Kata “asma” adalah bentuk jama dari kata “ismun”, yang artinya ‘nama’. “Asma Allah” berarti ‘nama-nama Allah’. Asma’ul husna berarti nama-nama yang baik dan terpuji. Sehingga istilah “asma’ul husna” bagi Allah maksudnya adalah nama-nama yang indah, baik dan terpuji yang menjadi milik Allah. Misalnya: Ar Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al Ghafur, dan lain-lain.
Sedangkan kata “sifat” dalam bahasa Arab berbeda dengan “sifat” dalam bahasa indonesia. Kata “sifat” dalam bahasa arab mencakup segala informasi yang melekat pada suatu yang wujud. Sehingga “sifat bagi benda” dalam bahasa arab mencakup sifat benda itu sendiri, seperti besar kecilnya, tinggi rendahnya, warnanya, keelokannya, dan lain-lain. Juga mencakup apa yang dilakukannya, apa saja yang dimilikinya, keadaan, gerakan, dan informasi lainnya yang ada pada benda tersebut.
Dengan demikian, kata “sifat Allah” mencakup perbuatannya, kekuasaannya, apa saja yang ada pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah.
Karena itu, sering kita dengar ungkapan ulama, bahwa diantara sifat Allah adalah Allah memiliki tangan yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam di Arsy, Allah tertawa, Allah murka, Allah berbicara, dan lain-lain. Dan sekali lagi, sifat Allah tidak hanya berhubungan dengan kemurahan-Nya, keindahan-Nya, keagungan-Nya, dan lain-lain.
Secara istilah syariat, tauhid asma dan sifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama dan sifat Allah, yang telah Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya ataupun dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa melakukan empat hal berikut:
1. Tahrif (menyimpangkan makna)
yaitu mengubah atau mengganti makna yang ada pada nama dan sifat Allah, tanpa dalil.
Misalnya: Sifat Allah marah, diganti maknanya menjadi keinginan untuk menghukum, sifat Allah istiwa (bersemayam), diselewengkan menjadi istaula (menguasai), Tangan Allah, disimpangkan maknanya menjadi kekuasaan dan nikmat Allah.
2. Ta’thil (menolak)
Yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam dalil. Baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian.
Contoh menolak secara keseluruhan adalah sikap sekte Jahmiyah, yang tidak mau menetapkan nama maupun sifat untuk Allah. Mereka menganggap bahwa siapa yang menetapkan nama dan sifat untuk Allah berarti dia musyrik.
Contok menolak sebagian adalah sikap yang dilakukan sekte Asy’ariyah atau Asya’irah, yang membatasi sifat Allah hanya bebeberapa sifat saja dan menolak sifat lainnya. Atau menetapkan sebagian nama Allah dan menolak nama lainnya.
3. Takyif (membahas bagaimana bentuk dan hakikat nama dan sifat Allah)
yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama yang dimiliki oleh Allah. Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya bulat, panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain. Kita hanya wajib mengimani, namun dilarang untuk menggambarkannya.
Karena hal ini tidak mungkin dilakukan makhluk. Untuk mengetahui bentuk dan hakikat sebuah sifat, hanya bisa diketahui dengan tiga hal:
a) Melihat dzat tersebut secara langsung.
Dan ini tidak mungkin kita lakukan, karena manusia di dunia tidak ada yang pernah melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
b) Ada sesuatu yang semisal zat tersebut, sehingga bisa dibandingkan.
Dan ini juga tidak mungkin dilakukan untuk Dzat Allah, karena tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah. Maha Suci Allah dari hal ini.
c) Ada berita yang akurat (khabar shadiq) dan informasi tentang Dzat dan sifat Allah.
Baik dari Al Qur’an maupun hadis.
Karena itu, manusia yang paling tahu tentang Allah adalah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun demikian, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menggambarkan bentuk dan hakikat sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4. Tamtsil (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya)
Misalnya, berkeyakinan bahwa tangan Allah sama dengan tangan budi, Allah bersemayam di ‘arsy seperti joki naik kuda. Mahasuci Allah dari adanya makhluk yang serupa dengan-Nya.
Allah berfirman,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (Qs. Asy-Syuura: 11)
Kaidah Penting Terkait Nama dan Sifat Allah
Berikut beberapa kaidah penting yang ditetapkan oleh para ulama, terkait nama dan sifat Allah:
1. Mengimani segala nama dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Alquran dan sunnah (hadits-hadits sahih).
Artinya, kita tidak membedakan dalam mengimani segala ayat yang ada dalam Alquran, baik itu mengenai hukum, sifat-sifat Allah, berita, ancaman dan lain sebagainya. Sehingga tidaklah tepat jika seseorang kemudian hanya mengimani ayat-ayat hukum karena dapat dicerna oleh akal sedangkan mengenai nama dan sifat Allah, harus diselewengkan maknanya karena tidak sesuai dengan jangkauan akal mereka.
“… Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (Qs. Al-Baqarah: 85)
Begitu pula dalam mengimani hadits-hadits yang sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hendaknya kita tidak membedakan apakah itu hadits mutawatir ataupun hadits ahad, karena jika itu sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia wajib diimani walaupun akal kita tidak dapat memahaminya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Segera saja ada seorang yang duduk di atas sofanya lalu disampaikan kepadanya sebuah hadits dariku baik sesuatu yang aku perintahkan atau sesuatu yang aku larang maka ia berkata, ‘Kami tidak tahu, kami hanya mengikuti apa yang kami dapatkan dalam kitab Allah.’” (HR. Abu Dawud dan At Turmudzi, dinilai sahih oleh oleh Al Albani)
2. Menyucikan Allah dari menyerupai makhluk dalam segala sifat-sifat-Nya.
Ketika kita mengakui segala nama dan sifat yang Allah tetapkan, seperti Allah maha melihat, Allah tertawa, betis Allah, tangan Allah, maka kita tidak diperbolehkan menerupakan sifat-sifat tersebut dengan sifat makhluk.
Sayangnya, hal inilah yang sering terjadi pada sekelompok orang, dan hal ini pulalah yang memicu penyimpangan yang terjadi pada tauhid asma wa shifat. Kesalahan yang berbuah kesalahan. Contohnya sebagai berikut:
Seseorang tidak ingin menyerupakan sifat Allah dengan makhluk sehingga ia menyimpangkan (tahrif) sifat-sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya karena menganggap jika ia menetapkan sifat tersebut maka ia akan menyerupakan Allah dengan makhluk. Padahal tidak demikian. Allah sendiri menyatakan dalam firman-Nya, yang artinya, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan ia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Hal ini disebabkan kesamaan dalam nama tidak berarti kesamaan dalam bentuk dan sifat. Contohnya adalah kaki gajah dan semut. Mereka sama-sama memiliki kaki, namun bentuk dan hakikat kaki tersebut tetaplah berbeda.
Atau seseorang tidak ingin menyerupakan Allah dengan makhluk karena khawatir akan menghinakan Allah sehingga ia menolak segala nama dan sifat yang Allah tetapkan baik sebagian atau seluruhnya. Contohnya adalah orang-orang yang menyatakan nama-nama Allah hanya ada
13. Padahal apa yang mereka lakukan justru menghinakan Allah karena penetapan mereka memiliki konsekuensi Allah memiliki sifat-sifat yang terbatas.
3. Menutup keinginan untuk mengetahui bentuk hakikat sifat-sifat Allah tersebut.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu bentuk penyimpangan dalam tauhid asma wa shifat adalah menanyakan bagaimana bentuk dan hakikat sifat-sifat Allah. Dan hal ini tidak mungkin dapat kita ketahui karena Allah dan Rasul-Nya tidak menjelaskan hal tersebut. Sebagai contoh, seseorang tidak dapat menanyakan kaifiyah (bagaimananya) sifat tertawa Allah, atau bentuk tangan Allah, atau bagaimanakah wajah Allah.
Yang perlu kita imani adalah Allah memiliki sifat yang bermacam-macam dan Allah maha sempurna dengan segala sifat yang dimiliki-Nya.Dan untuk mengimani sesuatu tidaklah mengharuskan kita harus mengetahui hakikat Dzat tersebut.
Sebagai contoh, kita meyakini adanya roh (nyawa) walaupun kita tidak pernah mengetahi bentuk dan hakikat dari roh tersebut. Padahal roh adalah sesuatu yang sangat dekat dengan manusia namun akal kita tidak pernah mampu mengetahui bentuk dan hakikatnya.
Termasuk larangan dalam hal ini adalah membayangkan bagaimana bentuk dan hakikat sifat Allah, karena akan membuka pada penyimpangan lainnya, yaitu penyerupaan dengan makhluk. Yang perlu diluruskan adalah, larangan untuk mengetahui bentuk dan hakikat dari sifat-sifat Allah bukan berarti meniadakan adanya bentuk dan hakikat dari sifat-sifat Allah. hakikat sifat Allah tetaplah ada dan hanya Allah-lah yang mengetahuinya.
Sekarang kita praktikkan ilmu yang kita telah pelajari dalam memahami salah satu hadits tentang salah satu sifat Allah, yaitu Allah turun ke langit dunia setiap malam, sebagaimana terdapat dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun pada setiap malam ke langit dunia, ketika masih tersisa sepertiga malam terakhir. Dia berfirman, ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkannya, siapa yang memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya, siapa yang meminta ampun kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sesuai kaidah, maka kita tetapkan sifat turun pada Allah Ta’ala.
Kita tidak menyerupakan sifat turun ini dengan makhluk (dimana sifat turun pada makhluk adalah dari atas ke bawah dan memiliki sifat kurang (naqish)) dan juga kita tidak menanyakan atau membayangkan bagaimana Allah turun ke langit dunia setiap malam (seperti banyak orang menakwilkan (tepatnya menyelewengkan) hadits ini karena menganggap tidak mungkin bagi Allah turun ke langit dunia setiap malam karena dunia ada yang malam dan ada yang siang, lalu bagaimana Allah turun atau pertanyaan-pertanyaan lainnya yang memustahilkan sesuatu bagi Allah karena berpikir dengan logika makhluk).
Allah sempurna dengan segala sifatnya dan tidak memiliki sifat kurang dalam seluruh sifat tersebut. Jika kita tidak mampu memahami ini, maka cukuplah bagi kita mengimaninya bahwa sifat turun ini ada pada Allah.
Contoh lainnya adalah mengimani sifat al-wajhu (wajah), al-yadain (dua tangan) dan al-’ainain (dua mata), sebagaimana Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam Alquran.
Allah berfirman, yang artinya, “Dan tetap kekal wajah Rabb-Mu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Qs. Ar-Rahman: 27)
Allah juga berfirman, yang artinya, “Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Rabb-mu, sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan mata Kami.” (Qs. Ath-Thur: 48)
Allah juga berfirman, yang artinya, “Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada (Adam) yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku.” (Qs. Shad: 75)
Dari apa yang telah Allah kabarkan untuk diri-Nya ini, maka sesuai kaidah, kita mengimani (menetapkan) sifat tersebut bagi Allah, dan tidak menyerupakan sifat-sifat tersebut dengan makhluk, serta tidak menanyakan bagaimana bentuk atau penggunaan dari sifat-sifat Allah tersebut, misalnya mempertanyakan bagaimana wajah Allah, atau membayangkan mata Allah seperti manusia atau membayangkan bagaimana Allah menggunakan kedua tangan-Nya.
1 ar-Rahmaan ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Pemurah ===> Al-Faatihah: 3
2 ar-Rahiim ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Pengasih ===> Al-Faatihah: 3
3 al-Malik ===> Dzat Yang menciptakan Raja ===> Al-Mu'minuun: 11
4 al-Qudduus ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Suci ===> Al-Jumu'ah: 1
5 as-Salaam ===> Dzat Yang menciptakani Sifat Sejahtera ===> Al-Hasyr: 23
6 al-Mu'min ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Terpercaya ===> Al-Hasyr: 23
7 al-Muhaimin ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Memelihara ===> Al-Hasyr: 23
8 al-'Aziiz ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Perkasa ===> Ali 'Imran: 62
9 al-Jabbaar ===> Dzat Yang menciptakani Sifat Kehendak Tidak Dapat Diingkari ===>Al-Hasyr: 23
10 al-Mutakabbir ===> Dzat Yang menciptakan Kebesaran ===> Al-Hasyr: 23
11 al-Khaaliq ===> Dzat pencipta ===> Ar-Ra'd: 16
12 al-Baari' ===> Dzat Yang menciptakan dari Tiada ===> Al-Hasyr: 24
13 al-Mushawwir ===> Dzat Yang menciptakan Bentuk ===> Al-Hasyr: 24
14 al-Ghaffaar ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Pengampun ===> Al-Baqarah: 235
15 al-Qahhaar ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Perkasa ===> Ar-Ra'd: 16
16 al-Wahhaab ===>Dzat Yang Mempunyai Sifat Pemberi ===> Ali 'Imran: 8
17 ar-Razzaq ===>Dzat Yang menciptakan Rezki ===> Adz-Dzaariyaat: 58
18 al-Fattaah ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Membuka (Hati) ===> Sabaa': 26
19 al-'Aliim ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Mengetahui ===> Al-Baqarah: 29
20 al-Qaabidh ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Pengendali ===> Al-Baqarah: 245
21 al-Baasith ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Melapangkan ===> Ar-Ra'd: 26
22 al-Khaafidh ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Merendahkan ===> Hadits at-Tirmizi
23 ar-Raafi' ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Meninggikan ===> Al-An'aam: 83
24 al-Mu'izz ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Terhormat ===> Ali 'Imran: 26
25 al-Mudzdzill ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Mendengar ===> Al-Israa': 1
27 al-Bashiir ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Melihat ===> Al-Hadiid: 4
28 al-Hakam ===>Dzat Yang menciptakan Hukum ===> Al-Mu'min: 48
29 al-'Adl ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Adil ===> Al-An'aam: 115
30 al-Lathiif ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Lembut ===> Al-Mulk: 14
31 al-Khabiir ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Mengetahui Al-An'aam: 18
32 al-Haliim ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Penyantun ===> Al-Baqarah: 235
33 al-'Azhiim ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Agung ===> Asy-Syuura: 4
34 al-Ghafuur ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Pengampun ===> Ali 'Imran: 89
35 asy-Syakuur ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Syukur ===> Faathir: 30
36 al-'Aliyy ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Tinggi ===> An-Nisaa': 34
37 al-Kabiir ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Besar ===> Ar-Ra'd: 9
38 al-Hafiizh ===> Dzat Yang menciptakan Penjaga ===> Huud: 57
39 al-Muqiit ===>Dzat Yang menciptakan Pemelihara ===> An-Nisaa': 85
40 al-Hasiib ===>Dzat Yang menciptakan Perhitungan ===> An-Nisaa': 6
41 al-Jaliil ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Luhur ===> Ar-Rahmaan: 27
42 al-Kariim ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Mulia ===> An-Naml: 40
43 ar-Raqiib ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Mengawasi ===> Al-Ahzaab: 52
44 al-Mujiib ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Mengabulkan ===> Huud: 61
45 al-Waasi' ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Luas ===> Al-Baqarah: 268
46 al-Hakiim ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Bijaksana ===> Al-An'aam: 18
47 al-Waduud ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Mengasihi ===> Al-Buruuj: 14
48 al-Majiid ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Mulia ===> Al-Buruuj: 15
49 al-Baa'its ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Membangkitkan ===> Yaasiin: 52
50 asy-Syahiid ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Menyaksikan ===> Al-Maaidah: 117
51 al-Haqq ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Benar ===> Thaahaa: 114
52 al-Wakiil ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Pemelihara ===> Al-An'aam: 102
53 al-Qawiyy ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Kuat ===> Al-Anfaal: 52
54 al-Matiin ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Kokoh ===> Adz-Dzaariyaat: 58
55 al-Waliyy ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Melindungi ===> An-Nisaa': 45
56 al-Hamiid ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Terpuji ===> An-Nisaa': 131
57 al-Muhshi ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Menghitung ===> Maryam: 94
58 al-Mubdi' ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Memulai ===> Al-Buruuj: 13
59 al-Mu'id ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Mengembalikan ===> Ar-Ruum: 27
60 al-Muhyi ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Menghidupkan ===> Ar-Ruum: 50
61 al-Mumiit ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Mematikan ===> Al-Mu'min: 68
62 al-Hayy ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Hidup ===>Thaahaa: 111
63 al-Qayyuum ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Mandiri ===> Thaahaa: 11
64 al-Waajid ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Menemukan ===> Adh-Dhuhaa: 6-8
65 al-Maajid ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Mulia ===> Huud: 73
66 al-Waahid ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Tunggal ===> Al-Baqarah: 133
67 al-Ahad ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Esa ===> Al-Ikhlaas: 1
68 ash-Shamad ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Dibutuhkan ===> Al-Ikhlaas: 2
69 al-Qaadir ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Kuat ===> Al-Baqarah: 20
70 al-Muqtadir ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Berkuasa ===> Al-Qamar: 42
71 al-Muqqadim ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Mendahulukan ===> Qaaf: 28
72 al-Mu'akhkhir ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Mengakhirkan ===> Ibraahiim: 42
73 al-Awwal ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Permulaan ===> Al-Hadiid: 3
74 al-Aakhir ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Akhir ===> Al-Hadiid: 3
75 azh-Zhaahir ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Nyata ===> Al-Hadiid: 3
76 al-Baathin ===>Dzat Yang menciptakan Sifat Gaib ===> Al-Hadiid: 3
77 al-Waalii ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Memerintah ===> Ar-Ra'd: 11
78 al-Muta'aalii ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Tinggi ===> Ar-Ra'd: 9
79 al-Barr ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Dermawan ===> Ath-Thuur: 28
80 at-Tawwaab ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Penerima Taubat ===> An-Nisaa': 16
81 al-Muntaqim ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Penyiksa ===> As-Sajdah: 22
82 al-'Afuww ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Pemaaf ===> An-Nisaa': 99
83 ar-Ra'uuf ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Pengasih ===> Al-Baqarah: 207
84 Maalik al-Mulk ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Kerajaan ===> Ali 'Imran: 26
85 Zuljalaal wa al-'Ikraam ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Kebesaran serta Kemuliaan ===> Ar-Rahmaan: 27
86 al-Muqsith ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Adil ===> An-Nuur: 47
87 al-Jaami' ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Pengumpul ===> Sabaa': 26
88 al-Ghaniyy ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Kaya ===> Al-Baqarah: 267
89 al-Mughnii ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Mencukupi ===> An-Najm: 48
90 al-Maani' ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Mencegah ===> Hadits at-Tirmizi
91 adh-Dhaarr ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Pemberi Derita ===> Al-An'aam: 17
92 an-Naafi' ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Pemberi Manfaat ===> Al-Fath: 11
93 an-Nuur ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Bercahaya ===> An-Nuur: 35
94 al-Haadii ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Pemberi Petunjuk ===> Al-Hajj: 54
95 al-Badii' ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Pencipta ===> Al-Baqarah: 117
96 al-Baaqii ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Kekal ===> Thaahaa: 73
97 al-Waarits ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Mewarisi ===> Al-Hijr: 23
98 ar-Rasyiid ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Pandai ===> Al-Jin: 10
99 ash-Shabuur ===> Dzat Yang menciptakan Sifat Sabar ===> Hadits at-Tirmizi
HATI-HATI DALAM MEMAHAMI TAUHID ASMA' ITU HANYA SEBATAS NAMA/SEBUTAN BELAKA JANGAN TERJEBAK KEMBALI KE PENGAKUAN SEMU ....