Setelah menetapkan kesederhanaan dzat alloh, selanjutnya kita akan menetapkan tauhid dzat "al-wâhid" yakni menetapkan bahwa dzat alloh adalah Esa dan tidak mungkin ada wujud yang serupa dan sederajat dengan-Nya. Pada bahagian ini juga terdapat banyak argument yang dikonstruksi, namun kami mencukupkan dengan menyebutkan beberapa dalil saja:
1.Dalil pertama (kesempurnaan mutlak dan ketakterbatasan alloh) : Premis asli dalil ini adalah menunjukkan bahwasanya dzat alloh itu tidak terbatas, sempurna, dan mutlak beserta ithlaq dann tidak dapat sama sekali dikonsepsi keterbatasan pada-NYA sebab wâjibul wujud meniscayakan bahwa dzat alloh tidak memiliki ketidak sempurnaan sebab ketaksempurnaan sama dengan kekurangan dan butuh, sedangkan butuh tidak sesuai dengan wâjibul wujud.
Sekarang jika kita asumsikan dua / lebih tentang alloh yg wâjibul wujud , niscaya di antara keduanya / lainya berbeda sebab dengan menegasikan semua bentuk perbedaan, maka asumsi dua wâjibul wujud juga akan dtegaskan Dalam bentuk ini, kita menuju pada dua kemungkinan (kemungkinan ketiga tidak mungkin lagi dikonsepsi)
Kemungkinan pertama bahwa salah satu dari dua alloh yang di asumsikan adalah sempurna mutlak dan tidak terbatas serta memiliki seluruh kesempurnaan-kesempurnaan, sedangkan satunya lagi adalah kurang dan terbatas serta tidak memiliki sebahagian kesempurnaan-kesempurnaan alloh pertama.
Dalam bentuk ini sudah diketahui bahwa alloh hakiki adalah yang partama dan yang kedua disebabkan kekurangan dan keterbatasan tidak bisa ia adalah alloh.
Dengan demikian kemungkinan pertama ini, dari asumsi kejamakan {banyak}, justru berakhir pada tauhid (keesaan Tuhan).
Adapun kemungkinan kedua bahwa masing-masing dari dua alloh yang diasumsikan mempunyai kesempurnaan yang mana yang lainnya tidak miliki. Natijah dari kemungkinan ini yakni tidak satupun dari keduanya itu adalah alloh dan ini adalah menyalahi asumsi pengertian TAUHID.
Dalil dari bahasan ini yaitu berdasarkan kemungkinan kedua, dua Tuhan diasumsikan, terangkap dari wujud dan adam (ketiadaan sebahagian kesempurnaan-kesempurnaan wujud); padahal sebelumnya telah dibahas secara jelas jika dzat alloh bersih dari setiap bentuk rangkapan...
Dengan demikian asumsi kejamakan (berbilang) wâjibul wujud, dalam bentuk pertama berakhir pada tauhid dan dalam bentuk kedua meniscayakan suatu perkara mustahil (terangkapnya dzat alloh). Dan konklusinya asumsi kejamakan alloh adalah suatu asumsi yang tidak rasional.
Mungkin juga dikatakan terdapat kemungkinan ketiga dimana luput dari perhatian dalil-dalil di atas, dan kemungkinan itu adalah dua alloh yang diasumsikan memiliki seluruh kesempurnaan-kesempurnaan eksistensi.
Dalam menjawab kritik tersebut kami ingatkan bahwa sebagaimana pada awal penalaran (istidlâl) sudah dikatakan, asumsi kejamakan niscaya suatu bentuk perbedaan; oleh sebab itu jika dua wâjibul wujud yang diasumsikan, keduanya memliki seluruh kesempurnaan-kesempurnaan, maka tidak akan terdapat lagi perbedaan diantara keduanya, dan ini tidak sesuai dengan asumsi pertama kita (yakni asumsi adanya dua Alloh).
2.Dalil kedua (menafikan rangkapan) : Jika diasumsikan dua alloh (wâjibul wujud), maka dalam prinsip keniscayaan wujud keduanya adalah sama. Dari sisi lain sesuai dengan dalil yang diisyaratkan sebelumnya, asumsi kejamakan meniscayakan suatu bentuk perbedaan diantara keduanya.
Sebagai contoh ketika dibicarakan tentang adanya dua buku, harus keduanya disamping memiliki kesamaan dalam hal kebukuan, juga paling minimal dari satu sisi (misalnya dari sisi warna, tempat, ketebalan, kandungan, dan…) keduanya mempunyai perbedaan.
Oleh sebab itu asumsi adanya kejamakan Tuhan mempunyai pengertian bahwa dua Alloh yang diasumsikan, dalam prinsip Ke-ILAHIYAHAN (keniscayaan wujud) keduanya adalah sama dan dari sisi bahwa dua Tuhan, maka terdapat perbedaan diantara keduanya.
Natijah dari asumsi di atas, masing-masing dari dua Alloh yang diasumsikan mempunyai sesuatu yang dengannya mereka sama (sisi kesamaan) dan mempunyai sesuatu yang dengannya mereka berbeda (sisi perbedaan); oleh karena itu meniscayakan masing-masing dzat mereka terangkap dari dua bagian:
a. Bagian yang sama dengan Alloh lain yang diasumsikan (sesuatu yang dengannya mereka sama)
b. bagian yang terkhususkan (sesuatu yang dengannya mereka berbeda); dan ini adalah makna terangkapnya dzat mereka; padahal kami sudah buktikan bahwa dzat Alloh bersih dari berbagai bentuk rangkapan.
Dengan demikian secara singkat dari dalil tersebut adalah asumsi kejamakan wâjibul wujud meniscayakan terangkapnya wâjibul wujud, dan sebab terangkapnya wâjibul wujud adalah mustahil, maka kejamakan wâjibul wujud juga adalah mustahil (merupakan keniscayaan dari itu).
3.Dalil ketiga (Burhan Tamanu'): Salah satu dalil yang paling terkenal tentang Tauhid adalah dalil yang dikenal dengan nama "burhân tamanu". Tentang dalil ini terdapat paparan rumusan dan riwayat yang bermacam-macam, dimana kami hanya mengisyaratkan satu rumusan berikut ini:
Setiap kali diasumsikan dua Alloh , maka kita akan menghadapi tiga kemungkinan:
Kemungkinan pertama :
Hanya satu dari keduanya mampu mencegah terjadinya iradah (kehendak) yang lain akan tetapi yang lain tidak mampu melakukan hal ini. Dalam bentuk ini adalah jelas bahwa Alloh hakiki adalah yang pertama dan yang kedua dikarenakan iradahnya terkalahkan, maka ia tidak mungkin adalah Alloh
Kemungkinan kedua :
Masing-masing keduanya mampu mencegah terjadinya irodah yang lain...
Kemungkinan ketiga :
Tidak satupun dari keduanya mampu mencegah terjadinya iradah yang lain.
Dua kemungkinan terakhir juga adalah suatu bentuk yang tidak sesuai dengan asumsi pertama kita, yakni asumsi adanya dua Alloh (dua wujud / lebih) sebab kemungkinan kedua meniscayakan terkalahkannya irodah Alloh - Alloh yang diasumsikan dan kemungkinan ketiga mengharuskan kelemahan dan ketidak mampuan mereka dari keunggulan atas satu sama lain dan dua makna ini, yakni terkalahkannya iradah dan ketidakmampuan dari keunggulan yang lain adalah menyalahi wâjibul wujud.
Oleh sebab itu kemungkinan kedua dan ketiga juga tidak rasional, dan sebab tidak ada kemungkinan yang lain lagi diantara kemungkinan-kemungkinan tersebut, maka asumsi kejamakan Alloh adalah batil.
Kemungkinan ketiga :
Tidak satupun dari keduanya mampu mencegah terjadinya iradah yang lain.
Dua kemungkinan terakhir juga adalah suatu bentuk yang tidak sesuai dengan asumsi pertama kita, yakni asumsi adanya dua Alloh (dua wujud / lebih) sebab kemungkinan kedua meniscayakan terkalahkannya irodah Alloh - Alloh yang diasumsikan dan kemungkinan ketiga mengharuskan kelemahan dan ketidak mampuan mereka dari keunggulan atas satu sama lain dan dua makna ini, yakni terkalahkannya iradah dan ketidakmampuan dari keunggulan yang lain adalah menyalahi wâjibul wujud.
Oleh sebab itu kemungkinan kedua dan ketiga juga tidak rasional, dan sebab tidak ada kemungkinan yang lain lagi diantara kemungkinan-kemungkinan tersebut, maka asumsi kejamakan Alloh adalah batil.
mari terus belajar & mengkaji sampai pada titik dimana kebenaran apa yang kita yaqini tentang haqiqat AL-ILAAHIYAH yang menjadi penyelamat buat diri kita ...
semoga Alloh selalu memberikan bimbingan dalam panggilan HIDAYAH RUBUBIYAH Pada kita semua ...
By : Al-faqir ilalloh