merupakan bagian dari zuhud.

Walaupun menjauhi kesenangan duniawi dan memilih hidup sederhana, mereka berbahagia bersama Rasululah SAW, berjihad mendampingi Rasululah SAW, bersikap zuhud dan qana’ah dalam menghadapi hidup. Mereka merasa lebih bahagia bila berada di sisi Rasululah SAW, menimba ilmu dari setiap wahyu yang diterima Rasululah SAW, dengan ikhlas dan penuh kegembiraan.

Dalam khalwah, mereka pergunakan untuk shalat, membaca Al-Qur’an, mengkaji ayat demi ayat secara bersama dan memusatkan diri untuk berdzikir. Sebagian mereka belajar menulis. ‘Ubadah ibn al-Samit merupakan salah seorang yang sering mengajar mereka menulis dan membaca. Bahkan salah seorang dari mereka ada yang terkenal karena pengetahuan dan hafalannya tentang hadis-hadis Nabi, seperti Abu Hurayrah yang meriwayatkan banyak hadis Nabi SAW.

Petarung Ulung

Selain menjadi orang-orang yang mengkhususkan diri untuk mempelajari dan mengembangkan ajaran Islam, Ahl as-Suffah juga merupakan pasukan yang mumpuni yang sewaktu-waktu siap dikirim ke medan perang menghadapi orang-orang kafir. Mereka terkenal sebagai pasukan yang sangat berani.

Ketika pertempuran dan perang berkecamuk dengan silih berganti mereka memimpin pasukan menjadi laskar Islam yang tangguh. Di kala damai mereka sering mendapat tugas dari Rasululah SAW sebagai duta umat ke negeri-negeri yang ditaklukkan pasukan Islam dan sekaligus menjadi da’i yang menyampaikan dakwah dan mengajarkan Islam di sana.

Sebagian mereka yang syahid di Badar, antara lain; Safwan ibn Bayda, Zayd ibn Khattab, Kharim ibn Fatik al-Asadi, Khubayh ibn Yasaf, Salim ibn Umair, dan Haritsah ibn Nu’man al-Ansari.

Yang syahid di Uhud; Hanzhalah al-Ghazil. Syahid dalam Perang Hudaibiyah; Jurhad ibn Khuwa’ad dan Abu Suraybah al-Ghifari. Syahid di Khaibar; Tariq ibn Amr. Syahid di Tabuk; Abd Allah Dzu al-Bijadam. Syahid di Yamamah; Salim dan Zayd ibn al-Khattab. Dengan demikian, mereka menghabiskan malam hari untuk ibadah dan siang hari untuk berperang.

Jumlah mereka bervariasi dari waktu ke waktu. Mereka bertambah saat delegasi berdatangan ke Madinah. Penghuni permanen kira-kira 70 orang, tetapi jumlah mereka bertambah setiap saat. Suatu ketika Sa’ad ibn Ubadah menjamu sekitar 80 orang.

Abu Nu’aim adalah ulama pertama yang membuat daftar nama-nama mereka di kalangan Ahl al-Suffah. Ia mengutip dari sumber-sumber terdahulu tanpa menyebut referensinya. Barangkali dari buku Abu Abd al-Rahman al-Sulami (wafat 412 H) yang menulis tentang Ahl as-Suffah. Diantara sahabat yang termasuk ke dalam golongan Ahl as-Suffah yang ditulis Abu Nu’aim, ditambah lagi dengan nama-nama yang disebut dalam sumber-sumber lain ada 55 orang.

Salah satu Ahl al-Suffah yang tertulis sebagai Mursyid dalam silsilah Tarekat Naqsyabandiyah adalah Sayyidina Salman al-Farisi RA. Beliau inisiator strategi pertahanan dalam ‘Perang Parit’ yang belum pernah dikenal sebelumnya di Jazirah Arab. Sayyidina Salman al-Farisi RA mendapat ilmu yang menjadi amalan para sufi ini berasal dari Sayyidina Abu Bakar al-Siddiq, yang mendapat langsung dari Nabi Muhammad SAW, seperti diterangkan Nabi sendiri:

“Tidak ada sesuatu pun yang dicurahkan Allah ke dalam dadaku, melainkan aku mencurahkan kembali ke dalam dada Abu Bakar.”


hadits Qudsi berikut ini yang diriwayatkan Bukhori dari Abu Hurairah :

 وَمَا تَقَرَّبَ اِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْئٍ أحَبَّ اِلَيَّ مِمَّا افْتَرَطْتُ عَلَيْهِ,
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ أِلَيَّ بِالنّـَوَافِلِ حَتَّى اُحِبَّهُ فَاِذَا أحْبَبْتهُ كُنْتُ سَمْـعَهُ الَّذِي يَسمَعُ بِهِ
وَبَصَرَهُ اَلَّذِي يُبْصِرُبِهِ, وَيَدَهُ اَلَّتِي يَبْـطِشُ بِهَا وَرِجْلـَهُ اَلَّتِي يَمْشِي بِهَا
وَاِنْ سَألَنِي لاُعْطَيْنَّهُ وَلَئِنِ اسْتَعَـاذَنِي لاُعِيْذَنَّهُ. (رواه البخاري)

"HambaKu yang mendekatkan diri kepadaku dengan sesuatu yang lebih Ku sukai daripada yang telah Kuwajibkan kepadanya, dan selagi hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan nawafil (amalan-amalan atau sholat sunnah) sehingga Aku mencintainya, maka jika Aku telah mencintainya. Akulah yang menjadi pendengarannya dan dengan itu ia mendengar, Akulah yang menjadi penglihatannya dan dengan itu ia melihat, dan Aku yang menjadi tangannya dengan itu ia memukul (musuh), dan Aku juga menjadi kakinya dan dengan itu ia berjalan. Bila ia mohon kepadaKu itu pasti Kuberi dan bila ia mohon perlindungan kepadaKu ia pasti Ku lindungi”.

Minggu, 21 Oktober 2012

TEMPAT KEBERADAAN ARWAH

Abu bakar RA ditanya tentang arwah2 ketika keluar dari jasadnya,kemanakah perginya??

beliau menjawab,ada 7 tempat

1=adapun arwah para nabi dan rosul tempatnya adalah surga adnin

2=adapun arwah para ulama' tempatnya adalah surga firdaus

3=ad



apun arwah para su'ada' (khusnul khotimah) tempatnya adalah surga illiyyin

4=adapun arwahnya orang2 mati syahid maka arwahnya berterbangan sebagaimana burung dan menuju dalam surga kapan ia mau

5=adapun arwahnya orang2 mukmin yang berdosa maka bergelantungan diudara,tidak dibumi dan tidak dilangit sampai hari kiamat

6=adapun arwah para anak2 orang mukmin tempatnya digunung yang terbuat dari misik

7=adapun arwahnya orang2 kafir itu dineraka sijjin dan disiksa beserta jasad2nya sampai hari kiamat



وسئل ابو بكر رضى الله تعالى عنه عن الارواح حين تخرج من الاجساد اين

تذهب؟

قال فى سبعة مواضع

اما ارواح الانبياء والمرسلين فمقرها جنات عدن

واما ارواح العلماء فمقرها جنات الفردوس

واما ارواح السعداء فمقرها جنات عليين

واما ارواح الشهداء فتطير مثل الطيور فى الجنة حيث شاءت

واما ارواح المؤمنين المذنبين فتكون معلقة فى الهواء لا فى الارض ولا فى السماء الى يوم القيامة

واما ارواح اولاد المؤمنين فتكون فى جبل من المسك

واما ارواح الكافرين فى سجين يعذبون مع اجسادهم الى يوم القيامة



durrotun nasihin hal 179-180 cetakan darul fikri

Arwah anak-anak orang muslim menurut banyak keterangan termasuk yang dinyatakan oleh Imam Syafi’i berada disurga menempat diperut burung pipit yang berdiam diri dilentera-lentera dan digantungkan di ‘Arsy, ada juga keterangan bahwa mereka berada dibawah gunung MISIK disurga....



الجنة و النار و فقد الاولاد 4



للإمام جلال الدين السيوطي



و سئل بعض العلماء عن الأرواح بعد الموت ، فقال إن روح الأنبياء في جنة عدن و أرواح الشهداء في الفردوس وسط الجنة في حواصل طيور خضر يطيفون في الجنة حيث شاءوا و أرواح أولاد المؤمنين في حواصل عصافير الجنة عند جبال المسك و أرواح أولاد المشركين يترددون في الجنة ليس لهم مكان مخصوص و ارواح الذين عليهم دين و يأكلون أموال الناس بالباطل معلقة في الهواء لا تصل إلى الجنة و لا إلى السماء ، و أرواح فساق الكفار تعذب في القبر مع الجسد ، و أرواح المنافقين في نار جهنم .



Sebagian Ulama ditanya tentang keberadaan arwah setelah meninggal, beliau menjawab :

“Sesungguhnya arwah para nabi berada disurga Adn, arwah para syuhada disurga firdaus menempat pada perut burung hijau yang berlalu lalang mengelilingi surga, arwah para anak-anak orang muslim dalam perut burung pipit surga berada dibawah gunung MISIK, arwah para anak-anak orang musrik berputar-putar disurga namun tiada punya tempat khusus untuk menetap, arwah orang-orang yang memiliki tanggungan hutang, memakan harta orang lain dengan bathil digantungkan diangkasa dan tiada pernah sampai ke surga dan langit, arwah orang-orang fasik yang kafir disiksa dalam kubur mereka dan arwah-arwah orang munafik berada dineraka jahannam”.



ولابن منده عن ابن شهاب قال: بلغني أن أرواح الشهداء في أجواف طير خضر معلقة بالعرش، تغدو ثم تروح إلى رياض الجنة، تأتي ربها ولابن أبي حاتم عن ابن مسعود قال: إن أرواح الشهداء في أجواف طير خضر في قناديل تحت العرش، تسرح في الجنة حيث شاءت، ثم ترجع إلى قناديلها، وإن أرواح ولدان المؤمنين في أجواف عصافير، تسرح في الجنة حيث شاءت .



Dari Ibn mandah dari Ibn Syihab, beliau berkata :

“Arwah para syuhada berada dalam perut burung hijau yang digantungkan di ‘Arsy, sembari menikamati makanan dan istirahat damai di taman surga dan mendatangi Tuhannya”



Sedang Ibn Hatim meriwayatkan dari Ibn Mas’ud ra, ia berkata :

“Arwah para syuhada berada dalam perut burung hijau yang digantungkan dalam lentera-lentera ‘Arsy, mereka dapat keluar masuk dari tempat kediamannya sesuka hati, sedang arwah para anak-anak orang mukmin berada pada perut burung-burung pipit, mereka juga dapat keluar masuk dari tempat kediamannya sesuka hati”.



Dalam keterangan kitab lain terdapat tambahan keterangan bahwa arwah mereka dibawah naungan Nabi Ibrahim As dan Sarah yang kelak dihari kiamat dikembalikan pada orang tua mereka masing-masing.



ملخص لكتاب شرح الصدورفي شرح حال الموتى والقبور للسيوطي

-وأما عن مقر الأرواح......و أولاد المؤمنين ففي جبل في الجنة يكفلهم إبراهيم وسارة حتى يردهم لآبائهم يوم القيامة.



Sedang tempat keberadaan arwah...

Arwah anak-anak orang mukmin berada dibawah gunung yang ada disurga, diasuh oleh Nabi Ibrahim dan Sarah hingga dikemudian datangnya hari kiamat dikembalikan pada orang tua mereka masing-masing, mereka juga dapat keluar masuk dari tempat kediamannya sesuka hati”.



أرواح ذراري المسلمين في أجواف طير خضر تسرح في الجنة يكلفهم أبوهم إبراهيم فيدل هذا أنهما خلقنا

وكذلك نص الشافعي عن السلف على أن أطفال المسليمن في الجنة

وجاء صريحا عن السلف على أن أرواحهم في الجنة كما روى الليث عن أبي قيس عن هذيل عن ابن مسعود قال : إن أرواح الشهداء في أجواف طير خضر تسرح في الجنة حيث شاؤوا وإن أرواح أولاد المسلمين في أجواف عصافير تسرح بهم في الجنة حيث شاءت فتأوي إلى قناديل معلقة في العرش خرجه ابن أبي حاتم



Arwah para anak-anak orang mukmin berada pada perut burung-burung hijau di surga, mereka keluar masuk disurga berada dibawah asuhan Nabi Ibrahim AS, demikian juga pernyataan Imam Syafi’i dari sumber Ulama Salaf menyatakan sesungguhnya arwah anak-anak orang muslim berada disurga sebagaimana riwayat al-Layts dari Abu Qais dari Hudzail dari Ibn Mas’ud ra yang menyatakan :

“Arwah para syuhada berada dalam perut burung hijau yang digantungkan dalam lentera-lentera ‘Arsy, mereka dapat keluar masuk dari tempat kediamannya sesuka hati, sedang arwah para anak-anak orang mukmin berada pada perut burung-burung pipit, mereka juga dapat keluar masuk dari tempat kediamannya sesuka hati, mereka menempat pada lentera-lentera yang digantungkan di Arsy”.

Ahwaal al-Qubuur I/70



Wallaahu A'lamu Bis Showaab

TRADISI SESAJEN DALAM RITUAL KEAGAMAAN DAN MASYARAKAT

1. Haram, jika tujuannya untuk mendekatkan diri (taqarrub ) pada jin,



2. Boleh, jika hanya bertujuan bersedekah untuk mendekatkan diri pada Alloh (taqarrub ilallah), selama tidak dilakukan dengan menyia-akan harta benda.



Catatan : Sebenarnya sekedar bersedekah dengan niat mendekatkan diri pada Allah tidak pantas dilakukan di tempat-tempat tadi, agar orang-orang awam tidak meyakini bahwa penghuni tempat-tempat tersebut memang dapat mendatangkan malapetaka kalau tidak diberikan sesajen, atau keyakinan-keyakinan lain yang bertentangan dengan syariat.



مسألة -ث : العادة المطردة فى بعض البلاد لدفع شر الجن من وضع طعام أو نحوه فى الأبيار أو الزرع وقت حصاده وفى كل مكان يظن أنه مأوى الجن وكذلك إيقاد السرج فى محل ادخار نحو الأرز الى سبعة أيام من يوم الإدخار ونحو ذلك كل ذلك حرام حيث قصد به التقرب إلى الجن بل إن قصد التعظيم والعبادة له كان ذلك كفرا-والعياذ بالله- قياسا على الذبح للأصنام المنصوص فى كتبهم.

وأما مجرد التصدق بنية التقرب إلى الله ليدفع شر ذلك الجن فجائز ما لم يكن فيه إضاعة مال مثل الإيقاظ المذكور انفا, فإن ذلك ليس هو التصدق المحمود شرعا كما صرحوا أن الإيقاد أمام مصلى التراويح وفوق جبل أحد بدعة.

قلت : حتى إن مجرد التصدق بنية التقرب إلى الله لا ينبغى فعله فى خصوص تلك الأماكن لئلا يوهم العوام ما لا يجوز إعتقاده.



“Tradisi yang sudah mengakar di sebagian masyarakat yang menyajikan makanan dan semacamnya kemudian diletakkan di dekat sumur atau tanaman yang hendak dipanen dan ditempat-tempat lain yang dianggap tempatnya jin, serta tradisi lain seperti menyalakan beberapa lampu di tempat penyimpanan padi selama tujuh hari yang dimulai dari hari pertama menyimpan padi tersebut, begitu pula tradisi-tradisi lain seperti dua contoh di atas itu hukumnya haram jika memang bertujuan mendekatkan diri kepada jin. Bahkan bisa menyebabkan kekafiran ( murtad ) jika disertai tujuan pemuliaan dan wujud pengabdian. Keputusan hukum ini diqiyaskan dengan hukum penyembelihan hewan yang dipersembahkan untuk berhala yang disebutkan oleh fuqaha dalam kitab-kitab mereka.

Adapun jika sekedar bersedekah dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah untuk menghindarkan diri dari kejahatan yang dilakukan oleh jin tersebut maka diperbolehkan selama tidak dengan cara menyia-nyiakan harta benda, seperti tradisi menyalakan lampu yang baru saja disebutkan. Karena hal tersebut tidak termasuk dalam sedekah yang terpuji dalam pandangan syari'at, Sebagaimana ulama menjelaskan bahwa menyalakan lampu di depan tempat shalat tarawih dan di atas gunung arafah itu dikategorikan bid'ah.

Saya berkata : Bahkan sekedar bersedekah dengan niat mendekatkan diri pada Allah pun tidak pantas dilakukan di tempat-tempat ditempat-tempat tersebut, agar orang awam tidak salah faham,lalu meyakini hal yang tidak seharusnya diyakini .” (Bulghatut Thullab hlm. 90/91)

DALIL-DALIL QUNUT



Bismillaahirrahmaanirraahiim


Ketahuilah, bahwa membaca do’a qunut pada roka’at terakhir setelah ruku’ di dalam sholat fardlu seluruhnya adalah sunnah, bila telah turun kepada umat Islam suatu mushibah, atau marabahaya, atau bencana, atau yang semisalnya. Dan qunut semacam ini disebut dengan nama “Qunut Nazilah”.



Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, berkata :



كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حِينَ يَفْرُغُ مِنْ صَلاَةِ الْفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ، وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ : سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، ثُمَّ يَقُولُ، وَهُوَ قَائِمٌ : "اللَّهُمَّ أَنْجِ الْوَلِيدَ بْنَ الْوَلِيدِ، وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ، وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ، وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ، اللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ، وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِي يُوسُفَ، اللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ، وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ "، ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَّهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أُنْزِلَ : { لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ }. {رواه البخاري (٤٥٦٠)، ومسلم (٦٧٥)، وأبو داود (١٤٤٢)}. واللفظ لمسلم



“Adalah Rasulullah SAW, membaca ketika telah selesai dari sholat shubuh dari membaca Al-Qur’an, lalu beliau bertakbir, dan mengangkat kepalanya, (seraya membaca) : SAMI’ALLAAHU LIMAN HAMIDAH, ROBBANAA WALAKAL HAMDU, beliau membaca (do’a qunut), sedang beliau dalam keadaan berdiri : “Ya Allah, selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, dan Salamah bin Hisyam, dan ‘Aiyyasy bin Abi Rabi’ah, dan orang-orang yang lemah dari golongan orang-orang yang beriman. Ya Allah, kuatkanlah kesengsaraan-Mu atas Bani Mudhor, dan jadikanlah kesengsaraan itu atas mereka seperti tahun-tahunnya Nabi Yusuf. Ya Allah, laknatlah Lihyan, dan Ri’lan dan Dzakwan, dan ‘Ushoiyyah yang telah bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya”. Kemudian telah sampai kepada kami (suatu berita), bahwasanya beliau SAW, telah meninggalkan (do’a melaknat) itu, tatkala telah diturunkan (Q.S. Ali Imran : 128) : “Tidak ada bagimu dari urusan mereka sesuatupun, atau Allah akan menerima taubat atas mereka, atau Allah akan menyiksa mereka, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang dholim”. (H.R. Al-Bukhari, No Hadits : 4560, Muslim, No Hadits : 675, dan Abu Dawud, No Hadits : 1442). Dan redaksi hadits ini adalah milik Imam Muslim.



Imam Muslim rahimahullah, telah memasukkan hadits tersebut di dalam Kitab Al-Masaajid Wa Mawaadhi’i As-Sholat, pada bab ke-54, yaitu : “Bab sunnahnya qunut di dalam seluruh sholat, apabila telah turun kepada orang-orang Islam suatau nazilah”.



Dan Imam Abu Dawud rahimahullah, telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas r.a, berkata :



قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلاَةِ الصُّبْحِ، فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ، إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ، يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ، وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ. {رواه أبو داود (١٤٤٣)}. حديث حسن

“Rasulullah SAW, telah qunut selama sebulan berturut-turut di dalam sholat Dhuhur, dan ‘Ashar, dan Maghrib, dan ‘Isya’, dan sholat Shubuh, di belakang tiap-tiap sholat, ketika telah mengucapkan SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, dari roka’at terakhir, beliau berdo’a atas beberapa orang dari Bani Sulaim, atas Ri’lin dan Dzakwan dan ‘Ushoiyyah, dan orang-orang yang berada dibelakang beliau mengamininya”. (H.R. Abu Dawud, No Hadits : 1443).



Dan begitu pula sunnah membaca do’a qunut di dalam sholat shubuh setiap hari, dan sholat witir di pertengahan yang kedua dari bulan Romadlon. Dan kesunnahannya membaca do’a qunut di sini adalah termasuk sunnah ab’adh, sehingga apabila seorang musholli telah lupa membacanya atau sengaja meninggalkannya, maka sholatnya tetap sah, akan tetapi hendaknya ia melakukan sujud sahwi.



Dari Muhammad bin Siirin r.a, berkata :



سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ، أَقَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصُّبْحِ؟ قَالَ : نَعَمْ، فَقِيلَ لَهُ : أَوَقَنَتَ قَبْلَ الرُّكُوعِ؟ قَالَ : بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا. {رواه البخاري (١٠٠١)، ومسلم (٦٧٧)، وأبو داود (١٤٤٤)، والنسائي (١٠٦٧)}. حديث صحيح

“Anas bin Malik r.a, ditanya, apakah Nabi SAW, melakukan qunut di dalam sholat shubuh?, ia menjawab : “Ya”, kemudian dikatakan kepadanya : Apakah beliau qunut sebelum ruku’?, ia menjawab : Setelah rukuk’ secara ringan”. (H.R. Al-Bukhari, No Hadits : 1001, Muslim, No Hadits : 677, dan Abu Dawud, No Hadits : 1444, dan An-Nasa’i, No Hadits : 1067).



Dan adapun hadits-hadits shohih yang telah menjelaskan, bahwa Rasulullah SAW, diperintahkan untuk meninggalkan do’a qunut di dalam sholat shubuh, maka menurut pendapat Imam As-Syafi’i dan yang lainnya adalah, bahwa Rasulullah SAW, tidak diperintahkan untuk meninggalkan qunut di dalam sholat shubuh secara mutlak, akan tetapi beliau hanyalah diperintahkan agar meninggalkan do’a melaknat kepada orang-orang yang telah bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya. Karena hal itu bukanlah termasuk urusan beliau SAW, namun merupakan urusan Allah SWT, secara mutlak. Sebagaimana keterangan di dalam surat Ali Imran ayat 128.



Imam An-Nawawi rahimahullah, di dalam kitab Al-Adzkar telah menyebutkan :



إِعْلَمْ، أَنَّ الْقُنُوتَ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ سُنَّةٌ لِلْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ فِيْهِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : " أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِي الصُّبْحِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا". رواه الحاكم أبو عبد الله في كتاب الأربعين، وقال : حديثٌ صحيحٌ.

Ketahuilah, sesungguhnya qunut di dalam sholat shubuh adalah sunnah, karena ada hadits yang shohih di dalamnya dari Anas r.a, : “Sesungguhnya Rasulullah SAW, tidak henti-hentinya melakukan qunut di dalam sholat shubuh, sehingga beliau meninggal dunia”. (H.R. Al-Hakim Abu Abdillah di dalam kitab Al-Arbain). Dan beliau berkata : Hadits ini adalah shohih.



Imam Ad-Daraquthni dan Al-Baihaqi di dalam kitab sunannya telah banyak meriwayatkan hadits tentang qunut di dalam sholat shubuh, dan salah satu di antaranya adalah dari Anas bin Malik r.a, berkata :



أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَيْهِمْ، ثُمَّ تَرَكَهُ، وَأَمَّا فِى الصُّبْحِ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا. {رواه الدارقطني (١٦٧٦، و١٦٧٧)، والبيهقي (٣١٨٨)}. حديث حسن

“Sesungguhnya Nabi SAW, qunut selama sebulan, beliau berdo’a atas mereka, kemudian beliau meninggalkannya, dan adapun dalam sholat shubuh,

maka beliau tidak henti-hentinya melakukan qunut sehingga beliau meninggal dunia”. (H.R. Ad-Daraquthni, No Hadits : 1676, dan, 1677, dan Al-Baihaqi, No Hadits : 3188).



Beliau juga meriwayatkan dari Sa’id bin Abdul Aziz dengan sanad yang hasan, tentang orang yang telah lupa di dalam qunut sholat shubuh, ia berkata :



يَسْجُدُ سَجْدَتَي السَّهْوِ {رواه الدارقطني (١٦٨٥)}. إسنادُه حسنٌ

“Dia hendaknya sujud pada dua kali sujud sahwi”. (H.R. Ad-Daraquthni, No Hadits : 1685). Sanadnya hasan.



Dan adapun do’a qunut yang dibaca di dalam sholat witir dan sholat shubuh, maka para imam pemilik kitab As-Sunan telah meriwayatkannya dari Al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib r.a, berkata :



عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي قُنُوتِ الْوِتْرِ : اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، إِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ. {رواه أبو داود (١٤٢٥)، والنسائي (١٧٤١)، والترمذي (٤٦٤)، وابن ماجه (١١٧٨)}. وزاد النسائي : وَصَلَّى اللهُ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ



“Ya Allah, tunjukilah aku di dalam orang yang telah Engkau beri petunjuk, dan sehatkanlah aku di dalam orang yang telah Engkau beri kesehatan, dan urusilah aku di dalam orang yang telah Engkau urusi, dan berkahilah untukku di dalam sesuatu yang telah Engkau berikan, dan peliharalah aku pada keburukannya sesuatu yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau yang menetapkan dan tidak ditetapkan atas Engkau, dan sesungguhnya tidak ada yang menghinakan pada orang yang telah Engkau kuasai, dan tidak ada yang menguatkan kepada orang yang telah Engkau musuhi, Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau”. (H.R. Abu Dawud, No Hadits : 1425, dan An-Nasa’i, No Hadits : 1741, dan At-Tirmidzi, No Hadits : 464, dan Ibnu Majah, 1178). Dan An-Nasa’i telah menambahkan : WA SHOLLALLAAHU ‘ALAA AN-NABIYYI MUHAMMADIN”. (No Hadits : 1742).



Imam An-Nawawi rahimahullah, berkata :



وَفِي رِوَايَةٍ رَوَاهَا الْبَيْهَقِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَنَفِيَّةِ وَهُوَ ابْنُ عَلِيِّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : إِنَّ هَذَا الدُّعَاءَ هُوَ الَّذِي كَانَ أَبِي يَدْعُو بِهِ فِي صَلاَةِ الْفَجْرِ فِي قُنُوتِهِ. وَرَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ مِنْ طُرُقٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَغَيْرِهِ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُعَلِّمُهُمْ هَذَا الدُّعَاءَ لِيَدْعُوَ بِهِ فِي الْقُنُوتِ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ. وَفِي رِوَايَةٍ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْنُتُ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ وَفِي وِتْرِ اللَّيْلِ بِهَذِهِ الْكَلِمَاتِ. (المجموع شرح المهذب، ٣/٤٥٩



Dan di dalam suatu riwayat, Imam Al-Baihaqi telah meriwayatkannya dari Muhammad bin Al-Hanafiyah, dan ia adalah anaknya Ali bin Abu Thalib r.a, telah berkata : “Sesungguhnya do’a ini adalah yang ayahku berdo’a dengannya di dalam sholat shubuh di dalam qunutnya”. Dan Al-Baihaqi telah meriwayatkannya dari beberapa jalur dari Ibnu Abbas dan yang lainnya : “Sesungguhnya Nabi SAW, mengajarkan kepada mereka pada do’a ini, agar mereka berdo’a dengannya di dalam qunut dari sholat shubuh”. Dan dalam suatu riwayat : “Sesungguhnya Nabi SAW, adalah qunut di dalam sholat shubuh dan sholat witir malam hari dengan kalimat-kalimat ini”. (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzab, Juz 3/459).



Telah diriwayatkan dari Abu Rafi’ r.a, berkata : Umar bin Al-Khatthab r.a, telah melakukan qunut setelah ruku’ di dalam sholat shubuh, maka aku telah mendengarkannya, ia membaca :



اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ وَنَخْلَعُ مَنْ يَفْجُرُكَ، اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ، وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ، وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، نَرْجُو رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ، إِنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحِقٌ. اللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ، وَيُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ، وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَاءَكَ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،

وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَاجْعَلْ فِي قُلُوبِهِمُ اْلإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ، وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُولِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوفُوا بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ إِلَهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ. (أخرجه البيهقي، أنظر في الأذكار النووية، وفي المجموع، ٣/٤٥٦

“Ya Allah, sesungguhnya kami memohon pertolongan kepada-Mu, dan kami memohon ampun kepada-Mu, dan kami tidak kufur kepada-Mu, dan kami beriman kepada-Mu, dan kami tanggalkan orang yang menentang kepada-Mu. Ya Allah, hanya kepada-Mu kami menyembah, dan bagi-Mu kami sholat dan bersujud, dan kepada-Mu kami berlari dan kami bergegas, kami mengharap rahmat-Mu, dan kami takut pada siksaan-Mu, sesungguhnya siksa-Mu yang dahsyat pada orang-orang kafir adalah bertubi-tubi. Ya Allah, siksalah orang-orang kafir yang telah menghalang-halangi dari jalan-Mu, dan menyiksa pada rasul-rasul-Mu, dan memerangi wali-wali-Mu. Ya Allah, ampunilah dosa bagi orang-orang mukmin dan mukminat, dan orang-orang muslim dan muslimat, dan perbaikilah urusan di antara mereka, dan lembutkanlah di antara hati mereka, dan jadikanlah di dalam hati mereka keimanan dan hikmah, dan tetapkanlah mereka di atas agama rasul-Mu SAW, dan ilhamilah mereka agar dapat memenuhi janji-janji-Mu yang telah Engkau janjikan

kepada mereka atasnya, dan tolonglah mereka atas musuh-musuh-Mu dan musuh-musuh mereka, wahai Tuhannya kebenaran, dan jadikanlah kami termasuk dari golongan mereka”. (H.R. Al-Baihaqi, lihat Al-Adzkar An-Nawawiyah, dan Al-Majmu’, Juz 3/456).



Dan disunnahkan dalam membaca do’a qunut, bagi imam dan makmum dan bagi orang yang sholat sendirian, agar mengangkat kedua tangan. Akan tetapi tidak disunnahkan mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah setelahnya. Dan disunnahkan pula bagi imam, agar menggunakan shighot jama’ dalam berdo’a, dan makmum agar mengamininya.



Telah diriwayatkan dari Tsauban r.a, berkata ; Rasulullah SAW, telah bersabda :



لاَ يَؤُمُّ رَجُلٌ قَوْمًا فَيَخُصَّ نَفْسَهُ بِالدُّعَاءِ دُونَهُمْ، فَإِنْ فَعَلَ فَقَدْ خَانَهُمْ. {رواه أبو داود (٩٠)، والترمذي (٣٥٧)}. حديث حسن

“Tidaklah mengimami oleh seorang lelaki pada suatu kaum, lalu ia mengkhususkan pada dirinya sendiri di dalam do’anya tanpa mereka, jika ia melakukannya, maka sungguh ia telah berkhianat kepada mereka”. (H.R. Abu Dawud, No Hadits : 90, dan At-Tirmidzi, No Hadits : 357). At-Tirmidzi berkata : Ini adalah hadits hasan.

Minggu, 14 Oktober 2012

Hukum Wasilah dan Tawasul Yang di perkosa para WAHABI

                         

Mengapa Bertawassul ?

Wasilah (= perantara) artinya sesuatu yang menjadikan kita dekat kepada Allah SWT. Adapun tawassul sendiri berarti mendekatkan diri kepada Allah atau berdo’a kepada Allah dengan mempergunakan wasilah, atau mendekatkan diri dengan bantuan perantara. Pernyataan demikan dapat dilihat dalam surat Al-Maidah ayat 35, Allah berfirman :

يَااَيُّهَااَّلذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوااللهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ اْلوَسِيْلَةَ

“Wahai orang-orang yang beriman takutlah kamu kepada Allah, dan carilah jalan (wasilah / perantara).” 

Ada beberapa macam wasilah. Orang-orang yang dekat dengan Allah bisa menjadi wasilah agar manusia juga semakin dekat kepada Allah SWT. Ibadah dan amal kebajikan juga dapat dijadikan wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amar ma’ruf dan nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) juga termasuk wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Mengenai tawassul dengan sesama manusia, tidak ada larangan dalam ayat Al-Qur’an dan Hadits mengenai tawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah para Nabi, para Rasul, sahabat-sahabat Rasulullah SAW, para tabi’in, para shuhada dan para ulama shalihin.

Karena itu, berdo’a dengan memakai wasilah orang-orang yang dekat dengan Allah di atas tidak disalahkan, artinya telah di sepakati kebolehannya. Bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah, senyatanya tetap memohon kepada Allah SWT karena Allah-lah tempat meminta dan harus diyakini bahwa sesungguhnya : 

لاَمَانَعَ لمِاَ اَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِى لمِاَ مَنَعْتَ


Tidak ada yang bisa mencegah terhadap apa yang Engkau (Allah) berikan, dan tidak ada yang bisa memberi sesuatu apabila Engkau (Allah) mencegahnya.

Secara psikologis tawassul sangat membantu manusia dalam berdoa. Katakanlah bertawassul sama dengan meminta orang-orang yang dekat kepada Allah SWT itu agar mereka ikut memohon kepada Allah SWT atas apa yang kita minta.

Tidak ada unsur-unsur syirik dalam bertawassul, karena pada saat bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT seperti para Nabi, para Rasul dan para shalihin, pada hakikatnya kita tidak bertawassul dengan dzat mereka, tetapi bertawassul dengan amal perbuatan mereka yang shaleh.

Karenanya, tidak mungkin kita bertawassul dengan orang-orang yang ahli ma’siat, pendosa yang menjauhkan diri dari Allah, dan juga tidak bertawassul dengan pohon, batu, gunung dan lain-lain


APAKAH BERTAWASUL BUKAN TERMASUK SYIRIK ? 

Seorang pembaca artikel menanyakan fasal tentang tawassul atau mendoakan melalui perantara orang yang sudah meninggal. “Apakah bertawasul / berdo’a dengan perantaraan orang yang sudah mati hukumnya haram atau termasuk syirik karena sudah meminta kepada yang mati (lewat perantaraan) ?
Saya gelisah, karena amalan ini banyak dilakukan oleh masyarakat di Indonesia.
Apalagi dilakukan sebelum bulan Ramadhan dengan mengunjungi makam-makam wali dan lain-lain sehingga untuk mendo’akan orang tua kita yang sudah meninggal pun seakan terlupakan,” katanya.

Perlu kami jelaskan kembali bahwa tawassul secara bahasa artinya perantara dan mendekatkan diri. Disebutkan dalam firman Allah SWT:

يآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, ” (Al-Maidah:35).

Pengertian tawassul sebagaimana yang dipahami oleh umat muslim selama ini bahwa tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Jadi tawassul merupakan pintu dan perantara doa untuk menuju Allah SWT. Tawassul merupakan salah satu cara dalam berdoa.

Banyak sekali cara untuk berdoa agar dikabulkan oleh Allah SWT, seperti berdoa di sepertiga malam terakhir, berdoa di Maqam Multazam, berdoa dengan didahului bacaan alhamdulillah dan shalawat dan meminta doa kepada orang sholeh. Demikian juga tawassul adalah salah satu usaha agar doa yang kita panjatkan diterima dan dikabulkan Allah SWT . Dengan demikian, tawasul adalah alternatif dalam berdoa dan bukan merupakan keharusan

Para ulama sepakat memperbolehkan tawassul kepada Allah SWT dengan perantaraan amal sholeh, sebagaimana orang melaksanakan sholat, puasa dan membaca Al-Qur’an. Seperti hadis yang sangat populer diriwayatkan dalam hadits sahih yang menceritakan tentang tiga orang yang terperangkap di dalam gua, yang pertama bertawassul kepada Allah SWT atas amal baiknya terhadap kedua orang tuanya; yang kedua bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang selalu menjahui perbuatan tercela walaupun ada kesempatan untuk melakukannya; dan yang ketiga bertawassul kepada Allah SWT atas perbuatannya yang mampu menjaga amanat terhadap harta orang lain dan mengembalikannya dengan utuh, maka Allah SWT memberikan jalan keluar bagi mereka bertiga.

Adapun yang menjadi perbedaan di kalangan ulama adalah bagaimana hukumnya bertawassul tidak dengan amalnya sendiri melainkan dengan seseorang yang dianggap sholeh dan mempunyai martabat dan derajat tinggi di mata Allah SWT. Sebagaimana ketika seseorang mengatakan: “Ya Allah SWT aku bertawassul kepada-Mu melalui nabi-Mu Muhammmad SAW atau Abu Bakar atau Umar dll”. Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini.

Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh, namun beberapa ulama mengatakan tidak boleh. Akan tetapi kalau dikaji secara lebih detail dan mendalam, perbedaan tersebut hanyalah sebatas perbedaan lahiriyah bukan perbedaan yang mendasar karena pada dasarnya tawassul kepada dzat (entitas seseorang), adalah tawassul pada amal perbuatannya, sehingga masuk dalam kategori tawassul yang diperbolehkan oleh ulama’. Pendapat ini berargumen dengan prilaku (atsar) sahabat Nabi SAW:

عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ إِنَّ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ كَانَ إِذَا قَحَطُوْا اسْتَسْقَى بِالعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ المُطَلِّبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إَلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتُسْقِيْنَا وَإِنَّا نَنَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَافَيَسْقُوْنَ. أخرجه الإمام البخارى فى صحيحه ج: 1 ص:137

“Dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Umar berkata: “Ya Allah, kami telah bertawassul dengan Nabi kami SAW dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman Nabi kita SAW, maka turunkanlah hujan..”. maka hujanpun turun.” (HR. Bukhori)

Imam Syaukani mengatakan bahwa tawassul kepada Nabi Muhammad SAW ataupun kepada yang lain (orang shaleh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para sahabat. “Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah SWT, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah SWT yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi hamba yang shalih, hidup atau mati tak membedakan atau membatasi kekuasaan Allah SWT, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat.”

Orang yang bertawassul dalam berdoa kepada Allah SWT menjadikan perantaraan berupa sesuatu yang dicintai-Nya dan dengan berkeyakinan bahwa Allah SWT juga mencintai perantaraan tersebut. Orang yang bertawassul tidak boleh berkeyakinan bahwa perantaranya kepada Allah SWT bisa memberi manfaat dan madlarat kepadanya.

Jika ia berkeyakinan bahwa sesuatu yang dijadikan perantaraan menuju Allah SWT itu bisa memberi manfaat dan madlorot, maka dia telah melakukan perbuatan syirik, karena yang bisa memberi manfaat dan madlorot sesungguhnya hanyalah Allah SWT semata. Jadi kami tegaskan kembali bahwa sejatinya tawassul adalah berdoa kepada Allah SWT melalui suatu perantara, baik perantara tersebut berupa amal baik kita ataupun melalui orang sholeh yang kita anggap mempunyai posisi lebih dekat kepada Allah SWT. Tawassul hanyalah merupakan pintu dan perantara dalam berdoa untuk menuju Allah SWT.

Maka tawassul bukanlah termasuk syirik karena orang yang bertawasul meyakini bahwa hanya Allah-lah yang akan mengabulkan semua doa.

PARA SAHABAT DAN SHOLIHIN PUN BERTAWASUL

Dalam kitab Riyadlus-Shalihin bab Wadaais-shahib hadits no.3, Rasulullah SAW bertawassul supaya Umar jangan lupa untuk menyertakan Rasulullah dalam segala do’anya di Mekkah ketika umrah :


عَنْ عُمَرَبْنِ اْلخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ قَالَ اِسْتَأْذَنْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى اْلعُمْرَةِ فَأذِنَ لىِ وَقَالَ: لاَتَنْسَنَا يَااُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ فَقَالَ كَلِمَةً مَايَسُرُّنِى اَنَّ لىِ بِهَاالدُّنْيَا. وَفِى رِوَايَةِ قَالَ اَشْرِكْنَا يَااُخَىَّ فِى دُعَائِكَ. رواه ابوداود والترمذى

“Dari shahabat Umar Ibnul Khattab r.a. berkata: saya minta idzin kepada Nabi SAW untuk melakukan ibadah umrah, kemudian Nabi mengidzinkan saya dan Rasulullah SAW bersabda; wahai saudaraku! Jangan kau lupakan kami dalam do’amu; Umar berkata: suatu kalimat yang bagi saya lelah senang dari pada pendapat kekayaan dunia. Dalam riwayat lain; Rasulullah SAW bersabda: sertakanlah kami dalam do’amu”. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dan masih banyak lagi dalil-dalil tawassul, namun kiranya cukup apa yang telah disebutkan di atas.

Dalam hadits di atas Rasulullah meminta kepada sayyidina Umar untuk menyertakan Rasulullah dalam do’anya sayyidina Umar selama di Makkah, padahal kalau Rasulullah berdo’a sendiri tentu lebih diterima, tetapi beliau masih meminta do’a kepada sayyidinda Umar.

Sandaran lain untuk tawassul jenis ini seperti dalam kitab Sahhihul Bukhari jilid I, bahwa Sayyidina Umar Ibnul Khattab bertawassul dengan Rasulullah dan Sahabat Abbas ketika musim paceklik, sebagaimana disebutkan berikut ini :

عَنْ أَنَسٍ اَنَّ عُمَرَابْنَ اْلخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ كاَنَ اِذَا قَحَطُوْا اِسْتَسْقىَ بِالعَبَّاسِْبنِ عَبْدِاْلمُطَلِّبِ فَقَالَ: الَّلهُمَّ اِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَاِنَّا نَتَوَسَّلُ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا, قَالَ: فَيُسْقَوْنَ. رواه البخارى

“Dari sahabat Anas; bahwasannya Umar Ibnul Khattab r.a. apabila dalam keadaan paceklik (kekeringan) ia memohon hujan dengan wasilah Sahabat Abbas Ibn Abdil Muthalib, maka berdo’a sayyidina Umar : Yaa Allah sesungguhnya kami bertawassul kepada Engkau dengan wasilah paman Nabi kami (Sahabat Abbas) maka berilah kami hujan, berkata Sayyidina Umar kemudian diturunkan hujan”. (HR Bukhari)

Bertawassul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah seperti para nabi, rasul dan shalihin, bukan berarti meminta kepada mereka, tetapi memohon agar mereka ikut memohon kepada Allah agar permohonan do’a diterima Allah SWT. Sebab, seluruhnya juga adalah haq Allah, seperti disebutkan berikut ini:

لاَمَانِعَ لمِاَ أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لمِاَ مَنَعْتَ

“Tiada ada yang mencegah kalau Allah mau memberi, dan tidak ada yang bisa memberi kalau Allah mencegahnya.”

قُلْ هُوَاللهُ اَحَدٌ, اَللهُ الصَّمَدُ

“Katakanlah Dia Allah yang Maha Esa dan Allah tempat meminta.”

Dalam kitab Al-Kabir wal Awsath Al-Imam Thabrani meriwayatkan sejarah Fathimah binti Asad Ibu Sayyidina Ali bin Abi Thalib ketika wafat, Rasulullah SAW yang menggali kuburan dan membuang tanahnya dengan tangan beliau. Maka tatkala selesai, Rasulullah masuk ke kubur tadi dan berbaring sambil berdo’a :

اَللهُ الَّذِى يحُىِْ وَيمُيِتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَيَمُوْتُ اغْفِرْ لأُِ مّىِ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ وَلَقّنْهَا حُجَّتَهَا وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْ خَلَهَا ِبحَقّ ِنَبِيّكَ وَاْلأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِى فَاءِنَّكَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ وَكَبَّرَأَرْبَعًا وَاَدْخَلُوْ هَا هُوَ وَاْلعَبَّاسُ وَاَبُوْ بَكْرٍ الّصِدّيِقِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمْ

“Allah yang menghidupkan dan yang mematikan dan Dia yang hidup tidak mati; Ampunilah! Untuk Ibu saya Fathimah binti Asad dan ajarkanlah kepadanya hujjah (jawaban ketika ditanya malaikat) kepadanya dan luaskan kuburnya dengan wasilah kebenaran Nabimu dan kebenaran para Anbiya’ sebelum saya, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Rasulullah takbir empat kali dan mereka memasukkan ke dalam kubur ia (Rasulullah), Sahabat Abbas Abu Bakar As-Shaddiq r.a.” (HR Thabrani).

Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dan Hakim dari shahabat Anas. Lalu, diriwayatkan pula Ibnu Abi Syaibah dari shahabat Jabir, dan diriwayatkan pula Ibnu Abdul Barr dari shahbat Ibnu Abbas.

Dengan demikian, bertawassul dengan berdo’a dan mempergunakan wasilah, baik dengan iman, amal shaleh dan dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT jelas tidak disalahkan oleh agama bahkan dibenarkan. Lalu, bertawassul bukan berarti meminta kepada yang dijadikan wasilah, tetapi memohon agar yang dijadikan wasilah memberikan keberkahan untuk diterima do’a para pemohonnya.

Selanjutnya, bertawassul dengan wasilah yang disenangi Allah, atau berdo’a dengan menyebut sesuatu yang disenangi Allah, tentu Allah akan menyenangi kita, dan meridloinya. Maka apa yang disenangi Allah, seyogyanya disebut dalam do’an

TAWASUL DENGAN MEMBACA SHOLAWAT PADA ROSULULLOH 

(Tafsir Singkat Surat Al-Ahzab 56) :

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Ma’nahu wallohu ‘alam : “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. 33 : 56)

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Para malaikat telah bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Maka dengan begini Allah SWT telah mencontohkan dan menganjurkan kepada seluruh umat Islam supaya bersholawat pula kepada Nabi Muhammad SAW, dan supaya mengucapkan salam dengan penuh penghormatan kepadanya.

Lafad sholawat adalah bentuk jamak dari sholat, artinya du’a-du’a kepada Allah SWT. Dalam Hasyiyah Tashilul Masalik lil alfiyah Ibnu Maalik disebutkan, yang dimaksud sholawat menurut Imam Abi Hisyam, gurunya Imam Sibaweh adalah ‘Al-Lathief’, artinya ‘limpahan kelembutan kasih-sayang (kanyaah)‘. Adapun menurut Imam Abu Qotho, adalah bagaimana hubungannya ;

Jika keluar dari Alloh SWT disebutnya rahmat.

Jika keluar dari Malaikat disebutnya istighfar.

Jika keluar dari Bani Adam disebutnya du’a

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sayidina Kaab bin Ujrah yang bertanya : “Wahai Rasulullah, adapun pemberian salam kepadamu kami telah mengetahuinya. Bagaimana kami harus membaca sholawat ?”. Nabi menjawab, ucapkanlah :

اللهم صل على سيد نا محمد وعلى آل سيد نا محمد , كما صليت على سيد نا إبراهيم وعلى آل سيد نا إبراهيم , إنك حميد مجيد. اللهم بارك على سيد نا محمد وعلى آل سيد نا محمد كما باركت على سيد نا إبراهيم وعلى آل سيد نا إبراهيم إنك حميد مجيد

Selanjutnya penting menyampaikan sholawat ini kepada keluarganya Nabi SAW, supaya terhindar dari rahmat yang terputus. Sebagaimana yang disampaikan Nabi SAW kepada Sayidina Umar Ibnu Khottob ; “Takutlah kalian dari sholawat bathor, yaitu membaca sholawat kepada Nabi SAW saja, tanpa membaca untuk keluarganya”.

Adapun keluarga Kangjeng Nabi Muhammad SAW keseluruhannya ada 3 ;
Kullu muslimin wa muslimatin wa lao ashiyan (fie maqoomid du’a), yaitu setiap muslimin dan muslimat meskipun ahli maksiat.

Mu’min Bani Hasyim wa Bani Mutholib (fie maqoomiz-zakat), yaitu mukminin dari keluarga besar Hasyim dan keluarga besar Abdul Mutholib.

Kullu taqiyyin (fie maqoomil mad-hi), yaitu setiap orang2 yang bertaqwa.

Membaca sholawat hendaknya disertai dengan didasari niat rasa cinta, hormat dan memuliakan kepada beliau. Apabila seseorang membaca sholawat kepada Nabi SAW tidak disertai dengan niat dan rasa hormat, maka timbangannya tidak lebih berat ketimbang selembar sayap. Maka bacalah dengan penuh penghormatan.

Ummul mukminin Siti Aisyah RA berkata : “Barangsiapa cinta kepada Allah Ta’ala, maka dia banyak menyebutnya dan buahnya ialah Allah SWT akan mengingat dia, juga memberi rahmat dan ampunan kepadanya, serta memasukannya ke dalam surga bersama para Nabi dan para wali. Dan Allah memberi kehormatan pula kepadanya dengan melihat keindahan-Nya. Dan barang siapa cinta kepada Nabi Muhammad SAW, maka hendaklah ia banyak membaca sholawat untuk Nabi Muhammad SAW, dan buahnya ialah ia akan mendapat syafaat dan akan bersama beliau di surga” .

Kebutuhan mendapat syafaat agar mendapat keselamatan di dunia serta akhirat adalah keniscayaan. Siapa lagi yang diberi hak memberi syafaat agung oleh Alloh SWT kalau bukan yang paling diagungkan oleh Alloh SWT, yaitu junjunan kita Kangjeng Nabi Muhammad SAW dengan syafaat udhmanya.

Semakin banyak2 membaca sholawat, maka semakin banyaklah limpahannya

Kamis, 11 Oktober 2012

PEMBERONTAK DIRI


Kadang sifat pemberontak dianggap kebanyakan orang sebagai sesuatu yang buruk yang akhirnya kebanyakan orang juga Akan membencinya karena dianggap sebagai sesuatu yang tabu juga karena Akan menjadi minoritas sehingga memang Akan membuat posisi kita juga Dari segi keuntungan jelas tidak menguntungkan…….

Pilihan yang tidak Mudah memang untuk kita bisa menjalaninya…
Tetapi kalo kita punya kemauan pasti nantinya akan terbiasa Dan malah menikmatinya………..
Karena ternyata untuk MenemukanNya kita harus mempunyai sifat itu
Sehingga selalu mencari Dan selalu Yaqin atas apa yang terjadi di hidup Dan kehidupan ini……….

Siapa bilang Sang Maha ini senang dengan orang-orang yang yakin….??
Justru Dia lebih menyukai orang-orang yang ragu Dan pemberontak……
Karena membutuhkan keluarnya diri dari keraguan Dan
Pemberontakan untuk menemukan Dia yang tersembunyi.

Bagaimana mulai dari Nabi Adam sampai Rasulullah Muhammad Al Mustafa mempunyai jiwa pemberontak pada diri, Dan tidaj ragu terhadap Ketidaksempurnaan sehingga membuat mereka menjadi insan terpilih, yang tercipta melalui sebuah proses Ruhani yang berakhir dengan MenemukanNya……

Jangan pernah takut menjadi pemberontak Dan bersyukurlah dengan ke tidak raguanmu, karena justru itu Akan mendatangkan nikmat tersendiri nantinya, dengan sifat-sifat itu justru akan menuntunmu menemukanNya.  
Jangan membencinya karena itu justru tidak Akan pernah MenemukanNya, Dan jangan juga terlalu yakin dengan Keyakinanmu karena justru itu bisa membuatmu Akan bertambah jauh dariNya …
Kadang sesuatu yang kita benci justru yang bisa menyelamatkan kita, Dan sesuatu yang kita cinta justru bisa membuat terjerumus ke jurang yang paling dalam…….

Selasa, 02 Oktober 2012

DESAH RINDUKU



Ketika musim memajang rindunya pada hujan

ada sebongkah cemas yang tak bisa kuucapkan

aku hanya ingin memelukmu

dari senja hingga subuh tiba

setapak demi setapak kudaki jalan terjal kerisauan

saat tiba di persimpangan ingin kutanggalkan segala ragu

dan rasa bosan

akh…..,betapa kebimbangan terasa

telah berubah menjadi keyakinan.

aku yakin akan ketulusan cintamu

tapi catatlah olehmu, tentang satu kepastianku’

aku tak pernah berpaling darimu’

Aku tak tahu lagi harus lari kemana Aku tak tahu lagi harus berbuat apa…

Tak ada lagi yang aku punya Hanya Engkau saat ini tempatku meminta…

kuputuskan meninggalkannya krna smnjak brsamanya hari-hariku hanya dipenuhi

dengan linangan airmata, bahkan aku kcewa saat kutau cintanya tak stulus dulu

dia cinta pertamaku, tapi ia tega menodai cinta kami dgn dusta dan janji-janji palsu,

kenapa semuanya harus aku alami, kenapa cinta tak seindah yg aku harapkan,

dan semua org hanya diam membisu saat aku butuh seseorang untuk menguatkanku,,,

Aku kelaparan.

Perih kutahan perutku yang kempis karena sedari pagi tak ku masukan apapun,

Aku berusaha lalui malam ini dengan menjilat air mata mungkin ini dinner paling nikmat buatku saat ini,

Setelah lelah menangis dan kurasa air mata ini tlah kering Aku hanya tertunduk lesu

 Tak ada suara hanya nada sesenggukan yg sesekali kluar dri mulutku…

 Tenggorokan ku terasa kering nafaskupun mulai sesak….

 Kucoba berdiri walau tubuhku terasa lemas sekali,

lalu perlahan aku berjalan menuju sebuah cermin ygterpampang dikamarku…
kutatap wajah ini sangat pucat sekali ,matakupun terlihat sgt merah

JERAT RINDU HATI



Tau kah kamu,

aku gugup sewaktu menulis ini..

Kepalaku berputar, darahku berpacu

menahan kata yg terbata,

Lalu melayanglah pikiranku..

kau…..

selalu menari di kesepianku

tertawa di ketidak lucuan hariku

pada menit yg mendamba…

tanyaku pada rembulan ,

mengapa sinarmu redup begini ??

 sapaku pada angin malam 

mengapa terpaanmu dingin begini ??

sedangkan sepi kian menghujam
di kala hati terkikis kerinduan
di ujung penantian malam ,,

sunyi benar-benar menikamku dalam gelap

buatku tak berdaya hadapi rasa sepi

hanya bisa pasrah berkali di hujam kenangan

yang tiba-tiba muncul ke permukaan angan

aku bisa apa jika ku sendiri tak berdaya

apakah aku harus menyerah begitu saja

sedang dalam hidup ku punya mimpi dan tujuan

adakah malaikat yang kan datang menolongku..

telapak kaki kian penuh luka dan penuh darah

namun tetap kan ku pijakkan dalam bumi-Nya

hingga ku terbujur kaku dalam liang-Nya

karena ku percaya akan rahasia indah-Nya

Sabtu, 29 September 2012

NASEHAT HIDUP



قال النبي صلى الله عليه وسلم : إن النورإذا دخل القلب انشرح له الصدر وانفتح قيل يارسول الله هل لذالك علامة يعرف بها قال نعم التجافى عن دارالغرور والإنابة إلى دارالخلود والإستعداد للموت قبل نزوله" أو كما قال

"Sesungguhnya Nur yang masuk ke dalam hati akan menjadikannya benar-benar lapang dan terbuka. Dikatakan, "ya Rasulullah, apakah hal tersebut memiliki tanda-tanda yang bisa diketahui ?" Rasulullah menjawab: "Ya, menjauhi dunia tempat kerusakan dan kembali menuju akhirat yang abadi serta bersiap sedia menyambut kematian sebelum ajal tiba.
Saudaraku….

 Sungguh…. kita semua adalah bersaudara dalam Iman dan Islam, dan sudah selayaknya lah saling memberi dan mengisi. Tanpa Silaturrahmi maka Hidup ini tiada Arti, karena dengan Silaturrahmii…Allah senantiasa memberkati mereka yang bersaudara dan saling memberi dan mengisi karena Allah Swt semata.

Saudaraku….

 Dalam Hidup ini, di serba kemajuan Zaman ini yang diliputi dalam kemegahannya dan kerlap kerlip keindahan yang terkadang menipu daya ini banyak diantara Manusia yang tidak menyadari lagi Arti dan Makna Hidup yang ada pada dirinya. Sehingga sudah sepantasnyalah dan selayaknyalah bagi kita semua merenung dan Tafakkur, Introspeksi diri agar diri kita tidak larut dalam Tipu Daya dalam kehidupan Dunia ini.

Dunia itu adalah keindahan tetapi bagi mereka yang pandai untuk merenungkannya maka tiadalah keindahan itu menjadi patokan Hidupnya melainkan hanya sebagai sarana di dalam menuju Kehidupan yang sebenarnya (Akhirat).

Silahkan cari kebahagiaan Hidup di Dunia tetapi jangan melupakan yang memberikan kebahagiaan itu……
Silahkan berusaha dan berikhtiar dalam kehidupan Dunia tetapi jangan sampai melupakan yang memberikan Daya Upaya sehingga bisa berusaha dan berikhtiar….
 Silahkan Nikmati Hasil dari Usaha dan Iktiar itu tetapi jangan sampai melupakan yang memberikan kenikmatan-kenikmatan itu…

Dan agar tidak Lupa kepada yang memberikan kebahagian itu…
Agar tidak lupa kepada yang memberikan Daya Upaya sehingga bisa berusaha dan berikhtiar itu…
 Agar tidak lupa kepada yang memberikan kenikmatan itu….
 Maka terlebih dahulu harus lah Mengenal kepada Allah Swt yang memberikan kebahagian, pertolongan Daya Upaya dan mencurahkan Rahmat kenikmatan itu…

Mengenal Allah Swt, tidak lah sebatas mengenal akan Nama-Nya saja yaitu Allah
 Mengenal Allah Swt, tidak lah sebatas mengetahui akan kebenaran-kebenaran Allah….
 Tetapi sempurnanya mengenal akan Allah Swt itu adalah dengan merasakan Kehadiran akan Allah meliputi tiap-tiap segala sesuatu, setiap waktu dari buka mata sampai tutup mata kembali 24 jam sehari semalam dari apa-apa yang terlihat, terdengar dan terasakan. Meliputi tidak hanya apa yang di luar dari dirnya melainkan juga meliputi dirinya sendiri dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ruh dan Jasad, Zahir dan Batin. Semuanya diliputi oleh Allah Swt yang Amat Maha Besar.

Sadarilah……. bahwa apa-apa yang ada itu baik yang tampak maupun yang tak tampak semuanya itu adalah kenyataan dari pada Bukti adanya Allah Swt Sehingga jika melihat sesuatu pada hakikatnya Allah ada pada sesuatu itu, jika mendengar sesuatu maka Allah ada pada apa yang di dengar itu, jika merasakan sesuatu maka Allah ada pada apa yang di rasakan itu.

Lihatlah…… ketika di malam hari yang cerah dan terlihat bulan Purnama kemudian saksikanlah…. Cahaya yang menyinarinya adalah bukti dari adanya sang Rembulan itu.
Lihatlah…… Ketika sesuatu itu tampak maka saksikanlah……..
itu semua adalah Cahaya daripada bukti adanya Allah Swt.

Kamis, 27 September 2012

HADITS-HADITS TENTANG NIKAH




أَحَادِيثُ فِي اَلنِّكَاحِ

Hadits No. 993

Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." Muttafaq Alaihi.


َعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Hadits No. 994

Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda: "Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku." Muttafaq Alaihi.

َوَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم حَمِدَ اَللَّهَ , وَأَثْنَى عَلَيْهِ , وَقَالَ : لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ , وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ , وَأَتَزَوَّجُ اَلنِّسَاءَ , فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Hadits No. 995

Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda: "Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat." Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

َوَعَنْهُ قَالَ : ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ , وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا , وَيَقُولُ : تَزَوَّجُوا اَلْوَدُودَ اَلْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اَلْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

Hadits No. 996

Hadits itu mempunyai saksi menurut riwayat Abu Dawud, Nasa'i dan Ibnu Hibban dari hadits Ma'qil Ibnu Yasar.

َوَلَهُ شَاهِدٌ : عِنْدَ أَبِي دَاوُدَ , وَالنَّسَائِيِّ , وَابْنِ حِبَّانَ أَيْضًا مِنْ حَدِيثِ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ

Hadits No. 997

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaihi dan Imam Lima.

َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( تُنْكَحُ اَلْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا , وَلِحَسَبِهَا , وَلِجَمَالِهَا , وَلِدِينِهَا , فَاظْفَرْ بِذَاتِ اَلدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ مَعَ بَقِيَّةِ اَلسَّبْعَةِ

Hadits No. 998

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila mendoakan seseorang yang nikah, beliau bersabda: "Semoga Allah memberkahimu dan menetapkan berkah atasmu, serta mengumpulkan engkau berdua dalam kebaikan." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban.

َوَعَنْهُ ; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا رَفَّأَ إِنْسَانًا إِذَا تَزَوَّجَ قَالَ : ( بَارَكَ اَللَّهُ لَكَ , وَبَارَكَ عَلَيْكَ , وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَالْأَرْبَعَةُ , وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَابْنُ خُزَيْمَةَ , وَابْنُ حِبَّانَ

Hadits No. 999

Abdullah Ibnu Mas'ud berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajari kami khutbah pada suatu hajat: (artinya = Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, kami meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami. Barangsiapa mendapat hidayah Allah tak ada orang yang dapat menyesatkannya. Barangsiapa disesatkan Allah, tak ada yang kuasa memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya) dan membaca tiga ayat. Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits hasan menurut Tirmidzi dan Hakim.

َوَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ : ( عَلَّمَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلتَّشَهُّدَ فِي اَلْحَاجَةِ : إِنَّ اَلْحَمْدَ لِلَّهِ , نَحْمَدُهُ , وَنَسْتَعِينُهُ , وَنَسْتَغْفِرُهُ , وَنَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا , مَنْ يَهْدِهِ اَللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ , وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ , وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَيَقْرَأُ ثَلَاثَ آيَاتٍ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَالْأَرْبَعَةُ , وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ , وَالْحَاكِمُ

Hadits No. 1000

Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kamu melamar perempuan, jika ia bisa memandang bagian tubuhnya yang menarik untuk dinikahi, hendaknya ia lakukan." Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Hadits shahih menurut Hakim.

َوَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ , فَإِنْ اِسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا , فَلْيَفْعَلْ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَأَبُو دَاوُدَ , وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ

Hadits No. 1001

Hadits itu mempunyai saksi dari hadits riwayat Tirmidzi dan Nasa'i dari al-Mughirah.

َوَلَهُ شَاهِدٌ : عِنْدَ اَلتِّرْمِذِيِّ , وَالنَّسَائِيِّ ; عَنِ الْمُغِيرَةِ

Hadits No. 1002

Begitu pula riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari hadits Muhammad Ibnu Maslamah.

َوَعِنْدَ اِبْنِ مَاجَهْ , وَابْنِ حِبَّانَ : مِنْ حَدِيثِ مُحَمَّدِ بْنِ مَسْلَمَةَ

Hadits No. 1003

Menurut riwayat Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada seseorang yang akan menikahi seorang wanita: "Apakah engkau telah melihatnya?" Ia menjawab: Belum. Beliau bersabda: "Pergi dan lihatlah dia."

َوَلِمُسْلِمٍ : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِرَجُلٍ تَزَوَّجَ اِمْرَأَةً : أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا ? قَالَ : لَا . قَالَ : اِذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا )

Hadits No. 1004

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah seseorang di antara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau mengizinkannya." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.

َوَعَنِ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَخْطُبْ بَعْضُكُمْ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ , حَتَّى يَتْرُكَ اَلْخَاطِبُ قَبْلَهُ , أَوْ يَأْذَنَ لَهُ اَلْخَاطِبُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ

Hadits No. 1005

Sahal Ibnu Sa'ad al-Sa'idy Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang wanita menemui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: Wahai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, aku datang untuk menghibahkan diriku pada baginda. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memandangnya dengan penuh perhatian, kemudian beliau menganggukkan kepalanya. Ketika perempuan itu mengerti bahwa beliau tidak menghendakinya sama sekali, ia duduk. Berdirilah seorang shahabat dan berkata: "Wahai Rasulullah, jika baginda tidak menginginkannya, nikahkanlah aku dengannya. Beliau bersabda: "Apakah engkau mempunyai sesuatu?" Dia menjawab: Demi Allah tidak, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: "Pergilah ke keluargamu, lalu lihatlah, apakah engkau mempunyai sesuatu." Ia pergi, kemudian kembali dam berkata: Demi Allah, tidak, aku tidak mempunyai sesuatu. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Carilah, walaupun hanya sebuah cincin dari besi." Ia pergi, kemudian kembali lagi dan berkata: Demi Allah tidak ada, wahai Rasulullah, walaupun hanya sebuah cincin dari besi, tetapi ini kainku -Sahal berkata: Ia mempunyai selendang -yang setengah untuknya (perempuan itu). Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apa yang engkau akan lakukan dengan kainmu? Jika engkau memakainya, Ia tidak kebagian apa-apa dari kain itu dan jika ia memakainya, engkau tidak kebagian apa-apa." Lalu orang itu duduk. Setelah duduk lama, ia berdiri. Ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melihatnya berpaling, beliau memerintah untuk memanggilnya. Setelah ia datang, beliau bertanya: "Apakah engkau mempunyai hafalan Qur'an?" Ia menjawab: Aku hafal surat ini dan itu. Beliau bertanya: "Apakah engkau menghafalnya di luar kepala?" Ia menjawab: Ya. Beliau bersabda: "Pergilah, aku telah berikan wanita itu padamu dengan hafalan Qur'an yang engkau miliki." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim. Dalam suatu riwayat: Beliau bersabda padanya: "berangkatlah, aku telah nikahkan ia denganmu dan ajarilah ia al-Qur'an." Menurut riwayat Bukhari: "Aku serahkan ia kepadamu dengan (maskawin) al-Qur'an yang telah engkau hafal."


َوَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ اَلسَّاعِدِيِّ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : ( جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! جِئْتُ أَهَبُ لَكَ نَفْسِي , فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَصَعَّدَ اَلنَّظَرَ فِيهَا , وَصَوَّبَهُ , ثُمَّ طَأْطَأَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَأْسَهُ , فَلَمَّا رَأَتْ اَلْمَرْأَةُ أَنَّهُ لَمْ يَقْضِ فِيهَا شَيْئًا جَلَسَتْ , فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ. فَقَالَ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ فَزَوِّجْنِيهَا. قَالَ : فَهَلْ عِنْدكَ مِنْ شَيْءٍ ? فَقَالَ : لَا , وَاَللَّهِ يَا رَسُولَ اَللَّهِ. فَقَالَ : اِذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ , فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا ? فَذَهَبَ , ثُمَّ رَجَعَ ? فَقَالَ : لَا , وَاَللَّهِ يَا رَسُولَ اَللَّهِ، مَا وَجَدْتُ شَيْئًا. فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ، فَذَهَبَ، ثُمَّ رَجَعَ. فَقَالَ : لَا وَاَللَّهِ , يَا رَسُولَ اَللَّهِ , وَلَا خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ , وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي - قَالَ سَهْلٌ : مَالُهُ رِدَاءٌ - فَلَهَا نِصْفُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ ? إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ، وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ شَيْءٌ فَجَلَسَ اَلرَّجُلُ , وَحَتَّى إِذَا طَالَ مَجْلِسُهُ قَامَ ; فَرَآهُ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم مُوَلِّيًا , فَأَمَرَ بِهِ , فَدُعِيَ لَهُ , فَلَمَّا جَاءَ. قَالَ : مَاذَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ? قَالَ : مَعِي سُورَةُ كَذَا , وَسُورَةُ كَذَا , عَدَّدَهَا فَقَالَ : تَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ ? قَالَ : نَعَمْ , قَالَ : اِذْهَبْ , فَقَدَ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ : ( اِنْطَلِقْ , فَقَدْ زَوَّجْتُكَهَا , فَعَلِّمْهَا مِنَ الْقُرْآنِ ) وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ : ( أَمْكَنَّاكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ )

Hadits No. 1006

Menurut riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu beliau bersabda: "Surat apa yang engkau hafal?". Ia menjawab: Surat al-Baqarah dan sesudahnya. Beliau bersabda: "Berdirilah dan ajarkanlah ia dua puluh ayat."

َوَلِأَبِي دَاوُدَ : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : ( مَا تَحْفَظُ ? قَالَ : سُورَةَ اَلْبَقَرَةِ , وَاَلَّتِي تَلِيهَا. قَالَ : قُمْ فَعَلِّمْهَا عِشْرِينَ آيَةً )

Hadits No. 1007

Dari Amir Ibnu Abdullah Ibnu al-Zubair, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sebarkanlah berita pernikahan." Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Hakim.


َوَعَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ اَلزُّبَيْرِ , عَنْ أَبِيهِ ; أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( أَعْلِنُوا اَلنِّكَاحَ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ

Hadits No. 1008

Dari Abu Burdah Ibnu Abu Musa, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak sah nikah kecuali dengan wali." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Ibnu al-Madiny, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban. 

َوَعَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ أَبِي مُوسَى , عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلْمَدِينِيِّ , وَاَلتِّرْمِذِيُّ , وَابْنُ حِبَّانَ , وَأُعِلَّ بِالْإِرْسَالِ

Hadits No. 1009

Imam Ahmad meriwayatkan hadits marfu' dari Hasan, dari Imran Ibnu al-Hushoin: "Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi."

َوَرَوَى اْلإِمَامُ أَحْمَدُ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ عِمْرَانَ ابْنِ الْحُصَيْنِ مَرْفُوْعًا ( لاَنِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ

Hadits No. 1010

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan yang nikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil. Jika sang laki-laki telah mencampurinya, maka ia wajib membayar maskawin untuk kehormatan yang telah dihalalkan darinya, dan jika mereka bertengkar maka penguasa dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali." Dikeluarkan oleh Imam Empat kecuali Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Uwanah, Ibnu Hibban, dan Hakim.

َوَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَيُّمَا اِمْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا, فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ, فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا اَلْمَهْرُ بِمَا اِسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا, فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ ) أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَصَحَّحَهُ أَبُو عَوَانَةَ , وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ

Hadits No. 1011

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diajak berembuk dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta izinnya." Mereka bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana izinnya? Beliau bersabda: "Ia diam." Muttafaq Alaihi.

َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( لَا تُنْكَحُ اَلْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ, وَلَا تُنْكَحُ اَلْبِكْرُ حَتَّى تُسْـتَأْذَنَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اَللَّهِ , وَكَيْفَ إِذْنُهَا ? قَالَ : أَنْ تَسْكُتَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Hadits No. 1012

Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang janda lebih berhak menentukan (pilihan) dirinya daripada walinya dan seorang gadis diajak berembuk, dan tanda izinnya adalah diamnya." Riwayat Imam Muslim. Dalam lafaz lain disebutkan, "Tidak ada perintah bagi wali terhadap janda, dan anak yatim harus diajak berembuk." Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

َوَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ( اَلثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا , وَالْبِكْرُ تُسْتَأْمَرُ , وَإِذْنُهَا سُكُوتُهَا ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ. وَفِي لَفْظٍ : ( لَيْسَ لِلْوَلِيِّ مَعَ اَلثَّيِّبِ أَمْرٌ, وَالْيَتِيمَةُ تُسْتَأْمَرُ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ , وَالنَّسَائِيُّ , وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

Hadits No. 1013

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan tidak boleh menikahkan perempuan lainnya, dan tidak boleh pula menikahkan dirinya." Riwayat Ibnu Majah dan Daruquthni dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya.

َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا تُزَوِّجُ اَلْمَرْأَةُ اَلْمَرْأَةَ, وَلَا تُزَوِّجُ اَلْمَرْأَةُ نَفْسَهَا ) رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ , وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ , وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ

Hadits No. 1014

Nafi' dari Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang perkawinan syighar. Syighar ialah seseorang menikahkan puterinya kepada orang lain dengan syarat orang itu menikahkan puterinya kepadanya, dan keduanya tidak menggunakan maskawin. Muttafaq Alaihi. Bukhari-Muslim dari jalan lain bersepakat bahwa penafsiran "Syighar" di atas adalah dari ucapan Nafi'.

َوَعَنْ نَافِعٍ , عَنْ اِبْنِ عُمَرَ قَالَ : ( نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الشِّغَارِ ; وَالشِّغَارُ: أَنْ يُزَوِّجَ اَلرَّجُلُ اِبْنَتَهُ عَلَى أَنْ يُزَوِّجَهُ اَلْآخَرُ اِبْنَتَهُ , وَلَيْسَ بَيْنَهُمَا صَدَاقٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاتَّفَقَا مِنْ وَجْهٍ آخَرَ عَلَى أَنَّ تَفْسِيرَ اَلشِّغَارِ مِنْ كَلَامِ نَافِعٍ

Hadits No. 1015

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang gadis menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lalu bercerita bahwa ayahnya menikahkannya dengan orang yang tidak ia sukai. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memberi hak kepadanya untuk memilih. Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Ada yang menilainya hadits mursal.

َوَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- ( أَنَّ جَارِيَةً بِكْرًا أَتَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرَتْ: أَنَّ أَبَاهَا زَوَّجَهَا وَهِيَ كَارِهَةٌ , فَخَيَّرَهَا اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَأَبُو دَاوُدَ , وَابْنُ مَاجَهْ , وَأُعِلَّ بِالْإِرْسَالِ

Hadits No. 1016

Dari Hasan, dari Madlmarah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang perempuan yang dinikahkan oleh dua orang wali, ia milik wali pertama." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits hasan menurut Tirmidzi.

َوَعَنْ اَلْحَسَنِ , عَنْ سَمُرَةَ , عَنِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( أَيُّمَا اِمْرَأَةٍ زَوَّجَهَا وَلِيَّانِ , فَهِيَ لِلْأَوَّلِ مِنْهُمَا ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَالْأَرْبَعَةُ , وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ

Hadits No. 1017

Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang budak yang menikah tanpa izin dari tuannya atau keluarganya, maka ia dianggap berzina." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi dan Ibnu Hibban.

َوَعَنْ جَابِرٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَيُّمَا عَبْدٍ تَزَوَّجَ بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهِ أَوْ أَهْلِهِ , فَهُوَ عَاهِرٌ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَأَبُو دَاوُدَ , وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ , وَكَذَلِكَ اِبْنُ حِبَّانَ

Hadits No. 1018

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak boleh dimadu antara seorang perempuan dengan saudara perempuan ayahnya dan antara seorang perempuan dengan saudara perempuan ibunya." Muttafaq Alaihi.

َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( لَا يُجْمَعُ بَيْنَ اَلْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا , وَلَا بَيْنَ اَلْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Hadits No. 1019

Dari Utsman Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang yang sedang berihram tidak boleh menikah dan menikahkan." Riwayat Muslim. Dalam riwayatnya yang lain: "Dan tidak boleh melamar." Ibnu Hibban menambahkan: "Dan dilamar."

َوَعَنْ عُثْمَانَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَنْكِحُ اَلْمُحْرِمُ , وَلَا يُنْكَحُ ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ : ( وَلَا يَخْطُبُ ) وَزَادَ اِبْنُ حِبَّانَ : ( وَلَا يُخْطَبُ عَلَيْهِ )

Hadits No. 1020

Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menikahi Maimunah ketika beliau sedang ihram. Muttafaq Alaihi.

َوَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : ( تَزَوَّجَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مَيْمُونَةَ وَهُوَ مُحْرِمٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Hadits No. 1021

Menurut riwayat Muslim dari Maimunah sendiri: Bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menikahinya ketika beliau telah lepas dari ihram.

َوَلِمُسْلِمٍ : عَنْ مَيْمُونَةَ نَفْسِهَا ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم تَزَوَّجَهَا وَهُوَ حَلَالٌ )

Hadits No. 1022

Dari Uqbah Ibnu Amir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya syarat yang paling patut dipenuhi ialah syarat yang menghalalkan kemaluan untukmu." Muttafaq Alaihi.

َوَعَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ أَحَقَّ اَلشُّرُوطِ أَنْ يُوَفَّى بِهِ , مَا اِسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ اَلْفُرُوجَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Hadits No. 1023

Salamah Ibnu Al-Akwa' berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memberi kelonggaran untuk nikah mut'ah selama tiga hari pada tahun Authas (tahun penaklukan kota Mekkah), kemudian bleiau melarangnya. Riwayat Muslim.

َوَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ رضي الله عنه قَالَ : ( رَخَّصَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَامَ أَوْطَاسٍ فِي اَلْمُتْعَةِ , ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ , ثُمَّ نَهَى عَنْهَا ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Hadits No. 1024

Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang nikah mut'ah pada waktu perang khaibar. Muttafaq Alaihi.

َوَعَنْ عَلَيٍّ رضي الله عنه قَالَ : ( نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ اَلْمُتْعَةِ عَامَ خَيْبَرَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Hadits No. 1025

Dari Ali Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang menikahi perempuan dengan mut'ah dan memakan keledai negeri pada waktu perang khaibar. Riwayat Imam Tujuh kecuali Abu Dawud.

َوَعَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ( نَهى عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ وَعَنْ أَكْلِ الْحُمُرِ اْلأَهْلِيَّةِ يَوْمَ خَيْبَرَ ) اخرجه السبعة إلا أبا داود

Hadits No. 1026

Dari Rabi' Ibnu Saburah, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku dahulu telah mengizinkan kalian menikahi perempuan dengan mut'ah dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan cara itu hingga hari kiamat. maka barangsiapa yang masih mempunyai istri dari hasil nikah mut'ah, hendaknya ia membebaskannya dan jangan mengambil apapun yang telah kamu berikan padanya." Riwayat Muslim, Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban.

َوَعَنْ رَبِيْعِ ابْنِ سَبُرَةَ عَنْ أَبِيْهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( إِنِّى كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِى اْلإِسْتِمْتَاعِ مِنَ النِّسَاءِ وَإِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذَالِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَيْئٌ فَلْيُحَلِّ سَبِيْلَهَا وَلاَ تَأْخُذُوْا مِمَّا أتَيْتُمُوْاهُنَّ شَيْئًا) أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ وَأَبُوْا دَاوُدَ وَالنَّسَائِىُّ وَابْنُ مَاجَهُ وَأَحْمَدُ وَابْنُ حِبَّانَ

Hadits No. 1027

Ibnu Mas'ud berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat muhallil (laki-laki yang menikahi seorang perempuan dengan tujuan agar perempuan itu dibolehkan menikah kembali dengan suaminya) dan muhallal lah (laki-laki yang menyuruh muhallil untuk menikahi bekas istrinya agar istri tersebut dibolehkan untuk dinikahinya lagi)." Riwayat Ahmad, Nasa'i, Dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi.

َوَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ : ( لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلْمُحَلِّلَ وَالْمُحَلَّلَ لَهُ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَالنَّسَائِيُّ , وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ

Hadits No. 1028

Dalam masalah ini ada hadits dari Ali yang diriwayatkan oleh Imam Empat kecuali Nasa'i.

َوَفِي اَلْبَابِ : عَنْ عَلِيٍّ أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ

Hadits No. 1029

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang berzina yang telah dicambuk tidak boleh menikahi kecuali dengan wanita yang seperti dia." Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan para perawi yang dapat dipercaya.

َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَنْكِحُ اَلزَّانِي اَلْمَجْلُودُ إِلَّا مِثْلَهُ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ , وَأَبُو دَاوُدَ , وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ

Hadits No. 1030

'Aisyah .ra berkata: ada seseorang mentalak istrinya tiga kali, lalu wanita itu dinikahi seorang laki-laki. Lelaki itu kemudian menceraikannya sebelum menggaulinya. Ternyata suaminya yang pertama ingin menikahinya kembali. Maka masalah tersebut ditanyakan kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu beliau bersabda: "Tidak boleh, sampai suami yang terakhir merasakan manisnya perempuan itu sebagaimana yang dirasakan oleh suami pertama." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.

َوَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا , قَالَتْ : ( طَلَّقَ رَجُلٌ اِمْرَأَتَهُ ثَلَاثًا , فَتَزَوَّجَهَا رَجُلٌ , ثُمَّ طَلَّقَهَا قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ بِهَا , فَأَرَادَ زَوْجُهَا أَنْ يَتَزَوَّجَهَا , فَسُئِلَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ ذَلِكَ , فَقَالَ : لَا حَتَّى يَذُوقَ اَلْآخَرُ مِنْ عُسَيْلَتِهَا مَا ذَاقَ اَلْأَوَّلُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ , وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI

JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...

KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN











AlkisAnnabila