TANBIIH

الحَمـْدُ للهِ المُــوَفَّـقِ للِعُـلاَ حَمـْدً يُوَافـــِي بِرَّهُ المُتَـــكَامِــلا وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّـهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَي النَّبِيِّ المُصْطَفَىَ وَالآلِ مَــــعْ صَـــحْــبٍ وَتُبَّـاعٍ وِل إنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا تَقْوَى الإلهِ مَدَارُ كُلِّ سَعَادَةٍ وَتِبَاعُ أَهْوَى رَأْسُ شَرِّ حَبَائِلاَ إن أخوف ما أخاف على أمتي اتباع الهوى وطول الأمل إنَّ الطَّرِيقَ شَرِيعَةٌُ وَطَرِيقَةٌ وَحَقِيقَةُ فَاسْمَعْ لَهَا مَا مُثِّلا فَشَرِيعَةٌ كَسَفِينَة وَطَرِيقَةٌ كَالبَحْرِ ثُمَّ حَقِيقَةٌ دُرٌّ غَلاَ فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ وَطَرِِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ وَحَقِيقَةُ لَوُصُولُهِ لِلمَقْصِدِ وَمُشَاهَدٌ نُورُ التّجَلِّي بِانجَلاَ مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

hiasan

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI

Minggu, 03 Juni 2012

TAFSIR AYAT YANG TERSEMBUNYI DIBALIK SURAT AL-IMRON AYAT 103




وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu, ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu, karena nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk." – (QS.3:103)

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا  : berpeganglah kamu sekalian dengan tali alloh ... yang di maksud tali di sini mempunyai makna yang tersembunyi ...

1 : tali agama  yaitu tali ukhuwah islamiyah yang di ikat dengan SYAHADATAIN
   Di antara perkara yang sering merusak ukhuwah Islamiyah ialah adanya sikap dari sebagian kita yang tak mau memaklumi bila saudaranya berbuat salah atau keliru. Padahal kesalahan yang dilakukan oleh seseorang itu bisa jadi karena lupa, salah paham, bodoh, karena belum tahu ilmunya atau karena terpaksa sehingga berbuat demikian.

 Sikap pukul rata (gebyah uyah) ini banyak terjadi di kalangan kaum muslimin, bahkan juga di kalangan Ahlus Sunnah. Ketika ada orang yang berbuat salah, bukannya dinasihati atau diingatkan, malah dihadapi dengan sikap permusuhan. Terkadang digelari sebutan-sebutan yang jelek atau malah ia dijauhkan dari kaum muslimin.

 Sikap yang lebih ekstrim dlm masalah ini adalah apa yang ditunjukkan kelompok Khawarij ,mujasimah & musyabbihah. Mereka lebih tak bisa melihat saudaranya yang berbuat kesalahan. Orang yang terjatuh dlm perbuatan dosa, dlm pandangan mereka, telah terjatuh dlm kekafiran hingga halal darah & hartanya bahkan istri dan anaknya halal sbgai budak / tawanan perang

 Kondisi ini tentu akan bermuara pada pecahnya ukhuwah di kalangan umat Islam dan menjadikan kembali islam pada masa JAHILIYAH . Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Tidak boleh mengkafirkan seorang muslim dgn sebab sebuah dosa atau kesalahan yang ia kerjakan, selama ia masih menjadi ahlul qiblat (masih shalat). Seperti dlm masalah-masalah yang masih diperselisihkan kaum muslimin di mana mereka berpendapat dgn suatu pendapat yang kita anggap salah, maka tak bisa kita mengkafirkannya. Karena Allohmemberi udzur kepada mereka. Alloh berfirman:

 آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Rasul telah beriman kepada Al-Qur`an yang diturunkan kepadanya dari Rabb mereka, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Alloh, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, & rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): ‘Kami tak membeda-bedakan antara seorangpun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya’, & mereka mengatakan: ‘Kami dengar & kami taat’. (Mereka berdoa): ‘Ampunilah kami ya Rabb kami & kepada Engkaulah tempat kembali’.” Allah tak membebani seseorang melainkan sesuai dgn kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya & ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami pikul. Maafkanlah kami; ampunilah kami; & rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir’.”  (Al-Baqarah: 285)
Disebutkan dlm riwayat yang shahih (HR. Muslim dari Abu Hurairah dlm Shahih beliau) bahwa Allah telah mengabulkan doa para nabi & doa orang-orang beriman ini. Sehingga diangkatlah pena dari orang-orang yang berbuat kesalahan karena lupa atau karena ia tak mengerti ilmunya. Juga bagi orang yang tak sanggup memikul suatu beban.”

 Orang-orang Khawarij tak mau membedakan hal-hal tersebut. Menurut mereka, barangsiapa berbuat dosa maka dia menentang Al-Qur`an. Barangsiapa menentang Al-Qur`an berarti menentang Allah l & barangsiapa menentang Allah l berarti dia kafir. Mereka menyamakan semua perbuatan salah & menganggapnya sebagai kekafiran.
 Syaikhul Islam melanjutkan: “Khawarij yang telah salah dlm hukum ini oleh Rasulullah diperintahkan utk diperangi.
 Rasulullah n bersabda:

 لَئِنْ أَدْرَكْتُهُمْ قَتَلْتُهُمْ قَتْلَ عَادٍ

 “Sungguh jika aku sempat menjumpai mereka, aku akan perangi mereka, aku akan tumpas layaknya kaum Aad.” (Muttafaqun alaihi)
 Allah l juga memerintahkan utk memerangi mereka. Allah  berfirman:

 وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللهِ

 “Kalau ada dua kelompok kaum mukminin berperang maka damaikanlah keduanya. Kalau salah satunya memberontak, maka perangilah mereka sampai mereka kembali kepada Allah.”
 (Al-Hujurat:9)
 Ketika Ali bin Abi Thalib Ra  benar-benar menjumpai orang-orang Khawarij, maka beliau bersama para sahabat pun memerangi mereka. Begitupun seluruh imam baik dari generasi sahabat, tabi’in, atau setelah mereka sepakat bahwa Khawarij itu harus diperangi. Namun Ali bin Abi Thalib z tak mengkafirkan mereka.
Begitu pula sahabat yang lain seperti Sa’d bin Abi Waqqash z & lainnya, mereka juga memerangi orang-orang Khawarij. Namun mereka tetap menganggap Khawarij itu sebagai kaum muslimin. Sehingga cara memeranginya pun berbeda dgn memerangi orang kafir. Bila orang kafir diperangi maka hartanya menjadi ghanimah, wanita & anak-anak mereka menjadi tawanan. Sedangkan memerangi Khawarij tak demikian. Mereka hanya diperangi sampai mereka mau kembali ke jalan Alloh  & kembali taat kepada penguasanya.
 Ali bin Abi Thalib Ra memerangi Khawarij setelah terbukti mereka menumpahkan darah & merampas harta kaum muslimin dgn dzolim. Ali bin Abi Thalib Ra berkata: “Demi Alloh, aku akan perangi mereka sampai tak tidak tersisa 10 orang pun di antara mereka.”

 Ketika para sahabat menyebut mereka sebagai kafir, maka Ali Ra berkata:

 لاَ، مِنَ الْكُفْرِ فَرُّوْا

“Tidak. Mereka justru lari dari kekufuran.”

 Sikap orang-orang Khawarij yang demikian yakni khawatir terjatuh pada kekafiran inilah yang menyebabkan mereka memiliki sikap ekstrim dlm melihat perbuatan dosa.  Apa akibatnya? Terjadilah perpecahan & pertumpahan darah di tengah-tengah  kaum muslimin.
 Kesesatan Khawarij yang telah jelas diterangkan oleh nash & disepakati kaum muslimin –bahkan membuat mereka boleh diperangi– tak menyebabkan mereka boleh utk dikafirkan. Apalagi beragam kelompok lain yang bermunculan pada masa ini, di mana mereka dihinggapi berbagai kekeliruan & kebodohan, maka mereka tak bisa utk dikatakan sebagai kafir. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang bodoh yang tak tahu tentang apa yang diperselisihkan.”

 Inilah perbedaan antara Khawarij dgn Ahlus Sunnah. Khawarij menganggap kafir kaum muslimin, & khususnya Ahlus Sunnah, karena dianggap sebagai kelompok yang pro thaghut (pro pemerintah). Namun demikian kita tetap tak mengkafirkan mereka. Inilah bijaknya Ahlus Sunnah. Mereka berjalan dgn ilmu, bukan dgn emosi. Mereka mengetahui bahwa hukum asal darah kaum muslimin adalah terjaga. Begitu pula dgn kehormatan & harta kaum muslimin, semuanya terjaga
Rosululloh Muhammad SAW  menyatakan dlm hadits shahih yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari & Muslim saat Haji Wada, beliau n berkata:

 فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ

“Sungguh darah, harta, & kehormatan kalian adalah suci seperti sucinya hari ini (hari Arafah), seperti sucinya bulan ini (bulan Dzulhijjah) & seperti sucinya negeri ini (Makkah), hingga hari kalian bertemu Rabb kalian.” (Muttafaqun ‘alaih)

 Karena itu kita jangan sampai terjerumus ke dlm kesalahan yang sama dgn Khawarij. Yaitu tak membedakan antara orang yang salah karena lupa, tak tahu atau terpaksa, dgn para penentang Sunnah. Hingga akhirnya kita menyamaratakan & menyikapi mereka dgn sikap yang sama, yaitu memusuhi & menjatuhkan kehormatannya.

 Kita harus menjaga agar darah kaum muslimin tak tertumpah dgn cara yang dzalim, begitu pula dgn harta & kehormatan mereka. Karena darah, harta, & kehormatan kaum muslimin adalah suci sebagaimana sucinya Hari Arafah, sucinya Kota Mekkah, & bulan Dzulhijjah. Kita harus menjaga kemuliaan darah, harta, & kehormatan kaum muslimin sebagaimana kita menjaga kemuliaan hari Arafah, Kota Makkah, & bulan Dzulhijjah.

Yang tak kalah penting utk diperhatikan adalah masalah harta. Seluruh kaum muslimin harus saling menjaga harta saudaranya. Jangan sampai kita merampas harta orang lain secara dzalim, jangan menipu, atau berhutang dgn niat utk tak membayar. Semua perbuatan ini juga terlarang sebagaimana terlarangnya menumpahkan darah kaum muslimin.

 Sungguh merupakan kejadian yang benar-benar memalukan jika ada seorang yang mengaku Ahlus Sunnah memakan harta saudaranya dgn cara yang dzalim dlm masalah perdagangan atau hutang piutang hingga terjadi permusuhan di antara mereka. Terjadi saling boikot, saling tahdzir, saling mencela, & sebagainya hanya karena semata-mata masalah uang. Masalah ini bisa menjadi besar & berbahaya, yang semuanya berawal hanya karena tak dijaganya harta sesama muslim.

 Untuk urusan menumpahkan darah sesama muslim, barangkali Khawarij yang paling ahli. Namun utk urusan memakan harta sesama muslim dgn cara yang dzalim, melanggar kehormatan saudaranya yang mestinya jangan sampai dilanggar, ternyata terjadi juga di kalangan orang-orang yang mengaku Ahlus Sunnah.
 Karena itu saya wasiatkan kepada kita semua & kaum muslimin, takutlah kepada Allah l. Kita bicara tentang Khawarij, bahwa mereka itu kelompok sesat yang telah melanggar hadits Rasulullah n tentang larangan menumpahkan darah sesama muslim dgn cara yang dzalim, sementara di saat yang sama kita pun melanggar hadits tersebut pada sisi yang lain.

 Perbuatan mengambil harta sesama muslim dgn cara yang batil atau melanggar kehormatannya, merupakan dua keharaman yang memiliki kedudukan sama sebagaimana larangan menumpahkan darah seorang muslim dgn cara yang batil. Karena tiga masalah ini disebutkan oleh Rasululloh SAW
================================================================================
Saya teringat waktu kecil ketika sedang ikut sholat berjamaah di masjid di kampung saya. Setiap imam sampai pada ucapan “wa ladh-dhallin …” teman-teman sebaya saya sering memanjangkan bahkan membelok-belokkan ucapan “amiiiiiin …”. Meskipun para jamaah sudah selesai teman-teman itu masih juga melanjutkan “iiiin….”. Sehingga setiap saya ikut shalat berjamaah di masjid itu, sejak takbiratul ihram saya mesti sibuk memperhatikan teman saya kanan kiri dan depan belakang dan berpikir bahwa teman-teman saya itu nanti shalat main-main, ribut, atau mengganggu orang lain shalat. Saya benar-benar jengkel, maka untuk hari-hari berikutnya saya sejak awal sudah siap-siap jika teman-teman saya itu nanti main-main dalam shalat. Saya benar-benar jengkel, di samping ada teman yang main-main, ribut, lari sana sini, bahkan ada yang sengaja batuk-batuk padahal sebenarnya tidak batuk hanya disengaja, entah mengapa. Langsung saya berjalan, keluar dari barisan (shaf) saya dan mendekati teman yang batuk-batuk tadi.
Sambil saya menunjuk-nunjuk dengan jari telunjuk, “He ! Sholat itu kata pak guru tidak boleh main-main seperti itu, batal!
Seperti saya ini, sholat yang benar, tidak ganggu orang, dan khusuk!
” kata saya sambil kembali ke tempat saya sholat semula.

Ternyata setelah saya dewasa dan tua ini, terutama di zaman sekarang ini, pengalaman saya waktu kecil itu menjadikan saya tersenyum dan malu sendiri. Lebih-lebih setelah saya ingat  kiyai saya pernah mengutip ayat Al-Qur’an :

 وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلا تُبْصِرُونَ

“Dan pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat, 51 : 21)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, menurut Qatadah ayat itu mengandung maksud berpikir, merenungkan, akan diri sendiri; mengetaui bahwa diciptakannya komponen-komponen diri manusia itu untuk mengabdi (beribadah) kepada Penciptanya.

 Al-Mawardi dalam Tafsirnya lebih detail menjelaskan ada lima interpretasi dalam ayat itu. Pertama, memperhatikan sabilul-ghaith wal-baul (jalan untuk buang air besar dan kecil) (pendapat Ibnu Zubair dan Mujahid). Kedua, memperhatikan harmonisasi kerja kedua tangan, kedua kaki, dan anggauta tubuh lainnya merupakan bukti bahwa kamu sekalian diciptakan oleh Yang Maha Pencipta untuk mengabdi (beribadah) kepada-Nya (pendapat Qatadah). Ketiga, memperhatikan kamu sekalian asalnya diciptakan dari tanah, kemudian menjadi manusia yang tersebar di seluruh muka bumi (pendapat Ibnu Zaid). Keempat,

memperhatikan hidup dan mati kamu sekalian dan bagaimana makanan masuk dan keluar dari diri kamu sekalian (pendapat As-Sadi). Kelima, memperhatikan keadaan kamu sekalian ketika kondisi tua sesudah muda, kondisi lemah sesudah kuat, dan kondisi rambut beruban sebelumnya hitam (pendapat Al-Hasan).

Dalam Tafsir Al-Wasith, di jelaskan ayat Al-Qur’an itu mengandung maksud, bahwa pada diri dan penciptaan kamu sekalian, apakah tidak kamu perhatikan ? –yaitu perhatian, pemikiran, dan ibrah (pelajaran)- karena sesungguhnya asalnya kamu diciptakan dari saripati tanah, menjadi sperma, menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging, lalu menjadi makhluk dengan bentuk spesifik. Kemudian dalam penjagaan dan perlindungan dalam kandungan ibu kamu, dalam perkembangan kamu fase demi fase, dalam perbedaan bahasa dan warna kulit kamu, dalam berbagai susunan halus yang menakjubkan untuk tubuh dan anggota badan kamu, lalu dalam perbedaan potensi daya pikir, pemahaman, dan keluasan kamu. Pada semua itu dan yang lainnya merupakan ibrah (pelajaran) bagi orang yang mau mengambil pelajaran hidup.

Benar, sebenarnya saya sendiri belum memperhatikan diri sendiri meskipun dalam hal yang paling sederhana, lebih-lebih terhadap hal-hal yang rumit yang bersifat fisik-material, belum lagi yang bersifat nonfisik-material. Paling mudah adalah melihat orang lain, terutama wajahnya. Dia cemberut, sedih, gembira. Dia … dan seterusnya, pokoknya mudah melihat orang lain. Wajah diri sendiri bagaimana ? Saya juga suka mentertawakan orang lain, padahal bersamaan itu pula orang yang saya tertawakan itu tertawa juga karena saya tertawa.

Seorang santri atau siswa madrasah setingkat ibtida’iyah (SD) kadang-kadang mengingatkan saya untuk segera sadar dan mau serta berani memperhatikan diri sendiri dengan melantunkan nazham (semacam syair) dari kitab Al-Jauharatu fit-Taukhid (Imam Burhanuddin Ibrahim) :
“Fanzhur ila nafsika tsumman-taqili … lil-‘alamil-‘ulwiyyi tsummas-sufli”
(Perhatikan pada dirimu sendiri, lalu lanjutkan pada alam yang tinggi dan yang bawah), “Tajid bihi shun’an badi’al-hikami … lakin bihi qooma daliilul-‘adami”(Maka akan kamu temukan dengan perhatian itu ciptaan Tuhan yang indah menakjubkan dan penuh kebijaksanaan, dengan perhatian itupun ditemukan bukti adanya makhluk ciptaan yang bersifat sesaat).

Orang banyak tahu

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ

  "Bagi manusia ada malaikat-malaikat, yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan, yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS. Ar-Ra’du, 13 : 11).

 Namun, mengapa banyak orang juga merasa kehidupan ini tidak berubah juga. Ya, mungkin seperti saya ini diri sendiri belum mau berubah. Saya sendiri setelah saya memperhatikan diri sendiri ternyata banyak salah dan dosa, namun selama ini justru suka dan mudah melihat salah dan dosa orang lain. Padahal banyak yang tahu 

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu (untuk melakukan perbaikan) ….” (QS. Ali Imran, 3 : 133). 

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ

Lalu “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri ….” (QS. Al-Baqarah, 2 : 44).

Siapa yang perlu memulainya lebih dahulu? Saya teringat seorang  kiyai berceramah,
 “Mulailah dari dirimu sendiri, lalu orang-orang terdekat.” (HR. Nasa’i).
Dan “Apabila Allah memberi salah seorang kamu (kesempatan berbuat) kebaikan, mulailah dari dirinya sendiri dan keluarganya.” (HR. Muslim). Maka jawabnya, diri saya sendiri yang memulai lebih dahulu.

Semoga saya bersegera, sekarang juga, memulai mau dan berani memperhatikan diri sendiri, tidak seperti waktu kecil suka dan mudah menyalahkan orang lain padahal tanpa saya sadari saya sendiri di saat itu pula melakukan kesalahan yang sama. Saya cari kekurangan, kesalahan dan dosa diri sendiri untuk perubahan dan perbaikan dalam menyongsong kehidupan mendatang yang lebih baik dari sekarang. Bukankah secara jelas,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hasyr : 18)


2 : tali hidup yaitu  nafas ,nufus anfus ,tanaffas  & anfas
Dalam kitab bayan Tauhid di sebutkan ;


واما جسر الحى (حبل) وهو اربعة احدها نفس وهو داخل فقدط وهو حمد الروح الذي حمدا لا ينقطع اصلا
وثانيها تنفس وهو الخارج فقط هو نظر الروح
وثالثها انفاس وهو لا سكن ولا يتحرك  هو عروفية الروح 
ورابعها نُفُسٌ وهو لا مخرج ولا مدخل هو قدرية الروح

Adapun talinya hidup (persambungan antara mahluk & alloh) itu ada 4 :
 1 : nafas  yaitu hawa yang masuk melalui penciuman saja dan nafas itu menjadi PAMUJI nya RUH yang benar-benar mengagungkan pada dzaatu al-khaiyi tidak terputus sama sekali
2- tanaffas : hawa yang keluar melalui penciuman saja dan itu menjadi penglihatannya (bashiroh) Ruh
3 : Anfaas : hawa yang  tidak diam dan tidak bergerak  dan itu menjadi pengertiannya Ruh
4 : Nufus : hawa yang  tidak keluar dan tidak masuk dan itu menjadi kekuasaannya Ruh

SELEBIHNYA MARILAH KITA KAJI KEMBALI APA YANG MENJADI PESAN’’ ROSULULLOH DARI MAKNA YANG TERSURAT SERTA MAKNA YANG TERSIRAT ... INILAH KENAPA ULAMA’ SUFI SELALU MENGANJURKAN UNTUK SESEGERA MENGENAL DIRI AGAR MENGENAL ILAHI ....

PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI

JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...

KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN











AlkisAnnabila