TANBIIH

الحَمـْدُ للهِ المُــوَفَّـقِ للِعُـلاَ حَمـْدً يُوَافـــِي بِرَّهُ المُتَـــكَامِــلا وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّـهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَي النَّبِيِّ المُصْطَفَىَ وَالآلِ مَــــعْ صَـــحْــبٍ وَتُبَّـاعٍ وِل إنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا تَقْوَى الإلهِ مَدَارُ كُلِّ سَعَادَةٍ وَتِبَاعُ أَهْوَى رَأْسُ شَرِّ حَبَائِلاَ إن أخوف ما أخاف على أمتي اتباع الهوى وطول الأمل إنَّ الطَّرِيقَ شَرِيعَةٌُ وَطَرِيقَةٌ وَحَقِيقَةُ فَاسْمَعْ لَهَا مَا مُثِّلا فَشَرِيعَةٌ كَسَفِينَة وَطَرِيقَةٌ كَالبَحْرِ ثُمَّ حَقِيقَةٌ دُرٌّ غَلاَ فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ وَطَرِِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ وَحَقِيقَةُ لَوُصُولُهِ لِلمَقْصِدِ وَمُشَاهَدٌ نُورُ التّجَلِّي بِانجَلاَ مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

hiasan

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI

Kamis, 31 Mei 2012

Hukum ‘Adiy (HUKUM ADAT / KEBIASAAN)


Artinya hukum ‘adiy yaitu, menetapkan suatu barang bagi suatu barang, atau menafikan suatu barang pada suatu barang dengan lantaran berulang-ulang serta shah bersalahan, dan juga dengan tiada memberi bekas salah suatu itu pada yang lain. Maka terbagi hukum ‘adiy atas (empat perkara) yang tersebut dibawah ini.

1. Pertambatan keadaan suatu barang dengan keadaan suatu barang lainnya, seumpama : Keadaan kenyang dengan keadaan makan.
2. Pertambatan ketiadaan suatu barang dengan ketiadaan suatu barang lainnya, seumpama : Ketiadaan kenyang dengan ketiadaan makan.
3. Pertambatan keadaan suatu barang dengan ketiadaan suatu barang, seumpama : Pertambatan keadaan dingin dengan ketiadaan kain baju adanya.
4. Pertambatan ketiadaan suatu barang dengan keadaan suatu barang lainnya, seumpama :Ketiadaan hangus dengan keadaan tiada air menyiram jua adanya.
Bermula, jika telah diketahui akan artinya wajib syar’iy dan wajib ‘aqliy, bahwa keduanya berlainan ma’na. Maka apabila dikata wajib atas tiap-tiap mukalaf, maka maksudnya itulah wajib syar’iy. Dan jika wajib bagi Allah Ta’ala atau bagi Rasul, maka maksudnya ialah wajib ‘aqliy dan demikianlah pula jika dikata Jaiz bagi Allah Ta’ala atau harus harus bagi Allah Ta’ala maka maksudnya ialah jaiz ‘aqliy dan jika jaiz bagi mukalaf membuat masyalah, maka maksudnya yaitulah jaiz syar’iy jua adanya.
Bermula yang wajib bagi Allah Jalla wa ‘azza dengan tafshil inilah {dua puluh shifat} yang telah berdiri dalil ‘aqliy dan dalil naqliy atasnya. Dan tersebut dibawah tiap-tiap satu shifat dengan maknanya beserta dalilnya, beserta lagi tersebut kepatutan, kelakuan orang mukmin yang me’itiqad pada Allah bershifat dengan shifat-shifat itu. Maka itulah kelakuan mukmin yang sempurna imannya.
Adapun lain-lain shifat Allah Jalla wa’azza yang tiada ada hingganya banyaknya. Maka wajib atas tiap-tiap mukalaf mengetahuinya {ajmal} saja didalam perkataan muttashifu kamalin yaitu bershifat Allah Ta’ala dengan tiap-tiap shifat kesempurnaan. Adapun yang mustahil pada Allah Jalla wa’azza dengan tafshil, maka adalah itu {dua puluh} perkara yaitu lawannya {dua puluh shifat} yang wajib satu persatu disebut sesudahnya shifat itu. Adapun yang mustahil pada Allah Jalla wa’azza dengan {ajmal} yaitu ada didalam perkataan :
“Munazzahu ‘an-kulli naqshin wamaa khathara bil-bali.’’
“Maha suci Allah dari pada tiap-tiap shifat kekurangan dan Maha suci dari barang yang tercita-cita didalam hati.’’

PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI

JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...

KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN











AlkisAnnabila