Ombak penyaksian bergulung-gulung,
Membawa cerita kesempurnaan,
Berulang-ulang ia bercerita,
Namun tiap kali ia menutup kalam,
Aku terlepas mana yang ujung, mana yang pangkal.
Mengapa ombak senantiasa berubah?
Ada kalanya ia bagaikan sang raja rimba,
Ngaumannya saja bisa membuat perindu hilang selera,
Ada kala ia bagaikan sang katak,
Bersembunyi di bawah tempurung,
Dengan harapan dia bisa terselamat jika langit mulai runtuh.
Perlukah aku merasa curiga dengan cerita ombak?
Yang tiada lain hanya menafikan dirinya sendiri..
Aku bukannya ombak.. Aku bukannya ombak.. kata sang ombak,
Bagai lulucon murahan,
Berbasa-basi dengan ketuhanan cahaya suci,
Yang bisa saja merangkai segala macam cerita,
Atau bisa juga mengiyakan cerita sang ombak,
Walau bagaikan menunggu kucing bertelur,
Masih lagi ombak mengulang-ulang cerita yang sama.
Para hakim di daratan telah memutuskan ombak tetap ombak,
Walau diwarnakan dengan barbagai warna sekalipun,
Walau disepuh dengan emas intan sekalipun,
Tetap ia ombak, tetap ia bergulung-gulung..
Tetap ia ombak Yang tak Nyata walau tampaknya Ada..
Ingin sekali aku mempercayai kata ombak,
Karena mimpi bersulam keindahan, ketulusan, dan kedamaian,
Hanya di situ mampu memberi aku segala-galanya,
Hanya di situ bisa aku tidur dlm lena,
Tanpa risau jika esok tiada lagi bagiku.
Wahai samudera raya,
Adakah kau mengiyakan kata-kata sang ombak,
Ataukah kau sebenarnya meniadakkannya,
Ataukah kau sebenarnya tidak ambil peduli ?
Samudera beransur surut takala mentari mulai beradu,
Ombak yang tadi tidak putus-putus memukul pantai,
Hilang entah kemana,
Dan kini aku faham,
Benarlah kata sang ombak,
Ia bukannya ombak..
Ia bukannya ombak..
Membawa cerita kesempurnaan,
Berulang-ulang ia bercerita,
Namun tiap kali ia menutup kalam,
Aku terlepas mana yang ujung, mana yang pangkal.
Mengapa ombak senantiasa berubah?
Ada kalanya ia bagaikan sang raja rimba,
Ngaumannya saja bisa membuat perindu hilang selera,
Ada kala ia bagaikan sang katak,
Bersembunyi di bawah tempurung,
Dengan harapan dia bisa terselamat jika langit mulai runtuh.
Perlukah aku merasa curiga dengan cerita ombak?
Yang tiada lain hanya menafikan dirinya sendiri..
Aku bukannya ombak.. Aku bukannya ombak.. kata sang ombak,
Bagai lulucon murahan,
Berbasa-basi dengan ketuhanan cahaya suci,
Yang bisa saja merangkai segala macam cerita,
Atau bisa juga mengiyakan cerita sang ombak,
Walau bagaikan menunggu kucing bertelur,
Masih lagi ombak mengulang-ulang cerita yang sama.
Para hakim di daratan telah memutuskan ombak tetap ombak,
Walau diwarnakan dengan barbagai warna sekalipun,
Walau disepuh dengan emas intan sekalipun,
Tetap ia ombak, tetap ia bergulung-gulung..
Tetap ia ombak Yang tak Nyata walau tampaknya Ada..
Ingin sekali aku mempercayai kata ombak,
Karena mimpi bersulam keindahan, ketulusan, dan kedamaian,
Hanya di situ mampu memberi aku segala-galanya,
Hanya di situ bisa aku tidur dlm lena,
Tanpa risau jika esok tiada lagi bagiku.
Wahai samudera raya,
Adakah kau mengiyakan kata-kata sang ombak,
Ataukah kau sebenarnya meniadakkannya,
Ataukah kau sebenarnya tidak ambil peduli ?
Samudera beransur surut takala mentari mulai beradu,
Ombak yang tadi tidak putus-putus memukul pantai,
Hilang entah kemana,
Dan kini aku faham,
Benarlah kata sang ombak,
Ia bukannya ombak..
Ia bukannya ombak..
Ia Hanyalah Bagian Daripada Sifat Gerak Air
Yang terlupa Dari Air jika Tak segera Kembali