TANBIIH

الحَمـْدُ للهِ المُــوَفَّـقِ للِعُـلاَ حَمـْدً يُوَافـــِي بِرَّهُ المُتَـــكَامِــلا وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّـهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَي النَّبِيِّ المُصْطَفَىَ وَالآلِ مَــــعْ صَـــحْــبٍ وَتُبَّـاعٍ وِل إنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا تَقْوَى الإلهِ مَدَارُ كُلِّ سَعَادَةٍ وَتِبَاعُ أَهْوَى رَأْسُ شَرِّ حَبَائِلاَ إن أخوف ما أخاف على أمتي اتباع الهوى وطول الأمل إنَّ الطَّرِيقَ شَرِيعَةٌُ وَطَرِيقَةٌ وَحَقِيقَةُ فَاسْمَعْ لَهَا مَا مُثِّلا فَشَرِيعَةٌ كَسَفِينَة وَطَرِيقَةٌ كَالبَحْرِ ثُمَّ حَقِيقَةٌ دُرٌّ غَلاَ فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ وَطَرِِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ وَحَقِيقَةُ لَوُصُولُهِ لِلمَقْصِدِ وَمُشَاهَدٌ نُورُ التّجَلِّي بِانجَلاَ مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

hiasan

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI

Kamis, 19 April 2012

TAUHID DAN MA'RIFATULLOH

Menurut Syeikh Ibnu Athaillah As-Sakandari
, siapapun yang merenung secara (tafakkur)
mendalam akan menyadari bahwa semua makhluk sebenarnya menauhidkan
Allah SWT lewat tarikan nafas yang halus. Jika tidak, pasti mereka akan
mendapat siksa. Pada setiap zarrah, mulai dari ukuran sub-atomis (kuantum)
sampai atomis, yang terdapat di alam semesta terdapat rahasia nama-nama
Allah. Dengan rahasia tersebut, semuanya memahami dan mengakui keesaan
Allah. Allah SWT telah berfirman,
Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik
dengan kemauan sendiri atau pun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari (QS 13:15).
Jadi, semua makhluk mentauhidkan Allah dalam semua kedudukan sesuai
dengan
rububiyah
Tuhan serta sesuai dengan bentuk-bentuk
ubudiyah
yang
telah ditentukan dalam mengaktualisasikan tauhid mereka. Lebih lanjut Syeikh
mengatakan bahwa sebagian ahli makrifat berpendapat bahwa orang yang
bertasbih sebenarnya bertasbih dengan rahasia kedalaman hakikat kesucian
pikirannya dalam wilayah keajaiban alam
malakut
dan kelembutan alam
jabarut
.
Sementara sang
salik
, bertasbih dengan
dzikirnya dalam lautan qolbu
. Sang
murid
bertasbih dengan
qolbunya dalam lautan pikiran
. Sang Pecinta bertasbih
dengan ruhnya dalam lautan kerinduan. Sang Arif bertasbih dengan
sirr
-nya
dalam lautan alam gaib. Dan orang
shiddiq
bertasbih dengan kedalaman
sirr
-nya

dalam rahasia cahaya yang suci yang beredar di antara berbagai makna Asma-
asma dan Sifat-sifat-Nya disertai dengan keteguhan di dalam silih bergantinya
waktu. Dan dia yang hamba Allah bertasbih dalam lautan pemurnian dengan
kerahasian
sirr-al-Asrar
dengan memandang-Nya, dalam kebaqaan-Nya.
Syeikh Muhammad Nafis al-Banjari

membagi tauhid dalam konteks
makrifatullah menjadi empat samudera makrifat, berikut ini uraian untuk setiap
tahapan ma’rifat tauhid dengan intepretasi pribadi, yaitu :

Tauhid Af’al
sebagai pengesaan terhadap Allah SWT dari segala macam
perbuatan. Maka hanya dengan keyakinan dan penyaksian saja segala
sesuatu yang terjadi di alam adalah berasal dari Allah SWT.

Tauhid al-Asma
adalah pengesaan Allah SWT atas segala nama. Ketika
yang mewujud dinamai, maka semua penamaan pada dasarnya
dikembalikan kepada Allah SWT. Allah sebagai
Isim A’dham yang
Mahaagung
adalah asal dari semua nama-nama baik yang khayal
maupun bukan. Karena dengan nama yang Maha Agung “Allah” inilah,
Allah memperkenalkan dirinya 
Tauhid As Sifat
, adalah pengesaan Allah dari segala sifat. Dalam
pengertian ini maka manusia dapat berada dalam maqam
Tauhid as-Sifat
dengan memandang dan memusyadahkan dengan mata hati dan dengan
keyakinan bahwa segala sifat yang dapat melekat pada Dzat Allah, seperti
Qudrah
(Kuasa),
Iradah
(Kehendak), ‘
Ilm
(Mengetahui),
Hayah
(Hidup),
Sama
(mendengar),
Basar
(Melihat), dan
Kalam
(Berkata-kata) adalah
benar sifat-sifat Allah. Sebab, hanya Allah lah yang mempunyai sifat-sifat
tersebut. Segala sifat yang dilekatkan kepada makhluk harus dipahami
secara metaforis, dan bukan dalam konteks sesungguhnya sebagai suatu
pinjaman.

Tauhid az-Dzat
berarti mengesakan Allah pada Dzat. Maqam Tauhid Az-
Dzat menurut Syekh al-Banjari adalah maqam tertinggi yang, karenanya,
menjadi terminal terakhir dari pemandangan dan musyahadah kaum arifin.
Dalam konteks demikian, maka cara mengesakan Allah pada Dzat adalah
dengan memandang dengan matakepala dan matahati bahwasanya tiada
yang maujud di alam wujud ini melainkan Allah SWT Semata.
Tauhid Af’al
pada pengertian Syeikh al-Banjari akan banyak berbicara tentang
kehendak Allah SWT yang maujud sebagai ikhtiar dan sunnatullah manusia yaitu
takdir. Apakah kemudian takdir yang dialami seseorang disebut baik atau buruk,
maka itulah kehendak Allah sesungguhnya yang terealisasikan kepada semua
makhluk yang memiliki kehendak bebas untuk memilah dan memilih, dengan
pengetahuan terhadap aturan dan ketentuan yang sudah melekat padanya
sebagai makhluk sintesis yang ditempatkan dalam suatu kontinuum ruang-waktu
relatif. Tauhid Af’al adalah
Samudera Pengenalan
, di samudera inilah salik
sebagai pencari wasiat Allah harus mendekat ke pintu ampunan Allah untuk
bertobat dan menyucikan dirinya, menyibakkan pagar-pagar awal dirinya dengan
ketaatan kepada-Nya dan meninggalkan kemaksiatan pada-Nya, mendekat
kepada-Nya untuk menauhidkan-Nya, beramal untuk-Nya agar memperoleh
ridha-Nya. Kalau saya proyeksikan ke dalam sistem qolbu yang diulas
sebelumnya mempunyai tujuh karakteristik dominan, maka di Samudera
 Af’al inilah seorang salik harus berjuang untuk me-metamorfosis-kan qolbunya dari
dominasi
nafs ammarah
, menuju
lawammah
, menuju
mulhammah
, dan
mencapai ketenangan dengan
nafs muthmainnah.
Dalam Samudera Asma-asma, maka hijab-hijab tersingkap dengan masing-
masing derajat dan keadaannya. Ia yang menyingkapkan, sedikit demi sedikit
akan semakin melathifahkan dirinya ke dalam kelathifahan Yang Maha Qudus
memasuki medan
ruh ilahiah
-nya (dominasi qolbu oleh ruh yang mengenal
Tuhan). Samudera Asma-asma adalah
Samudera Munajat dan Permohonan
,
difirmankan oleh Allah SWT bahwa “
Dan bagi Allah itu beberapa Nama yang
baik (al-Asma al-Husna) maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
nama-nama itu (QS 7:180).
” Di samudera inilah salik akan diuji dengan khauf
dan raja, keikhlasan, keridhaan, kefakiran, kezuhudan, dan keadaan-keadaan
ruhaniah lainnya. Di tepian Samudera Asma-asma adalah lautan kerinduan yang
berkilauan karena pendar-pendar cahaya rahmat dan kasih sayang Allah. Di
Lautan Kerinduan atau Lautan Kasih Sayang atau Lautan Cinta Ilahi, sinar
kemilau cahaya Sang Kekasih menciptakan riak-riak gelombang yang
menghalus dengan cepat, menciptakan kerinduan-kerinduan ke dalam rahasia
terdalam. Lautan Kerinduan adalah pintu memasuki hamparan
Samudera
Kerahasiaan
.
Tauhid as-Sifat
adalah
Samudera Kerahasiaan
atau
Samudera Peniadaan
karena di samudera inilah semua makhluk diharuskan untuk menafikan semua
atribut kediriannya sebagai makhluk, semua hasrat dan keinginan, kerinduan
yang tersisa dan apa pun yang melekat pada makhluk tak lebih dari suatu
anugerah dan hidayah kasih sayang-Nya semata, maka apa yang tersisa dari
Lautan Kerinduan atau Lautan
Cinta Ilahi
adalah penafian diri.
Apa yang melekat pada semua makhluk adalah
manifestasi dari rahmat dan kasih sayang-Nya yang dilimpahkan, sebagai piranti
ilahiah yang dipinjamkan dan akan dikembalikan kepada-Nya. Siapa yang
kemudian menyalahgunakan semua pinjaman Allah ini, maka ia harusmempertanggungjawabkan dihadapan-Nya. Qolbu yang didominasi kerahasiaan
ilahiah didominasi kerahasiaan sirr 
dengan suluh cahaya kemurnian yang
menyemburat dari kemilau yang membutakan dari samudera yang paling rahasia
sirr al–asrar yakni
Samudera Pemurnian dari Tauhid Az-Dzat
.
Di tingkatan
Tauhid az-Dzat
segala sesuatu tiada selain Dia, inilah
Samudera
Penghambaan atau Samudera Pemurnian/Tanpa Warna
sebagai tingkatan
ruhaniah tertinggi dengan totalitas tanpa sambungan. Suatu tingkatan tanpa
nama, karena semua sifat, semua nama, dan semua af’al sudah tidak ada.
Bahkan dalam tingkat kehambaan ini, semua deskripsi tentang ketauhidan hanya
dapat dilakukan oleh Allah Yang Mandiri, “
Mengenal Allah dengan Allah
”. Inilah
maqam Nabi Muhammad SAW, maqam tanpa tapal batas, maqam Kebingungan-
kebingunan Ilahiah. Maqam dimana semua yang baru termusnahkan dalam
kedekatan yang hakiki sebagai kedekatan bukan dalam pengertian ruang dan
waktu, tempat dan posisi. Di maqam ini pula semua kebingungan, semua
peniadaan, termurnikan kembali sebagai yang menyaksikan dengan pra
eksistensinya. Ketika salik termurnikan di Samudera Penghambaan, maka ia
terbaqakan didalam-Nya. Eksistensinya adalah eksistensi sebagai hamba Allah
semata. Maka, di
Samudera Penghambaan
ini menangislah semua hati yang
terdominasi rahasia yang paling rahasia
(sirr al-asrar ),
Aku menangis bukan karena cintaku pada-Mu dan cinta-Mu padaku,
atau kerinduan yang menggelegak dan bergejolak yang tak mampu
kutanggung dan ungkapkan.
Tapi, aku menangis karena aku tak akan pernah mampu merengkuh-Mu.
Engkau sudah nyatakan Diri-Mu Sendiri bahwa “semua makhluk akan
musnah kalau Engkau tampakkan wajah-Mu.”
Engkau katakan juga,
“Tidak ada yang serupa dengan-Mu.Lantas,
bagaimanakah aku tanpa-Mu,
Padahal sudah kuhancurleburkan diriku karena-Mu.
 Aku menangis karena aku tak kan pernah bisa menyatu dengan-Mu.Sebab,
Diri-Mu hanya tersingkap oleh diriMu Sendiri
Dia-Mu hanya tersingkap oleh DiaMu Sendiri
Engkau-Mu hanya tersingkap oleh EngkauMu Sendiri,
Sebab,Engkau Yang Mandiri adalah Engkau Yang Sendiri 
Engkau Yang Sendiri adalah Engkau Yang Tak Perlu Kekasih
Engkau Yang Esa adalah Engkau Yang Esa
Engkau Yang Satu adalah Engkau Yang Satu.
Maka dalam ketenangan kemilau membutakan Samudera PemurnianMu,biarkan aku memandangMu dengan cintaMu,
menjadi sekedar hambaMu dengan ridhaMu,
seperti Muhammad yang menjadi Abdullah KekasihMu.
Penguraian tauhid yang dilakukan oleh Syekh al-Banjari memang didasarkan
pada langkah-langkah penempuhan suluk yang lebih sistematis. Oleh karena,
pentauhidan sebenarnya adalah rahasia dan ruh dari makrifat, maka dalam
setiap tingkatan yang diuraikan menjadi Tauhid Af’al, Asma-asma, Sifat-sifat dan
Dzat, sang salik diharapkan dapat merasakan dan menyaksikan tauhid yang
lebih formal maupun khusus, yang diperoleh dari melayari keempat
Samudera
Tauhid
tersebut. Hasil akhirnya , kalau tidak ada penyimpangan yang sangat
mendasar, sebenarnya serupa dengan pengalaman makrifat para sufi lainnya
yakni pengertian bahwa ujung dari makrifat semata-mata adalah mentauhidkan
Allah sebagai Yang Maha Esa dengan penyaksian dan keimanan yang lebih mantap sebagai hamba Allah.


Tahap ini memperlihatkan perbandingan
beberapa konsep sufistik yang disusun secara hirarkis,
masing-masing dengan tingkatan-tingkatan yang
sepadan sebagai suatu keserbasusunan
vertikal dan horisontal. Tahap ini tidak baku
menunjukkan hirarki sistematika kaum sufi.
Beberapa perbendaan mendasar akan
ditemui terutama karena pendekatan
dan konsep yang berbeda-beda. Informasi
yang tercantum dalam tahap adalah konsep sistematika
kesatupaduan sufistik-sains modern yang AL-FAQIR gunakan dalam risalah “KUN" perpaduan konsep dari al
dan di padu dari konsep-konsep sufistik al-Hallaj,abdul karim al-jilly ,Ibnu Arabi, Qusyairy,Hujwiri, al-Banjari,
Al-Gazhali, filsafat Integralisme, dan beberapa sumber 
lainnya ..............

PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI

JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...

KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN











AlkisAnnabila