Lentera itu meredup sinarnya. Api yang menjadi sumber cahaya di padang gulita yang pekat kian lama kian mengecil. Hingga akhirnya mati tak lagi berseri. Kini tak ada lagi cahaya kecuali kerlip gemintang di kejauhan yang memberikan tanda batas ruang. Batas antara bilik dan alam luas yang bebas tak terjelajah.
Api mati karena tak ada lagi bahan untuk dibakar. Ketika hidup api berwarna sesuai materi yang dibakarnya. Menjilat-jilat menujut ke atas, berlenggak lenggok menuruti hembusan angin. Selalu bergerak ke atas seolah ingin menggapai sesuatu dengan tariannya. Wujudnya tampak memerah kadang membiru atau menguning. Bersifat membakar dan terasa sangat panas. Meskipun kecil, sifatnya tak hilang. Terkadang dengan materi terentu, proses pembakaran menimbulkan suara-suara yang menakutkan. Jika api-api kecil itu bersatu padu pada materi bahan bakar yang besar dan luas, maka dia akan menjadi sebuah wujud api yang menggila, yang akan meluluh lantakan apapun yang ada dalam jangkauannya. Tandanya akan terlihat hingga mata jauh memandang.
Demikianlah api itu berada pada diri manusia. Perumpamaan akan sebuah sifat yang membakar. Amarah. Ketika amarah mendapatkan bahan bakar yang baik dan pada ruang yang mendukung, maka amarah akan menuntun sang diri untuk melampiaskannya pada prilaku-prilaku yang menjauhkan dirinya dari kesejatiannya. Amarah lalu membakar pikiran dan perasaannya. Dan amarah pula yang menjerumuskan sang diri menjadi lemah, lunglai dan tak berdaya. Karena saat marah, energi yang dibutuhkan dan dikeluarkan begitu besarnya, apalagi ketika melampiaskannya dalam bentuk pelampiasan fisik yang tak terkendali. Dia akan memperdaya diri menjadi sangat memalukan bahkan hancur. Dari umpatan, kata-kata makian, hingga prilaku destruktif yang melekat pada kebiasaan dan sifat-sifat hawaniyah yang memang dilekatkan pada manusia untuk ditaklukan. Demikianlah Allah menciptakan manusia dalam paket yang super lengkap.
Bayangkan jika amarah-amarah itu bersatu dengan menggunakan pakaian para raga. Dia akan berkomunal lalu melampiaskan amarahnya pada apa saja yang menjadi sasaran amarahnya. Lihatlah bagaimana sebagian kecil masyarakat kita ketika terbakar amarah melampiaskan kemarahannya, dan menjadikan mereka menjauh dari kesejatian sifat-sifat rububiyah yang melekat padanya.
Tapi api juga mengajarkan tentang wujud. Wujud yang nampak ketika bahan bakar tersedia, dan berwarna berbagai rupa. Tetapi sifat dasarnya tetap, yaitu panas. Dia bercahaya, memberikan terang pada ruang di sekitarnya. Tandanya dapat dilihat dari kejauhan. Semakin dekat dengan api, maka semakin terang cahayanya serta semakin panas hawanya. Semakin jauh, maka semakin redup pula sinarnya serta semakin tak terasa panasnya. Pada api kecil, kita bisa mencoba-coba untuk meraba atau memegang api itu. Lihatlah pada lilin. Ketika kecil, seringkali kita mencoba untuk memegang dzat dan wujud api itu. Tapi apa lacur? Kita tidak pernah bisa memindahkan dzatnya atau memegangnya kecuali tangan atau jemari kita yang kepanasan/ terbakar. Jika ingin melihat wujud dan dzatnya api, maka kita harus masuk ke dalam api itu sendiri. Dan itu artinya kita membiarkan diri untuk terbakar. Produk akhir dari benda yang terbakar ada beberapa jenis. Bisa menjadi arang atau menguap tanpa bekas bersama asap.
Kini aku bersaksi pada api lalu belajar tentang sesuatu yang terlindung dalam misykat. Cahayanya menyinari segala kepekatan dan gulita. Kehangatan dan panasnya menyelimuti segala kebekuan dan kedinginan hati.
Dentang waktu berjalan begitu perlahan. Menembus dinding keangkuhan keinginan yang kian lama kian menjerumuskan. Sekian lama arah tak bertuntun semenjak dirimu tak lagi berdiri menunjukkan arah pada kami. Tak ada kata mujarab peminta yang penuh tuah terijabahkan. Kini kami meraba arah itu hanya dengan apa yang telah kau tuahkan pada aksara-aksara tak bertanda baca ini.
Lamunku lalu beranjak menuntunku pada rentang kala saat kehidupan menempa dirimu. Membentuk kesejatian dan kehakikian hidup. Menuntun pada arah nikmat dan rahmat yang terestui. Berjalan membelah bukit diantara rimbunnya pepohonan. Mendaki dan menuruni ngarai kekhalifahan ditengah kesunyian hiruk pikuk dunia. Tapal kakimu menebal karena berjalan tanpa alas kecuali alas keikhlasan. Rejeki itu kau kais lewat bulir keringat yang membasahi bajumu.
Di tengah kesendirianmu, dan diantara kesenyapan yang lamat-lamat memanggilmu, kau belajar tentang alif yang mengghaib pada hamba yang tak tampak kesejatiannya. Berdiri tegak dan memandang pada yang tak mampu di pandang. Merukuk pada apa yang segala sesuatunya menunduk. Hingga kau patuh dan taat. Hingga kau rengkuh nikmat itu menjadi sebuah warid dan kebutuhan. Dan kau ajarkan tentang hati yang putih bersih itu pada warismu.
Lalu lamunku beranjak pergi menuntunku pada rentang kala yang lain. Ketika lirih nadamu memanggilku di kejauhan, ada sesuatu yang menuntunku bersama alam. Keluasan alam seakan menyambutmu lewat dentuman dan gelegar halilintar. Curahan tirta langit mengiringi kunjungku padamu, hingga bumi tak mampu menopangnya. Kau tetap lirih di tengah ketakberdayaanmu. Di setiap sengal hembusan yang tak lagi mampu kau tahan, tak pernah lepas sedikitpun pujimu dan rindumu untuk menjenguk wajahNya. Hingga kedatangannya memperangahkanmu tatkala pintu-pintu rahasia itu terbuka luas.
Mencari sahabat berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang hubungan dalam kehidupan dan tidak terbatasi oleh agama-agama dan keyaqinan masing-masing .... salam persaudaraan semuanya
TANBIIH
hiasan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI
JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...
KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar