- Penganalan konsep (ilmu) tauhid
- Mengerti syarat sahnya tentang pengakuan
- Mengenali arti syirik ( lahir & bathin )
Pertama : adalah pengenalan konsep tauhid, yaitu pengESAan Allah SWT. Tidak boleh menyimpang dari penjelasan yang digariskan Alquran dan hadits. Konsep keESAan Allah SWT meliputi keESAan dalam dzat, sifat, dan perbuatan (af'al). Sejauh dan setinggi apa pun pencarian seseorang terhadap Alloh, tidak boleh dengan mudah mengklaim diriNYA menyatu dengan Al-Ilah... Namun harus memahami kalo keadaan Diri hamba (mahluk) itu sebenarnya HAQ Alloh semata .
Dalam terminologi tasawuf hal itu disebut penyatuan diri manusia dengan Alloh (ittihad), Alloh mengambil tempat di dalam & di luar diri manusia (hulul), dan kesatuan Al-Ilah sebagai Sang Khaliq dengan makhluk-NYA (wahdatul wujud)... dalam konsep ini perlu pengkajian husus agar tidak keluar dari jalur'' qoidah TAUHID AL-HAQ dan memerlukan pembimbing seorang GURU (Mursyid penunjuk) yang bertanggung jawab atas Diri Salik...
Dalam terminologi tasawuf hal itu disebut penyatuan diri manusia dengan Alloh (ittihad), Alloh mengambil tempat di dalam & di luar diri manusia (hulul), dan kesatuan Al-Ilah sebagai Sang Khaliq dengan makhluk-NYA (wahdatul wujud)... dalam konsep ini perlu pengkajian husus agar tidak keluar dari jalur'' qoidah TAUHID AL-HAQ dan memerlukan pembimbing seorang GURU (Mursyid penunjuk) yang bertanggung jawab atas Diri Salik...
Kedua : Para Salik terlebih sufi pemula, yang tiba-tiba mengaku sudah sampai di tingkat atau maqam paling tinggi, misalnya fana’, di mana diri sang hamba merasa hancur dan lebur dengan Al-IlahNYA dalam kesadaran Basyariah (kemanusiaan), mengakibatkan ia melewati batas-batas syariat tentang syarat sahnya Ilmu Tauhid. Seolah ayat hukum yang tersurat dalam Alquran seakan terhapus dengan kedekatannya dengan Allah karena terjebak pada pemahaman yang sebatas Aqal belaka ,
Mereka juga seolah-olah melewati dunia lahir (syariat) dan sudah masuk ke dalam dunia batin atau hakikat. Ini adalah contoh buruk bagi pengamal Tauhid karena mempertentangkan antara syariat dan hakikat. Mereka menganggap kecintaan terhadap Alloh telah mencapai puncaknya yang kerap disebut sebagai mahabbah...
Untuk sampai ke puncak dan mempertahankan mahabbah itu, seakan dibutuhkan media pengkajian (matla'ah / ngaji ) / dengan seni bunyi-bunyian Sya'ir yang indah dan merdu (sama’) untuk pengungkapan perasaan yang terbawa oleh perasaan. Bahkan, dengan memanfaatkan lagu dan tari. Tingkat ketergantungannya terhadap media musik itu sangat tinggi. Mahabbah boleh-boleh saja, tetapi tidak mesti lebih menonjolkan media ketimbang Alloh sendiri intinya Seorang Salik harus menanti jemputan sang KHOLIQ bukan Salik yang datang (hadir) di sisi ALLOH karena batal telah lalai dalam penyikapan diri.
Ketiga : Dalam menjalani praktik sufi atau masuk ke dalam sebuah THORIQOT yang mursyidnya telah Kamil mukammil (wushul), peran pembimbing (syekh/mursyid) sangat penting. Tanpa pembimbing dikhawatirkan seseorang akan terjebak di dalam praktek Dualisme atau syirik. Pemujaan berlebihan terhadap syekh atau mursyid bisa juga membawa masalah tersendiri... kata SYIRIK asal muasal dari Fi'il madli SYROKA ( persekutuan) penyatuan dua wujud menjadi satu .. padahal dalam teologi Tauhid Dualisme itu teramat tidak pantas karena melanggar HAQ Alloh .... PENEMPATAN tentang siapa yang WAJIBUL AL-WUJUD dan siapa yang ADAMU AL-WUJUD itu teorinya bertautan dengan kajian SIFAT WAJIB ALLOH 20 DAN SIFAT MUSTAHIL ALLOH 20 ...