TANBIIH

الحَمـْدُ للهِ المُــوَفَّـقِ للِعُـلاَ حَمـْدً يُوَافـــِي بِرَّهُ المُتَـــكَامِــلا وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّـهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَي النَّبِيِّ المُصْطَفَىَ وَالآلِ مَــــعْ صَـــحْــبٍ وَتُبَّـاعٍ وِل إنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا تَقْوَى الإلهِ مَدَارُ كُلِّ سَعَادَةٍ وَتِبَاعُ أَهْوَى رَأْسُ شَرِّ حَبَائِلاَ إن أخوف ما أخاف على أمتي اتباع الهوى وطول الأمل إنَّ الطَّرِيقَ شَرِيعَةٌُ وَطَرِيقَةٌ وَحَقِيقَةُ فَاسْمَعْ لَهَا مَا مُثِّلا فَشَرِيعَةٌ كَسَفِينَة وَطَرِيقَةٌ كَالبَحْرِ ثُمَّ حَقِيقَةٌ دُرٌّ غَلاَ فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ وَطَرِِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ وَحَقِيقَةُ لَوُصُولُهِ لِلمَقْصِدِ وَمُشَاهَدٌ نُورُ التّجَلِّي بِانجَلاَ مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

hiasan

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI

Minggu, 27 Mei 2012

KENALILAH DIRIMU ...

Kenali Diri
 
ISLAM yang telah Allah redhakan untuk menjadi agama kita, dan disampaikan melalui utusan-Nya Nabi Muhammad SAW merupakan satu syariat yang mencakup persoalan hidup lahir dan batin. Syariat lahir disebut syariat. Syariat batin disebut hakikat. Hal itu sangat sesuai dengan struktur kejadian manusia itu sendiri yang merupakan kombinasi antara jasad lahir dan jasad batin.

Jasad lahir adalah semua anggota tubuh kita yang nampak dengan mata. Sedangkan jasad batin adalah jasad gaib yang menggerakkan seluruh anggota lahir. Jasad batin dapat merasa, mengingat, memikirkan, mengetahui, memahami segala sesuatu yang terjadi di dalam diri kita masing-masing. Allah SWT menetapkan bahwa syariat lahir untuk diamalkan oleh jasad lahir sedangkan syariat batin untuk diamalkan oleh jasad batin yaitu ruh.

Sesuai dengan keadaan lahir batin kita yang saling berkaitan erat tanpa terpisah-pisah maka begitu pula amalan lahir dan batin wajib dilaksanakan secara serentak di setiap waktu dan keadaan. Kalau kita membeda-bedakan atau menolak salah satu dari amalan itu, maka kita tidak mungkin menjadi hamba Allah yang sebenarnya sebab Islam memandang syariat itu sebagai kulit, sedangkan hakikat itu adalah intipati.

Kedua-duanya sama-sama penting dan saling memerlukan, ibarat kulit dan isi pada buah-buahan. Keduanya mesti ada untuk kesempurnaan wujud buah itu sendiri. Tanpa kulit, isi tidak selamat malah isi tidak mungkin ada kalau kulit tidak ada. Sebaliknya tanpa isi, kulit jadi tidak berarti apa-apa. Sebab buah yang dimakan adalah isinya bukan kulitnya.

Begitu juga hubungan syariat dan hakikat. Keduanya mesti diterima dan diamalkan serentak. Keduanya saling mengisi dan memerlukan. Kalau kita bersyariat saja (artinya berkulit saja tanpa isi), itu tidak membawa arti apa-apa di sisi Allah.

Sabda Rasulullah SAW:
Terjemahannya : "Allah tidak memandang rupa dan harta kamu tetapi Dia memandang hati dan amalan kamu." (Riwayat : Muslim)

Sebaliknya kalau kita berhakikat saja (isi tanpa kulit), maka tidak ada jaminan keselamatan dari Allah SWT. Hakikat itu akan mudah rusak, dan kita sama sekali tidak akan memperoleh apa-apa, bahkan agama Islam yang kita anut akan rusak tanpa kita sadari.

Berkata Imam Malik Rahimahullahu Taala:

Terjemahannya : "Barangsiapa berfiqih (syariat) dan tidak bertasawuf maka ia jadi fasik. Barangsiapayang bertasawuf (hakikat) tanpa fiqih maka ia adalah kafir zindik."

Artinya kita mesti mengamalkan keduanya sekaligus, yaitu syariat dan hakikat. Kalau kita pilih salah satu, kita tidak akan selamat. Kalau kita bersyariat saja tanpa dilindungi oleh hakikat, kita akan menjadi fasik. Dan kalau kita berhakikat saja tanpa dikawal oleh syariat, maka hakikat itu akan mudah rusak sehingga kita jatuh kafir zindik (kafir tanpa sadar).

Begitulah pentingnya syariat dan hakikat. Tetapi bila kedua-duanya ada, maka hakikatlah yang lebih utama.

Seperti dalam sabda Rasulullah SAW:
Terjemahannya : Allah tidak memandang rupa dan harta kamu tetapi Dia memandang hati dan amalan kamu. (Riwayat : Muslim)

Hadis itu tidak bermaksud bahwa syariat tidak penting. Bahkan syariat juga adalah hukum-hukum fardhu yang wajib diamalkan oleh seluruh umat Islam. Hanya saja dalam keadaan keduanya (syariat dan hakikat) itu sama-sama diamalkan, Allah memberi keutamaan pada amalan hakikat. Perbandingannya seperti antara kulit dan isi buah. Kedua-duanya sama penting, tetapi manusia memberi keutamaan pada isi sebab bisa dimakan.

Begitulah peranan hakikat. Peranannya menentukan berakhlak atau tidaknya seorang manusia kepada Allah dan kepada sesama manusia. Orang yang kuat amalan batinnya atau tinggi pencapaian tasawufnya adalah orang yang hatinya selalu dekat dengan Allah. Ia senantiasa merasakan kebesaran Allah, dibandingkan dirinya yang maha lemah dan senantiasa memerlukan pertolongan Allah. Ia sangat beradab dengan Allah dan dapat mengorbankan dunia untuk Tuhannya. Ia juga mampu mengasihi semua manusia, bersedia susah untuk manusia dan akan menyelamatkan manusia dari tipuan dunia, nafsu dan syaitan.
Sebaliknya orang yang lemah dalam amalan batin adalah orang yang hatinya jauh dan terpisah dari Allah. Ia tidak takut dengan Allah, tidak malu, tidak harap, dan tidak cinta kepada Allah. Ia tidak redha dan tidak sabar, kurang beradab dengan Allah, penuh hasad dengki, sombong, bakhil, dendam dan pemarah. Ia akan menjadi seorang pencinta dunia yang bekerja keras hanya untuk dunianya. Orang seperti itu selalu dibelenggu oleh kecintaan kepada dunia hingga takut berjuang dan berjihad untuk agama Allah serta untuk kehidupan akhirat yang kekal abadi.

Orang yang tidak berhakikat, sekalipun melakukan ibadah shalat, puasa, dan banyak membaca Al Quran serta gigih berjuang adalah orang yang kurang berakhlak dengan Allah dan kurang berakhlak dengan manusia.

Kurangnya amalan batin dapat menyebabkan orang-orang yang tidak berhakikat itu biasanya mati dalam dosa yang tidak sadar. Mungkin dosa karena buruk sangka dengan Allah, putus asa dengan ketentuan Allah, tidak redha dengan takdir Allah atau dosa karena merasa bahwa amalannya lah yang akan menyelamatkan dirinya dari neraka Allah.

Rasa riya', ujub atau merasa diri bersih itu pun adalah dosa batin. Dosa batin, tak seorang pun yang dapat melihatnya, bahkan diri sendiri pun tidak dapat merasakannya. Hanya orang yang mempunyai basirah (pandangan hati yang tembus) saja yang dapat mengetahuinya.

Nanti, bila Allah bukakan segala kesalahan (dosa-dosa batin itu) di akhirat, barulah manusia akan terkejut dan tersentak.

Ulama tasawuf berkata:
"Biarlah sedikit amalan beserta rasa takut pada Allah, karena itu lebih baik daripada banyak amalan tetapi tidak ada rasa takut dengan Allah. Lebih baik orang yang merasa berdosa dan bersalah dengan Allah daripada orang yang banyak amalan tetapi tidak rasa berdosa pada Allah bahkan dia merasa telah cukup dengan amalan itu."

Firman Allah :

يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ

إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

 Hari kiamat ialah hari dimana harta dan anak-anak tidak dapat memberi manfaat, kecuali mereka yang menghadap Allah membawa hati yang selamat sejahtera.(Asy Syuara: 88-89) 

Hati yang selamat sejahtera ialah hati orang bertaqwa yang berisi iman, yakin, ikhlas, redha, sabar, syukur, tawakal, takut, harap dan lain-lain rasa hati dengan Allah SWT. Hati yang senantiasa merasa sehat dalam kesakitan, kaya dalam kemiskinan, ramai dalam kesendirian, lapang dalam kesempitan dan terhibur dalam kesusahan. Ia bersikap redha dengan apa saja pemberian Tuhan-Nya.

Untuk memperoleh hati yang seperti itu, kita mesti bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu untuk melakukan amalan lahir dan batin (syariat dan hakikat). Kedua-duanya akan saling mengawal untuk mengangkat kita ke taraf taqwa.

Syariat dan hakikat akan mendidik dan memimpin kita menjadi seorang insan kamil yang mampu memenuhi keinginan dan keperluan fitrah murni manusia secara suci lagi mulia. Orang seperti itulah yang Allah maksudkan sebagai golongan As Siddiqin atau golongan Al 'Arifin. Sifat mereka Allah uraikan dalam Surah Al Furqaan ayat 63-74:

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا

"Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu, (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati; dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." – (QS.25:63)

وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا


"Dan orang yang melalui malam hari, dengan bersujud dan berdiri (shalat) untuk Rabb-mereka." – (QS.25:64)

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا

"Dan orang-orang yang berkata: 'Ya Rabb-kami, jauhkan azab Jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal'." – (QS.25:65)

إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

"Sesungguhnya, Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman." – (QS.25:66)

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا

"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir (membelanjakannya), dan adalah (belanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian (secukup keperluannya saja)." – (QS.25:67)


وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

"Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya), kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya)," – (QS.25:68)

يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا

"(yakni) akan dilipat-gandakan azab untuknya pada hari kiamat, dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina," – (QS.25:69)

إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

"kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka (untuk) mereka itu, kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang." – (QS.25:70)

وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا

"Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal shaleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah, dengan taubat yang sebenar-benarnya." – (QS.25:71)

وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

"Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan diri-nya." – (QS.25:72)

وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا

"Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Rabb mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta." – (QS.25:73)

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

"Dan orang-orang yang berkata: 'Ya Rabb-kami, anugerahkanlah kepada kami, istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang (anggota keluarga) yang bertaqwa'." – (QS.25:74)

Merekalah orang-orang bertaqwa yang akan memperoleh ketenangan hidup di dunia dan di akhirat. Mereka adalah tempat untuk kita mempelajari dan mencontoh kehidupan yang aman dan bahagia. Suasana seperti itu pernah terjadi, yaitu dalam kehidupan salafussoleh. Mereka telah menjalani suatu kehidupan, di mana mereka menerima dan mengamalkan sepenuhnya kehendak syariat dan hakikat. Hasilnya, mereka (para salafussoleh) menjadi orang-orang yang bahagia dan membahagiakan orang lain.
Sejarah 15 abad yang silam memberitahu kepada kita bahwa 3/4 dunia menjadi tenang, aman dan damai di bawah pemerintahan mereka. Kawan maupun lawan merasa selamat berada di dalam kekuasaan mereka. Demikianlah satu kenyataan yang membuktikan bahwa sekiranya manusia patuh menjalani syariat lahir dan batin, maka selamat dan berbahagialah mereka di dunia dan di akhirat.

Allah berfirman :

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ


  "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal soleh di antara kamu bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dia akan menegakkan bagi mereka agama yang telah diredhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang ingkar sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang fasik." (An Nur : 55) .


AMALAN LAHIR DAN AMALAN BATIN

SYARIAT ialah amalan-amalan lahir yang diperintahkan kepada umat Islam baik wajib maupun sunat. Dan apa saja yang dilarang baik yang haram atau makruh termasuk juga amalan-amalan yang kedudukannya mubah.

Syariat lahir terbagi dua :

1. Hablumminallah
2. Hablumminannas

Hablumminallah ialah amalan-amalan yang termasuk persoalan ibadah. Contohnya solat, puasa, zakat, haji, baca Al Quran, doa, zikir, tahlil, selawat dan lain-lain.

Hablumminannas ialah amalan-amalan lahir kita yang termasuk dalam bidang-bidang muamalat (kerja-kerja yang ada hubungannya dengan masyarakat), munakahat (persoalan kekeluargaan) dan jenayah serta tarbiah Islamiah, soal-soal siasah, fisabilillah, jihad dan persoalan alam beserta isinya.

Sedangkan HAKIKAT ialah amalan batin yang diperintahkan ataupun yang dilarang oleh Allah SWT kepada umat Islam. Amalan yang diperintahkan, dikenal sebagai sifat mahmudah (sifat-sifat terpuji) dan yang dilarang ialah sifat mazmumah (sifat-sifat terkeji).
Hakikat juga terbagi dua :

1. Berakhlak dengan Allah
2. Berakhlak dengan manusia

Bentuk-bentuk akhlak dengan Allah di antaranya ialah :

Mengenal Allah dengan yakin
Merasakan kehebatan Allah
Merasa gentar dengan Neraka Allah
Merasa senantiasa diawasi oleh Allah
Merasa hina diri dan malu dengan Allah
Merasa redha terhadap setiap takdir dan ketentuan Allah SWT
Sabar dengan berbagai ujian Allah
Mensyukuri nikmat-nikmat pemberian Allah
Mencintai Allah
Merasa takut pada Allah atas kelalaian dan dosa-dosa
Tawakal kepada Allah
Merasa harap pada rahmat Allah
Rindu pada Allah
Senantiasa mengingat Allah
Rindu pada syurga Allah karena ingin bertemu dengan-Nya
Bentuk-bentuk akhlak kepada manusia :
Mengasihinya sebagaimana kita mengasihi diri kita sendiri
Merasa gembira di atas kegembiraannya dan turut berdukacita karena kedukacitaannya
Menginginkan kebahagiaan untuknya di samping berharap agar musibah menjauhinya
Benci pada kejahatannya tetapi kasihan pada dirinya hingga timbul perasaan untuk menasehatinya
Pemurah padanya
Bertenggang rasa dengannya
Mengenang jasanya dan berusaha membalasnya karena Allah

Memaafkan kesalahannya dan sanggup meminta maaf atas kesalahan padanya
Kebaikannya disanjung dan diikuti, kejahatannya dinasehati dan dirahasiakan.

Lapang dada berhadapan dengan macam-macam manusia, Bersikap baik sangka kepada sesama orang Islam. Tawadhuk dengan sesama manusia.

Keduanya, syariat dan hakikat adalah perkara yang sangat penting untuk membentuk pribadi yang benar-benar bertakwa dan terlepas dari sifat-sifat munafik.

Kita wajib mengamalkan keduanya secara serentak dan seiring. Namun mesti diakui bahwa tidak mudah bagi kita untuk mengamalkannya.

Allah SWT menjelaskan hal itu dengan firman-Nya dalam surah Al Baqarah :
 
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ

الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

"Mintalah bantuan dalam urusanmu dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu adalah sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa kepada-Nya lah mereka akan kembali." (Al Baqarah : 45)

Allah SWT mengatakan untuk menjadi orang yang sabar itu susah dan untuk menjadi orang-orang yang tetap mengerjakan shalat itu juga susah. Maknanya amalan lahir dan batin itu memang susah untuk diamalkan. Tetapi hal itu menjadi mudah bila kita dapat memiliki sesuatu yang lebih penting dari keduanya yaitu rasa khusyuk dengan Allah (rasa diawasi Allah setiap masa), yakni yakin dengan pertemuan dan pengembalian diri ke hadirat Allah SWT di akhirat nanti.

Dari situ kita akan faham bahwa di antara amalan lahir dan batin, yang mesti diberatkan dan didahulukan pada diri kita ialah amalan batin. Kita berusaha dulu mendapatkan rasa khusyuk atau yakin akan kewujudan Allah serta pertemuan kembali kita dengan-Nya di satu hari nanti, barulah kita akan memiliki kekuatan untuk mengamalkan syariat dan hakikat.

Tanpa rasa khusyuk itu, kita tidak akan dapat mengalahkan hawa nafsu dan syaitan yang senantiasa bersungguh-sungguh mengajak kita mendurhakai Allah.
Itulah panduan kita untuk memperjuangkan Islam dalam diri kita. Yang mesti didahulukan ialah berusaha supaya hati kita berubah, dari hati yang tidak kenal Allah kepada hati yang khusyuk dan cinta kepada Allah. Dari hati yang lalai kepada hati yang senantiasa mengingat Allah.
Bila hati sudah cinta pada Allah, kita akan merasa ringan dalam menerima dan mengamalkan syariat Allah lahir dan batin

Kamis, 24 Mei 2012

APAKAH HANYA DENGAN MENGUCAPKAN LAA ILAAHA ILLALLOH MENJAMIN KITA MASUK SURGA DAN SUDAH ISLAM


Jika dilihat dari judulnya, mungkin banyak di antara kaum muslimin sendiri yang malas untuk membaca tulisan dengan judul ini. Karena menganggap bahwa masalah tauhid ini; anak kecil juga tahu kalau Allah subhanahu wa ta’ala itu Tuhan yang Satu (Esa), Dialah yang menciptakan alam semesta ini beserta segala isinya, jadi buat apa diperpanjang lebar?

Ketahuilah Bahwa Penghuni Surga Itu Sedikit

Yang jadi masalah adalah ketika penghuni surga jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah penghuni neraka sebagai mana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Allah berfirman: “Wahai Adam!” maka ia menjawab: “Labbaik wa sa’daik” kemudian Allah berfirman: “Keluarkanlah dari keturunanmu delegasi neraka!” maka Adam bertanya: “Ya Rabb, apakah itu delegasi neraka?” Allah berfirman: “Dari setiap 1000 orang 999 di neraka dan hanya 1 orang yang masuk surga.” Maka ketika itu para sahabat yang mendengar bergemuruh membicarakan hal tersebut. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah siapakah di antara kami yang menjadi satu orang tersebut?” Maka beliau bersabda: “Bergembiralah, karena kalian berada di dalam dua umat, tidaklah umat tersebut berbaur dengan umat yang lain melainkan akan memperbanyaknya, yaitu Ya’juj dan Ma’juj. Pada lafaz yang lain: “Dan tidaklah posisi kalian di antara manusia melainkan seperti rambut putih di kulit sapi yang hitam, atau seperti rambut hitam di kulit sapi yang putih.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Padahal kita ketahui bahwa kaum muslimin saat ini adalah hampir separuh penduduk dunia dan terus bertambah, sedangkan kaum kuffar di Eropa jumlahnya kian berkurang karena mereka ‘malas’ untuk menikah dan punya anak. Bahkan di antara negara-negara Eropa yang memberikan tunjangan agar penduduknya mau menikah dan punya anak.

Kabar yang sedikit menggembirakan kita adalah kenyataan bahwa Ya’juj dan Ma’juj yang akan keluar menjelang hari kiamat itu jumlahnya sangat banyak, hingga mampu meminum air danau thobariah hingga kering, sebagaimana dikabarkan dalam hadits yang shahih. Akan tetapi kita tidak mengetahui berapa perbandingan sebenarnya antara orang yang mengaku islam dengan orang-orang kafir. Sedangkan orang yang mengaku Islam dan mengucapkan kalimat syahadat belum tentu masuk surga. Sebab…

Mengucapkan Kalimat Syahadat Bukan Jaminan Masuk Surga

“Wah, ngawur anda !!” (berdasarkan hadits “Siapa yang mengucapkan laa ilaaha illallah akan masuk surga”). Mungkin itu komentar yang muncul, setelah membaca sub judul di atas. Akan tetapi yang kami maksudkan di sini adalah, bahwa hanya sekedar perkataan tidaklah bermanfaat bagi kita jika kita tidak memahami dan mengamalkan maknanya. Karena kaum munafik juga mengatakan kalimat tersebut, mereka juga sholat, puasa, mengeluarkan zakat, dan pergi haji seperti kaum muslimin yang lainnya. Akan tetapi, mengapa kaum munafik ditempatkan pada jurang neraka yang paling dasar? Allah berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An-Nisaa’: 145)

Yang lebih mengherankan, apa yang menyebabkan mereka tidak bisa menjawab 3 pertanyaan yang mudah (siapa Rabbmu? apa agamamu? dan siapa nabimu? di dalam kubur?).

Jawaban mereka adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Hah… hah… aku tidak tahu, aku mendengar orang mengatakan sesuatu, kemudian aku mengatakan hal tersebut.”

Pertanyaannya memang mudah, tetapi menjawabnya sangatlah sulit. Karena hati manusia di akhirat merupakan hasil dari perbuatannya di dunia. Jika di dunia dia meremehkan agamanya, maka dia tidak akan bisa mengatakan bahwa agamanya adalah Islam. Sekarang, jika kaum munafik yang mengucapkan syahadat kemudian mengamalkan sholat, puasa, zakat, dan haji, tidak dianggap telah mengamalkan makna syahadat, maka apa sih makna syahadat yang (harus kita amalkan) sebenarnya?

Makna Kalimat Syahadat “Laa Ilaaha Illallah”

Makna kalimat syahadat tersebut bukanlah pengakuan bahwa Allah adalah pencipta, pemberi rezeki dan pengatur seluruh alam semesta ini. Karena orang Yahudi dan Nasrani juga mengakuinya. Akan tetapi mereka tetap dikatakan kafir. Bahkan kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga meyakini hal tersebut. Sebagaimana difirmankan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam banyak ayat di Al Quran, di antaranya adalah:
Katakanlah (wahai Muhammad): “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (QS. Yunus: 31)

Bahkan kaum musyrikin tersebut mengatakan bahwa penyembahan mereka terhadap berhala-berhala yang merupakan patung orang-orang shalih itu adalah dengan tujuan untuk mendapatkan syafaat mereka dan kedekatan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala (sebagaimana para penyembah kuburan para wali di sebagian negeri kaum muslimin). Hal tersebut dinyatakan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala berikut:

Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (QS. Az-Zumar: 3)
Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan mudarat dan manfaat bagi mereka, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” (QS. Yunus: 18)

Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah.” (QS. Yusuf: 106)

Yaitu mengimani, bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah pencipta, pemberi rezeki dan pengatur alam semesta, akan tetapi mempersekutukan-Nya dalam peribadatan. Secara ringkas makna syahadat “Laa ilaaha illallah” adalah tidak ada sembahan yang haq (benar) kecuali Allah. Seorang yang bersaksi dengan kalimat tersebut harus meninggalkan pengabdian kepada selain Allah dan hanya beribadah kepada Allah saja secara lahir maupun batin. Sama saja, baik yang dijadikan sembahan selain Allah itu malaikat, nabi, wali, orang-orang shalih, matahari, bulan, bintang, batu, pohon, jin, patung dan gambar-gambar. Jika kita masih merasa tenang dengan menganggap diri kita adalah ahli tauhid serta memandang remeh untuk mendalami dan medakwahkannya maka perhatikanlah beberapa hal berikut:

Tujuan Penciptaan Jin dan Manusia Adalah Untuk Menauhidkan Allah


“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka (hanya) menyembahku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Seseorang tidaklah dianggap telah beribadah kepada Allah jika dia masih berbuat syirik, sebab amalan ibadah dari orang yang mempersekutukan Allah akan dihapuskan dan tidak bermanfaat sedikit pun di sisi Allah.


Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar: 65)

Karena tauhid adalah menunggalkan Allah dalam peribadatan, maka syirik membatalkan tauhid sebagaimana berhadats dapat membatalkan wudhu. Jika sholatnya orang yang berhadats tidaklah sah, dalam arti kata belum dianggap telah melakukan sholat sehingga harus diulangi, maka begitu pun syirik jika mencampuri tauhid, akan merusak tauhid tersebut dan membatalkannya.

Tauhid Merupakan Tujuan Diutusnya Para Rasul

Sebelumnya manusia adalah umat yang satu, berasal dari Nabi Adam ‘alaihissalam. Mereka beriman dan menyembah hanya kepada Allah saja. Kemudian datanglah syaitan menggoda manusia untuk mengada-adakan bid’ah dalam agama mereka. Bid’ah-bid’ah kecil yang semula dianggap remah saat generasi berganti generasi, bid’ahnya pun semakin menjadi. Hingga pada akhirnya menggelincirkan mereka kepada bid’ah yang sangat besar, yaitu kemusyrikan.

Iblis terbilang cukup ‘sabar’ dalam melancarkan aksinya selama sepuluh abad untuk menggelincirkan keturunan Adam ‘alaihissalam kepada kemusyrikan –sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu (lihat “Kisah Para Nabi”, Ibnu Katsir)– Hingga tatkala seluruhnya tenggelam dalam kemusyrikan, Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Nuh ‘alaihi salam.

Demikianlah, setiap kali kemusyrikan merajalela pada suatu kaum, maka Allah mengutus rasul-Nya untuk mengembalikan mereka kepada tauhid dan menjauhi syirik.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thoghut (sembahan selain Allah).” (QS. An Nahl: 36)

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: bahwa tidak ada sembahan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS. Al Anbiya: 25)

Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus, Allah subhanahu wa ta’ala tidak lagi mengutus rasul. Hal ini bukanlah dalil bahwa kemusyrikan tidak akan pernah terjadi lagi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagaimana dikatakan beberapa orang. Akan tetapi Allah subhanahu wa ta’ala menjamin bahwa akan senantiasa ada segolongan dari umat ini yang berada di atas tauhid dan mendakwahkannya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim.

Tauhid Adalah Kewajiban Pertama Bagi Manusia Dewasa dan Berakal

Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa mendahulukan perintah tauhid dan menjauhi syirik, sebelum memerintahkan yang lainnya dalam setiap firmannya di Al Quran.

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun. Dan berbuat baiklah pada kedua orang tua (ibu & bapak), karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabiil dan hamba sahayamu.” (QS. An Nisa: 36)

Pelanggaran Tauhid Adalah Keharaman Yang Terbesar

“Katakanlah: marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan suatu apapun dengan Dia, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. Al An’am: 151)

Allah mendahulukan penyebutan pengharaman syirik sebelum yang lainnya, karena keharaman syirik adalah yang terbesar.

Tauhid Harus Diajarkan Sejak Dini

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada Ibnu Abbas tentang tauhid sejak beliau masih kecil.
“Jika engkau hendak memohon, maka mintalah kepada Allah, jika engkau hendak memohon pertolongan, maka memohonlah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)

Tauhid Adalah Materi Dakwah Yang Pertama Kali Harus Di jelaskan pengertiannya

Saat mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah dakwah yang pertama kali engkau serukan kepada mereka adalah syahadat Laa ilaaha illallah (dalam riwayat lain disebutkan: agar mereka menauhidkan Allah).” (HR. Bukhari, Muslim)
buah dari kajian di atas adalah kesadaran 

pada orang “ngaji diri” diawali dengan mengajeni (menghargai) sesama / menghormati sesama kemudian dia diajini (dihargai)dan menjadilah aji soko, soko ajining diri, caranya kebersihan hati, dan cara diatas.
 ==========================================
 yang dimaksud ngaji diri adalah memahami diri pribadi baik secara lahir maupun secara bathin

itu pernyataan sepertinya bukan yang pertama yang harus dilakukan oleh kita kan karena sepengetahuan saya adalah tahu dulu siapa pencipta kita kan? ada yang awal dan ada yang akhir….
 ==========================================
 ma’rifat syareat thoriqot hakekat

mungkin itu yang saya maksud…
 adakah secara lahiriah tahapan yang lebih mendetail step demi step untuk sampai ngaji diri…kemudian ngaji lalaku dan lainnya?
 ==========================================
 untuk bisa ngaji diri sebenarnya susah susah gampang karena apa yang kita pelajari tidak jauh dari diri kita sendiri misalnya belajar tentang mengenali dan mengendalikan hawa nafsu pribadi , belajar jujur terhadap diri sendiri dan yang terpenting adalah terlepas dari rekayasa akal pikiran kita sendiri

apa dulu yang harus dilakukan? shalat dullu atau apa dulu..sehingga kita secara aqidah tidak tersesat, karena walaubagaimanapun parasit akidah akan selalu menempel?
 ==========================================
 mengenal Gusti Allah terlebih dahulu kemudian barulah menjalankan perintahNya lanjut kepada pembuktiaan akan kebenaran akan firman2xNya untuk sampai pada tahap keyakinan tertinggi yaitu Amarul yakin

dan bagaimana kita bisa tahu bahwa kita sdang melaksanakan suatu “lelaku” itu tidak terkena parasit aqidah?
 ==========================================
 gunakan akal sehat apakah apa yang kita lakukan itu bertentangan dengan firman Allah dan sabda Rosul ataukah tidak

intinya lihatlah perilaku Rosululloh SAW karena beliau adalah sebaik-baik contoh untuk kita semua.
 beliau tetap membumi dengan menjalankan syareatNya itulah sebaik baik contoh.
 Tunjukan yang umum dan simpan yang khusus hanya untuk kepentingan pribadi atau kalaupun akan dibicarakan, sebaiknya bicarakanlah dengan orang2x yang setaraf pengetahuannya agar tidak terjadi/timbul fitnah….
 inilah jalan yang diambil oleh Nabi kita dan para Wali yaitu menjalankan keumuman ( Syareat ) tanpa menunjukan kekhususan.
semoga selalu dalam bimbingan alloh 

RISALAH WALI RUSLAANI .. FII BAYAANI ILMU TAUHID


Segala puji hanya milik Dzat yang menyendiri dengan sifat wahdaniyyah (tunggal sifat, dzat, dan af’al), mengasing dengan sifat-sifat robbaaniyyah (ketuhanan). Sholawat dan salam semoga terlimpakan pada Nabi (Muhammad) sahabat, keluarga, dan pasukan (umat)nya. Dan setelah itu, kita kaji sesungguhnya ilmu TAUHID itu ilmu adalah Ilmu yang paling mulia di antara ilmu-ilmu yang lain, bahkan yang termulia.
 Dari salah satu yang mencukupi dalam pembhasannya adalah ar-Risalah al-Ruslaaniyah (Sepucuk Surat dari Ruslan) karangan Imam al-‘Arif billah Ruslan al-Dimasyqi (Damaskus).

Semoga Allah bersihkan dosanya dan menjadikan sorga sebagai tempat tinggalnya. Ketika adanya ar-Risalah al-Ruslaniyah adalah sebaik-baik kitab dalam ilmu TAUHID yang telah di tulis, dan yang sangat berbobot dari semua karangan yang berbobot yang telah di susun, maka aku mohon petunjuk kepada Allah agar al-faqir di beri kemampuan & kefahaman untuk memberi komentar (syarah) dalam mengurai kalimat-kalimatnya dan mencapai kehendak maksudnya.


Dan Alfaqir menamai komentar (syarah) itu dengan nama fathur rohman (Kemenangan dari Yang Maha Pengasih) sebagai syarah (komentar) atas risalah al-wali Ruslani. Ketahuliah, sesungguhnya ilmu TAUHID itu (wajib) di cari, Allah berfirman, “fa’lam annahu laa ilaha illallah” (maka ketahuilah, bahwa tidak Tuhan selain Allah), firman Allah tersebut menetapkan ketiadaan syirik.

Syirik itu dua macam: Dhohir, jali (jelas dan terang), syech imam al-Ghozali dan yang lain, telah menjelaskan tentang syirik dhohir dan jali serta menjelaskan bagian-bagianya, dan Bathin, khofi (samar), yaitu pengusaan (akwan-semesta alam) seluruh keadaan pada hati sehingga menghalangi pertolongan dari alam ghaib (Allah swt). Itu menjadikan syirik khofi (syirik samar) jauh dari hadirat suci dengan tanda-tanda panca indera. Penyusun (Wali Ruslan) telah mengingatkan hal itu dengan kalimatnya : keseluruhanmu (mahluk), wahai orang yang jauh dzat, sifat, dan fi’ilnya itu syirik khofi (syirik samar).

Tempat tumbuhnya itu adalah prasangka dan hayalan (wahmun / angan-angan daya cipta aqal). Prasangka dan hayalan itu menumbuhkan yang lainnya, seperti pangkat dan kedudukan yang hilang sirna. Ketika yang lain itu sirna darimu, maka nyata dengan ilmu ilahiyah (ilmu ketuhanan) akan TAUHIDmu yang menghilangkan dua macam syirik yang menetapi prasangka dan hayal. 

Tidak tampak, yaitu (tidak) jelas, tauhidmu bagimu kecuali dengan (cara) kamu keluar dari dirimu (sendiri) dan dari aghyar (yang selain Allah), yaitu dengan pandanganmu pada aghyar (yang selain Allah) semuanya itu dari Allah, Allah-lah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat.



والله خلقكم وما تعملون


Penyandaran ilmu serta amalmu pada dirimu sendiri itu penyandaran pengusahaan, dan penyandaran ilmu & amalmu pada Allah swt itu sah sebagai penciptaan. Allah-lah yang menciptakan dan kamu-lah yang mengusahakan, untuk di beri pahala atau di siksa.

Sewaktu kamu mampu melepaskan diri dengan keluar dari semua itu, maka tanpak nyata bagimu, sesungguhnya Dia Ta’ala Yang menciptakan maujud (yang berada), bukan dirimu. Ketika kamu tidak menyaksikan selain-Nya Ta’ala, maka kamu telah menunggalkan-Nya dengan senyatanya (haqiqotan). Syuhud (penyaksian) ini terkadang (agak) lama, (akan tetapi) hal itu jarang (terjadi). Dan terkadang (terjadi) bagaikan petir yang menyambar (sekejap). Ketika terbuka nyata bagimu hal itu bagimu, maka kamu (akan) mengerti, sesungguhnya syuhud (kenyataan) mu bagimu itu (suatu) dosa (yang) kamu memohon ampunan darimu.

Maksudnya, dari syuhud (kenyataan) mu bagimu dengan melepaskanmu dari semua itu (akan) terbuka bagimu ilmu tauhid, TAUHID dzati, TAUHID sifati, dan TAUHID fi’li.
Saat kamu temukan satu warna (macam) dari tauhid itu nyata syirik bagimu dalam perlawanannya dari yang menyerupai-Nya kepada makhluk, itu maqom pisah, maka kamu akan temukan pada setiap saat dan masa, bahkan setiap nafas (suatu) tauhid, bahwa sesungguhnya Dia Yang Maha Membuat Yang Maha Ada, dan iman, maksudnya membenarkan hal itu hingga sampai menjadi sempurna keyakinanmu. Dan ketika kamu naik dari maqom farqi (kedudukan ter pisah) pada maqom jama’i  (kedudukan bareng /kumpul), maka (semakin) bertambahlah  keyaqinan IMANmu,

sebagaimana perkataan Wali Ruslan:
Ketika kamu keluar, dirimu, dari memandang diri, maksudnya, dari pandanganmu pada tauhidmu. Dalam naskah lain, minkum (dari mereka). Maksudnya dari semua makhluk, maka (semakin) bertambahlah imanmu. Maksudnya pembenaranmu dalam maqom kasyaf (kedudukan terbuka) dan mu’ayanah (maqom nyata), karena keluar dari salah satu dua yang berlawanan itu masuk pada yang lainnya. Dan ketika kamu keluar dari dirimu, maka bertambahlah keyakinanmu. Dalam satu naskah yang lain, qowiyyu yaqinuka, kuatnya yakinmu, dengan sifat wahdaniyyah (sifat ketunggalan Allah), karena masalah yang berada padamu itu lebih sempurna dari tu di lain dirimu. Semua ini adalah martabat al-shidiqin (urut-urutan orang-orang yang benar). 

TAUHID & PEMBAGIANNYA

Tauhid

TAUHID 

Ajaran Islam menekankan bahwa di antara persoalan-persoalan paling penting dalam kaitannya dengan ma'rifatullah atau mengenal Allah ialah pengetahuan akan tauhid dan keesaan Tuhan. Tauhid tidak hanya merupakan salah satu prinsip agama, tapi ia adalah ruh dan jiwa seluruh ajaran Islam. Bahkan dengan tegas dapat dikatakan bahwa seluruh ajaran Islam, baik pokok-pokok ajarannya (ushuluddin), maupun cabang-cabangnya (furu'), mengkristal dalam tauhid. Seluruhnya dikaitkan dengan tauhid dan keesaan: keesaan zat Yang Mahasuci, keesaan sifat-sifat dan perbuatan-Nya, bahkan keesaan (baca kesatuan) misi para nabi, agama Ilahi, kiblat-kitab, hukum, dan peraturan Tuhan bagi seluruh umat manusia. Demikian pula persatuan kaum Muslimin dan hari kebangkitan.

Oleh karena itulah, maka setiap penyimpangan dari tauhid dan kecondongan ke arah syirik dianggap oleh Alquran sebagai dosa yang tak terampuni.
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni jika Dia disekutukan, tapi mengampuni selain itu, bagi yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa menyekutukan Allah sungguh telah melakukan dosa besar. (Q. S. al-Nisa': 48)

Pada ayat lain dikatakan :
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu bahwa jika engkau menyekutukan Tuhan niscaya amalmu akan terhapus dan masuk dalam golongan orang-orang rugi. (S. Q. al-Zumar: 65)

ALLOH MENURUT AJARAN ISLAM

1. Allah Yang Mahakuasa dan Mahatinggi

Ajaran Islam mengajarkan bahwa Allah swt adalah pencipta alam semesta. Kebesaran, ilmu, dan kekuasaan-Nya tampak dengan jelas pada seluruh jagad raya: dalam diri manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, bintang-bintang di langit, alam metafisik nan mahatinggi, dan di mana saja.
Dalam memahami Tauhid semakin mengamati rahasia alam semesta, maka manusia akan semakin menyadari kebesaran, keluasan ilmu, dan kekuasaan-Nya. Dalam pada itu, semakin ilmu pengetahuan manusia berkembang, maka pintu-pintu baru ilmu dan hikmat-Nya semakin terbuka. Dengan demikian kecintaan dan kedekatan kepada-Nya semakin bertambah, maka manusia akan diliputi oleh cahaya jalal dan jamal-Nya. Allah berfirman:

اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ

"Allah, tidak ada Ilah (yang berhak disembah), melainkan Dia. Yang hidup kekal, lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya." – (QS.3:2) Al-imron

هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الأرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

"Dialah yang membentuk (tubuh) kamu dalam rahim, sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Ilah (yang berhak disembah), melainkan Dia, Yang Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana." – (QS.3:6) al-imron

وَفِي الأرْضِ آيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ

وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلا تُبْصِرُونَ

Dan di bumi ada tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang yakin. Juga di diri kamu sendiri. Apakah kamu tidak melihat? (Q. S. al-Zariyat 20-21)

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ

"Sesungguhnya, orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman." – (QS al-imron.3:68) 

وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

"Bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya, ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." – (QS.3:101)


Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi dan pada perselisihan malam dan siang ada tanda-tanda kebesaran Tuhan bagi orang-orang yang berpikir, yaitu orang-orang yang mengingat Allah saat berdiri, duduk, atau berbaring, dan bertafakkur tentang penciptaan langit dan bumi. (Mereka berkata:) Tuhan Kami! Engkau tidak ciptakan ini sia-sia. (Q. S.: 190-191)

2. Sifat Jamal dan Jalal-Nya

Ajaran Islam mengajarkan bahwa Allah swt bersih dari segala cela dan kekurangan. Ia bersifat dengan segala sifat kesempurnaan. Bahkan Ia adalah kesempurnaan itu sendiri dan mutlak sempurna, al-mutlaq al-kamal wa kamal al-mutlaq. Dengan kata lain, seluruh kesempurnaan dan keindahan yang ada di alam semesta ini berasal dari diri-Nya Yang Maha Suci.

لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

"Kalau sekiranya kami menurunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah, disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia, supaya mereka berpikir." – (QS al-hasyr.59:21)

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ

"Dia-lah Allah Yang tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah, lagi Maha Penyayang." – (QS.59:22)

هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ

"Dia-lah Allah Yang tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Maha Suci Allah, dari apa yang mereka persekutukan." – (QS.59:23)

هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

"Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih Kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana." – (QS.59:24)

Apa yang disebutkan pada ayat di atas adalah sebagian dari sifat-sifat jamal dan Jalal-Nya.
  Juga Allah adalah dzat Yang Tak Terbatas dari segala sisi: ilmu, kekuasaan, kehidupan abadi, dan sebagainya. Oleh karena itu, Ia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, karena keduanya terbatas. Tetapi pada waktu yang sama, hadir di setiap ruang dan waktu karena Ia berada di atas keduanya.

وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَهٌ وَفِي الأرْضِ إِلَهٌ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ

Dan Dialah yang di langit adalah tuhan dan di bumi juga tuhan. Dia Maha bijaksana lagi Maha mengetahui. 
(Q. S. al-Zukhruf: 84)

هُوَ الأوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

"Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." – (QS.57:3)

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الأرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

"Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy, dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, dan apa yang ke luar darinya, dan apa yang turun dari langit, dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat, apa yang kamu kerjakan." – (QS.57:4)

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

Ya, memang Dia lebih dekat kepada kita dari pada kita kepada diri kita sendiri. Bahkan Dia ada di dalam diri kita dan di mana saja, tapi pada saat yang sama tidak menempati ruang.
Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya sendiri (Q. S. Qaf: 16)

Ada pun ayat-ayat semacam

Ia adalah pemilik singgasana lagi Mahamulia (Q. S. al-Buruj: 15)

atau ayat:

Tuhan Yang Mahapengasih bersemayam di atas singgasana (Q. S. al-Baqarah: 255)

sama sekali tidak menunjukkan bahwa Allah menempati ruang tertentu, karena maksud dari kata arasy atau singgasana dalam ayat ini bukan dalam pengertian pisik, melainkan bahwa kekuasaan-Nya mencakup alam fisik dan metafisik sekaligus. Dalam pada itu, jika kita katakan bahwa Allah menempati ruang, maka sesungguhnya kita telah membatasi-Nya dan memberi-Nya sifat makhluk sehingga tak ubahnya seperti makhluk padahal Tidak ada satu pun yang serupa dengan-Nya (Q. S. al-Syura: 11)

dan Tidak ada satu pun yang menyamai-Nya. (Q. S. al-Tauhid: 4)

3. Allah Bukan Jasmani dan Tidak Dapat Dilihat

Allah SWT tidak dapat dilihat dengan kasat mata, sebab sesuatu yang dapat dilihat dengan kasat mata adalah jasmani dan memerlukan ruang, warna, bentuk, dan arah, padahal semua itu adalah sifat-sifat makhluk, sedangkan Allah jauh dari segala sifat-sifat makhluk-Nya. Oleh karena itu, meyakini bahwa Allah dapat dilihat dapat membawa kepada kemusyrikan.

لا تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Dia tidak dapat dijangkau oleh penglihatan sedang Dia menjangkau penglihatan, dan Dia Maha halus lagi Mahatahu. (Q. S. al-An'am: 103)

ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لا إِلَهَ إِلا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

"Demikian itu ialah (sifat) Allah Rabb-kamu; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu." – (QS.6:102)

  Dalam pada itu, ketika Bani Israil menuntut Nabi Musa as agar mereka dapat melihat Allah sebagai syarat keimanan mereka dengan mengatakan:

وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ

"Dan (ingatlah), ketika kamu (Bani Israel) berkata: 'Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu, sebelum kami melihat Allah dengan terang', karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikan-nya." – (QS.2:55)

َلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ

Musa membawa mereka ke bukit Tur dan menyampaikan permintaan mereka kepada Allah. Tapi malah mendapat jawaban dari Allah:

Sekali-kali engkau tidak akan melihatku. Tapi lihatlah gunung itu. Jika ia masih berada di tempatnya maka engkau akan melihatku. Maka tatkala Tuhannya bertajalli, menampakkan diri, bagi gunung itu, gunung itu hancur lebur dan Musa jatuh pingsan. Ketika ia siuman, ia berkata: "Mahasuci Engkau. Aku kembali pada-Mu, dan aku orang pertama yang beriman. (Q. S. al-A'raf: 143)

Ini menunjukkan bahwa Allah mutlak tidak dapat dilihat.

  Adapun adanya beberapa ayat atau pun riwayat yang menengarai adanya kemungkinan melihat Allah, maka yang dimaksud bukan melihat-Nya secara kasat mata, tapi melalui penglihatan batin atau mata hati, sebab Al-qur'an tidak saling bertentangan, tapi justeru saling menafsirkan, Al-qur'an yufassiru ba'dhuhu ba'dhon.

ما رأيت شيأ الا رأيت الله فيه 

aku tidak melihat sesuatu kecuali melihat alloh di dalamnya 

Karena itu, ketika seseorang bertanya kepada Amirul-mukminin, Ali Ibn Abi Talib: "Apakah engkau pernah melihat tuhanmu?" Amirul-mukminin menjawab: "Bagaimana aku bisa menyembah Tuhan yang tidak kulihat?" Tapi buru-buru Amirul-mukminin menyempurnakan kalimatnya: "Tapi Ia tidak dapat dilihat oleh mata. Ia hanya dapat dijangkau oleh kekuatan hati yang penuh dengan iman." (Nahjul-balaghah: khutbah 179)

Dalam hal ini memberikan sifat-sifat makhluk kepada Allah seperti ruang, arah, fisik, atau dapat dilihat akan membuat seseorang tidak dapat mengenal Allah dan dapat membawa kepada kemusyrikan.
Mahasuci Allah dari sifat-sifat makhluk. Sesungguhnya Ia tidak serupa dengan apa pun.


Macam-macam Tauhid

Tauhid dalam ajaran Islam memiliki bagian-bagian, antara lain empat hal berikut:

1) Tauhid dzat

Yaitu bahwa zat Allah itu esa. Tidak ada yang serupa dengan-Nya. Tidak ada tandingan dan tidak ada yang menyamai-Nya.

2) Tauhid Sifat

Yaitu bahwa sifat-sifat seperti ilmu, kuasa, keabadian dan sebagainya menyatu dalam zat-Nya, bahkan adalah zat-Nya sendiri. Sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat-sifat makhluk, yang masing-masing berdiri sendiri dan terpisah dari yang lainnya.
Hanya saja, untuk menyelami hakikat kesatuan zat dan sifat-sifat-Nya ini menuntut kejelian dan kedalaman berpikir.

3) Tauhid Af'al atau Perbuatan

Yaitu bahwa segala perbuatan, gerak, dan wujud apapun pada alam semesta ini bersumber dari keinginan dan kehendak-Nya.

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

Allah adalah pencipta segala sesuatu dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu (Q. S. al-Zumar: 62)

لَهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

"Kepunyaan-Nya-lah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi." – (QS.39:63)

Memang, tidak ada yang menentukan dalam wujud, alam semesta ini, kecuali Allah. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa manusia terpaksa dalam perbuatan-perbuatannya, diterminisme. Sama sekali tidak. Manusia justeru bebas memilih dan mengambil keputusan-keputusan.

Sesungguhnya Kami telah memberikan petunjuk kepada manusia. Ada yang bersyukur dan ada pula yang ingkar. 
Sesungguhnya manusia tidak mendapatkan apa-apa kecuali apa yang telah diusahakannya."

Kedua ayat di atas dengan tegas menjelaskan bahwa manusia bebas dalam kehendaknya, free will. Akan tetapi karena kebebasan dan kemampuan manusia untuk mengerjakan sesuatu datangnya dari Allah, maka perbuatan-perbuatan manusia disandarkan kepada Allah, namun tanpa sedikitpnu mengurangi tanggungjawab manusia terhadapnya.

Memang Tuhan yang telah menghendaki manusia bebas dalam perbuatan-perbuatannya, karena Ia ingin menguji dan membawa manusia ke jalan kesempurnaan. Sebab manusia tidak akan mencapai kesempurnaan kecuali dengan kebebasan berkehendak, free will, dan mengikuti jalan kebenaran melalui pilihannya sendiri; itu karena perbuatan yang dipaksakan dan diluar kemauan seseorang tidak menggambarkan apakah ia baik atau buruk.

إِنَّ هَذِهِ تَذْكِرَةٌ فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلا

Sesungguhnya (ayat-ayat) ini adalah suatu peringatan, maka barangsiapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya), niscaya dia mengambil jalan kepada Rabb-nya." – (QS al-insan.76:29)

وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana." – (QS.76:30)

Jika manusia terpaksa dalam perbuatan-perbuatannya, maka tidak ada artinya pengutusan para nabi, turunnya kitab-kitab samawi, ajaran agama, pengajaran, pendidikan, dan sebagainya. Demikian pula tidak ada artinya pahala dan azab Tuhan.
  Inilah yang diajarkan madrasah-madrasah ahlillah bahwa tidak jabr, mutlak terpaksa, dan tidak pula tafwidh, bebas mutlak, tapi di antara keduanya.

4) Tauhid Ibadah

Yaitu bahwa ibadah hanya ditujukan kepada Allah swt semata dan tidak ada yang patut disembah kecuali Allah swt. Sub Tauhid Ibadah ini adalah sub tauhid yang paling utama dan yang paling mendapat perhatian para nabi.

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Sesungguhnya mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah, semata-mata taat kepada-Nya, hanif, lurus dan bersih, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus. (Q. S. al-Bayyinah: 5)

Dalam pada itu, tauhid seseorang akan semakin dalam jika ia menempuh tahapan-tahapan perjalanan kesempurnaan akhlak dan irfan sehingga akan mencapai suatu kedudukan atau maqam, dimana hatinya hanya terpaut pada Allah swt, selalu mencari-Nya kapan dan dimana pun, tidak memikirkan apa-apa kecuali Dia, dan selalu sibuk dengan-Nya

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk." – (QS.98:7)

Dalam hal ini tauhid tidak hanya terbatas pada empat macam yang kami sebutkan di atas, tapi masih ada yang lainnya, seperti tauhid kepemilikan, tauhid milkiyyah,

Apa yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah.( Q. S. al-Baqarah: 284)

5) tauhid keputusan, tauhid hakimiyyah,

Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang telah diturunkan Allah maka sesungguhnya mereka adalah orang-orang kafir. (S. Q. al-Maidah: 44)

Mukjizat Para Nabi Seizin Allah

Melalui tauhid af'al, tauhid perbuatan, akan semakin menegaskan kebenaran bahwa mukjizat para nabi dan peristiwa-peristiwa luar biasa pada alam terjadi karena izin Allah swt, sebagaimana dilansir Alquran dalam kisah Isa as:

Dan engkau menyembuhkan penderita buta sejak lahir dan penderita belang dengan izin-Ku, dan ingatlah ketika engkau menghidupkan oranh mati.

Atau dalam kisah salah seorang Nabi Sulaiman

قَالَ الَّذِي عِنْدَهُ عِلْمٌ مِنَ الْكِتَابِ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْكَ طَرْفُكَ فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

Berkatalah orang yang memilki ilmu dari al-Kitab: "Aku akan mendatangkannya kepadamu sebelum mata berkedip. Maka tatkala Sulaiman melihatnya sudah berada di hadapannya, ia berkata: "Ini merupakan karunia Tuhanku". (Q.S. al-Naml: 40)

Dengan demikian, menisbahkan penyembuhan penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau penghidupan orang mati kepada Nabi Isa as, dengan izin Allah, tidak bertentangan dengan tauhid, bahkan itulah tauhid itu sendiri.

Malaikat

  Ajaran Islam mengajarkan bahwa malaikat itu ada dan masing-masing menerima tugas khusus. Ada yang bertugas menyampaikan wahyu kepada para nabi. Ada yang mencatat amal perbuatan manusia, mencabut nyawa, membantu orang-orang beriman yang istiqamah, membantu kaum mukminin yang berada di medan perang, menghukum para pembangkang, dan sebagainya yang berhubungan dengan alam semesta ini. Adanya tugas-tugas malaikat itu sama sekali tidak menyalahi prinsip tauhid perbuatan, tauhid af'al, atau tauhid pemeliharaan,Malah sebaliknya, justeru mendukung tauhid, karena semuanya dengan izin Allah, kekuatan-Nya, dan atas perintah-Nya.

Dari sini dapat dilihat bahwa adanya syafaat para nabi, imam, dan malaikat sama sekali tidak bertentangan dengan tauhid, bahkan adalah tauhid itu sendiri, sebab terjadi seizin-Nya. Tidak ada yang memberi syafaat kecuali setelah mendapat izin-Nya

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الأمْرَ مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلا تَذَكَّرُون


."Sesungguhnya Rabb-kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy (kedudukan) untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafaat, kecuali sesudah ada keijinan-Nya. Yang demikian itulah Allah, Rabb-kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran." – (QS.10:3) (Q. S. Yunus: 3)

Ibadah Hanya untuk Dia

Ibadah hanya untuk Allah swt semata, sebagaimana telah disinggung dalam pembahasan Tauhid Ibadah. Oleh karena itu, barangsiapa menyembah selain Allah, dia adalah musyrik.
Inilah pula misi para nabi, sebagaimana banyak dikutip Alquran dari lisan para nabi.

Sembahlah Allah semata. Kamu tidak mempunyai tuhan selain Dia. (; Lihat misalnya pada Al-A'raf: 59, 65, 73, 85, dsb)

Dalam shalat-shalat ketika membaca surat al-Fatihah, selalu mengulang-ulangi perinsip ini melalui ayat :
Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu pula kami memohon pertolongan. (Q. S. al-Fatihah: 5)

Dengan demikian, jelas bahwa meyakini adanya syafaat para nabi dan para malaikat atas izin Allah, sebagaimana disebutkan dalam Alquran, bukan merupakan perbuatan menyembah atau beribadah kepada mereka. Sama sekali tidak. Demikian pula bertawassul kepada para nabi, sama sekali tidak dapat digolongkan sebagai ibadah kepada mereka, dan sama sekali tidak bertentangan dengan tauhid perbuatan atau tauhid ibadah, sebab yang dilakukan hanyalah meminta kepada mereka agar memohon kepada Allah supaya mengatasi kesulitan yang dihadapinya. Pembahasan mengenai ini akan diuraikan pada kajian

Nubuwah.

dzat Tuhan Tidak Dapat Dijangkau

  Walaupun jejak-jejak wujud alloh swt begitu banyaknya di alam semesta ini, namun tidak seorang pun yang mengetahui hakikat Allah yang sebenarnya atau dapat menjangkau-Nya, sebab dzat Tuhan tak terbatas, sedangkan manusia, dari sisi apa pun, terbatas dan berujung. Oleh karena itu, manusia tidak dapat menjangkau-Nya, tapi Dia menjangkau segala sesuatu.

Ketahuilah! Sesungghnya Dia menjangkau segala sesuatu. (Q. S. Fussilat: 54)
Dan Sesungguhnya Allah menjangkau mereka semua. (Q. S. al-Buruj: 20)

Dalam sebuah hadits Nabi bahkan disebutkan:
Kami tidak menyembah-Mu sebagaimana seharusnya dan kami tidak mengetahui-Mu sebenar-benarnya pengetahuan. (Bihar al-Anwar: 68:23)

  Namun ini tidak berarti bahwa ketika manusia tidak dapat mengetahui hakikat Allah secara detil, berarti manusia juga tidak dapat mengetahui hakikat-Nya secara umum, ilm ijmali (keseluruhan), sehingga harus meninggalkan upayanya untuk mengenal-Nya dan cukup puas dengan melapalkan lapal-lapal yang ia sendiri tidak memahaminya. Sama sekali tidak demikian, karena hal ini dapat menghambat manusia untuk mengenal Allah, sesuatu yang tidak dapat di terima dan tidak pula diyakini, karena Alquran dan kitab-kitab suci lainnya justeru turun untuk memperkenalkan Allah, sehingga manusia dapat mengenal-Nya.
Dalam hal ini, banyak hal yang dapat dijadikan contoh, misalnya ruh. Manusia tidak mengetahui apa hakikat ruh sebenarnya, tapi ia dapat mengetahui secara umum bahwa ruh itu ada dan dilihat tanda-tandanya.

Al-Imam Muhammad Al-Baqir dalam salah satu haditsnya mengatakan:

Setiap kali kamu menggambarkan Tuhan dengan pikiranmu yang paling dalam sekalipun, tetap saja itu adalah makhluk dan ciptaan seperti kamu, yang dikembalikan kepadamu. (Bihar al-Anwar 66: 293)
Dalam hadits lain, dengan redaksi yang sangat indah dan jelas,

Imam Ali as telah menjelaskan cara mengenal Allah. Imam berkata:

Allah tidak memberitahu akal bagaimana cara menjangkau sifat-sifat-Nya, tapi pada saat yang sama tidak menghalangi akal untuk mengetahui-Nya. (Nahjul-balaghah: khutbah 49)

Tidak Ta'til dan Tidak Pula Tasybih

Dalam ajaran Islam menyakini bahwa ta'til ma'rifatullah atau anggapan tidak ada jalan untuk mengenal Allah dan sifat-sifat-Nya adalah pendirian yang keliru. Demikian pula tasybih atau menyamakan Allah dengan makhluk-Nya. Bahkan tasybih adalah perbuatan yang sesat dan syirik. Dengan kata lain, tidak dapat mengatakan bahwa Allah sama sekali tidak dapat diketahui dan jalan untuk mengenal-Nya tertutup. Demikian pula tidak dapat mengatakan bahwa Allah mempunyai keserupaan dengan mahkluk-Nya. Kedua jalan pikiran ini berlebih-lebihan, ifrath dan tafrith.

RISALAH SINGKAT PENGHULU 'ARIF & AHLI SALIK IMAM MUHAMMAD BAQIR RA

Imam Muhammad Baqir pimpinan para Arif dan Ahli Salik
Ibnu Hajar seorang ulama sunni berkata,'' Muhammad Baqir merupakan pembedah harta keilmuan yang tersimpan, dia memaparkan hakikat-hakikat tersembunyi hukum-hukum, hikmah dan rahasia keilmuan. Berbagai rahasia keilmuan yang tidak ada kemungkinan untuk dibeber masa-masa sebelumnya telah dipaparkan pada masa beliau dengan jelas, karena alasan-alasan itu maka dia disebut sebagai Baqirul Ulum (sang pembedah ilmu) dan sang pionir pengetahuan. Abdullah bin Atha, seorang pembesar ulama sunni lainnya berkata, '' Aku tidak pernah melihat para ulama terlihat kecil dalam sebuah pertemuan
kecuali ketika mereka bersama Muhammad bin Ali Al Baqir''




Imam Muhammad AlBaqir lahir pada awal bulan Rajab di kota Madinah tahun 57 HQ. Orang tua beliau adalah Husain bin Ali sedang ibu beliau adalah Fathimah yang lebih dikenal sebagai Umi Abdillah salah seorang putri dari Imam Hasan AlMujtaba. Jadi beliau memiliki dua orang tua yang berasal dari Bani Hasyim. Imam Baqir shahid pada hari senin tanggal 7 dzulhijjah tahun 114 HQ pada umur 57 tahun, atas perintah Hisyam bin Abdul Malik seorang penguasa Umawiyah ahirnya beliau merengkuh syahadah karena diracuni. Beliau dimakamkan di Madinah di pekuburan Baqi.

Imam Baqir adalah salah seorang anak kecil yang ditahan pada peristiwa yang menimpa kakeknya di Karbala, pada waktu itu beliau masih berusia tiga tahun lebih tiga bulan. Semasa hidup beliau terkenal dengan keilmuan, ketaqwaan dan kesucian batinnya. Beliau terhitung sebagai tempat rujukan untuk memecahkan masalah keilmuan bagi umat Islam. Keberadaan Imam Muhammad Baqir merupakan pioner penabuh genderang yang membangunkan umat dari tidur panjang kelalaian. Karena beliau dikenal masyarakat sebagai tanda-tanda anak dari orang yang telah mempersembahkan jiwa raga demi utuhnya agama Islam disaat terjadi puncaknya penyimpangan atas nama agama Islam, penyimpangan yang hampir saja memusnahkan agama Islam. Imam Baqir juga berupaya menyampaikan dakwah yang berpusat di medan Karbala, sehingga masyarakat menjadi tahu atas apa yang sebenarnya terjadi.

Pada musim haji ribuan umat Islam baik dari Irak maupun Khurosan, berbondong minta fatwa beliau dan menanyakan berbagai masalah yang mereka miliki. Hisyam bin Abdul Malik ketika dia memandang Imam Baqir dan bertanya siapakah dia, pada dia orang-orang berkata dia adalah orang yang telah membuat masyarakat Kufah takjub, dia adalah Imam dari Irak. Para fukaha besar hauzah pusat pemikiran dan keilmuan menjadikan dia sebagai tempat merujuk ketika mereka menemui permasalahan yang sulit dipecahkan. Sudah begitu banyak dialog dialog dilakukan dengan Imam Baqir dan beliau dipojokkan dengan pertanyaan yang sulit dan dalam keadaan genting dihadapan pandangan masyarakat yang turut hadir, bukannya kalah dalam dialog melainkan justru beliau malah berhasil membuat mereka terkesima. Beliau mampu memberikan jawaban cerdas, ilmiah, dengan dalil jelas, kuat dan bisa diterima para penanya yang berusaha memojokkan beliau.

Hauzah ilmiah beliau merupakan tempat mendidik ratusan ilmuwan dan ahli hadis, hauzah itu merupakan tempat yang penting (dalam dunia Islam). Jabir Ja’fi berkata,” Abu Ja’far telah meriwayatkan tujuh puluh ribu hadis padaku” Muhammad bin Muslim berkata,” ketika ada suatu masalah yang terasa sulit dipecahkan aku tanyakan hal itu pada Abu Ja’far, hingga aku dapatkan tiga puluh ribu hadis dari pertanyaan-pertanyaanku itu.” Imam Muhammad Baqir ketika menyifati syiahnya berkata,” Begitulah Syiah kami dan syiah Ali, mereka mengikuti kami dengan totalitas jiwa dan raga tanpa ada riya sedikitpun, dan demi menjaga dan menghidupkan agama mereka selalu melindungi kami, ketika mereka marah tidak ada kerugian yang timbul darinya dan ketika mereka sedih mereka tidak berlarut-larut dalam kesedihannya itu. Siapapun yang menjadi tetangga mereka akan mendapat berkah, ketika ada yang bermasalah dengan mereka, mereka berupaya mencari jalan pemecahan damai. Dan syiah kami adalah orang yang taat pada Allah swt.”

Imam Baqir as dihadapan Penguasa Zalim


Imam Baqir hidup semasa dengan lima orang khalifah bani Umayah yaitu Walid bin Abdul Malik, Sulaiman bin Abdul Malik, Sulaiman bin abdul Aziz, Yazid bin abdul Malik, dan Hisyam bin Abdul Malik. Semua khalifah ini adalah orang sombong dan takabur kecuali khalifah Umar bin Abdul Aziz, mereka senantiasa mengganggu dan mempersulit Imam Baqir as. Pada masa-masa itu beliau memiliki kesempatan untuk menyebarkan ilmu yang lebih luas, lebih dari itu beliau juga telah meletakkan pondasi awal pembentukkan universitas Islam pada masa keimamahan beliau, usaha yang kemudian dilanjutkan dan diselesaikan pada zaman putra beliau yang bernama Ja’far As Shodiq as. Metodologi dakwah yang diaplikasikan oleh Imam pendahulu beliau yaitu Imam Baqir dan Imam Sajad as dilakukan secara sembunyi-sembunyi dengan metodologi dakwah bawah tanah, karena menggunakan metode ini maka tidak ada yang mengetahui dakwah yang mereka lancarkan. Namun, walau sudah dilakukan dengan sembunyi-sembunyi tetap saja bisa bocor, mengetahui itu khalifah menjadi marah besar dan akhirnya mereka dibuang dan diasingkan agar tidak bisa berhubungan dengan masyarakat.

Pada ahirnya tahun 114 H Imam Baqir as yang menjadi sumber kemarahan khalifah Hisyam bin Abdul Malik diracuni dan beliau merengkuh syahadah dengan perantara pembantu yang berkhianat pada beliau. Jenazah orang besar ini dimakamkan dekat dengan kuburan orang tua beliau di pekuburan Baqi.

Keutamaan dan Keilmuan Imam Muhammad Baqir As


Semasa hidup beliau mengabdikan diri dengan menyebarkan ilmu Islam dan mendidik para murid beliau, beliau mengajarkan masalah pengenalan agama Islam, fikih, dan hukum Islam. Selain itu beliau juga menyiapkan diri untuk menjadi tempat rujukan masyarakat dalam mencari pemecahan masalah dalam berbagai hal. Beberapa murid beliau diantaranya : Muhammad bin muslim, Zurarah bin Ain, Abu Nashir, Hisyam bin Salim, Jabir bin yazid, Hamron bin Ain, dan Barid bin Muawiyah Al Ajali. Berkat beliau terjadi capaian keilmuan sebegitu rupa sehingga beliau pun disebut sebagai Baqirul Ulum ( pemecah keilmuan). Seorang ulama besar sunni Ibnu Hajar Al Haitami terkait Imam Baqir menulis, ''Muhammad Baqir merupakan pembedah harta keilmuan yang tersimpan dia memaparkan hakikat-hakikat tersembunyi hukum-hukum, hikmah dan rahasia keilmuan. Berbagai rahasia keilmuan yang tidak ada kemungkinan untuk dibeber pada masa-masa sebelumnya telah dipaparkan pada masa beliau dengan jelas, karena alasan-alasan itu maka dia disebut sebagai Baqirul Ulum (sang pembedah ilmu) dan sang pionir pengetahuan” Abdullah bin Atha, seorang pembesar ulama suni lainnya berkata,'' Aku tidak pernah melihat para ulama terlihat kecil dalam sebuah pertemuan kecuali ketika mereka bersama Muhammad bin Ali AlBaqir''. Dalam ceramahnya Imam Baqir lebih sering mengungkapkan dalil atas ucapannya dari Qur’an dan menyatakan diri sebagai saksi(hujjah) atas kalam Allah swt. Beliau berkata, “ Atas semua yang aku sampaikan tanyakanlah padaku dimana pembahasan itu ada dalam Qur’an, aku akan jelaskan ayat yang berhubungan dengannya.”

Sembilan Panah pada Jantung Hisyam


Terjadi peristiwa menarik yang penuh hikmah. Peristiwa lomba memanah ditempat yang dipersiapkan Hisyam bin Abdul Malik dimana Imam baqir diundang untuk dibuat runtuh wibawanya dengan mengalahkan beliau dalam pertandingan memanah itu. Khalifah berharap Imam akan menjadi hina dimata masyarakat. Tidak seperti yang Hisyam harapkan ternyata lomba itu malah menjadi sejarah keemasan dari Imam baqir dalam dunia permainan panah. Hisyam dengan perinci telah mempersiapkan perlombaan panah itu, dan sebelum Imam masuk Hisyam menyuruh para ahli panahnya untuk unjuk kebolehan. Setelah Imam masuk dan baru saja duduk Hisyam menghadapkan wajahnya pada Imam dan berkata,” Apakah kamu berminat untuk ikut lomba memanah?” Imam berkata, “ Sekarang aku sudah begitu tua dan waktu bermain panah sudah lama berlalu, jadi mohon maaf karena itu.” Hisyam sangat bahagia mendengar itu dan merasa kesempatan emas untuk mengalahkan imam sudah dihadapan mata, dia memaksa dan meminta agar imam ikut serta dalam lomba itu dengan memberikan busur dan anak panah pada Imam. Ahirnya Imam mengambil panah itu dan segera meletakkan panah pada busur serta mengarahkan panah pada sasaran. Anak panah meluncur dan menancap tepat di tengah, kemudian beliau kirim panah berikutnya tepat di anak panah yang sudah menancap sebelumnya hingga anak panah pertama pecah menjadi dua, begitu berulang ulang hingga panah kesembilan, peristiwa ini sangat mengejutkan penonton yang datang pada waktu itu, mereka sangat takjub dan terkesima, peristiwa itu meninggalkan dampak besar dihati mereka yang menyaksikanna.

Tanpa disadari Hisyam berkata,” Ya Aba Ja’far kamu adalah pemanah terbaik diantara orang Arab maupun Ajam (non Arab), bagaimana kamu bisa berkata “ Aku sudah tua”? seketika dia menundukkan kepala dan sibuk dengan pikirannya. Setelah itu Imam Baqir dan putranya as diajak duduk di kursi khusus dan diperlakukan dengan begitu istimewa. Hisyam kembali berkata,” Kaum Quraiys dari penutup keberadaan kemampuanmu untuk menjadi seorang pemimpin atas bangsa Arab dan Ajam, siapa yang mengajarkanmu keahlian memanah ini? Dan berapa lama kamu mempelajarinya? Imam berkata,” Kamu tahu bahwa orang Madinah biasa melakukan hal ini, aku pun sama, ketika masih muda aku sering melatih kemampuan ini, namun kemudian tidak aku lanjutkan lagi, namun karena kamu memaksaku akhirnya aku lakukan lagi. Hisyam bertanya lagi,” Apakah Ja’far juga memiliki keahlian seperti kamu? Imam menjawab,” Kami adalah keluarga penyempurna agama dan nikmat” pada hari ini telah kami sempurnakan untuk kalian agama kalian” kami saling mewariskan satu dengan yang lain dan bumi ini tidak akan pernah kosong dari orang-orang seperti kami walaupun sebentar saja.

Ucapan Pencerah Imam Baqir berkata:

“Aku nasihatkan padamu lima perkara, jika orang didzalimi kamu jangan berbuat dzalim, jika ada yang berkhianat padamu kamu jangan mengkhianati, jika ada yang membohongimu kamu jangan marah, jika ada yang memujimu kamu jangan berbahagia, jika mereka berbuat baik padamu
jangan terlalu merasa gembira

PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI

JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...

KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN











AlkisAnnabila