LAA HUA ILLA HUA
Penegasan bahwa manusia dapat bertajalli dengan Nabi Muhammad SAW harus dipahami sebagai melihat dengan penglihatan Nabi Muhammad SAW, dan inilah
penglihatan yang sempurna.
Dalam pengertian demikian, maka Nabi Muhammad sebagai pemberi petunjuk dan pembawa rahmat adalah seperti yang dikonfirmasikan dalam firman berikut,
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi,
pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,
supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
menguatkan (agama) Nya, membesarkan-Nya.
Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.
Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu
sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. (QS 48:8-10)”
Kalimat “
supaya kamu sekalian beriman
” mengandung arti bahwa beriman
kepada Muhammad SAW mesti sebagai subyek (pemberirisalah) dan sebagai obyek (yang diberi risalah).
Karena itu, kalimat tauhid yang berlaku bagi Umat
Islam –bahkan semua makhluk - yang formal dan resmi secara hukum adalah kalimat syahadat “
Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah
Utusan Allah”.
Disini, sisipan kata sambung “dan” menjadi jelas sebagai suatu
pengertian kuantum yang tidak terbedakan, suatu makna hakiki atas Pengesaan Tuhan yang mencerminkan pengertian lahir dan batin yang menunjukkan penetapan keimanan yang benar.
penglihatan yang sempurna.
Dalam pengertian demikian, maka Nabi Muhammad sebagai pemberi petunjuk dan pembawa rahmat adalah seperti yang dikonfirmasikan dalam firman berikut,
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi,
pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,
supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
menguatkan (agama) Nya, membesarkan-Nya.
Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.
Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu
sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. (QS 48:8-10)”
Kalimat “
supaya kamu sekalian beriman
” mengandung arti bahwa beriman
kepada Muhammad SAW mesti sebagai subyek (pemberirisalah) dan sebagai obyek (yang diberi risalah).
Karena itu, kalimat tauhid yang berlaku bagi Umat
Islam –bahkan semua makhluk - yang formal dan resmi secara hukum adalah kalimat syahadat “
Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah
Utusan Allah”.
Disini, sisipan kata sambung “dan” menjadi jelas sebagai suatu
pengertian kuantum yang tidak terbedakan, suatu makna hakiki atas Pengesaan Tuhan yang mencerminkan pengertian lahir dan batin yang menunjukkan penetapan keimanan yang benar.
Dalam konteks “Nur Muhammad dan Nabi Muhammad SAW” sebagai suatu perantara maka pantulan Cahaya Allah sebagai Cahaya Diatas Cahaya adalah suatu cahaya hakiki yang dapat memusnahkan semua makhluk.
Sehingga, “Nur
Muhammad dan Nabi Muhammad SAW” adalah ibarat cermin kaca yang dapat meneruskan Cahaya Allah kepada semua makhluk sebagai suatu rahmat bagi seluruh alam beserta semua isinya. Dialah yang memberikan semua kehidupan.
Sedangkan pengertian sebagai media penyaksian atau filter penyaksian, maka “Nur Muhammad dan Nabi Muhammad SAW” bersifat melindungi semua hamba Allah dari menyaksikan dan melihat Allah SWT secara langsung (Ma’rifat Dzat)
dengan sifat-sifat ar-Rububiyyah-Nya. Dalam pengertian fisikal dan eksoteris,maka “Nur Muhammad dan Nabi Muhammad SAW” sebagai cahaya adalah ia yang menjadi awal mula penciptaan semua makhluk, ia yang membangun
eksistensi alam semesta yang semula (di singularitas) berupa unifikasi energetis gelombang gravitasi (membangun alam makro) dan gelombang elektromagnetik (membangun alam mikro).
Maka tidak salah kalau dikatakan bahwa Nur
Muhammad ada dalam semua makhluk-Nya karena memang semua wujud makhluk mulai dari dunia sub-atomis (kuantum) sampai alam semesta (jamak –al –Aalamin) itu sendiri berasal dari Nur Muhammad Kalau saya analogikan apa yang diuraikan oleh AL-FAQIR maupun para
Sehingga, “Nur
Muhammad dan Nabi Muhammad SAW” adalah ibarat cermin kaca yang dapat meneruskan Cahaya Allah kepada semua makhluk sebagai suatu rahmat bagi seluruh alam beserta semua isinya. Dialah yang memberikan semua kehidupan.
Sedangkan pengertian sebagai media penyaksian atau filter penyaksian, maka “Nur Muhammad dan Nabi Muhammad SAW” bersifat melindungi semua hamba Allah dari menyaksikan dan melihat Allah SWT secara langsung (Ma’rifat Dzat)
dengan sifat-sifat ar-Rububiyyah-Nya. Dalam pengertian fisikal dan eksoteris,maka “Nur Muhammad dan Nabi Muhammad SAW” sebagai cahaya adalah ia yang menjadi awal mula penciptaan semua makhluk, ia yang membangun
eksistensi alam semesta yang semula (di singularitas) berupa unifikasi energetis gelombang gravitasi (membangun alam makro) dan gelombang elektromagnetik (membangun alam mikro).
Maka tidak salah kalau dikatakan bahwa Nur
Muhammad ada dalam semua makhluk-Nya karena memang semua wujud makhluk mulai dari dunia sub-atomis (kuantum) sampai alam semesta (jamak –al –Aalamin) itu sendiri berasal dari Nur Muhammad Kalau saya analogikan apa yang diuraikan oleh AL-FAQIR maupun para
MUWAKHHID BILLAH
umumnya, yang mengakui totalitas tauhid dengan kalimat
“La Huwa illaa Huwa”
maupun dalam bentuk formal sebagai kalimat syahadat, dengan sudut pandang sains modern, sebenarnya konsep-konsep Teori Kuantum ketika seorang hamba mencapai suatu kedekatan yang sangat dekat dengan Allah SWT dapat
diterapkan.
Sebagai contoh ilustrasi
2
, ambilah sebuah kapur dan letakkan di tangan kanan Anda. Ketika Anda tanyakan kepada seseorang “dimanakahkapur?”. Orang tersebut akan menjawab, “di tangan kanan Anda”.
Kemudian ketika Anda patahkan sebatang kapur itu menjadi dua bagian sehingga tangan kanan dan kiri Anda masing-masing memegang potongan kapur yang dipatahkan
itu, kemudian Anda tanyakan kembali ke orang tersebut, ”dimanakah kapur?”.
Maka orang yang ditanya akan menjawab, “di tangan kanan dan kiri Anda”.Analogi demikian, dapat diterapkan untuk menjelaskan pengertian kalimat
“LaHuwa illaa Huwa” dan syahadat, maka ketika seseorang menanyakan“dimanakah Allah?” , maka dijawab “di dalam hamba Allah”. Lalu, ketika ditanyakan “dimanakah hamba Allah?”, maka dijawab,”di dalam Allah”.
Demikian juga ketika ditanyakan “siapakah Allah?”, maka dijawab,”hamba Allah”. Atau,ketika ditanyakan “siapakah hamba Allah”, maka dijawab ”Allah”. Demikianlah,
kenapa kemudian pengertian Dzauqi lebih diutamakan dalam mengungkapkan totalitas tauhid dikarenakan hubungan antara “hamba Allah dan Allah”
Sedemikian dekatnya sehingga dalam pengertian logika Teori Kuantum “tidak terbedakan”, dan memang sulit dipahami kalau hanya sekedar mengandalkan ungkapan-ungkapan verbal.
Sehingga lebih sering dikatakan bahwa kalau
seseorang mengalami hal ini lebih baik “membisu saja”.
Apa yang saya analogikan diatas memperjelas beberapa pendapat kaum sufi tentang tauhid
seperti diungkapkan Ruwaim bin Ahmad bin yazid al-Baghdadi
”Menghilangkan bekas-bekas sifat manusia (al-basyariyah) dan memurnikan Sifat Ketuhanan (Uluhiyyah)”.
Yang dimaksud dengan ungkapan menghilangkan
bekas-bekas sifat manusia adalah memurnikan akhlak manusia yang penuh cacat nafsu menjadi sediaka kala, yaitu dalam penyaksian pra-eksistensi dimanaruhnya yang murni sebagai suatu nur ilahiyah menjadi saksi atas Keesaan Tuhan (QS 7:172).
umumnya, yang mengakui totalitas tauhid dengan kalimat
“La Huwa illaa Huwa”
maupun dalam bentuk formal sebagai kalimat syahadat, dengan sudut pandang sains modern, sebenarnya konsep-konsep Teori Kuantum ketika seorang hamba mencapai suatu kedekatan yang sangat dekat dengan Allah SWT dapat
diterapkan.
Sebagai contoh ilustrasi
2
, ambilah sebuah kapur dan letakkan di tangan kanan Anda. Ketika Anda tanyakan kepada seseorang “dimanakahkapur?”. Orang tersebut akan menjawab, “di tangan kanan Anda”.
Kemudian ketika Anda patahkan sebatang kapur itu menjadi dua bagian sehingga tangan kanan dan kiri Anda masing-masing memegang potongan kapur yang dipatahkan
itu, kemudian Anda tanyakan kembali ke orang tersebut, ”dimanakah kapur?”.
Maka orang yang ditanya akan menjawab, “di tangan kanan dan kiri Anda”.Analogi demikian, dapat diterapkan untuk menjelaskan pengertian kalimat
“LaHuwa illaa Huwa” dan syahadat, maka ketika seseorang menanyakan“dimanakah Allah?” , maka dijawab “di dalam hamba Allah”. Lalu, ketika ditanyakan “dimanakah hamba Allah?”, maka dijawab,”di dalam Allah”.
Demikian juga ketika ditanyakan “siapakah Allah?”, maka dijawab,”hamba Allah”. Atau,ketika ditanyakan “siapakah hamba Allah”, maka dijawab ”Allah”. Demikianlah,
kenapa kemudian pengertian Dzauqi lebih diutamakan dalam mengungkapkan totalitas tauhid dikarenakan hubungan antara “hamba Allah dan Allah”
Sedemikian dekatnya sehingga dalam pengertian logika Teori Kuantum “tidak terbedakan”, dan memang sulit dipahami kalau hanya sekedar mengandalkan ungkapan-ungkapan verbal.
Sehingga lebih sering dikatakan bahwa kalau
seseorang mengalami hal ini lebih baik “membisu saja”.
Apa yang saya analogikan diatas memperjelas beberapa pendapat kaum sufi tentang tauhid
seperti diungkapkan Ruwaim bin Ahmad bin yazid al-Baghdadi
”Menghilangkan bekas-bekas sifat manusia (al-basyariyah) dan memurnikan Sifat Ketuhanan (Uluhiyyah)”.
Yang dimaksud dengan ungkapan menghilangkan
bekas-bekas sifat manusia adalah memurnikan akhlak manusia yang penuh cacat nafsu menjadi sediaka kala, yaitu dalam penyaksian pra-eksistensi dimanaruhnya yang murni sebagai suatu nur ilahiyah menjadi saksi atas Keesaan Tuhan (QS 7:172).
Ketika totalitas tauhid tercapai, yakni manusia melakukan suluk dan menyingkap lapis demi lapis hijab dirinya hingga sampai pada tauhid pertama tauhid “Allah
oleh Allah”, maka semua penisbahan terhadap makhluk dinafikan, ia akan menafikan selain-Nya, maka dari relasi tauhid dan kosmologis yang tersisa hanyalah simetri yang memecah secara mandiri :
“Engkau Allah, Yang Maha Esa
.”(QS 7:172); Dia Yang Satu; Allah oleh Allah adalah Satu,
Huwa
(Dia),
======================================================
2Analogi Kapur ini saya adopsi dari penjelasan seorang fisikawan yaitu Analogi kapur saya gunakan sebagi
alternatif saja dari sudut pandang teori sains modern, sebenarnya analogi demikian identik dengan analogi
cermin kaca, dimana seorang hamba berkaca kemudian bayangan dalam cermin berkata,”Bukankah Aku
Tuhanmu”…