وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا
وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً
فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى
شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ
آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)
Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu, ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu, karena nikmat Allah orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk." – (QS.3:103)
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا
وَلا تَفَرَّقُوا :
berpeganglah kamu sekalian dengan tali alloh ... yang di maksud tali di sini
mempunyai makna yang tersembunyi ...
1 : tali agama yaitu tali ukhuwah islamiyah yang di ikat
dengan SYAHADATAIN
Di antara perkara yang sering merusak
ukhuwah Islamiyah ialah adanya sikap dari sebagian kita yang tak mau memaklumi
bila saudaranya berbuat salah atau keliru. Padahal kesalahan yang dilakukan
oleh seseorang itu bisa jadi karena lupa, salah paham, bodoh, karena belum tahu
ilmunya atau karena terpaksa sehingga berbuat demikian.
Sikap pukul rata (gebyah uyah) ini banyak
terjadi di kalangan kaum muslimin, bahkan juga di kalangan Ahlus Sunnah. Ketika
ada orang yang berbuat salah, bukannya dinasihati atau diingatkan, malah
dihadapi dengan sikap permusuhan. Terkadang digelari sebutan-sebutan yang jelek
atau malah ia dijauhkan dari kaum muslimin.
Sikap yang lebih ekstrim dlm masalah ini
adalah apa yang ditunjukkan kelompok Khawarij ,mujasimah & musyabbihah.
Mereka lebih tak bisa melihat saudaranya yang berbuat kesalahan. Orang yang
terjatuh dlm perbuatan dosa, dlm pandangan mereka, telah terjatuh dlm kekafiran
hingga halal darah & hartanya bahkan istri dan anaknya halal sbgai budak /
tawanan perang
Kondisi ini tentu akan bermuara pada pecahnya
ukhuwah di kalangan umat Islam dan menjadikan kembali islam pada masa JAHILIYAH
. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Tidak boleh mengkafirkan seorang
muslim dgn sebab sebuah dosa atau kesalahan yang ia kerjakan, selama ia masih
menjadi ahlul qiblat (masih shalat). Seperti dlm masalah-masalah yang masih
diperselisihkan kaum muslimin di mana mereka berpendapat dgn suatu pendapat yang
kita anggap salah, maka tak bisa kita mengkafirkannya. Karena Allohmemberi
udzur kepada mereka. Alloh berfirman:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ
كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ
مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ.
لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا
اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا
تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا
وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا
أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Rasul telah beriman kepada Al-Qur`an yang
diturunkan kepadanya dari Rabb mereka, demikian pula orang-orang yang beriman.
Semuanya beriman kepada Alloh, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, &
rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): ‘Kami tak membeda-bedakan antara
seorangpun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya’, & mereka mengatakan:
‘Kami dengar & kami taat’. (Mereka berdoa): ‘Ampunilah kami ya Rabb kami
& kepada Engkaulah tempat kembali’.” Allah tak membebani seseorang
melainkan sesuai dgn kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya & ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(Mereka berdoa): ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau
kami tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang
berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb
kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami pikul.
Maafkanlah kami; ampunilah kami; & rahmatilah kami. Engkaulah Penolong
kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir’.” (Al-Baqarah: 285)
Disebutkan dlm
riwayat yang shahih (HR. Muslim dari Abu Hurairah dlm Shahih beliau) bahwa
Allah telah mengabulkan doa para nabi & doa orang-orang beriman ini.
Sehingga diangkatlah pena dari orang-orang yang berbuat kesalahan karena lupa
atau karena ia tak mengerti ilmunya. Juga bagi orang yang tak sanggup memikul
suatu beban.”
Orang-orang Khawarij tak mau membedakan
hal-hal tersebut. Menurut mereka, barangsiapa berbuat dosa maka dia menentang
Al-Qur`an. Barangsiapa menentang Al-Qur`an berarti menentang Allah l &
barangsiapa menentang Allah l berarti dia kafir. Mereka menyamakan semua
perbuatan salah & menganggapnya sebagai kekafiran.
Syaikhul Islam melanjutkan: “Khawarij yang
telah salah dlm hukum ini oleh Rasulullah diperintahkan utk diperangi.
Rasulullah n bersabda:
لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ قَتَلْتُهُمْ قَتْلَ عَادٍ
“Sungguh jika aku sempat menjumpai mereka, aku
akan perangi mereka, aku akan tumpas layaknya kaum Aad.” (Muttafaqun alaihi)
Allah l juga memerintahkan utk memerangi
mereka. Allah berfirman:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ
إِلَى أَمْرِ اللهِ
“Kalau ada dua kelompok kaum mukminin
berperang maka damaikanlah keduanya. Kalau salah satunya memberontak, maka
perangilah mereka sampai mereka kembali kepada Allah.”
(Al-Hujurat:9)
Ketika Ali bin Abi Thalib Ra benar-benar menjumpai orang-orang Khawarij,
maka beliau bersama para sahabat pun memerangi mereka. Begitupun seluruh imam
baik dari generasi sahabat, tabi’in, atau setelah mereka sepakat bahwa Khawarij
itu harus diperangi. Namun Ali bin Abi Thalib z tak mengkafirkan mereka.
Begitu pula sahabat
yang lain seperti Sa’d bin Abi Waqqash z & lainnya, mereka juga memerangi
orang-orang Khawarij. Namun mereka tetap menganggap Khawarij itu sebagai kaum
muslimin. Sehingga cara memeranginya pun berbeda dgn memerangi orang kafir.
Bila orang kafir diperangi maka hartanya menjadi ghanimah, wanita &
anak-anak mereka menjadi tawanan. Sedangkan memerangi Khawarij tak demikian.
Mereka hanya diperangi sampai mereka mau kembali ke jalan Alloh & kembali taat kepada penguasanya.
Ali bin Abi Thalib Ra memerangi Khawarij setelah
terbukti mereka menumpahkan darah & merampas harta kaum muslimin dgn dzolim.
Ali bin Abi Thalib Ra berkata: “Demi Alloh, aku akan perangi mereka sampai tak
tidak tersisa 10 orang pun di antara mereka.”
Ketika para sahabat menyebut mereka sebagai kafir,
maka Ali Ra berkata:
لاَ، مِنَ الْكُفْرِ فَرُّوْا
“Tidak. Mereka justru lari dari kekufuran.”
Sikap orang-orang Khawarij yang demikian yakni
khawatir terjatuh pada kekafiran inilah yang menyebabkan mereka memiliki sikap
ekstrim dlm melihat perbuatan dosa. Apa
akibatnya? Terjadilah perpecahan & pertumpahan darah di tengah-tengah kaum muslimin.
Kesesatan Khawarij yang telah jelas
diterangkan oleh nash & disepakati kaum muslimin –bahkan membuat mereka
boleh diperangi– tak menyebabkan mereka boleh utk dikafirkan. Apalagi beragam
kelompok lain yang bermunculan pada masa ini, di mana mereka dihinggapi
berbagai kekeliruan & kebodohan, maka mereka tak bisa utk dikatakan sebagai
kafir. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang bodoh yang tak tahu tentang
apa yang diperselisihkan.”
Inilah perbedaan antara Khawarij dgn Ahlus
Sunnah. Khawarij menganggap kafir kaum muslimin, & khususnya Ahlus Sunnah,
karena dianggap sebagai kelompok yang pro thaghut (pro pemerintah). Namun
demikian kita tetap tak mengkafirkan mereka. Inilah bijaknya Ahlus Sunnah.
Mereka berjalan dgn ilmu, bukan dgn emosi. Mereka mengetahui bahwa hukum asal
darah kaum muslimin adalah terjaga. Begitu pula dgn kehormatan & harta kaum
muslimin, semuanya terjaga
Rosululloh Muhammad
SAW menyatakan dlm hadits shahih yang
diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari & Muslim saat Haji Wada, beliau n
berkata:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ
كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إلَى يَوْمِ
تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ
“Sungguh darah, harta, & kehormatan kalian
adalah suci seperti sucinya hari ini (hari Arafah), seperti sucinya bulan ini
(bulan Dzulhijjah) & seperti sucinya negeri ini (Makkah), hingga hari
kalian bertemu Rabb kalian.” (Muttafaqun ‘alaih)
Karena itu kita jangan sampai terjerumus ke
dlm kesalahan yang sama dgn Khawarij. Yaitu tak membedakan antara orang yang
salah karena lupa, tak tahu atau terpaksa, dgn para penentang Sunnah. Hingga
akhirnya kita menyamaratakan & menyikapi mereka dgn sikap yang sama, yaitu
memusuhi & menjatuhkan kehormatannya.
Kita harus menjaga agar darah kaum muslimin
tak tertumpah dgn cara yang dzalim, begitu pula dgn harta & kehormatan
mereka. Karena darah, harta, & kehormatan kaum muslimin adalah suci
sebagaimana sucinya Hari Arafah, sucinya Kota Mekkah, & bulan Dzulhijjah.
Kita harus menjaga kemuliaan darah, harta, & kehormatan kaum muslimin
sebagaimana kita menjaga kemuliaan hari Arafah, Kota Makkah, & bulan
Dzulhijjah.
Yang tak kalah
penting utk diperhatikan adalah masalah harta. Seluruh kaum muslimin harus
saling menjaga harta saudaranya. Jangan sampai kita merampas harta orang lain
secara dzalim, jangan menipu, atau berhutang dgn niat utk tak membayar. Semua
perbuatan ini juga terlarang sebagaimana terlarangnya menumpahkan darah kaum
muslimin.
Sungguh merupakan kejadian yang benar-benar
memalukan jika ada seorang yang mengaku Ahlus Sunnah memakan harta saudaranya
dgn cara yang dzalim dlm masalah perdagangan atau hutang piutang hingga terjadi
permusuhan di antara mereka. Terjadi saling boikot, saling tahdzir, saling
mencela, & sebagainya hanya karena semata-mata masalah uang. Masalah ini
bisa menjadi besar & berbahaya, yang semuanya berawal hanya karena tak
dijaganya harta sesama muslim.
Untuk urusan menumpahkan darah sesama muslim,
barangkali Khawarij yang paling ahli. Namun utk urusan memakan harta sesama
muslim dgn cara yang dzalim, melanggar kehormatan saudaranya yang mestinya
jangan sampai dilanggar, ternyata terjadi juga di kalangan orang-orang yang
mengaku Ahlus Sunnah.
Karena itu saya wasiatkan kepada kita semua
& kaum muslimin, takutlah kepada Allah l. Kita bicara tentang Khawarij,
bahwa mereka itu kelompok sesat yang telah melanggar hadits Rasulullah n
tentang larangan menumpahkan darah sesama muslim dgn cara yang dzalim,
sementara di saat yang sama kita pun melanggar hadits tersebut pada sisi yang
lain.
Perbuatan mengambil harta sesama muslim dgn
cara yang batil atau melanggar kehormatannya, merupakan dua keharaman yang
memiliki kedudukan sama sebagaimana larangan menumpahkan darah seorang muslim
dgn cara yang batil. Karena tiga masalah ini disebutkan oleh Rasululloh SAW
================================================================================
Saya teringat waktu
kecil ketika sedang ikut sholat berjamaah di masjid di kampung saya. Setiap
imam sampai pada ucapan “wa ladh-dhallin …” teman-teman sebaya saya sering
memanjangkan bahkan membelok-belokkan ucapan “amiiiiiin …”. Meskipun para
jamaah sudah selesai teman-teman itu masih juga melanjutkan “iiiin….”. Sehingga
setiap saya ikut shalat berjamaah di masjid itu, sejak takbiratul ihram saya
mesti sibuk memperhatikan teman saya kanan kiri dan depan belakang dan berpikir
bahwa teman-teman saya itu nanti shalat main-main, ribut, atau mengganggu orang
lain shalat. Saya benar-benar jengkel, maka untuk hari-hari berikutnya saya
sejak awal sudah siap-siap jika teman-teman saya itu nanti main-main dalam
shalat. Saya benar-benar jengkel, di samping ada teman yang main-main, ribut,
lari sana sini, bahkan ada yang sengaja batuk-batuk padahal sebenarnya tidak
batuk hanya disengaja, entah mengapa. Langsung saya berjalan, keluar dari
barisan (shaf) saya dan mendekati teman yang batuk-batuk tadi.
Sambil saya menunjuk-nunjuk
dengan jari telunjuk, “He ! Sholat itu kata pak guru tidak boleh main-main
seperti itu, batal!
Seperti saya ini,
sholat yang benar, tidak ganggu orang, dan khusuk!
” kata saya sambil
kembali ke tempat saya sholat semula.
Ternyata setelah
saya dewasa dan tua ini, terutama di zaman sekarang ini, pengalaman saya waktu
kecil itu menjadikan saya tersenyum dan malu sendiri. Lebih-lebih setelah saya
ingat kiyai saya pernah mengutip ayat
Al-Qur’an :
“Dan pada dirimu
sendiri, maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat, 51 : 21)
Dalam Tafsir Ibnu
Katsir, menurut Qatadah ayat itu mengandung maksud berpikir, merenungkan, akan
diri sendiri; mengetaui bahwa diciptakannya komponen-komponen diri manusia itu
untuk mengabdi (beribadah) kepada Penciptanya.
Al-Mawardi dalam Tafsirnya lebih detail
menjelaskan ada lima interpretasi dalam ayat itu. Pertama, memperhatikan
sabilul-ghaith wal-baul (jalan untuk buang air besar dan kecil) (pendapat Ibnu
Zubair dan Mujahid). Kedua, memperhatikan harmonisasi kerja kedua tangan, kedua
kaki, dan anggauta tubuh lainnya merupakan bukti bahwa kamu sekalian diciptakan
oleh Yang Maha Pencipta untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (pendapat
Qatadah). Ketiga, memperhatikan kamu sekalian asalnya diciptakan dari tanah,
kemudian menjadi manusia yang tersebar di seluruh muka bumi (pendapat Ibnu
Zaid). Keempat,
memperhatikan hidup dan mati kamu sekalian dan bagaimana
makanan masuk dan keluar dari diri kamu sekalian (pendapat As-Sadi). Kelima,
memperhatikan keadaan kamu sekalian ketika kondisi tua sesudah muda, kondisi
lemah sesudah kuat, dan kondisi rambut beruban sebelumnya hitam (pendapat
Al-Hasan).
Dalam Tafsir
Al-Wasith, di jelaskan ayat Al-Qur’an itu mengandung maksud, bahwa pada diri
dan penciptaan kamu sekalian, apakah tidak kamu perhatikan ? –yaitu perhatian,
pemikiran, dan ibrah (pelajaran)- karena sesungguhnya asalnya kamu diciptakan
dari saripati tanah, menjadi sperma, menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging,
lalu menjadi makhluk dengan bentuk spesifik. Kemudian dalam penjagaan dan
perlindungan dalam kandungan ibu kamu, dalam perkembangan kamu fase demi fase,
dalam perbedaan bahasa dan warna kulit kamu, dalam berbagai susunan halus yang
menakjubkan untuk tubuh dan anggota badan kamu, lalu dalam perbedaan potensi
daya pikir, pemahaman, dan keluasan kamu. Pada semua itu dan yang lainnya
merupakan ibrah (pelajaran) bagi orang yang mau mengambil pelajaran hidup.
Benar, sebenarnya
saya sendiri belum memperhatikan diri sendiri meskipun dalam hal yang paling
sederhana, lebih-lebih terhadap hal-hal yang rumit yang bersifat
fisik-material, belum lagi yang bersifat nonfisik-material. Paling mudah adalah
melihat orang lain, terutama wajahnya. Dia cemberut, sedih, gembira. Dia … dan
seterusnya, pokoknya mudah melihat orang lain. Wajah diri sendiri bagaimana ?
Saya juga suka mentertawakan orang lain, padahal bersamaan itu pula orang yang
saya tertawakan itu tertawa juga karena saya tertawa.
Seorang santri atau
siswa madrasah setingkat ibtida’iyah (SD) kadang-kadang mengingatkan saya untuk
segera sadar dan mau serta berani memperhatikan diri sendiri dengan melantunkan
nazham (semacam syair) dari kitab Al-Jauharatu fit-Taukhid (Imam Burhanuddin
Ibrahim) :
“Fanzhur ila nafsika
tsumman-taqili … lil-‘alamil-‘ulwiyyi tsummas-sufli”
(Perhatikan pada
dirimu sendiri, lalu lanjutkan pada alam yang tinggi dan yang bawah), “Tajid
bihi shun’an badi’al-hikami … lakin bihi qooma daliilul-‘adami”(Maka
akan kamu temukan dengan perhatian itu ciptaan Tuhan yang indah menakjubkan dan
penuh kebijaksanaan, dengan perhatian itupun ditemukan bukti adanya makhluk
ciptaan yang bersifat sesaat).
Orang banyak tahu
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
"Bagi manusia ada malaikat-malaikat, yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan, yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS. Ar-Ra’du, 13 : 11).
Namun, mengapa banyak orang juga merasa
kehidupan ini tidak berubah juga. Ya, mungkin seperti saya ini diri sendiri
belum mau berubah. Saya sendiri setelah saya memperhatikan diri sendiri ternyata
banyak salah dan dosa, namun selama ini justru suka dan mudah melihat salah dan
dosa orang lain. Padahal banyak yang tahu
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah
kamu kepada ampunan dari Tuhanmu (untuk melakukan perbaikan) ….” (QS. Ali
Imran, 3 : 133).
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ
Lalu “Mengapa kamu
suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)
mu sendiri ….” (QS. Al-Baqarah, 2 : 44).
Siapa yang perlu
memulainya lebih dahulu? Saya teringat seorang kiyai berceramah,
“Mulailah dari dirimu sendiri, lalu orang-orang
terdekat.” (HR. Nasa’i).
Dan “Apabila Allah
memberi salah seorang kamu (kesempatan berbuat) kebaikan, mulailah dari dirinya
sendiri dan keluarganya.” (HR. Muslim). Maka jawabnya, diri saya sendiri yang
memulai lebih dahulu.
Semoga saya
bersegera, sekarang juga, memulai mau dan berani memperhatikan diri sendiri,
tidak seperti waktu kecil suka dan mudah menyalahkan orang lain padahal tanpa
saya sadari saya sendiri di saat itu pula melakukan kesalahan yang sama. Saya
cari kekurangan, kesalahan dan dosa diri sendiri untuk perubahan dan perbaikan
dalam menyongsong kehidupan mendatang yang lebih baik dari sekarang. Bukankah
secara jelas,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS.
Al-Hasyr : 18)
2 : tali hidup
yaitu nafas ,nufus anfus ,tanaffas & anfas
Dalam kitab bayan
Tauhid di sebutkan ;
واما جسر الحى (حبل) وهو اربعة احدها نفس وهو
داخل فقدط وهو حمد الروح الذي حمدا لا ينقطع اصلا
وثانيها تنفس وهو الخارج فقط هو نظر الروح
وثالثها انفاس وهو لا سكن ولا يتحرك هو عروفية الروح
ورابعها نُفُسٌ وهو لا مخرج ولا مدخل هو قدرية
الروح
Adapun talinya
hidup (persambungan antara mahluk & alloh) itu ada 4 :
1 : nafas
yaitu hawa yang masuk melalui penciuman saja dan nafas itu menjadi
PAMUJI nya RUH yang benar-benar mengagungkan pada dzaatu al-khaiyi tidak terputus
sama sekali
2- tanaffas : hawa
yang keluar melalui penciuman saja dan itu menjadi penglihatannya (bashiroh)
Ruh
3 : Anfaas : hawa
yang tidak diam dan tidak bergerak dan itu menjadi pengertiannya Ruh
4 : Nufus : hawa
yang tidak keluar dan tidak masuk dan
itu menjadi kekuasaannya Ruh
SELEBIHNYA MARILAH
KITA KAJI KEMBALI APA YANG MENJADI PESAN’’ ROSULULLOH DARI MAKNA YANG TERSURAT
SERTA MAKNA YANG TERSIRAT ... INILAH KENAPA ULAMA’ SUFI SELALU MENGANJURKAN
UNTUK SESEGERA MENGENAL DIRI AGAR MENGENAL ILAHI ....