TANBIIH

الحَمـْدُ للهِ المُــوَفَّـقِ للِعُـلاَ حَمـْدً يُوَافـــِي بِرَّهُ المُتَـــكَامِــلا وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّـهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ ثُمَّ الصَّلاَةُ عَلَي النَّبِيِّ المُصْطَفَىَ وَالآلِ مَــــعْ صَـــحْــبٍ وَتُبَّـاعٍ وِل إنَّ اللَّـهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا تَقْوَى الإلهِ مَدَارُ كُلِّ سَعَادَةٍ وَتِبَاعُ أَهْوَى رَأْسُ شَرِّ حَبَائِلاَ إن أخوف ما أخاف على أمتي اتباع الهوى وطول الأمل إنَّ الطَّرِيقَ شَرِيعَةٌُ وَطَرِيقَةٌ وَحَقِيقَةُ فَاسْمَعْ لَهَا مَا مُثِّلا فَشَرِيعَةٌ كَسَفِينَة وَطَرِيقَةٌ كَالبَحْرِ ثُمَّ حَقِيقَةٌ دُرٌّ غَلاَ فَشَرِيعَةٌ أَخْذٌ بِدِينِ الخَالِقِ وَقِيَامُهُ بَالأَمْرِ وَالنَّهْيِ انْجَلاَ وَطَرِِيقَةٌ أَخْذٌ بِأَحْوَطَ كَالوَرَع وَعَزِيمَةُ كَرِيَاضَةٍ مُتَبَتِّلاَ وَحَقِيقَةُ لَوُصُولُهِ لِلمَقْصِدِ وَمُشَاهَدٌ نُورُ التّجَلِّي بِانجَلاَ مَنْ تصوف ولم يتفقه فقد تزندق، ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق، ومن جمع بينهما فقد تحقق

hiasan

BELAJAR MENGKAJI HAKIKAT DIRI UNTUK MENGENAL ILAHI

Senin, 26 Maret 2012

MELIHAT KEBAIKAN DALAM SEGALA PERISTIWA


Sebenarnya, melihat kebaikan dalam segala hal merupakan ungkapan yang biasa. Dalam kehidupan kita sehari-hari, orang sering mengatakan, "Pasti ada kebaikan (hikmah) di balik kejadian ini," atau, "Ini merupakan berkah dari Allah."

                                                               

Biasanya, banyak orang mengucapkan ungkapan-ungkapan tersebut tanpa memahami arti sebenarnya atau semata-mata hanya mengikuti kebiasaan masyarakat yang tidak ada maknanya. Kebanyakan mereka gagal memahami arti yang sebenarnya dari ungkapan-ungkapan tersebut atau bagaimana pemahaman itu dipraktikkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Pada dasarnya, kebanyakan manusia tidak sadar bahwa ungkapan-ungkapan tersebut tidak sekadar untuk diucapkan, tetapi mengandung pengertian yang penting dalam kejadian sehari-hari.

Kenyataannya, kemampuan melihat kebaikan dalam setiap kejadian, apa pun kondisinya-baik yang menyenangkan maupun tidak-merupakan kualitas moral yang penting, yang timbul dari keyakinan yang tulus akan Allah, dan pendekatan tentang kehidupan yang disebabkan oleh keimanan. Pada akhirnya, pemahaman akan kebenaran ini menjadi sangat penting dalam menuntun seseorang tidak hanya untuk mencapai keberkahan hidup di dunia dan akhirat, tetapi juga juga untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tak akan berakhir.

Tanda pemahaman yang benar akan arti iman adalah tidak adanya kekecewaan akan apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini. Sebaliknya, jika seseorang gagal melihat kebaikan dalam setiap peristiwa yang terjadi dan terperangkap dalam ketakutan, kekhawatiran, keputusasaan, kesedihan, dan sentimentalisme, ini menunjukkan kurangnya kemurnian iman. Kebingungan ini harus segera dienyahkan dan kesenangan yang berasal dari keyakinan yang teguh harus diterima sebagai bagian hidup yang penting. Orang yang beriman mengetahui bahwa peristiwa yang pada awalnya terlihat tidak menyenangkan, termasuk hal-hal yang disebabkan oleh tindakannya yang salah, pada akhirnya akan bermanfaat baginya. Jika ia menyebutnya sebagai "kemalangan", "kesialan", atau "seandainya", ini hanyalah untuk menarik pelajaran dari sebuah pengalaman. Dengan kata lain, orang yang beriman mengetahui bahwa ada kebaikan dalam apa pun yang terjadi. Ia belajar dari kesalahannya dan mencari cara untuk memperbaikinya. Bagaimanapun juga, jika ia jatuh dalam kesalahan yang sama, ia ingat bahwa semuanya memiliki maksud tertentu dan mudah saja memutuskan untuk lebih berhati-hati dalam kesempatan mendatang. Bahkan jika hal yang sama terjadi puluhan kali lagi, seorang muslim harus ingat bahwa pada akhirnya peristiwa tersebut adalah untuk kebaikan dan menjadi hak Allah yang kekal. Kebenaran ini juga dinyatakan secara panjang lebar oleh Nabi saw.,

"Aku mengagumi seorang mukmin karena selalu ada kebaikan dalam setiap urusannya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur (kepada Allah) sehingga di dalamnya ada kebaikan. Jika ditimpa musibah, ia berserah diri (dan menjalankannya dengan sabar) bahwa di dalamnya ada kebaikan pula." (HR Muslim)

Hanya dalam kesadaran bahwa Allah menciptakan segalanya untuk tujuan yang baik sajalah hati seseorang akan menemukan kedamaian. Adalah sebuah keberkahan yang besar bagi orang-orang beriman bila ia memiliki pemahaman akan kenyataan ini. Seseorang yang jauh dari Islam akan menderita dalam kesengsaraan yang berkelanjutan. Ia terus-menerus hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran. Di sisi lain, orang beriman menyadari dan menghargai kenyataan bahwa ada tujuan-tujuan Ilahiah di balik ciptaan dan kehendak Allah.


Karena itu, adalah memalukan bagi orang beriman bila ia ragu-ragu dan ketakutan terus-menerus karena selalu mengharapkan kebaikan dan kejahatan. Ketidaktahuan terhadap kebenaran yang jelas dan sederhana, kekurangtelitian, dan kemalasan hanya akan mengakibatkan kesengsaraan di dunia dan di akhirat. Kita harus ingat bahwa takdir yang ditentukan Allah adalah benar-benar sempurna. Jika seseorang menyadari adanya kebaikan dalam setiap hal, dia hanya akan menemukan karunia dan maksud Ilahiah yang tersembunyi di dalam semua kejadian rumit yang saling berhubungan. Walau ia mungkin memiliki banyak hal yang mesti diperhatikannya setiap hari, seseorang yang memiliki iman yang kuat-yang dituntun oleh kearifan dan hati nurani-tidak akan membiarkan dirinya dihasut oleh tipu muslihat setan. Tak peduli bagaimanapun, kapan pun, atau di mana pun peristiwa itu terjadi, ia tidak akan pernah lupa bahwa pasti ada kebaikan di baliknya. Walaupun ia mungkin tidak segera menemukan kebaikan tersebut, apa yang benar-benar penting baginya adalah agar ia menyadari adanya tujuan akhir dari Allah.

Berkaitan dengan sifat terburu-buru manusia, mereka kadang-kadang tidak cukup sabar untuk melihat kebaikan yang ada di dalam peristiwa yang menimpa mereka. Sebaliknya, mereka menjadi lebih agresif dan nekat dalam mengejar sesuatu walaupun hal tersebut sangat bertentangan dengan kepentingan yang lebih baik. Di dalam Al-Qur`an, hal ini disebutkan,

"Dan manusia mendo'a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo'a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa." (al-Israa`: 11)

Meski demikian, seorang hamba harus berusaha melihat kebaikan dan maksud Ilahiah dalam setiap kejadian yang disodorkan Allah di depan mereka, bukannya memaksa untuk diperbudak oleh apa yang menurutnya menyenangkan dan tidak sabar untuk mendapatkan hal itu.

Walau seseorang berusaha untuk mendapatkan status finansial yang lebih baik, perubahan itu mungkin tidak pernah terwujud. Tidaklah benar jika seseorang menganggap suatu kondisi itu merugikan. Tentu saja seseorang boleh berdo'a kepada Allah untuk mendapatkan kekayaan jika kekayaan itu digunakan di jalan Allah. Bagaimanapun juga, ia harus mengetahui bahwa jika keinginannya itu tidak dikabulkan Allah, itu disebabkan alasan tertentu. Mungkin saja bertambahnya kekayaan sebelum matangnya kualitas spiritual seseorang dapat mengubahnya menjadi orang yang gampang diperdaya oleh setan. Banyak alasan Ilahiah lainnya-di antaranya tidak langsung disadari atau hanya akan terlihat di akhirat-dapat mendasari terjadinya sebuah peristiwa. Seorang usahawan, misalnya, bisa saja tertinggal sebuah pertemuan yang akan menjadi pijakan penting dalam kariernya. Akan tetapi, jika saja pergi ke pertemuan itu, ia bisa tertimpa kecelakaan lalu lintas, atau jika pertemuannya diadakan di kota lain, pesawat yang ditumpanginya bisa saja jatuh.            


Tak ada seorang pun yang kebal terhadap segala peristiwa. Biasakanlah untuk melihat bahwa pada akhirnya ada suatu kebaikan dalam sebuah peristiwa yang pada awalnya terlihat merugikan. Meski demikian, seseorang perlu ingat bahwa ia tidak akan selalu dapat mengetahui maksud sebuah peristiwa adalah sesuatu yang merugikan. Ini karena, sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya, kita tidak selalu beruntung dapat melihat sisi positif yang muncul. Mungkin juga Allah hanya akan menunjukkan maksud keilahian-Nya di akhirat nanti. Karena alasan itulah, yang harus dilakukan oleh orang yang ingin menyerahkannya pada takdir Allah dan memberikan kepercayaannya kepada Allah adalah menerima setiap kejadian itu-apa pun namanya-dengan keinginan untuk mencari tahu bahwa pastilah ada kebaikan di dalamnya dan kemudian menerimanya dengan senang hati.

Harus disebutkan juga bahwa melihat kebaikan dalam segala hal bukan berarti mengabaikan kenyataan dari peristiwa-peristiwa tersebut dan berpura-pura bahwa hal itu tidak pernah terjadi, atau mungkin menjadi sangat idealis. Sebaliknya, orang beriman bertanggung jawab untuk mengambil tidakan yang tepat dan mencoba semua cara yang dianggap perlu untuk memecahkan masalah. Kepasrahan orang yang beriman tidak boleh dicampuradukkan dengan cara orang lain, yang karena pemahaman yang tidak sempurna tentang hal ini, mereka tetap saja tidak acuh terhadap apa pun yang terjadi di sekitar mereka dan optimis tetapi tidak realistis. Mereka tidak bisa membuat keputusan yang rasional ataupun menjalankan keputusan tersebut. Ini dikarenakan yang ada pada mereka adalah optimistis yang melenakan dan kekanak-kanakan, bukan mencari pemecahan masalah. Sebagai contoh, ketika seseorang didiagnosis menderita penyakit yang serius, keadaannya saat itu mungkin paling parah sampai pada titik fatal yang diabaikannya selama masa pengobatan. Contoh lainnya, jika seseorang tidak menyadari pentingnya mengamankan harta bendanya, walau ia pernah mengalami pencurian, besar kemungkinan akan menjadi korban lagi dari kejadian serupa itu.

Pastilah cara-cara tersebut jauh dari sikap menaruh kepercayaan kepada Allah dan dari "melihat kebaikan dalam segala hal". Pada hakikatnya, sikap tersebut berarti ceroboh. Kebalikannya, orang yang beriman harus berusaha mengendalikan situasi sepenuhnya. Pada dasarnya, sikap yang menuntun diri mereka ini adalah suatu bentuk "penghambaan", karena ketika mereka terlibat dalam situasi tersebut, pikiran mereka dikuasai oleh ingatan akan kenyataan bahwa Allahlah yang membuat peristiwa itu terjadi.

Di dalam Al-Qur`an, Allah menghubungkan kisah para nabi dan orang beriman sebagai contoh bagi mereka yang sadar akan hal ini. Inilah yang harus diteladani oleh seorang mukmin. Sebagai contoh, sikap yang merupakan respons Nabi Huud terhadap kaumnya menunjukkan penyerahan total dan rasa percayanya yang kokoh kepada Allah, walaupun ia mendapatkan perlakuan yang buruk.

"Kaum 'Aad berkata, 'Wahai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan memercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.' Huud menjawab, 'Sesungguhnya, aku menjadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya, aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya, Tuhanku di atas jalan yang lurus.' Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya, Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu." (Huud: 53-57)

Kepastian Hukum Alam (TAQDIR)



“Ini disebabkan karena apa yang dilakukan oleh tangan-tanganmu lebih dahulu. Allah tiada pernah menganiaya hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali-Imran: 182)

                                                                

 Masalah takdir ini tidaklah sesederhana seperti yang diperkirakan. Ini tidak hanya menyangkut ketetapan aspek fisika saja seperti rotasi atau evolusi bumi saja, tetapi menyangkut tentang ketetapan-ketetapan aspek berpikir dan aspek sosial yang tampaknya sedemikian abstrak.



 Kata-kata yang menyatakan itu adalah “abstrak”, banyak factor “X” nya, adalah suatu pemikiran yang tidak tuntas, atau suatu ‘jalan pintas’ untuk menutupi ketidak mampuan, di dalam membaca persoalan manusia. Mereka telah terpengaruh dengan literatur-literatur yang tidak berorentasi pada kebenaran Al-Qur’an yang telah membuat hal-hal yang mencakup factor “X” tersebut secara jelas dan konkrit bahkan, berikut contoh-contohnya.



 Sebagai contoh, para orientalis barat sedang sibuk-sibuknya menggali konsep EQ. Kita seperti ‘membeo’ dan ‘mengekor’ para orientalis tersebut, sibuk mencari hakikat dari EQ yang diributkan itu. Padahal, EQ iut sebenarnya adalah akhlak, dan hal itu sebenarnya telah ada dalam diri Rasulullah. Inilah yang menyebabkan terjadinya suatu pemikiran bahwa ilmu sosial adalah ilmu yang tidak pasti. Saya tidak sependapat apabila ilmu sosial tidak disebut sebagai ilmu pasti. Takdir akan ketetapan Ilmu sosial pun sebenarnya ilmu pasti, hukum-hukumnya, seperti sebab-sebab yang ditimbulkan dari suatu pemikiran atau tindakkan pun bersifat pasti. Sekali lagi, yang tidak pasti itu adalah pilihan manusianya, bukan hukum-hukum sosialnya. Sebagai contoh, teori “aksi min reaksi” atau hukum sebab akibat dari fisika, juga bisa dirasakan secara psikologis atau pada lingkungan sosial. Contohnya, apabila anda menyakiti orang lain maka orang lain pun akan bisa berbuat yang sama kepada anda. Apabila dia tidak membalas, entah mungkin bapaknya yang akan menegur atau membalaskan pada anda. Seandainya belum ada yang membalas, niscaya pada “hari pembalasan” hal itu akan di urus oleh Tuhan. Tak perlu terlalu jauh, orang yang disakiti pasti akan kecewa, dan biasanya hal itu akan di ingat. Reaksinya adalah tabungan kepercayaan anda akan terkuras habis akibat perbuatan itu. Niscaya ia tidak akan mempercayai anda lagi.



 “Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.” Begitu juga belas kasih yang tulus selalu mengalir kepada orang yang rendah hati. Sangat jarang belas kasih diberikan kepada orang yang sombong dan kuat, kecuali tentu saja ada maksud-maksud “tertentu” yang tersembunyi di belakangnya. Contoh lain, cobalah anda berdiri tegak, sementara semua orang jongkok atau merunduk, maka anda akan merasa lebih nyaman untuk berada pada posisi yang sama atau sejajar. Begitu pula sebaliknya, anda sedang jongkok atau merunduk, di hadapan anda ada orang lain yang berdiri tegak, apa yang anda rasakan? Tentunya anda akan segera berdiri tegak untuk menyamakan posisi. Kecuali ada hal-hal lain yang mempengaruhinya, seperti kaki sedang sakit, dan lain-lain. Sunnatullah (ketetapan Allah) inilah yang kadang lepas dari perhatian kita. Dan hal-hal tertentu itu jumlahnya banyak sekali, namun tetap masih bisa di prediksi, dengan ilmu pengatahuan dalam Al-Qur’an.



 Sunnatullah (ketetapan Allah) itu adalah suara-suara hati, dorongan-dorongan mendasar yang berasal dari sifat-sifat Allah (Asmaul Husna). Namun harus di ingat bahwa setiap orang memiliki prioritas-prioritas yang berbeda untuk menetukan tindakan dan pemikiran seperti apa yang akan dilakukan. Setiap dorongan fitrah itu, pastilah bersumber dari salah satu sifat Allah atau lebih, yang dipilih secara bebas oleh setiap manusia. Di sanalah letak perbedaan-perbedaan manusia yang sesungguhnya, yaitu sebuah kepentingan. Disanalah sering terjadi perbedaan pendapat, bahkan bisa menimbulkan suatu peperangan antar bangsa yang dapat menelan jutaan nyawa manusia.



 Itulah sebabnya Al-Qur’an diturunkan, yang merupakan pengejawantahan dari sifat-sifat Ilahiyah yang di aplikasikan dalam stu Ke-Esa-an Tuhan dan dalam satu kesatuan Tauhid-Nya. Alasan itulah yang membuat saya beranimenarik sebuah kesimpulan bahwa ilmu sosial harus didekati dengan pendekatan ilmu pasti. Ilmu sosial merupakan ilmu yang lebih kompleks dibandingkan dengan gejala-gejala alamiah yang menjadi obyek ilmu pasti. Ilmu sosial mempelajari tingkah laku manusia beserta gejala-gejala sosial yang ditimbulkannya. Dengan tidak mengesampingkan penelitian dahulu, saya berasumsi bahwa sebenarnya dalam Al-Qur’an telah terdapat formula yang dapat menjelaskan dan menjadi solusi bagi gejala sosial, dalam hal ini obyek pengamatan sosial.

 Sekarang tentu anda bertanya kepada saya, apabila ilmu sosial itu diidentikkan sebagai ilmu pasti, lantas apa yang menjadi dasar teori-teori ilmu sosial tersebut? Saya akan menjawab bahwa Al-Qur’an lah dasar teori (basic principles) dari ilmu sosial yang sangat rumit dan abstrak itu. Sebagai contoh sederhana, kalimat-kalimat bijaksana (wise words) atau kata-kata mutiara yang dirasa sesuai dengan suara hati, pun bisa menjadi suatu teori, dan teori dalam ilmu sosial banyak disebut orang sebagai filsafat, tetapi juga isyarat (tirgger) berbagai keilmuan yang dilengkapi dengan contoh-contoh kongkrit dan petunjuk pelaksanaan yang sangat membumi (workable)                         



 Permasalahannya sekarang adalah para cendikiawan dan ahli-ahli ilmu sosial tidak mau atau ‘kurang’ keinginannya untuk membahas Al-Qur’an secara mendalam, karena mereka mengalami ‘distorsi’ dan menganggap Al-Qur’an hanya mengajarkan ilmu gama saja (sekularistik). Bahkan yang menyedihkan, seolah-olah Al-Qur’an dianggap seperti mantera-mantera saja. Padahal disanalah pusat dari kecerdasan emosi dan spiritual atau ESQ (Emotional and Spiritual Quotient), bahkan lebih hebat lagi dari itu semua. Masih dibutuhkan suatu upaya besar untuk menggeser paradigma (paradigm shift) yang keliru ini, demi kemakmuran dan kesejahteraan bumi, yang berazaskan pada keteraturan seperti yang ada dalam Al-Qur’an Al-Karim.



 Seandainya Ilmu sosial itu tidak didekati dengan pendekatan ilmu pasti, bagaimana mungkin manusia akan bisa memprediksi masa depan yang sangat tergantung pada lingkungan sosialnya itu. Bukankah Allah itu Maha Adil? Dan pada kenyataannya, banyak orang yang berhasil dalam membangun lingkungan sosialnya? Membangun perusahaan raksasa dengan penuh perhitungan dari segala aspek sosialnya? Dan itu artinya, manusia memiliki kepastian masa depan dengan ketetapan-ketetapan sosial yang telah dirancang oleh Allah Swt. melalui Al-Qur’an. Kebebasan Manusia untuk memilih jawabannya. disitulah letak kuncinya. Kemampuan anda untuk “membaca” berbagai alternatiftindakkan manusia yang didasari oleh dorongan sifat-sifat Ilahiah, dan Al-Qur’anlah petunjuknya. semua seba terukur. Apabila ada sebuah kegagalan, pastilah ada factor “X” yang belum dicermati dan semua factor “X” itu akan anda temukan di dalam Al-Qur’an, buku manual buatan Tuhan itu.



Hai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah, dan taatlah kerpada Rasul, dan orang-orang yang berkuasa diantara kamu. Dan bila kamu berselisih tentang sesuatu dikalangan kamu sendiri, hendaknya kamu mengembalikannya kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul (Sunnah). Jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, itu lebih baik dan penyelesaian yang paling indah. (QS. An-Nissa’ : 59)

*********************************************************************************

Hasrat untuk melangkah mendekati takdir rasanya sudah diujung kaki, jika takdir adalah apa yang selalu ingin dicapai. Saya berkejaran dengan suatu titik dimana kita kehilangan kendali atas apa yang terjadi, dan hidup jadi dikendalikan oleh nasib. Itulah ketidak mampuan orang memilih takdir mereka sendiri, dusta terbesar di dunia.
                             
                                 “Menyantuni orang miskin tidak berarti harus ikut miskin, atau mengikuti cara hidup kaum miskin. Mereka tahu bahwa kita tidak semiskin mereka. Mereka juga tidak ingin agar kita menjadi semiskin mereka. Yang penting, menghormati mereka sebagai manusia, solider dengan mereka, bersimpati kepada mereka, dan jangan lupa, apapun kedudukan kita di masyarakat, mengarahkan kegiatan kita kepada pemberantasan kemiskinan, menuju tata masyarakat yang lebih adil.”



Pada detik saya berdiri sekarang, saya tidak takut bermimpi, sangat mendambakan segalanya terwujud. Saya menjadikannya jelas terlihat dengan menulisnya, segalanya pasti mungkin. Satu-satunya kewajiban sejati manusia adalah mewujudkan takdirnya.

“Ada satu kebenaran mahabesar di planet ini siapapun dirimu, apapun yang kaulakukan, kalau engkau sungguh-sungguh menginginkan sesuatu, itu karena hasrat tersebut bersumber dari jiwa jagat raya. Dan saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya bersatu padu untuk membantumu meraihnya

PENCARIAN HIDUP MENUJU KEKASIH SEJATI

JANGAN SUKA MENGANGGAP SESUATU YG TIDAK COCOK ITU ADALAH SESAT NAMUN SIKAPILAH SAMPAI KAU BENAR'' MEMAHAMINYA ...

KARENA JIKA KAU MENILAI CIPTAANNYA MAKA NISTALAH DIRIMU ... KARENA ALLOH MAHA MENILAI PADA APA'' YANG KAU SANGKAKAN











AlkisAnnabila